pISSN: 2723 - 6609 e-ISSN : 2745-5254
Vol. 4, No. 6, Juni 2023 http://jist.publikasiindonesia.id/
Doi : 10.59141/jist.v4i6.630 704
KAJIAN YURIDIS TERHADAP ASAS TRANSPARANSI PENGGUNAAN
DANA RESES ANGGOTA DPRD KOTA KUPANG PERIODE 2019-2023
Joy Albert Alessandro Nedi
1
*, Reny Rebeka Masu
2
, Ebu Kosmas
3
,
Hernimus Ratu udju
4
Universitas Nusa Cendana Kupang, Indonesia
*Correspondence
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diterima
: 29-05-2023
Direvisi
: 10-06-2023
Disetujui
: 11-06-2023
Adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik untuk mengetahui dan
menganalisis asa transparansi penggunaan dana ress anggota DPRD
Kota Kupang maka diharapkan agar masyarakat luas dapat mengetahui
apa itu reses dan apa saja yang dilakukan oleh para Anggota Dewan pada
masa reses tersebut. Untuk apa dan bagaimana pelaksanaan reses
dilakukan dan bagaimana agar masyarakat memahami dan mengerti
tentang reses. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian ini
adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan sifat deskriptif
yang menggambarkan fenomena yang ada berdasarkan kenyataan dalam
hal ini menyangkut transparansi penggunaan dana reses anggota DPRD
Kota Kupang periode 2019-2024. Hasil penelitian adalah Melalui
Pelaksanaan kegiatan reses anggota DPRD Kota Kupang periode 2019-
2024 Dapil Maulafa cukup efektif, pertanggungjawaban penggunaan
dana reses dan pengawasan pelaksanaan kegiatan reses. Merupakan
suatu hal yang bersifat wajib yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan maupun peraturan daerah tidak diatur secara tehnis
hanya diatur tentang masa dan batas pelaksanaan reses dan reses
dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Dampak dari asas transparansi
menunjukkan bahwa hasil dan realisasi reses anggota DPRD sudah
terakomodir sehingga masyarakat sudah merasakan realisasi dari reses
sebagai wadah aspirasi mereka. Fenomena ini menjadikan tingkat
kehadiran masyarakat semakin bertambah karena menganggap reses itu
penting.
ABSTRACT
The existence of the Law of the Republic of Indonesia Number 14 of 2008
concerning Public Information Disclosure is expected so that the wider
community can find out what recess is and what is done by members of
the Council during the recess period. For what and how the
implementation of recess is carried out and how to make the public
understand and understand about recess. This research method uses
empirical juridical methods, which describe existing phenomena based
on reality in this case concerning the transparency of the use of recess
funds for members of the Kupang City DPRD for the 2019-2024 period.
The results of the study are through the implementation of recess
activities of members of the Kupang City DPRD for the 2019-2024
period Maulafa District is quite effective, accountability for the use of
recess funds and supervision of the implementation of recess activities.
It is a mandatory thing that has been regulated in laws and regulations
and regional regulations are not regulated technically only regulated
about the period and limits of recess implementation and recess is
carried out three times a year. The impact of the principle of
transparency shows that the results and realization of recesses of DPRD
members have been accommodated so that the community has felt the
realization of recess as a forum for their aspirations. This phenomenon
Kata kunci: Transparansi;
Reses; Anggota DPRD;
Kesimpulan.
Keywords:. Transparency;
reces; legislators; conclusion.
Kajian Yuridis Terhadap Asas Transparansi Penggunaan Dana Reses Anggota Dprd Kota
Kupang Periode 2019-2023
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 705
makes the level of community attendance increase because they consider
recess to be important.
Attribution-ShareAlike 4.0 International
Pendahuluan
Reses merupakan masa dimana para Anggota Dewan bekerja di luar gedung
DPRD, bertemu dengan konstituen di daerah pemilihannya (Dapil) masing-masing secara
rutin (Kurniasih & Rusfiana, 2021). Dimana masa reses mengikuti masa persidangan
yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun atau 15 kali dalam 5 tahun masa jabatan
anggota DPRD. Pada masa reses inilah masyarakat dapat melihat apakah paraAnggota
Dewan telah melaksanakan tugasnya sebagai perwakilan rakyat. Untuk itu sangat
pentingnya pelaksanaan reses yang merupakan kewajiban bagi pimpinan dan anggota
DPRD dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat secara berkala untuk bertemu
konstituen pada Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing guna meningkatkan kualitas,
produktivitas dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat,
serta guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara
DPRD dan pemerintah daerah (Hidayatullah & Pribadi, 2016). Karena masih banyak
masyarakat yang belum mengetahui tentang reses dan apa saja yang dilakukan oleh para
Anggota Dewan pada masa reses tersebut. Untuk apa dan bagaimana pelaksanaan reses
dilakukan (Aswinda, Jafar, & Rahmatiah, 2021).
Penyelenggara pemerintahan, DPRD Kota Kupang dalam melayani kebutuhan
informasi masyarakat menggunakan jasa seorang Humas dalam memberikan informasi
dan mempublikasikan informasi yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat agar
mengetahui dan memahami tentang kegiatan dan program-program dari DPRD Kota
Kupang dengan menggunakan teknik publisitas (Sembiring, 2023). Agar masyarakat luas
dapat mengetahui apa saja yang terjadi di gedung parlemen maka salah satu kegiatan yang
dilakukan humas adalah publikasi. Publikasi itu sendiri adalah tugas atau kegiatan untuk
menceritakan kepada masyarakat luas tentang hasil perusahaan/lembaga (Nuryanto,
2019).
Publikasi ini menghasilkan “suatu citra dan itu pun berhubungan dengan informasi
memadai yang diperoleh oleh publik (Herlina, 2015). Publikasi biasanya dilakukan
melalui hubungan pers, cara pemberitaan dapat dilakukan melalui siaran penerbitan
media massa baik cetak maupun elektronik Dengan adanya humas di Sekretariat akan
menciptakan suatu sistem informasi yang lengkap dan berperan mempublikasikan
kegiatan-kegiatan, program-program dan informasi secara tepat, cepat dan aktual yang
berguna untuk menjadi dasar pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi yang
berkembang (Mohi, 2015). Dalam hal ini humas mampu bertindak sebagai pemberi data
dan informasi untuk mencegah adanya kesalahan informasi, upaya memberikan informasi
atau mempublikasikan kegiatan dan program kerja unit kehumasan yang ditujukan
kepada publik internal maupun publik eksternal. Komunikasi dan keberhasilan organisasi
Joy Albert Alessandro Nedi, Reny Rebeka Masu, Ebu Kosmas, Hernimus Ratu udju
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 706
berhubungan memperbaiki komunikasi organisasi berarti memperbaiki organisasi
(Faradila, 2018).
Komunikasi organisasi sebagai landasan kuat bagi karier dalam manajemen,
pengembangan sumber daya manusia dan komunikasi perusahaan dan tugas-tugas yang
berorientasikan manusia dalam organisasi (Bakhtiar, 2017). Komunikasi organisasi
strategi meningkatkan kinerja perusahaan. Humas merupakan bagian terpenting yang
diperlukan oleh setiap perusahaan, organisasi bahkan instansi pemerintah, baik yang
bersifat komersial maupun yang non komersial (Akbar, 2016). Apalagi perusahaan yang
berskala besar sangat memerlukan humas untuk meningkatkan atau memajukan sebuah
perusahaan atau instansi (Aswinda et al., 2021). Artinya humas sebagai sumber informasi
dan penyebar informasi semakin terasa pada era globalisasi Humas sebagai saluran
komunikasi pemerintahan dengan tugasnya mengkomunikasikan dan mempublikasikan
informasi, kegiatan-kegiatan dan program-program kerja yang ada di Sekretariat DPRD
Kota Kupang sangatlah penting dan strategis agar masyarakat bisa memahami dan
mengerti apa saja hak dan kewajiban bagi para Anggota Dewan (Setiyowati & Ispriyarso,
2019).
Tujuan humas Sekretariat DPRD Kota Kupang disini agar masyarakat memahami
dan mengerti tentang reses (Adams, 2018). Kegiatan utama Humas adalah memberikan
penerangan kepada masyarakat, melakukan persuasi untuk merubah sikap dan perbuatan
masyarakat secara langsung dan berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan
masyarakatsuatu lembaga dengan sikap dan perbuatan suatu lembaga dengan sikap dan
perbuatan masyarakat (Aprillia, 2021).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan
format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,
dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik
lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan
dengan kepentingan publik.
3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah
sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
Kajian Yuridis Terhadap Asas Transparansi Penggunaan Dana Reses Anggota Dprd Kota
Kupang Periode 2019-2023
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 707
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan
UndangUndang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis
standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik
melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan
pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan
menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan.
6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui
bantuan mediator komisi informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak
yang diputus oleh komisi informasi.
8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi
atau jabatan tertentu pada badan publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung
jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan
informasi di badan publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia
yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini
Dan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik terdapat dalam BAB IV bagian satu Pasal 9 tentang:
1. Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.
2. Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik
b. Informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait
c. Informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
3. Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat (6) enam bulan sekali.
4. Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam
bahasa yang mudah dipahami.
5. Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan
menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Joy Albert Alessandro Nedi, Reny Rebeka Masu, Ebu Kosmas, Hernimus Ratu udju
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 708
Pengelolaan keterbukaan informasi publik di Indonesia diatur dalam Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang baru
efektif diterapkan yaitu 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP. Melalui UU ini
setiap instansi yang dalam menjalankan tugasnya menggunakan dana APBN atau APBD
dikategorikan sebagai badan publik yang wajib mengelola dan menyediakan informasi
publik yang dimilikinya, sebagaimana diatur dalam UU KIP. Meski tidak semua
informasi dikategorikan sebagai informasi publik, karena ada juga informasi yang
dikategorikan sebagai informasi dikecualikan. Secara umum lahirnya UU KIP dilandasi
oleh pemikiran pertama, informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi
pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional. Kedua, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia
dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara
yang baik. Ketiga, keterbukaan informasi publik merupakan jalan mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan
segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Metode Penelitian
1. Pengumpulan data
Teknik observasi adalah Teknik Pengumpulan data yang di gunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamataan dan pengindraan
2. Reduksi data
Teknik pengolahan data merupakan proses atau cara yang di gunakan untuk
mengelolah data untuk memperoleh informasi .
3. Penyajian data
1) Data primer bersumber dari responden lokasi penelitian
2) Data sekunder bersumber dari studi pustaka yakni berupa:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang utama, sebagai bahan hukum
yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang mempunyai otoritas Bahan hukum
primer meliputi peraturan perundang-undangan dan segala dokumen resmi yang
memuat ketentuan hukum.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. Sebagai contoh, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan
hasil karya dari kalangan hukum.
4. kesimpulan
Melalui pelaksanaan reses anggota DPRD Kota Kupang merupakan suatu hal yang
bersifat wajib yang telah diatur dalam peraturan perundang- undangan maupun peraturan
daerah tidak diatur secara tehnis hanya diatur tentang masa dan batas pelaksanaan reses
dan reses dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Adapun kegiatan reses dilaksanakan
dengan berfariasi. Namun dalam pelaksanaannya beberapa tehnis kegiatan yang diatur
dalam kegitan reses adalah waktu kegiatan, tempat, sasaran kegiatan, proses diskusi,
menampung aspirasi masyarakat sampai pada pelaporan hasil reses tertulis dan lisan.
Kajian Yuridis Terhadap Asas Transparansi Penggunaan Dana Reses Anggota Dprd Kota
Kupang Periode 2019-2023
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 709
Hasil dan Pembahasan
1. Penggunaan Dukumen Elektronik sebagai Alat Bukti oleh Hakim Dalam
Pertimbangaan Putusan Perkara Pornografi
Di dalam kamus bahasa Indonesia, pembuktian diartikan sebagai suatu proses, cara,
perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam
sidang pengadilan. Menurut M. Yahya Harahap, secara yuridis pembuktian adalah
ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang
dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian jugamerupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan
undang- undang dan mengatur mengenai alat bukti yang boleh digunakan hakim guna
membuktikan kesalahan terdakwa. Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena
membuktikan kesalahan terdakwa14.
System atau teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif
(negative wettelijkbewijstheorie) atau system pembuktian negatif ini, pemidanaan
didasarkan kepada pembuktian berganda (dubbel engrondslag: Simons), yaitu pada
peraturan undang-undang dan keyakinan hakim, dan menurut undang-undang, keyakinan
hakim itu bersumber pada peraturan undang-undang. Dengan demikian jelaslah, bahwa
dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa, hakim harus mendasarkan pada minimal 2
(dua) alat bukti dan keyakinannya. Keyakinan hakim harus dibangun dengan minimal 2
(dua) alat bukti. Tanpa minimal alat bukti dimaksud, maka keyakinan hakim tidak akan
terbangun. Maksud pembentuk undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP telah
jelas dicantumkan di dalam penjelasannya, bahwa ketentuan ini adalah untuk menjamin
tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum.
mengemukakan, bahwa dari penjelasan ini pembentuk undang-undang telah memilih
sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia
adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif demi tegaknya
keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum. Hal itu karena dalam sistem pembuktian
tersebut, terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan system
pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel).
Debra L. Shinder mengemukakan, bahwa terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar alat bukti dapat diterima di pengadilan, yaitu pertama, alat bukti harus
kompeten (reliable dan credible) sehingga terjamin validitasnya. Melalui sistem
keamanan informasi yang tersertifikasi, maka integritas konten dalam suatu bukti
elektronik (informasi dan/atau dokumen elektronik) menjadi terjamin keautentikannya15;
kedua, alat bukti harus.
dan ketiga, alat bukti harus material (memperkuat persoalan yang dipertanyakan
dalam suatu kasus). Syarat syarat yang dikemukakan oleh Debra itu merupakan syarat
sahnya suatu bukti elektronik. Hukum positif yang mengatur mengenai keabsahan bukti
elektronik dapat dilihat dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 yang telah dirubah dengan UU
Nomor 19 Tahun 2016.
Joy Albert Alessandro Nedi, Reny Rebeka Masu, Ebu Kosmas, Hernimus Ratu udju
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 710
Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 menentukan, bahwa informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apa bila menggunakan system
elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Kemudian ayat
(4) pasal itu menentukan, bahwa ketentuan mengenai informasi dan/atau dokumen
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a) surat yang menurut undang undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b) surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk
akta notaris yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Menurut Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang pornografi, dalam hal terdapat
ketentuan lain selain yang diatur Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum didalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan. Merujuk pada prinsip kesetaraan fungsional (functional
equivalent approach), maka informasi dan/atau dokumen elektronik disamakan dengan
bukti tulisan atau surat.
Edmon Makarim mengemukakan bahwa persamaan secara fungsional (functional
equivalent approach) antara informasi atau dokum enelektronik dengan bukti tulisan
apabila memenuhi setidaknya 3 (tiga) dasar, yaitu:
1. Informasi tersebut dianggap ‘tertulis’ jika ia dapat disimpan dan ditemukan kembali;
2. Informasi tersebut dianggal ‘asli’ jika yang disimpan dan ditemukan serta dibaca
kembali tidak berubah substansinya, atau terjamin keautentikan dan integritasnya;
dan
3. Informasi tersebut dianggap “bertanda tangan” apabila terdapat informasi yang
menjelaskan adanya suatu objek hukum yang bertanggungjawab di atasnya atau
terdapat sistem autentikasi yang reliable yang menjelaskan identitas dan otoritas atau
verifikasi dari pihak tersebut.
Merujuk pada Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Jo. Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008
beserta penjelasannya, maka bukti elektronik dinyatakan sah apa bila menggunakan
sistem elektronik yang telah ditentukan, serta dianggap sah sebagai alat bukti untuk
pembuktian tindak pidana sepanjang yang tercantum di dalamnya dapat di akses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Apa bila
dihubungkan dengan pendapat Debra di atas, maka bukti elektronik yang telah memenuhi
syarat realibel, kredibel, relevan, dan bersifat material, harus diterima oleh pengadilan
sebagai alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana untuk pembuktian tindak pidana
di pengadilan. Keberadaan informasi dan/atau dokumen elektronik mengikat dan diakui
sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelanggaran
sistem elektronik dan transaksi elektronik, terutama dalam pembuktian dengan hal yang
berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui sistem elektronik.
2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap
perkara pornografi dalam putusan nomor 16/Pid.Sus/2021/PN Kupang dan
nomor 162/Pid.Sus/2020/PN Kupang.
Kajian Yuridis Terhadap Asas Transparansi Penggunaan Dana Reses Anggota Dprd Kota
Kupang Periode 2019-2023
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 711
Mengaplikasikan hukum positif perlu menggunakan nilai keadilan yang terdapat di
lingkungan masyarakat sehingga putusan oleh hakim biasa diterima secara baik oleh
berbagai pihak. Dengan demikian, hakim harus memberikan jaminan atas kebenaran,
kepastian hukum, dan keadilan bagi siapapun. Putusan hakim selama proses peradilan,
pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan keadilan serta kepastian hukum dan manfaat
dari hukum diharapkan akan tercapai, baik bagi lingkungan social maupun bagi pelaku
tindak pidana. Selama memberikan putusan, hakim perlu mencermati unsur yang
memberatkan pidana dan unsur yang meringankan pidana. Unsur ini didapat pada saat
persidangan berlangsung, seperti faktor usia terdakwa yang sudah lanjut untuk
meringankan sanksi pidana terdakwa atau faktor bahwa terdakwa pernah melakukan
tindak pidana sebelumnya untuk memberatkan sanksi pidana terdakwa. Dalam
menjatuhkan sanksi pidana hakim harus memberikan pertimbangan yang sifatnya yuridis
serta non-yuridis. Pertimbangan hakim ini juga dapat didasarkan pada fakta yang terbukti
di persidangan atau biasa disebut pertimbangan hakim yang sifatnya yuridis.
Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis ini dapat digolongkan berdasarkan:
a) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan ini merupakan acuan hukum acara pidana
yang berisi identitas terdakwa serta tindak kriminal apa yang dilakukan oleh
terdakwa beserta uraiannya. Dakwaan ini juga digunakan oleh hakim sebagai
pertimbangan dalam menjatuhkan sanksi pidana.
b) Keterangan terdakwa merupakan apa saja perkataan terdakwa dalam persidangan
berisikan perihal perbuatannya. Keterangan ini diatur dalam KUHAP Pasal 18.
c) Keterangan Saksi, yaitu penjelasan perihal apa saja yang di dengar maupun dilihat
saksi secara langsung dan disampaikan dalam persidangan dengan disumpah terlebih
dahulu. Keterangan saksi ini dapat mengungkap perbuatan pidana apa yang terjadi.
d) Barang Bukti juga dapat menjadi pertimbangan dan menambah keyakinan hakim
untuk menentukan suatu perbuatan pidana benar-benar terjadi. Sedangkan
pertimbangan yang bersifat non yuridis sendiri yaitu dibagi berdasarkan:
1. Tujuan pelaku melakukan tindak pidana
Saat pelaku melakukan suatu tindak pidana pasti ada tujuan atau maksud tertentu
yang ingin dicapai oleh terdakwa atau ada alasan tertentu yang menyebabkan terdakwa
melakukan tindak pidana tersebut.
2. Sikap pelaku saat dan setelah melakukan tindak pidana
Hal ini dapat di identifikasikan pada saat pelaku dimintai keterangan tentang
perbuatannya, jika ia menjelaskan dengan jelas dan tidak terbelit-belit, pelaku
membenarkan tindakannya dan berjanji tidak mengulangi kembali, maka hakim menilai
bahwa pelaku bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya. Hakim juga akan
mempertimbangkan apakah pelaku memberi ganti rugi atau uang santunan dan
melakukan permintaan maaf kepada keluarga korban.
3. Latar belakang kehidupan pelaku
Kehidupan pelaku pada saat sebelum melakukan tindak pidana juga menjadi dasar
hakim mempertimbangkan hukuman pidana untuknya. Misalnya, jika pelaku belum
bertindak kriminal sebelumnya atau kondisi ekonomi pelaku yang tergolong kedalam
Joy Albert Alessandro Nedi, Reny Rebeka Masu, Ebu Kosmas, Hernimus Ratu udju
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 712
kondisi masyarakat kurang mampu, maka akan menjadi pertimbangan hakim untuk
mengurangi sanksi yang akan diberikan.
Dalam memutus suatu perkara, tidak jarang terjadi adanya disparitaspidana.
Pengertian disparitas pidana, yaitu pengaplikasian sanksi hukum yang berbeda pada
tindakp idana yang samaatau pada tindak pidana yang sifatnya masih bias dibandingkan.
Disparitas pidana bisa saja terjadi saat hakim memberikan putusan pidana yang berbeda
kepada dua orang pelaku tindak pidana dengan kejahatan yang sama dan dituntut dengan
pasal yang sama. Disparitas juga dapat timbul terhadap dua orang pelaku tindak pidana
yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Dapat dikatakan bahwa figur hakim
dalam timbulnya disparitas pidana sangat berpengaruh. Hal inidikarenakan tidak adanya
pedoman pasti bagi hakim dalam menjatuhkan sanksipidana dan adanya faktor kebebasan
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana (Sembiring, 2023). Kebebasan hakim ini tentu
saja tetap harus berpedoman dengan peraturan yang berlaku.
Mengenai kebebasan hakim sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang tentang
Kekuasaan Kehakiman. Kebebasan hakim ini berarti tidak ada campur tangan dari pihak
lain, tidak tertekan oleh siapa pun dan tetap leluasa untuk berbuat apa pun. Hal tersebut
merupakan kebebasan hakim yang bersifat pribadi. Sedangkan kebebasan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana berarti hakim bebas dari campur tangan kekuasaan eksekutif
maupun legislatif dan campur tangan masyarakat seperti media. Namun kebebasan hakim
ini dalam beberapa kesempatan diartikan bahwa hakim dapat berbuat sewenang-wenang
sesuai keinginan pribadi seorang hakim. Padahal sebenarnya hakikat dari kebebasan
hakim itu sendiri bermaksud untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh hakim.
Salah satu faktor yang memicu terjadinya disparitas putusan pidana, yaitu hakim
tidak mempunyai pedoman atau panduan untuk menjatuhkan putusan pidana. Pedoman
menjatuhkan putusan pidana ini akan memberikan kemudahan bagi hakim dalam
memberikan sanksi pidana secara sah terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya. Pedoman ini bersifat tidak mutlak, yakni setiap majelis hakim
yang akan memutus perkara berhak untuk menyimpang atau berbeda dengan pedoman
tersebut dengan disertai alasan dan pertimbangan yang sahdalamputusan yang dibuat.
Disparitaspi dana sendiri dalam beberapa tindak pidana yang cukup berat dapat
dibenarkan. Tetapi, disparitas perlu memiliki asumsi serta latar belakang yang cukup jelas
serta dapat diterima.
Berikut beberapa perkara terjadinya disparitas dalam tindak pidana pornografi
terjadi Di Pengadilan Negeri Kupang yang tertuang dalam putusan 16/Pid.Sus/2021/PN
Kupang dan tahun 2020 dengan putusan 162/Pid.Sus/2020/PN Kupang. Kedua putusan
tersebut sama-sama melanggar Pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang pornografi yakni membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjual-
belikan, menyewakan atau menyediakan pronografi yang secara eksplisit memuat
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual,
masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan,
alat kelamin. Berikut ini adalah analisa kasus dan pertimbangan-pertimbangan hakim
Kajian Yuridis Terhadap Asas Transparansi Penggunaan Dana Reses Anggota Dprd Kota
Kupang Periode 2019-2023
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 713
dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pornografi: Kasus Posisi
I putusan nomor 16/Pid.Sus/2021/PN Kupang dan Kasus Posisi II putusan nomor
162/Pid.Sus/2020/PN Kupang.
Atas dasar penjelasan di atas serta berpedoman pada unsur yang ada di putusan,
hakim ketika memberikan hukuman pidana penjara harus berkaitan dengan batas waktu
terpendek dan batas waktu terlama sehingga hakim bisa dinilai oleh masyarakat telah
menegakkan hukum serta undang-undang secara baik. Jika seorang hakim tidak
menerapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka hakim dapat dinilai tidak adil
oleh masyarakat.
Analisis penulis mengenai disparitas pidana yang terjadi dalam kasus posisi I dan
kasus posisi II termasuk ke disparitas pidana antara tindak pidana yang sama. Dua putusan
tersebut melanggar pasal yang sama yaitu pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 perihal pornografi. Disparitas sendiri bukanlah suatu hal yang
dilarang karena penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama
dapat diperbandingkan. Hakim di Indonesia tidak terikat pada asas The Binding Foce of
Precedent yang artinya dalam menjatuhkan putusan pidana tidak wajib mengikuti putusan
hakim sebelumnya dalam perkara yang sama, sehingga putusan yang berbeda dalam
perkara yang sama dapa terjadi dan bersifat wajar.
Kesimpulan
Informasi atau Dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah sepanjang yang
tercantum di dalamnya dapat di akses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam hukum acara pidana Bukti informasi dan/atau dokumen
elektronik berstatus sebagai alat bukti yang berdiri sendiri sebagaimana tercantum dalam
Pasal 5 Undang- Undang Nomor 19 tahun tentang informasi dan transaksi elektronik dan
alat bukti yang tidak berdiri sendiri (pengganti surat dan perluasan bukti petunjuk)
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Disparitas dalam kasus tindak pidana pornografi dengan
Nomor.16/Pid.Sus/2021/PN.Kpg dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
sedangkan putusan Nomor 162/Pid.Sus/2020/PN.Kpg dijatuhkan pidana penjara selama
9 (sembilan) bulan. Putusan tersebut menggambarkanadanya disparitas terhadap
ketentuan pasal yang dilanggar sama yaitu Pasal 29 jo pasal 4 Ayat (1) UU Nomor 44
Tahun 2008 tentang pornografi namun sanksi pidana yang dijatuhkan berbeda. Perbedaan
putusan tersebut merupakan pertimbangan hakim yang dilatar belakangi oleh rasa
keadilan yang berbeda, alasan terdakwa melakukan tindak pidana, alasan yang
meringankan dan memperberat yang kemudian dapat dibedakan sebagaipertimbangan
yuridis dan non yuridis.
Bibliografi
Adams, Wahiduddins. (2018). Harmonisasi Berbagai Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Anak. Jurnal Legislasi Indonesia, 1(1), 47139.
Joy Albert Alessandro Nedi, Reny Rebeka Masu, Ebu Kosmas, Hernimus Ratu udju
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 6, Juni 2023 714
Akbar, M. Fikri. (2016). Peran Komunikasi Organisasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pekon Tugupapak Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. KOM & REALITAS
SOSIAL, 12(12).
Aprillia, Imelda. (2021). Proses Humas Dan Protokol Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Dprd) Jawa Barat Dalam Meningkatkan Keterbukaan Informasi
Publik Bagi Masyarakat Jawa Barat. Univeristas Komputer Indonesia.
Aswinda, Aswinda, Jafar, Usman, & Rahmatiah, H. L. (2021). Pertanggungjawaban
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantaeng Perspektif
Siyasah Syar’iyyah. Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar’iyyah,
3(2), 319332.
Bakhtiar, Nurul Fajri. (2017). Pola Komunikasi Organisasi Riau Drummer Community
(RDC) Pekanbaru dalam Mempertahankan Solidaritas Komunitas. Universitas
Islam Riau.
Faradila, Elvira. (2018). Aktivitas Humas DPRD Kota Medan Sebagai Fungsi Mediator
dan Publisitas.
Herlina, Sisilia. (2015). Strategi komunikasi humas dalam membentuk citra pemerintahan
di kota malang. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (JISIP), 4(3).
Hidayatullah, Hidayatullah, & Pribadi, Ulung. (2016). Analisis Jaring Aspirasi Melaui
Reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lombok Timur Tahun 2015. Journal of
Governance and Public Policy, 3(2), 339367.
Kurniasih, Dewi, & Rusfiana, Yudi. (2021). Fungsi Reses Anggota DPRD Dalam
Mengartikulasikan Aspirasi Masyarakat Kabupaten Bandung. Academia Praja:
Jurnal Ilmu Politik, Pemerintahan, Dan Administrasi Publik, 4(2), 380395.
Mohi, Widya Kurniati. (2015). Peran Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) dalam
Pengolahan Informasi Kepada Masyarakat di Wilayah Kabupaten Bone Bolango.
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik), 136148.
https://doi.org/10.31947/jakpp.v1i2.1047
Nuryanto, Sidik. (2019). Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Kelas Inspirasi.
Southeast Asian Journal of Islamic Education, 1(2), 111126.
https://doi.org/10.21093/sajie.v1i2.1442
Sembiring, Frans Yudistira. (2023). Analisis Yuridis Terhadap Pembentukan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara. Lex Privatum, 11(4).
Setiyowati, Lis, & Ispriyarso, Budi. (2019). Upaya Preventif Dalam Rangka Pengawasan
Terhadap Apbd Melalui Penjaringan Aspirasi Masyarakat Oleh Dprd. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 1(2), 250265.
https://doi.org/10.14710/jphi.v1i2.250-265