pISSN: 2723 - 6609 e-ISSN : 2745-5254
Vol. 4, No. 7, Juli 2023 http://jist.publikasiindonesia.id/
Doi : 10.59141/jist.v4i7.643 792
TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA TERHADAP PEREMPUAN DI FLORES TIMUR
Alfred Setyawan Pratama
1*
, Nikolas Manu
2
, Rosalind A. Fanggi
3
Universitas Nusa Cendana Kupang, Indonesia
1*
2,3
*Correspondence
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diterima
: 27-06-2023
Direvisi
: 12-07-2023
Disetujui
: 13-07-2023
Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan kekerasan berbasis
gender yang terjadi di ranah personal. Kekerasan Dalam Rumah
Tangga yang terjadi di Kabupaten Flores Timur dengan kebanyakan
kasus dikarenakan permasalahan ekonomi dilingkup rumah tangga, dan
ada juga faktor selingkuh dikarenakan pilihan pasangan masing-masing
sehingga keharmonisan rumah tangga menjadi luntur. Penelitian ini
merupakan penelitian hukum empiris, yaitu dilakukan dengan melihat
kenyataan yang ada dalam praktik lapangan. Pendekatan ini dikenal
juga dengan pendekatan secara sosiologis yang dilakukan secara
langsung ke lapangan. Perlindungan hukum terhadap korban kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
antara lain: (a) perlindungan sementara, (b) penetapan perintah
perlindungan oleh pengadilan, (c) penyediaan ruang pelayanan khusus
di kantor Kepolisian, (d) penyediaan rumah aman atau tempat tinggal
alternatif, (e) pemberian konsultasi hukum oleh advokat mengenai
informasi hak-hak korban dan proses peradilan, (f) pendampingan
advokat pada tingkat penyidik, penuntutan, dan pemeriksaan dalam
sidang pengadilan. mengingat kekerasan dalam rumah tangga
merupakan tindakan kejahatan melanggar hak asai manusia khusunya
perempuan sebagai korban, maka diharapkan bagi pemerintah dan
aparat penegak hukum setempat agar melakukan sosialisasi hukum bagi
masyarakat dan upaya pendampingan bagi korban kekerasan dalam
rumah tangga.
ABSTRACT
Domestic violence is gender-based violence that occurs in the personal
sphere. Domestic violence that occurs in East Flores Regency with
most cases due to economic problems within the household, and there
is also the factor of cheating due to the choice of each partner so that
household harmony becomes faded. This research is empirical legal
research, which is conducted by looking at the reality that exists in field
practice. This approach is also known as a sociological approach
which is carried out directly to the field. Legal protection for victims of
domestic violence cases according to Law Number 23 of 2004
concerning the Elimination of Domestic Violence, including: (a)
temporary protection, (b) stipulation of a protection order by the court,
(c) provision of a special service room at the Police station, (d)
provision of a safe house or alternative residence, (e) provision of legal
consultation by an advocate regarding information on victims' rights
and the judicial process, (f) advocate assistance at the level of
investigators, prosecution, and examination in court. considering that
domestic violence is a crime that violates human rights, especially
women as victims, it is hoped that the government and local law
enforcement officials will conduct legal socialization for the community
and assistance efforts for victims of domestic violence.
Kata kunci: Kekerasan Dalam
Rumah Tangga; Bentuk-Bentuk
Kekerasan Dalam Rumah
Tangga; Perlindungan Hukum
Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
Keywords: Domestic Violence;
Forms of Domestic Violence;
Legal Protection of Victims of
Domestic Violence.
Kajian Hukum Pidana Atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Studi Kasus Kabupaten Flores Timur)
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 793
Attribution-ShareAlike 4.0 International
Pendahuluan
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai
merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga (Musiana, 2021). Kekerasan
dalam rumah tangga sebagian masyarakat menganggap sebagai masalah privat karena
hal itu merupakan persoalan pribadi (Huriyani, 2018). Hal ini perlu terus ditumbuh
kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Akibat dari patriarki
ini, laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang memiliki kekuasaan cenderung
menindas perempuan dan anak sebagai yang lemah (Pangaribuan, 2019). Disini kita
melihat bahwa pihak yang mendapat kekerasan adalah anak dan perempuan, namun
dalam penelitian ini lebih berfokus pada kekerasan yang menempatkan perempuan
sebagai unsur utamanya (Safrina, Jauhari, & Arif, 2010).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau domestic violence merupakan
kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal (Rofiah, 2017). Kekerasan ini
sering terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal
baik dan dekat oleh korban. Keluarga dan kekerasan sekilas seperti sebuah paradox.
Kekerasan bersifat merusak, berbahaya dan menakutkan, sementara di lain sisi keluarga
diartikan sebagai lingkungan kehidupan manusia, merasakan kasih sayang,
mendapatkan pendidikan, pertumbuhan fisik dan rohani, tempat berlindung, beristirahat,
yang diterima anggota keluarganya (Wardhani, 2021). Kerugian korban tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga tidak saja bersifat material, tetapi juga immaterial antara
lain berupa goncangan emosional dan psikologis, yang langsung atau tidak langsung
akan mempengaruhi kehidupannya (Juita, 2018).
Untuk melihat faktor penyebab kekerasan terhadap perempuan di Provinsi NTT
tidak biasa digeneralisir karena setiap daerah memiliki adat dan budaya yang berbeda-
beda walaupun sama-sama mengandung budaya patriarki (Salamor, Lokollo, & Wadjo,
2021). Oleh karena itu kajian ini akan memulai dengan daerah yang paling luas di
Provinsi NTT yaitu pulau Flores, khusunya di Kabupaten Flores Timur yang terkenal
akan adat istiadatnya, suku, dan keindahan alamnya. Kabupaten Flores Timur memiliki
keberagaman suku dan agama serta tingkat toleransi yang tinggi dimana hal tersebut
merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Terlepas dari penjelasan di atas, Kabupaten
Flores Timur juga menunjukkan angka Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Tabel 1
Jumlah KDRT Tahun 2018-2021
di Wilayah Kabupaten Flores Timur
Tahun
Jumlah Kasus KDRT
Alfred Setyawan Pratama, Nikolas Manu, Rosalind A. Fanggi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 794
2018
4 kasus
2019
6 kasus
2020
11 kasus
2021
8 kasus
2022
8 kasus
Total
37 kasus
Sumber: Unit PPA Sat Reskrim Polres Flores Timur
Dari tabel 1 berdasarkan data yang diterima dari Unit Perlindungan Anak dan
Perempuan atau Unit PPA Sat Reskrim Kepolisian Resort Flores Timur dari tahun 2018
hingga 2022 ada sekitar 37 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi di
Kabupaten Flores Timur dengan kebanyakan kasus dikarenakan permasalahan ekonomi
dilingkup rumah tangga, dan ada juga faktor selingkuh dikarenakan pilihan pasangan
masing-masing sehingga keharmonisan rumah tangga menjadi luntur dan menimbulkan
kekerasan dalam berumah tangga.
Berdasarkan Penjelasan di atas, terdapat dua perumusalah masalah yakni pertama,
apa saja bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan di
Kabupaten Flores Timur ? kedua, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban
kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?.
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi sebagai pertimbangan ataupun
saran yang berfungsi sebagai masukan baik bagi masyarakat luas maupun bagi instansi
atau lembaga terkait dalam hubungan dengan permasalahan kekerasan dalam rumah
tangga terhadap perempuan.
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini digunakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu sebagai usaha
mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai kenyataan
yang dialami masyarakat. Penelitian menekankan pada pengkajian hukum pidana
dalam kekerasan rumah tangga terhadap perempuan di Kabupaten Flores Timur.
B. Metode Pendekatan
1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah komponen yang terkait dengan
sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang daripadanya terkandung
informasi yang ingin diketahui. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini
yaitu Kajian hukum pidana atas kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan
Kajian Hukum Pidana Atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Studi Kasus Kabupaten Flores Timur)
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 795
ditinjau dari undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam rumah Tangga.
2. Sampel
Pendekatan sampel adalah suatu kegiatan mengambil sebagian dari populasi
(sampel), untuk mengumpulkan data dan penelitiannya. Metode yang dipakai dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengambil beberapa fenomena yang terjadi sehingga
peneliti mampu mengkaji masalah Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Perempuan
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah tangga.
C. Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian di Kabupaten Flores Timur dengan mengambil
beberapa sampel dari beberapa titik yang strategis terkait dengan kekerasan dalam
rumah tangga.
D. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, akan digunakan dua jenis data yaitu:
1. Data Primer
Penelitian ini akan digunakan data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data
yang berasal dari sumber data yang utama yang berwujud tindakan-tindakan atau kata-
kata dari pihak responden. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-
undangan dan segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah ada atau data yang dikumpulkan orang
lain. Dengan perkataan lain, data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung, yaitu studi kepustakaan atau buku bacaan, artikel dan dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan dari kekuatan sudut.
E. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari bahan tertulis berupa buku-buku
dan peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan gambaran dan informasi
tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara mendapatkan informasi dengan cara bertanya
kepada reponden. Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara bebas
terpimpin dan bebas terstruktur dengan menggunakan paduan pertanyaan yang
berfungsi sebagai pengendali agar proses wawancara tidak kehilangan arah. Metode
wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara
fisik dan bertanya jawab dengan korban, pelaku, dan pihak yang terkait dalam
penelitian ini.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang berwujud pada sumber data
tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau gambar berbentuk dokumen resmi, buku,
Alfred Setyawan Pratama, Nikolas Manu, Rosalind A. Fanggi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 796
majalah, arsip, dokumen pribadi dan foto yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian.
F. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh kemudian diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Editing: mengedit dan menyempurnakan data yang diperoleh dari responden.
2. Coding: mengklarifikasi, memberi tanda pada data/atau informasi terhadap jawaban
responden agar memudahkan analisis.
3. Tabulasi: memindahkan data ke dalam tabel sederhana guna memudahkan kegiatan
analisis.
b. Analisis Data
Data yang telah diperoleh, dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara
menguraikan /atau menjabarkan /atau menjelaskan berbagai informasi yang diperoleh
guna menjawab permasalahan penelitian.
Hasil dan Pembahasan
A. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Di
Kabupaten Flores Timur Terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Masalah kekerasan dalam rumah tangga semakin marak terjadi di dalam
masyarakat, rata-rata yang menjadi korbannya adalah perempuan (istri). Para korban
yang mengalami kekerasan pun dituntut agar mampu memperjuangkan haknya. Istri
sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga harus mengetahui dan memahami betul
tentang undang-undang kekerasan dalam rumah tangga sehingga jika istri mengalami
kekerasan maka ia dapat melaporkan atau mengadukannya kepada pihak yang berwajib
dan mendapat perlindungan dari aparat yang berwajib, jika istri tidak memahami sama
sekali tentang adanya undang-undang ini maka sangat fatal akibatnya, istri akan secara
terus menerus mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan tidak tahu kemana harus
mengadukanya.
Berdasarkan hasil penelitian, beragam jenis kasus KDRT yang terjadi di
Kabupaten Flores Timur. Di mana kasus KDRT pada tahun 2018 dengan angka 4 kasus.
Pada tahun 2019 mengalami peningkatan dengan total angka 6 kasus KDRT diantaranya
kasus kekerasan fisik dan kasus penelantaran rumah tangga. Sedangkan pada tahun
2020 KDRT mengalami peningkatan drastis dengan angka 11 kasus KDRT diantaranya
kasus kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Peningkatan kasus pada tahun 2020 ini tidak
terlepas dari dampak pandemi virus Covid 19 yang menyebabkan tingkat kriminalitas di
Kabupaten Flores Timur meningkat, terkhususnya dalam lingkup rumah tangga seperti
kasus KDRT dimana tiap-tiap rumah tangga mengalami gangguan sosial dan gangguan
ekonomi. Terlepas dari itu, kasus KDRT di kabupaten Flores Timur mengalami sedikit
penurunan pada tahun 2021 dan 2022 dengan total angka 8 kasus, dimana terdapat
kekerasan fisik, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Kasus kekerasan
dalam keluarga termasuk banyak dan diperhatikan di wilayah hukum Polres Flores
Kajian Hukum Pidana Atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Studi Kasus Kabupaten Flores Timur)
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 797
Timur. Kanit Satreskrim Polres Flores Timur Bapak Gabriel Md Boli mengatakan:
“Untuk kasus kekerasan dalam keluarga terhadap istri di Kabupaten Flores Timur ini
cukup banyak dan menjadi perhatian utama bagi Polres kita, sehingga kinerja anggota
cukup di forsir dalam penyelesaian setiap kasusnya”.
Adapun bentuk-bentuk kasus KDRT yang peneliti temukan di Kabupaten Flores
Timur dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu kekerasan yang terjadi secara nyata atau dapat dilihat
dan dirasakan oleh tubuh langsung (Anis, 2018). Kekerasan fisik perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat dan ini seringkali meninggalkan
bekas luka bagi penerima kekerasan atau korban tindak kekerasan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kanit IV Satreskrim Polres Flores Timur Bapak Gabriel MD Boli
mengatakan bahwa KDRT yang terjadi di Kabupaten Flores Timur lebih didominasi
oleh kekerasan fisik dibandingkan bentuk kekerasan KDRT lainnya. Beliau
menyampaikan bahwa berdasarakan laporan yang sering diterima oleh Unit PPA
Satreskrim Polres Flores Timur, kekerasan fisik yang terjadi dalam kasus KDRT
tersebut contohnya seperti suami aniaya istri dengan cara dipukul, ada yang dipukul
dengan tangan kosong dan ada juga yang dipukul dengan menggunakan benda tumpul
seperti helem, kayu, ember, selang air, gagang sapu, hingga korban mengalami luka
berat dan ada juga korban yang mengalami luka ringan.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan Psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri atau kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya , dan /atau penderitaan
psikis berat pada seseorang (Hudaya, 2018). Laporan mengenai kekerasan psikis yang
diterima oleh Unit PPA Satreskrim Polres Flores Timur beberapa tahun lalu yakni
berupa perkataan kasar dari suami terhadap istri seperti cacian maki, hinaan, hingga
ancaman jika akan membunuh korban menggunakan benda tajam (parang). Hal ini juga
juga merupakan faktor yang membuat ketegangan terus memuncak dimana istri yang
tidak terima begitu saja mencoba melawannya tetapi posisi istri yang lemah membuat
dirinya tidak berbuat banyak yang membuat korban ketakutan dan pada akhirnya korban
melapor kepada pihak berwajib (Alimi & Nurwati, 2021).
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang,
dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi
reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan
seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena
ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat
penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau politik (Huda & Izza, 2022). Berdasarkan hasil wawancara
peneliti bersama Bapak Gabriel MD Boli selaku Kanit Satreskrim Polres Flores Timur,
mengatakan bahwa “hanya ada satu kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam lima
Alfred Setyawan Pratama, Nikolas Manu, Rosalind A. Fanggi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 798
tahun terakhir yakni pada tahun lalu tahun 2021”. Kekerasan seksual tersebut dilaporkan
oleh seorang korban/istri yang mengalami kekerasan seksual dari suaminya sendiri
beberapa kali dengan korban dipaksa berhubungan intim oleh suaminya/pelaku, akan
tetapi korban ini dia menolak ajakan tersebut dikarenakan korban beralasan sedang
datang bulan (Aryani, 2021). Akibatnya suaminya ini merasa emosi karena nafsunya
tidak dipenuhi oleh korban ini sehingga pelaku ini memukul serta meramas alat vital
koban hingga sempat mengalami pendarahan. Korban sendiri mengalami kesakitan yang
serius dan pada akhirnya korban meminta bantuan saudaranya agar membawanya ke
rumah sakit untuk diperiksa. Akibat dari kejadian itu korban yang merasa emosi
besoknya memberanikan diri melaporkan tindakan suaminya tersebut ke pihak berwajib.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga juga dapat dikatan sebagai melakukan penelantaran
kepada orang yang menurut hukum yang berlaku baginya atau karena perjanjian dia
wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut
(Prastyananda, 2016). Menurut hasil wawancara bersama Bapak Bapak Gabriel MD
Boli selaku Kanit IV Satreskrim Polres Flores Timur, mengatakan bahwa “penelantaran
rumah tangga yang terjadi di Kabupaten Flores Timur ini erat kaitannya dengan masalah
ekonomi, baik itu berupa tidak diberikan biaya yang seharunya ditanggung oleh pelaku
demi kelangsungan hidup korban atau berupa pembatasan atau larangan yang
menyebabkan ketergantungan ekonomi, misalnya pelaku/suami tidak memenuhi
kebutuhan korban/istri sehari-hari serta tidak memberikan uang belanja (Kismadewi &
Darmadi, 2017). Hal ini juga dapat memicu terjadinya KDRT dimana istri yang merasa
tidak puas dengan tidak terpenuhinya kebutuhan rumah tangga serta kebutuhan
pribadinya, dia mungkin marah atau protes dengan suaminya dan merekapun ribut cek
cok dalam rumah tangga, saling adu mulut dan akhirnya bisa menimbulkan masalah
dimana suami pergi meninggalkan rumah atau sebaliknya, suami memukul istri dan
akibatnya terjadilah KDRT”.
Berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Gabriel MD Boli selaku Kanit IV
Satreskrim Polres Flores, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT di
Kabupaten Flores Timur. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT khususnya
yang dilakukan oleh suami terhadap istri yaitu:
5. Permasalahan ekonomi
Permasalahan ekonomi yang didapatkan antara lain rendahnya pendapatan
keluarga karena gaji suami rendah, suami tidak bekerja maupun suami tidak dapat
bekerja (akibat disabilitas atau terjerat kasus kriminal).
6. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri
Suami sebagai kepala keluarga yang bekerja mencari nafkah untuk menhidupi
keluarganya membuat suami berada dalam tingkat kekuasaan yang lebih tinggi daripada
istri, sehingga istri tidak jarang ketika sudah menikah dianggap sebagai milik suaminya.
7. Frustasi
Kekerasan juga dapat terjadi akibat lelahnya psikis yang menimbulkan frustasi
diri dan kurangnya kemampuan coping stress suami. Frustasi timbul akibat
Kajian Hukum Pidana Atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Studi Kasus Kabupaten Flores Timur)
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 799
ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang dirasakan oleh suami. Hal ini biasa
terjadi pada pasangan yang belum siap kawin, suami belum memiliki pekerjaan dan
penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan masih serba terbatas
dalam kebebasan.
8. Cemburu dan selingkuh
Kedua faktor ini merupakan penyebab tertinggi terjadinya kasus KDRT.
Kecemburuan merupakan salah satu timbulnya kesalahpaman, perselisihan bahkan
memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, baik kekerasan
fisik maupun penelantaran.
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat jelas bahwa faktor penyebab terjadinya
KDRT inilah yang menyebabkan kasus KDRT di Kabupaten Flores Timur terus
meningkat. Kesadaran hukum sangat dibutuhkan dalam kehidupan berpasangan,
keluarga, maupun masyarakat.
B. Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga secara selektif membedakan perlindungan dan fungsi pelayanan.
Artinya tidak semua institusi dan lembaga itu dapat memberikan perlindungan apalagi
melakukan tindakan hukum dalam rangka pemberian sanksi terhadap pelaku.
Perlindungan oleh institusi atau lembaga non-penegak hukum lebih bersifat pemberian
pelayanan konsultasi, mediasi, pendampingan dan rehabilitasi. Artinya tidak sampai
kepada litigasi. Tetapi walaupun demikian, peran masing-masing institusi dan lembaga
itu sangatlah penting dalam upaya mencegah dan menghapus tindak KDRT. Selain itu,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga juga membagi perlindungan itu menjadi perlindungan yang bersifat sementara
dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan diberikan oleh institusi
dan lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, Pasal 1 angka4: Perlindungan adalah segala upaya yang
ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak
keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Beberapa bentuk perlindungan hukum yang terdapat didalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagai
berikut:
1. Perlindungan Sementara
Alfred Setyawan Pratama, Nikolas Manu, Rosalind A. Fanggi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 800
Ketentuan mengenai perlindungan sementara yang terdapat didalam Pasal 16, Bab
VI tentang Perlindungan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu:
(1) Dalam waktu 1 x 24 jam (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak
mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian
wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban.
(2) Perlindungan sementara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan paling
lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima dan ditangani.
(3) Dalam waktu 1 x 24 jam (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian
perlindungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepolisian wajib surat
penetapan perlindungan dari pengadilan.
2. Penetapan Perintah Perlindungan Oleh Pengadilan
Perintah perlindungan yang sudah memperoleh surat penetapan pengadilan ini,
dapat diberikan selama paling lama satu tahun dandapat diperpanjang seperti pada pasal
32, Bab VI tentang Perlindungan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagai berikut:
(1) Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Perintah perlindungan dapat diperpanjang atas penetapan pengadilan.
(3) Permohonan perpanjangan perintah perlindungan di ajukan 7 (tujuh) hari sebelum
berakhir masa berlakunya.
3. Penyediaan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di Kantor Kepolisian
Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya
pemyediaan Ruang Pelayanan Khusus di kantor Kepolisian.
4. Penyediaan Rumah Aman atau Tempat Tinggal Alternatif
Ketentuan yang mengatur mengenai penyediaan rumah aman atau tempat tinggal
alternatif terdapat pada pasal 22 huruf c, Bab VI tentang Perlindungan, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu:
(1) dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus: c. mengantarkan korban ke
rumah aman atau tempat tinggal alternatif”.
5. Pemberian Konsultasi Hukum oleh Advokat Mengenai Informasi Hak-Hak
Korban dan Proses Peradilan
Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib memberikan
konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses
peradilan.
6. Pendampingan Advokat pada Tingkat Penyidik, Penuntutan, dan
Pemeriksaan Dalam Sidang Pengadilan
Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib mendampingi
korban di tingkat penyidik, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami, bahwa salah satu proses perlindungan
kepada istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, adalah perlindungan
sementara dan perlindungan oleh pengadilan. Melalui proses perlindungan sementara
Kajian Hukum Pidana Atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Studi Kasus Kabupaten Flores Timur)
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 801
korban diharapkan memperoleh rasa aman dari tindak kekerasan ulang dari pelaku
(suaminya). Perlindungan sementara dari kepolisian diberikan untuk tenggang waktu
maksimal satu minggu sejak kepolisian menerima laporan korban kekerasan dalam
rumah tangga. Perlindungan yang diharapkan oleh korban adalah perlindungan yang
dapat memberikan rasa adil bagi korban. Kekerasan dalam rumah tangga yang
mayoritas korbannya adalah perempuan dalam hal ini yaitu istri pada prinsipnya
merupakan salah satu fenomena pelanggaran hak asasi manusia dan merupakan suatu
kejahatan yang korbannya perlu mendapat perlindungan baik dari aparat pemerintah
maupun masyarakat.
2. Perlindungan Terhadap Korban Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Oleh Polres Flores Timur (Khususnya Pada Unit PPA)
Adapun tindakan perlindungan yang diberikan oleh Unit PPA Polres Flores Timur
terhadap korban KDRT yaitu:
1. Penerimaan laporan/pengaduan Korban: Dalam hal ini membuat laporan pengaduan
ke SPKT (Sentra Pengaduan Polisi Terpadu).
2. Penyelidikan perkara: Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah
mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga.
3. Memintakan visum: bentuk perlindungan di Kepolisian dari proses penyelidikan
hingga penyidikan terhadap korban KDRT yang pertama apabila korban
mengadukan ke Kepolisian apabila kekerasan fisik maka Kepolisian akan meminta
hasil visum.
4. Pemberian konseling kepada korban: melakukan koordinasi dengan fungsi/instansi
terkait, yaitu Rumah Sakit, Psikolog atau lembaga pendampingan dalam hal ini
untuk pemberian konseling kepada korban maupun pelaku.
5. Memberikan penjelasan kepada korban mengenai hak yang diperoleh: Kepolisian
wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat
pelayanan dan pendampingan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan, kesimpulan yang dapat
diambil adalah bahwa di Kabupaten Flores Timur terdapat beberapa bentuk kekerasan
dalam rumah tangga, antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual,
dan penelantaran rumah tangga. Selain itu, terdapat juga beberapa bentuk perlindungan
hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, seperti perlindungan sementara, penetapan perintah
perlindungan oleh Pengadilan, penyediaan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di kantor
Kepolisian, penyediaan Rumah Aman atau Tempat Tinggal Alternatif, pemberian
konsultasi hukum oleh advokat mengenai informasi hak-hak korban dan proses
peradilan, serta pendampingan advokat pada tingkat penyidik, penuntutan, dan
pemeriksaan dalam sidang pengadilan.
Alfred Setyawan Pratama, Nikolas Manu, Rosalind A. Fanggi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 7, Juli 2023 802
Biblaiografi
Alimi, Rosma, & Nurwati, Nunung. (2021). Faktor penyebab terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga terhadap perempuan. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (JPPM), 2(1), 2027.
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.33434
Anis, Muhammad. (2018). Pembinaan Anak Tanpa Kekerasan Menurut Undang-undang
No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Studi Kasus di Kelurahan
Cambaya Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar). Jurnal Al-Qadau: Peradilan
Dan Hukum Keluarga Islam, 5(1), 131140.
Aryani, Andi Sri Ratu. (2021). Analisis Polemik Pengesahan RUU Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (TPKS). Najwa: Jurnal Muslimah Dan Studi Gender, 1(1),
3049.
Huda, Muhammad Wahyu Saiful, & Izza, Rizqiya Lailatul. (2022). Quo Vadis
Perlindungan Kekerasan Seksual: Urgensi RUU PKS Sebagai Perlindungan
Korban Kekerasan Seksual. Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law
Journal, 2(2), 172187.
Hudaya, Hairul. (2018). Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga (Perspektif Undang-
Undang PKDRT Dan Hadis). Musawa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 16(1), 53
65. https://doi.org/10.14421/musawa.2017.161.53-65
Huriyani, Yeni. (2018). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): Persoalan Privat
yang Jadi Persoalan Publik. Jurnal Legislasi Indonesia, 5(3), 7586.
Juita, Siska. (2018). Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan
terhadap anak dari perspektif hukum pidana. Jurnal Penelitian Pendidikan Sosial
Humaniora, 3(1), 355362.
Kismadewi, Putu Sarasita, & Darmadi, AANY. (2017). Pertanggungjawaban Pidana
Orangtua Yang Menelantarkan Anaknya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Kertha Wicara, 6(5), 117.
Musiana, Musiana. (2021). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Terkait
Kekerasan Terhadap Istri). AL-WARDAH: Jurnal Kajian Perempuan, Gender Dan
Agama, 15(1), 7587. https://doi.org/10.46339/al-wardah.v15i1.641
Pangaribuan, Octavia H. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan
pada Anak yang Mengakibatkan Kematian (Studi Putusan No. 560/PID.
SUS/2016/PN. MDN). Jurnal Mahupiki, 1(8).
Prastyananda, Nurbaity. (2016). Penelantaran rumah tangga (Kajian hukum dan
gender). Muwazah, 8(1).
Rofiah, Nur. (2017). Kekerasan dalam rumah tangga dalam perspektif Islam. Wawasan:
Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya, 2(1), 3144.
Kajian Hukum Pidana Atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Studi Kasus Kabupaten Flores Timur)
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 803
https://doi.org/10.15575/jw.v2i1.829
Safrina, Rahmi, Jauhari, Iman, & Arif, Arif. (2010). Perlindungan Hukum terhadap
Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jurnal Mercatoria, 3(1), 3444.
Salamor, Yonna Betrix, Lokollo, Leonie, & Wadjo, Hadibah Zachra. (2021).
Penggunaan Pidana Adat Dalam Penyelesaian Kasus KDRT Di Maluku Tengah.
JURNAL BELO, 7(2), 165172.
Wardhani, Karenina Aulery Putri. (2021). Perlindungan Hukum terhadap Perempuan
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Tingkat Penyidikan
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUPKDRT). Jurnal Riset Ilmu Hukum, 2131.
https://doi.org/10.29313/jrih.v1i1.70