pISSN: 2723 - 6609 e-ISSN : 2745-5254
Vol. 4, No. 7, Juli 2023 http://jist.publikasiindonesia.id/
Doi : 10.59141/jist.v4i7.646 865
PENERAPAN SELF-ASSESTMENT SYSTEM DALAM NPWP SEBAGAI
UPAYA PROGRESIF TERHADAP EKSISTENSI PAJAK DI INDONESIA
Priyambodo Adi
1
, Pajri Arifpadilah
2
, Achmad Iyyan N
3
, Nur Fadhilla Erlis
4
, Yogi
Syahputra Alidrus
5*
Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
*Correspondence
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diterima
: 27-06-2023
Direvisi
: 18-07-2023
Disetujui
: 20-07-2023
Penelitian ini bertujuan guna memberi pemahaman mengenai
perkembangan pajak dalam penerapannya khususnya di Indonesia dan
urgensi penerepan Self-Assesment dalam NPWP sebagai upaya
progresif terhadap pemungutan pajak, sehingga penelitian sangat
darurat dilakukan untuk mengetahui hal tersebut. Metode yang
digunakan dalam penelitain ini memakai metode Normatif dengan
pendekatan conseptual approach (pendekatan konseptual) bahan yang
diperoleh dari kepustakaan seperti artikel, majalah ilmiah buku yang
terkait dengan pokok permasalahan yang membahas mengenai Pajak.
Membayar pajak merupakan hal wajib yang harus dibayarkan oleh
setiap warga negara di Indeonesia yang telah memenuhi syarat subjektif
dan objektif untuk membayar pajak tersebut. Dalam Pasal 23 A UUD
1945 sendiri telah tercantum kewajiban membayar pajak. Dengan
system self-assessment yang diberlakukan terhadap wajib pajak sesuai
dengan kondisi status soal melalui objek penghasilan yang tentunya
setiap orang pribadi berbeda sehingga mampu menyesuaikan dengan
kondisinya. Dengan begitu permasalahan yang akan diangkat dalam
penelitian ini meliputi hal berikut; 1) Bagaimana perkembangan pajak
dalam penerapannya khususnya di Indonesia, dan 2) Bagaimana
Urgensinya Penerapan Self- Assesment System dalam NPWP sebagai
Upaya Progresif terhadap Pemungutan Pajak.
ABSTRACT
This study aims to provide an understanding of the development of
taxes in its application, especially in Indonesia and the urgency of
implementing Self-Assessment in NPWP as a progressive effort towards
tax collection, so that urgent research is carried out to find out about
this. The method used in this research uses the Normative method with
a conceptual approach (contextual approach) material obtained from
literature such as articles, scientific magazines, books related to the
subject matter that discusses Tax. In Indonesia, tax is an obligation that
must be carried out by every citizen who has met the subjective and
objective requirements to pay taxes. The obligation to pay their own
taxes is stated in article 23 A of the 1945 Constitution. With a self-
assessment system that is applied to taxpayers in accordance with the
status requirements of questions through income objects, of course,
each individual is different so that they are able to adjust to the
conditions. Thus the issues raised in this study include 1) How is the
development of tax in its application, especially in Indonesia, and 2)
What is the Urgency of Implementing the Self-Assessment System in
NPWP as a Progressive Effort for Tax Collection.
Kata kunci: pajak; Indonesia;
NPWP; Self-assessment.
Keywords: Tax; Indonesia;
NPWP; Self-assessment.
Attribution-ShareAlike 4.0 International
Priyambodo Adi, Pajri Arifpadilah, Achmad Iyyan N, Nur Fadhilla Erlis, Yogi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 866
Pendahuluan
Pada hakikatnya manusia selalu mempertahankan kehidupannya bagaimana pun
caranya (Goa, 2017). begitu halnya rentetan sejarah itu yang dihiasi berbagai bermacam
tragedi, tidak lain dan tidak bukan disebabkan atas dasar kepentingan dalam memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang menjadi basis ekonomi manusia itu sendiri yakni;
sandang, pangan, dan papan, guna mempertahankan kehidupannya (Lutfi, 2019).
Hingga pada tahap selanjutnya, manusia satu dengan yang lainnya bertemu kemudian
membentuk kelompok ataupun keluarga dan pada akhirnya kelompok dan atau keluarga
tersebut mulai bersinergi bersama serta bertansformasi menjadi sebuah masyarakat
hingga adanya terbentuk sebuah negara untuk saling menopang dan ditopang, serta
konsekuensi atas interaksi yang melahirkan hierarki antara majikan dan budak,
pemerintah dan masyarakat, dengan saling memberi dan menerima jasa lalu dibalas
dengan imbalan sukarela ataupun adanya kondisi yang memaksa (Endah Kartika, 2021).
Maka dari itu, melalui hukum sebagai salah satu alat keteraturan sosial mengatur
tingkah laku dalam interaksinya sehari-hari tersebut. sebagaimana dalam hukum yang
memiliki unsur tersendiri pula, yang sekaligus akan dibahas ialah Hukum yang
mengatur mengenai Pajak (Manan & SH, 2018). Seperti yang telah diketahui bahwa
pajak merupakan salah satu cara Negara yang memiliki fungsi mengelola ataupun
mengatur untuk mencapai tujuan suatu Negara. Secara eksplisit di Negara Indonesia,
pajak sebagai salah satu sumber pemasukan kas Negara yang digunakan untuk
pembangunan nasional ataupun daerah dengan tujuan akhir kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat berdasarkan spirit dan cita-cita Negara Indonesia itu sendiri
(Karianga & SH, 2015).
Oleh karena itu, membayar pajak merupakan hal wajib yang harus dibayarkan
oleh setiap warga negara di Indeonesia yang telah memenuhi syarat subjektif dan
objektif untuk membayar pajak tersebut (Inkiriwang, 2017). Dalam Pasal 23 A UUD
1945 sendiri telah tercantum kewajiban membayar pajak ada pun pasal tersebut
berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang”. Berangkat dari pasal tersebutlah kemudian muncul
berbagai peraturan pelaksana yang menjadi landasan bagi pemungutan pajak di
Indonesia. Setidaknya ada beberapa undang-undang antara lain. Undang-Undang nomor
12 tahun 1994 tentang pajak bumi dan bangunan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Undang-Undang nomor 17
tahun 2000 tentang penghasilan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang pajak
pertambahan nilai atas barang dan jasa dan penjualan atas barang mewah, dan lain
sebagainya (Mohammad, Saerang, & Pangerapan, 2017).
Di Indonesia posisi pajak sangatlah penting, selain untuk membiayai kepentingan
dan kesejahteraan masyarakat, pajak adalah salah satu penopang terbesar dalam
perekonomian di Negara Indonesia (Sitorus & Simanjuntak, 2023). Di bidang
perkonomian, yang termasuk perkembangan bentuk-bentuk dan praktek
penyelenggaraan kegiatan usaha, pajak menghasilkan hasil sesuai dengan pelaksanaan
pembagunan nasional yang sangat pesat dalam kehidupan nasional tersebut. merupakan
Penerapan Self-Assestment System Dalam Npwp Sebagai Upaya Progresif Terhadap Eksistensi
Pajak Di Indonesia
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 867
objek pajak. Namun sebelum melangkah untuk bisa menjadi seorang yang dikenakan
sebagai wajib pajak, atau yang dikatakan sebagai subjek hukum ada syarat pokok yang
harus dipenuhi salah satunya yakni NPWP (Sucipto, 2022).
Sebab hal tersebut sebagai bentuk identitas dari wajib pajak dalam melakukan
administrasi perpajakan. Sebagaimana yang tertera pada Undang-undang Nomor 28
Tahun 2007 Tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (Kirowati, 2019). Kemudian,
mengenai NPWP pun telah dipertegas khususnya dalam pasal 2 yang berbunyi. “setiap
wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada
kantor direktorat jenderal pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak.
Namun jika mengacu pada realitas objektif yang terjadi justru berbanding terbalik,
cukup banyak warga negara indonesia yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif akan tetapi tidak mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan nomor pokok wajib
pajak.
Metode Penelitian
Jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengkaji
konsep, kaidah, asas-asas, teori dan peraturan perundang undangan berkaitan dengan
penerapan pajak dan self- assesment system, serta NPWP. Penelitian ini menggunakan
pendekatan undang-undang (statute approach), konsep (conceptual approach) dan
kasus (case approach) serta metode sejarah (historical conseptual). Sehingga dengan
begitu Penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka yang mengkaji teks-teks
dokumen hukum untuk selanjutnya dianalisis secara preskriptif dan deskriptif sehingga
mendapatkan temuan sebagai berikut :
1. Comprehensive, norma-norma hukum yang didalamnya terikat dan terkait satu
sama lain
2. Systematic, Norma-norma hukum yang disusun didalmnya secara turun temurun
bertautan satu sama lain
3. Universal, dengan norma-norma yang disebutkan didalam penelitian ini dapat
menampung semua permasalahan yang ada khususnya dalam penelitian ini yaitu
Penerapan Self Assestment System dalam NPWP sebagai upaya progresif terhadap
eksistensi pajak di Indonesia”.
Hasil dan Pembahasan
A. Perkembangan Pajak Di Indonesia
Eksistensi pajak pada saat ini tak terlepas dari rentetan sejarah yang saling
memiliki keterhubungan hingga menentukan bagaimana pemberlakuan pajak
dikemudian hari seiring perkembangannya zaman (Agusti, Ningsih, & Kumalasari,
2022)v. Jika meninjau ruang dan waktu sejarah ada beberapa fase dari proses hingga
perkembangan dalam penerapan pajak ialah pada saat kemerdekaan hingga saat ini;
Priyambodo Adi, Pajri Arifpadilah, Achmad Iyyan N, Nur Fadhilla Erlis, Yogi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 868
1. Masa Republik Indonesia dalam Revolusi0Kemerdekaan (19451950)
Pasca pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945, para pendiri Bangsa menuangkan masalah mengenai pajak ke dalam Undang-
Undang Dasar 1945 hal keuangan. Dalam Pasal 23 yang memuat lima butir ketentuan,
butir kedua menyatakan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
Undang-Undang”. Dengan demikian, pajak sebagai “nyawa” negara telah secara resmi
diatur oleh Undang-Undang 1945. Dua hari kemudian tepat pada 19 Agustus 1945,
organisasi kementerian keuangan langsung dibentuk dan di dalamnya antara lain
terdapat Pejabat Pajak. Susunan organisasi itu disusun dalam keadaan mendesak,
dikarenakan tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda kembali
datang ke Indonesia dan ingin menguasai Indonesia kembali dengan membentuk
Netherlands Indie Civil Administration (NICA). Pada 1946 ketika Belanda melancarkan
agresi militer pertama, kementerian keuangan, termasuk pejabatan pajak didalamnya
harus mengikuti Presiden Soekarno dan seluruh jajaran Kabinetnya pindah ke
Yogyakarta dan sekitarnya. Pejabatan Pajak berkantor pusat di Magelang.
2. Masa Pemerintahan Presiden Soekarno (19501966)
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi, “Pajak dan
pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.”
Namun, pemerintahan Presiden Soekarno pascarevolusi kemerdekaan mengalami situasi
yang dikatakan belum stabil. Undang-undang tidak dapat dilaksanakan dengan baik
secara penerapan. Untuk mengelola pendapatan negara dari pajak, pemerintah masih
mengalami berbagai kesulitan. Hal tersebut menyebabkan aturan warisan kolonial masih
diterapkan. Perlahan pemerintah membenahi beberapa aturan, di antaranya pada 1957
mengganti Pajak Peralihan dengan nama Pajak Pendapatan Tahun 1944 yang disingkat
dengan Ord. PPd. 1944.
Jawatan Pajak Hasil Bumi pada Direktorat Jenderal Moneter yang bertugas
melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah, pada 1963 diubah menjadi
Direktorat Pajak Hasil Bumi. Kemudian ditahun kedua berubah lagi menjadi Direktorat
Iuran Pembangunan Daerah atau Ipeda. Kantor-kantor Inspeksi Keuangan di tingkat
kabupaten dan kota mulai didirikan oleh pemerintah yang diresmikan langsung oleh
Soejono Brotodihardjo. Tujuan pembentukan Kantor-kantor tersebut adalah usaha untuk
menggali potensi pajak di masyarakat karena perekonomian yang terus berkembang
3. Masa Pemerintahan Presiden Soeharto (19671998)
Pada masa Presiden Soeharto menjabat, beberapa perubahan dan penyempurnaan
undang-undang pajak dilakukan. Diawali dengan pemerintah mengeluarkan UU Nomor
8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan 1925.
Undang-undang ini berlaku selama 13 tahun, yaitu sampai dengan 31 Desember 1983
ketika reformasi pajak atau tax reform digulirkan. Kemudian diterbitkan keputusan
Presiden RI Nomor 12 Tahun 1976 yang menetapkan Direktorat Ipeda diserahkan dari
direktorat jenderal moneter kepada direktorat jenderal pajak. Peralihan ini mengubah
mekanisme birokrasi pajak yang semula bidang moneter ke dalam bidang perpajakan.
Penerapan Self-Assestment System Dalam Npwp Sebagai Upaya Progresif Terhadap Eksistensi
Pajak Di Indonesia
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 869
Pada 1983, reformasi pajak dilakukan oleh pemerintah melalui Pembaharuan
Sistem Perpajakan Nasional (PSPN) dengan mengundangkan lima produk undang-
undang perpajakan, yakni mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP),
Pajak Penghasilan (PPh), PPN dan PPnBM, PBB serta bea meterai (BM). Sistem
perpajakan yang semula official-assessment diubah menjadi self-assessment. Sejak 1984
Indonesia memasuki era baru yaitu sistem pemungutan pajak, atau dapat disebut juga
self-assessment system yang memberikan kewenangan sepenuhnya kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terhutang
(Nurlaela, 2018).
4. Masa Reformasi 19980hingga sekarang
Pemerintah kembali mengubah perpajakan pada tahun 2000 seiring dengan
perkembangan ekonomi dan masyarakat. Dua tahun kemudian pemerintah juga
membetuk Pengadilan Pajak. Perubahan perubahan undang-undang perpajakan terus
dilakukan dan dikembangkan, termasuk juga ukuran Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Sistem self-assessment ditekankan untuk meningkatkan pendapatan. Target
penerimaan negara dari pajak juga terus meningkat. Pemerintah juga mewajibkan dalam
hal menyelenggarakan pembukuan yang tegas, hal tersebut diatur dalam UU Nomor 28
Tahun 2007 Pasal 28. Kewajiban melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan sebuah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Penerapan Insetif
pajak juga dilakukan yang mencakup pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai,
fasilitas perpajakan (PPh, PPN, dan PBB), intensifikasi perpajakan yang lebih sistematis
dan terstandar serta penegakan dalam hukum. pembentukan pemberian fasilitas sunset
policy juga dilakukan, yang dapat dimanfaatkan oleh jutaan wajib pajak (WP).
Mereka diberikan kesempatan untuk merestrukturisasi pajak dan membuka
peluang masyarakat memiliki NPWP sebagai WP baru. Kebijakan sunset policy tersebut
berlanjut hingga wacana pengampunan pajak atau tax amnesty yangmana hal tersebut
menuai banyak pro-kontra antara aparat pajak dan kalangan pengusaha.
Dimunculkannya tax amnesty jilid dua pada pertengahan 2016, yang ternyata hal
tersebut menarik animo masyarakat luas untuk mengikuti hal tersebut. Kemudian 45
kebijakan pengurangan pajak penghasilan dan barang mewah dikeluarkan oleh
Dierektorat Jenderal Pajak pada tahun 2003. Memasuki awal tahun 2005 Direktorat
Jenderal Pajak telah menyiapkan empat fasilitas untuk memberikan insentif pada dunia
usaha. Reformasi pajak di Indonesia mendapat dukungan dari negara-negara didunia.
Dalam pertemuan Indonesia dengan negara-negara pendonor dan IMF pada 19 April
2006, permintaan Indonesia untuk bantuan jangka panjang dalam rangka reformasi
pajak di Indonesia diterima oleh IMF dan sejumlah negara pendonor. Dewasa ini untuk
optimalisasi fungsi lembaga pajak, muncul usulan agar direktorat jenderal pajak
menjadi suatu badan negara yang langsung berada di bawah Presiden.
Kemudian tahun 2013 pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang
penyederhanaan penghitungan dan penyetoran pajak dengan menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46, yakni wajib pajak, baik untuk pribadi dan badan (kecuali WP
pribadi yang melakukan pekerjaan bebas) dengan omset atau pendapatan kotor pertahun
Priyambodo Adi, Pajri Arifpadilah, Achmad Iyyan N, Nur Fadhilla Erlis, Yogi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 870
tidak melebihi Rp 4,8 miliar akan dikenai tarif pajak penghasilan bersifat final sebesar
1%, dengan diberlakukannya tarif yang ringan dan sederhana dalam penyetoran serta
pelaporannya tersebut diharapkan bisa meningkatkan jumlah partisipasi wajib pajak
dalam membayar pajak sehingga dengan semakin tingginya tax collection maka
semakin banyak pula masyarakat yang juga dapat ikut serta dalam mengawasi jalannya
pembangunan di negeri ini yang diperoleh dari sektor pajak.
B. Urgensi Penerapan Self- Assesment System dalam NPWP sebagai Upaya
Progresif Pemungutan Pajak
Jika mengacu pada historis perkembangan pajak yang telah dipaparkan diatas,
spirit dari system self-assessment system merupakan nafas dari NPWP itu sendiri yang
dimana pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. serta Pasal 30 ayat (1) Undang-
undang Dasar 1945 yang berbunyi, "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam pertahanan dan keamanan negara". Ketentuan pasal tersebut bisa kita lihat
bahwa salah satu kewajiban yang telah ditetapkan bagi rakyat adalah untuk membayar
pajak ke negara. Pada sistem administrasi perpajakan yang berlaku di Indonesia kita
mengenal istilah NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), yang mana hal tersebut
digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam hal pelaksanaan
hak dan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
setiap orang yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak sudah pasti memiliki
nomor pokok wajib pajak atau juga dapat kita simpulkan, bahwa seseorang mulai
memiliki kewajiban perpajakan ketika dia sudah memiliki nomor pokok wajib pajak.
Sebagaimana tercantum pada Per-20/PJ/2013 orang pribadi atau badan wajib
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak apabila dia telah memenuhi beberapa syarat
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang telah
diberlakukan. Adapun Persyaratan subjektif tersebut sebagai berikut ini:
1. Orang pribadi yang sudah tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, serta orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2. Badan yang didirikan atau dibentuk berkedudukan di Indonesia;
3. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak.
Sedangkan untuk persyaratan objektif tersebut adalah ketika dimana orang pribadi
atau badan tersebut memiliki penghasilan. Dari persyaratan subjektif dan objektif
sebagaimana tercantum, dapat dikatakan bahwa wajib pajak terdiri dari 2 jenis, yaitu
wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Untuk wajib pajak orang pribadi wajib
memiliki nomor pokok wajib pajak apabila dia telah berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam jangka waktu satu tahun atau dia berada di Indonesia dan memiliki niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia serta telah memiliki penghasilan yangmana
penghasilan tersebut pada suatu bulan apabila di setahunkan telah melebihi batas
penghasilan tidak kena pajak (besaran penghasilan tidak kena pajak yang berlaku saat
Penerapan Self-Assestment System Dalam Npwp Sebagai Upaya Progresif Terhadap Eksistensi
Pajak Di Indonesia
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 871
ini ialah 54 juta rupiah untuk penghasilan dalam jangka waktu setahun atau
disetahunkan).
Kemudian, Untuk wajib pajak badan wajib punya Nomor Pokok Wajib Pajak
apabila badan tersebut didirikan atau tempat kedudukannya di Indonesia. Sering ditemui
dilapangan orang pribadi yang masih bingung kenapa harus membuat nomor pokok
wajib pajak. sebenarnya perbedaan mendasar kewajiban perpajakan orang pribadi yang
telah memiliki NPWP dengan yang belum yaitu, bagi orang yang telah memiliki NPWP
dia bukan saja diharuskan untuk melakukan pembayaran pajak tapi juga diwajibkan
untuk melakukan besaran pajak yang telah dibayarkan tersebut.
Sedangkan untuk orang pribadi yang belum memiliki, dia belum diwajibkan untuk
melaksanakan pelaporan besaran pajak yang telah dibayarkan. Dari perbedaan mendasar
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, bagi wajib pajak yang telah memiliki
nomor pokok wajib pajak sebenarnya masi terdapat perbedaan lain yang bahkan
memiliki manfaat yang positif salah satunya yaitu, Pembayaran pajak lebih rendah;
mereka yang melakukan pembayaran pajak namun tidak memiliki NPWP harus
membayarkan pajaknya sebesar 20% lebih tinggi dari jumlah pajak yang seharusnya
dibayar dan mengajukan kredit ke bank; pihak bank perlu memastikan apakah calon
debiturnya taat pajak. biasanya terdapat beberapa fasilitas kredit yang membutuhkan
nomor pokok wajib pajak yakni:
a. Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)
b. Kredit Tanpa Angunan (KPA)
c. Kartu Kredit
d. Kredit Multiguna
e. Kredit kendaran bermotor
Keuntungan self-assestment system ini adalah wajib pajak diberi kepercayaan oleh
pemerintah (fiskus) untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Fungsi penghitungan adalah
fungsi yang memberi hak kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang
terutang sesuai dengan peraturan perpajakan (Natapermana, 2016). Atas dasar fungsi
penghitungan tersebut wajib pajak berkewajiban untuk membayar pajak sebesar pajak
yang terutang ke Bank persepsi atau kantor pos. Selanjutnya wajib pajak melaporkan
pembayaran dan berapa besar pajak yang telah dibayar kepada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP).
Kesimpulan
Dilihat dari proses perkembangan pajak itu sendiri di Indonesia memiliki
Kompleksitas peraturan yang melandasi pajak memang tidak dapat dipungkiri.
Banyaknya ketentuan yang ada, sekaligus dinamika yang berkembang di bidang pajak
sebagai representasi pemerintah dalam upaya progresifnya untuk menjelaskan,
meramalkan, serta mengendalikan gejala sosial yang terjadi didalam masyarakat
khususnya di bidang pajak. Dapat dilihat dari pengaturan pajak memang dilakukan baik
oleh pemerintah pusat yang tertuang dalam undang-undang, peraturan pemerintah,
Priyambodo Adi, Pajri Arifpadilah, Achmad Iyyan N, Nur Fadhilla Erlis, Yogi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 872
peraturan presiden, peraturan menteri, dan keputusan dirjen. Akan tetapi disamping itu,
ada pula pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, terutama yang
menyangkut pajak daerah.
Dengan system self-assessment yang diberlakukan terhadap wajib pajak sesuai
dengan kondisi status soal melalui objek penghasilan yang tentunya setiap orang pribadi
berbeda sehingga mampu menyesuaikan dengan kondisinya. Namun yang masi menjadi
permasalahan tidak begitu banyak rakyat Indonesia yang telah memenuhi syarat
kemudian mendaftarkan diri untuk membuat NPWP. Entah kurangnya informasi
ataupun orang pribadi yang merasa hal tersebut justru merugikan kepentingannya
pribadi. Disisi lain dalam perspektif hukum telah dipertegas serta mewajibkannya.
Mungkin dikemudian hari, pemerintah mampu menghasilkan tindakan progresif
kembali guna mengatasi dilemma tersebut. sebab pajak merupakan salah satu penopang
terbesar bagi perekonomian di Indonesia.
Penerapan Self-Assestment System Dalam Npwp Sebagai Upaya Progresif Terhadap Eksistensi
Pajak Di Indonesia
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 873
Biblaiografi
Agusti, Rosalita Rachma, Ningsih, Devi Nur Cahaya, & Kumalasari, Kartika Putri.
(2022). Konsep Pajak Konsumsi: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Era Digital.
Universitas Brawijaya Press.
Endah Kartika, Ayu. (2021). Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran
Wajib Pajak Terhadap Self Assessment System (Studi Empiris Pada Industri Kecil
dan Menengah Di Kabupaten Ponorogo). Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Goa, Lorentius. (2017). Perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. SAPA-Jurnal
Kateketik Dan Pastoral, 2(2), 5367.
Inkiriwang, Kevin G. (2017). Perspektif hukum terhadap upaya penghindaran pajak
oleh suatu badan usaha. Lex Et Societatis, 5(4).
Karianga, D. R. Hendra, & SH, M. H. (2015). Politik hukum dalam pengelolaan
keuangan daerah. Kencana.
Kirowati, Dewi. (2019). Fenomenologi Penyampaian Surat Pemberitahuan Wajib Pajak
Orang Pribadi Menurut Peraturan Perpajakan. JURNAL EKOMAKS Jurnal Ilmu
Ekonomi Manajemen Dan Akuntansi, 8(2), 97103.
Lutfi, Chairul. (2019). Eksistensi Konsultan Pajak dalam Pelaksanaan Self Assessment
System. Publica Institute Jakarta.
Manan, H. Abdul, & SH, S. (2018). Aspek-aspek pengubah hukum. Prenada Media.
Mohammad, Indira, Saerang, David P. E., & Pangerapan, Sonny. (2017). Pengaruh
Pemeriksaan Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Manado. Going Concern: Jurnal Riset Akuntansi, 12(2),
938949.
Natapermana, Ichwan Lazuardi. (2016). Pengaruh Penerapan Good governance Pada
Pelayanan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
(Penelitian Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying).
Universitas Widyatama.
Nurlaela, Lina. (2018). Pengaruh Self Assessment System dan sanksi perpajakan
terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Garut. Jurnal Wahana
Akuntansi, 3(1), 111. https://doi.org/10.52434/jwa.v3i1.350
Sitorus, Anggi Pratiwi, & Simanjuntak, Owen De Pinto. (2023). Analisis Penerapan
Perencanaan Pajak PPh Pasal 21 Wajib Orang Pribadi di PT Sukses Anugrah
Sejahtera. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 23(1), 188192.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v23i1.3113
Sucipto, Tia Novira. (2022). Analisis Penerapan Perencanaan Pajak PPh Pasal 21 Wajib
Priyambodo Adi, Pajri Arifpadilah, Achmad Iyyan N, Nur Fadhilla Erlis, Yogi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 874
Orang Pribadi Di PT. Sukses Anugrah Sejahtera. ARBITRASE: Journal of
Economics and Accounting, 3(2), 238241.
https://doi.org/10.47065/arbitrase.v3i2.499