pISSN: 2723 - 6609 e-ISSN : 2745-5254
Vol. 4, No. 5, Mei 2023 http://jist.publikasiindonesia.id/
Doi : 10.59141/jist.v4i5.625 603
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGHAPUSAN JABATAN ESELON III DAN
IV KE DALAM PENYETARAAN JABATAN FUNGSIONAL DALAM
PERSPEKTIF HUKUM
Siti Mastoah
Universitas Nasional Jakarta Selatan, Indonesia
*Correspondence
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diterima
: 23-05-2023
Direvisi
: 28-05-2023
Disetujui
: 29-05-2023
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi penyederhanaanibirokrasi
di berbagai instansi pemerintahidalam bentuk alih pegawai dalam
jabatan struktural ke jabatan fungsional dimana guna
meningkatkaniprofesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN),
PemerintahiIndonesia telah menghapus pejabat eselon III dan IV dan
dialihkan melalui program penyetaraan jabatan fungsional. Tulisan
iniimenggunakan metodeiyuridis empirisiyang mendasarkanipada
teoriihukum. Lawias a tooliof sosial engineeringiyang dicetuskanioleh
Roscoe Pound, dikaitkan antara kebijakan pemerintah dengan teori
Mochtar Kusumaatmadja bahwa kegiatan penyederhanaan birokrasi ini
sebagaiisarana pembaharuaniyang bisaidiartikan hukum dapat
digunakanioleh pemerintahiuntuk mengubahikonsep-konsep
sosialiyang lama mengakar di masyarakat menjadi konsep baru yang
lebih teratur dan lebih berkepastianidalam usahaimencapai
tujuannya.Meskipun dalam pelaksanannya pelaksanaannya belum
sepenuhnya memenuhi asas-asas dalam Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan salah satunya belum terpenuhinya asas kepastian hukum
dan asas kecermatan, Dengan terbitnya beragam regulasi, juklak dan
juknis dalam Penyetaraan jabatan struktural ke jabatan fungsional
belum memenuhi Teori Efektifitas Hukum sehubungan peraturan
peraturan yang telah diterbitkan yang berubah-ubah dalam waktu yang
berdekatan atau bahkan menganulir peraturan yang telah ada.
ABSTRACT
Thisiarticle aimsito explore the simplification of the bureaucracy in
various government agencies in theiform of transferring employees in
structural positions to functional positions where iniorder to
increaseithe professionalismiof theiState Civil Apparatus (ASN),
theiGovernment ofiIndonesia has removed echelon III and IV officials
and transferred them through a functional equalization program. This
paper usesian empiricalijuridical method that is basedion legalitheory.
Lawias a tooliof socialiengineering initiated by Roscoe Pound, is
linked between government policies and Mochtar Kusumaatmadja's
theory that this bureaucratic simplification activity is aimeans
ofirenewal which can be interpreted as law can be used by the
government toichange socialiconcepts that have long been rootediin
society intoinew concepts. new regulations thatiare more organized
and more certain in their efforts to achieve their goals. Although in
practice the implementation has not fully complied with the principles
in the Government Administration Law, one of which has not been the
fulfillment ofithe principleiof legal certainty and theiprinciple of
accuracy. structural to functional positions have not fulfilled the
Theory of Legal Effectiveness in relation to regulations that have been
issue.
Kata kunci: penyetaraan
jabatan; jabatan fungsional;
asas hukum.
Keywords: equalization of
positions; functional; principle
of law.
Siti Mastoah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 604
Attribution-ShareAlike 4.0 International
Pendahuluan
Program nawacita Presiden Joko Widodo dalam rencanai pembangunan Jangkai
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Pembangunan danimerupakan Rencanai
Pembangunan Jangkai Menengah Nasional (RPJMN) tahapike-4 dari rencanai
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Salah satu rencana
Peningkatan Jangkai Menengah Publik Tahun 2020-2024 adalah visi yang bertujuan
untuk menumbuhkan SDM yang lebih baik, melalui area publik dan penguatan dari area
non publik untuk mewujudkan SDM yang serius secara universal (Setiawan, Sururama,
& Nurdin, 2022).
Dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi selalu mengutarakan kalimat di
dalam pidatonya bahwa sistem pemerintahan saat ini di Indonesia harus dipangkas, hal
itu jika kita telaah program hingga roadmap kedua, grand design reformasi birokrasi
telah dijalankan dan banyak hal yang telah dicapai, akan tetapi seperti disinggung diatas
adanya indikator tidak tercapainya pemberdayaan sektor publik dengan SDM yang
mencerminkan kapabilitas pelaksanaan reformasi sistem pemerintahan Indonesia
dimana di beberapa program pencapaiannya masih terdapat beberapa sisi yang
menunjukkan adanya permasalahan pelayanan publik, kelembagaan, profesionalisme
SDM aparatur, tatailaksana dan etikaidalam budaya organisasi (Nalien, 2021). Bertolak
dari hal tersebut, guna terbentuknya birokrasi yang sederhana, dan tepat sasaran, cepat
dan sigap dalam memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat, maka
Pemerintah dalam hal ini mengharuskan Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daearah
untuk segera melakukan penyesuaian menyederhanaan struktur organisasi masing-
masing (Chairiah, Ariski, Nugroho, & Suhariyanto, 2020).
Untuk kementerian, lembagainegara, dan pemerintahidaerah, kebijakan ini akan
berlaku efektif pada Desember 2020. Untuk menciptakan organisasi pemerintah yang
lebih kompeten, akuntabel, dan dinamis, maka penyederhanaan jabatan struktural
dilakukan. Terbitnya Surat Edaran Nomor 393 Tahun 2019 berjudul “Langkah-Langkah
Strategis dan Konkrit Penyederhanaan Birokrasi” semakin menguatkan kebijakan ini .
Maka dari itu salah satu bentuk penyerderhanaan yang dilakukan adalah
penyetaraan jabatan dengan menghapuskan beberapa jabatan struktural Eselon III dan
IV yangibertujuan untukimenciptakan birokrasi yang lebih dinamis dan professional.
Mengapa penghapusanijabatan Eselon III dan IV ini menjadi keputusan pemerintah
tentu beralasan bahwa banyakitugas dilingkungan kementerian, lembaga, dan
pemerintahidaerah yang sebenarnya dapat dikerjakan 1 (satu) orang tetapi justru
dikerjakan lebih dari 1 (satu) orang, hal inilah yang menjadi tujuan penghapusan, yang
diharapkan dapat memangkas biaya-biaya yang tidak diperlukan dan menyederhanakan
birokrasi pemerintahan dalam upaya membuat pemerintahan lebih efisien dan
mempercepat pengambilan keputusan untuk meningkatkan pelayanan publik. Jumlah
posisi administratif yang dibutuhkan dapat dikurangi sedangkan pengetahuan,
Implementasi Kebijakan Penghapusan Jabatan Eselon III Dan IV Ke Dalam Penyetaraan
Jabatan Fungsional Dalam Perspektif Hukum
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 605
keterampilan, dan pengalaman yang dibutuhkan dalam manajemen sektor publik dapat
ditingkatkan dengan mengikuti kemajuan teknologi (Rohman & Rismana, 2021).
Dalam upaya penghapusan jabatan Eselon III dan IV ini juga pemerintah telah
menyiapkan pengganti sebagai kompensasi pengalihan jabatan bagi pegawai yang
menduduki jabatan-jabatan tersebut untuk memindahkan fokus pegawai dariiposisi
jabataniadministrasiiatauiyang lebih dikenalidengan jabatan struktural ke posisi
jabatanifungsional, upaya tersebut di antaranya menambah 200 unit pos rumpun jabatan
termasuk di dalamnya adalah analis-analisis (jabatan, pegawai, keuangan, dan auditor
dll) (Hermawan, Kawuriyan, & Ernawati, 2023). Dengan terbitnya Peraturan Menteri
PendayagunaaniAparatur Negaraidan ReformasiiBirokrasi Nomor 28 Tahun 2019
tentang Penyetaraan Jabatan Administrasiike dalam Jabatan Fungsional
merupakanitindak lanjutisalah satu dari apaiyang menjadi visi pembangunan diatas,
sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Ramadani & Sofyaningrum, 2020).
Maka Pemerintah menerbitkan Permen PAN RB Nomor 17 Tahun 2021 tentang
Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional yang mencabut Permen
PANRB Nomori28 Tahun 2019. Dampak pemberlakuan Permen PAN RB Nomor 17
Tahun 2021 inilah yang berimbas terhadap system dan mekanisme kerja birokrasi di
berbagai instansi pemerintah, salah satunya adalah kewajiban pengangkatan
danipelantikan penyetaraanike dalam jabatan fungsional dilaksanakan paling lambat
tanggal 31 Desember 2021 (Abdullah, 2023). Bahkan di beberapa kementerian/lembaga
per 1 Januari 2020 para ASN yang menjabat sebagai eselon III dan IV sudah otomatis
menjabat nama jabatan baru sebagai jabatan fungsional.
Berbagai kebijakan yang diambil pemerintah tentu mempunyai tujuan dan
berperan penting dalam suatu masyarakat, baik masyarkat dalam hal ini ASN atau
masyarakat pada umumnya demiimencapaiikeadilan, kepastianihukum, ketertiban,
kemanfaatan. Perubahan ini yang dalamihubungannya dengan sektor hukum merupakan
bagian dari disiplin ilmu Sosiologi Hukum. Bagaimana tidak diaktakan demikian
Karena terdapat beberapa Hubungan antara perubahan sosial yang berdampak pada
perubahan sektor hukumidemikian pula sebaliknyaiperubahan hukumijuga
berpengaruhiterhadap suatu perubahanisosial, hal ini sejalanidengan salahisatu
fungsiihukum sebagai sarana perubahan sosial atau sarana rekayasa masyarakat
(socialiengineering) . Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana kebijakan pemerintah
tentang penghapusan pejabat Eselon III dan IV dalam perspektifiteori hukum dari
Roscoe Pound Lawias a tooliof socialiengineering dan mengkolaborasikan dengan
konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sebagai teori hukum dari
Mochtar Kusumaatmadja. Secara singkat juga akan dibahas tentang dampak sosial yang
ditimbulkanisebagai akibatidari penghapusan pejabat Eselon III daniIV disetarakan ke
penyetaraan jabatan fungsional oleh pemerintah.
Metode Penelitian
Siti Mastoah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 606
Dalam penulisan ini menggunakanimetode yuridisiempiris yang mendasarkan
padaiteori hukum, perundangan yang berlaku serta beberapa literature yang
disandingkan dengan mengamati keadaan di lapangan. Penelitian yang mencakup
identifikasi dan efektivitas dalam penulisan ini merupakan bentuk penelitian hukum
empirisidengan spesifikasi deskriptif analitis yang secara menyeluruh berkaitan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori-teori hukum untuk sekiranya
sejalan, guna mendukung penyelesaian permasalahan. Tulisan ini juga akan
menganalisis beberapa pertanyaan dan permasalahan yang timbul dengan pendekatan
teoretik, khususnya dari perspektif hukum administrasi. Diharapkan denganiadanya
gambaran atas permasalahan yang timbul tersebutidapat diambil suatuikebijakan
yangitepat dalamipengelolaan danipengaturan masalah kepegawaian khususnya
mengenai penghapusan jabatanieselon III dan IV ke penyetaraan jabatan fungsional di
lingkungan instansi Pemerintahan, yang bertumpu pada dasar-dasar teoritikiyang
dapatidipertanggungjawabkan secaraiilmiah. Basis ilmu hukum normatif yang
digunakan disini adalah keterkaitan antara norma yang hidup dalam masyarakat sebagai
bentuk dari adanya reaksi atas perubahan sosial meskipun secara organisatoris hanya
dalam lingkup instansi pemerintah. Data sekunder yang digunakaniadalah dataiberupa
peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
daniPeraturan PemerintahiNomor 11iTahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17iTahun 2020itentang
PerubahaniAtas PeraturaniPemerintah Nomori11 Tahuni2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil. Selain itu juga ada Peraturan Men PAN RB Nomor 17 Tahun
2021 tentang Penyetaraani abatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional yang
mencabut Permen PANRB Nomor 28 Tahun 2019. Referensi lain yang diambil dari
pengamatan lapangan sebagai bahan kajian disamping literature lain yang relevan,
jurnal dan makalah serta sumber dari internet.
Hasil dan Pembahasan
Perubahan regulasi di Indonesia diarahkan untuk mengakui kekuasaan mayoritas
pemerintah dan mempercepat pengakuan bantuan individu pemerintah yang sangat
penting untuk perubahan luas di bidang keuangan, politik, hukum, dan ketat dan sosial-
sosial. Selain mendapatkan sistem berbasis suara dan mendukung ekonomi, perubahan
juga mengarah pada pengakuan administrasi yang hebat (Adnan, 2018).
ASN atau aparatur sipil negara yang merupakan bagian dari pemerintah sebagai
PNS, merupakan alat negara dimana apabila dikaji secara kedudukan hukumnya
(rechtspositie) PNS tersebut dariiperspektif hukum, khususnyaihukum tatainegara
danihukum administrasi negara mengandung pengertian bahwa menurut Logemann
(1954:104) di dalam hubungan hukum (rechtsbetrekking) PNS dengan negaraiatau
pemerintahiitu ditandaiidengan adanya hubungan dinas publik (de open bareid
enstbetrekking), yaitu; “waariemand zichiverbindt omizich de aanstell ingin ambtenivan
eenimin ofimeer bepaldeisort teilaten welgevallen tegenoveribezoldiging eniverdure
persoonlijkeivoordelen,” (di mana seseorang mengikatkanidirinya terhadapipenunjukan
padaisuatu atauibeberapa jenisijabatan tertentuiyang kepadanya diberikan gaji dan
Implementasi Kebijakan Penghapusan Jabatan Eselon III Dan IV Ke Dalam Penyetaraan
Jabatan Fungsional Dalam Perspektif Hukum
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 607
keuntunganipribadi lainnya). Hubungan hukum yang dimaksud adalah hubungan
kedinasan yang bersifat publik, artinya bahwa sejakiseseorang mendapatkanisurat
keputusan (beschikking) pengangkatan dari pejabat yang berwenang dan berakhir ketika
seseorang tersebut diberhentikan atau telah berakhir masa kerjanya, maka ada hubungan
atau ikatan monoloyalitas PNS terhadap pemerintah. Hal ini menimbulkan konsekuensi
yuridis yang menurut Muchsan (1988:10) apapun yang akan timbul sebagai akibat dari
adanya ikatan hubungan monoloyalitas tersebut secara public mengandung pengertian
bahwa PNS mempunyai kewajiban mutlak untuk mematuhi dan tunduk pada
pengangkatan dalam suatu atau beberapa macam jabatan tertentu. Bahkan di awal
pengangkatan sebagai PNS terikat dengan beberapa ketentuan yang diantaranya tidak
boleh menolak pengangkatan dalam suatu jabatan yang telah ditentukan oleh
pemerintah seperti yang tertuang dalam surat keputusan. Demikian pula dalam hal ini
adalah hak dan wewenang pemerintah yang secara sepihak (eenzijdig)
mengangkatiseseorang dalam jabatan yang ditentukan. Di dalam ketentuan berikutnya
pula menurut (Susilawati, 2021) bahwa hubungan dinas publik ini timbul dan
berakhirnya tidak tergantung pada suatu pengangkatan atau suatu pemberhentian dari
suatu jabatan tertentu, hal ini dapat kita lihat adanya beberapa ketentuan dalam hukum
kepegawaian bahwa PNS yang diberhentikan sementara karena ada perkara dalam
bidang kepegawaian dengan mendapat uang tunggu (wachtgeld), dan konsekwensi-
konsekwensi lainnya.
Penyederhanaan birokrasi yang salah satunya penghapusan eselon III dan IV
bahkan di instansi pemerintah daerah, ada kategori Eselon V yang otomatis juga
dihapuskan dan dilakukan penyetaraan jabatan ke jabatan fungsional, dengan deadline
waktu pelantikan yang memang sudah menjadi keputusan pemerintah, sesuai dengan
kewajibannya untuk taat kepada pemerintah, maka apapun jabatan fungsional yang baru
yang dilekatkan pada status PNS nya harus diterima, meskipun di lapangan banyak
terjadi ketidaksesuaian antara jabatan eselon yang dipangku nya dulu jauh berbeda
dengan jabatan fungsional yang disandangnya saat ini, walaupun sebelumnya telah
didengungkan dan dibuat mapping penyesuaian jabatan fungsional berdasarkan skill dan
kompetensi yang dimiliki tanpa menghilangkan hak nya terdahulu sebagai pejabat
dengan memberinya kompensasi. Kesiapan instansi untuk melaksanakan
penyederhanaan birokrasi tentulah sangat beragam, apalagi untuk tingkat daerah.
Dampak dari adanya penyetaraan jabatan tersebut tentunya menyisakan permasalah
yang sampai saat ini berbagai regulasi pendamping, regulasi berupa juklak dan juknis
bertebaran menyesuakan dengan permasalahan yang timbul akibat dari penyetaraan
jabatan.
Berdasarkan data dari Menpan RB pada tahun 2019, penyederhanaan birokrasi
menjadi dua level eselon dilaksanakan melalui pengalihan Jabatan Administrator
(eselon III), Pengawas (eselon IV), dan Pelaksana (eselon V) menjadi jabatan
Fungsional pada seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yaitu pusat (34
kementerian, 7 sekretariat lembaga negara, 93 sekretariat lembaga non-struktural, 29
lembaga pemerintah nonkementerian, dan 2 lembaga penyiaran publik) dan daerah (34
pemerintah provinsi dan 514 pemerintah kota dan kabupaten). Proses penyetaraan
Siti Mastoah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 608
jabatan hingga saat ini di Tahun 2023 dengan terbitnya beberapa peraturan yang baru
masih menyisakan adanya beberapa pejabat fungsional dilantik pada jabatan yang tidak
sesuai kompetensi dan latar belakang pendidikan. Beberapa peraturan yang diterbitkan
Permen PAN RB dan BKN yang mengganti nomenklatur Jabatan Fungsional Tertentu
yang beragam menyebabkan beberapa personil dilantik pada jabatan yang sudah tidak
ada dan tidak sesuai. Kebijakan penghapusan eselon ini dan dialihkan melalui
penyetaraan jabatan fungsional ini memaksa Pemerintah serta merta menerbitkan
regulasi terkait penggantian nomenklatur jabatan fungsional, sampai saat ini regulasi
bertebaran terbit untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah yang timbul
akibat penyetaraan jabatan ini.
Selain itu bukan suatu hal yang mudah mengubah suatu kondisi dari zona nyaman
Pejabat Struktural yang semula naik pangkat dan jabatan otomatis tidak ada kewajiban
mengumpulkan angka kredit beralih menjadi Pejabat Fungsional yang memerlukan
waktu yang lama untuk beradaptasi dengan kewajiban naik pangkat dan jabatan harus
mengumpulkan angka kredit terlebih dahulu. Untuk menghadapi situasi seperti ini,
regulasi baru bermunculan untuk mengakomodir berbagai permasalahan yang timbul.
Di dalam pelaksanaan penyetaraan jabatan masih banyak terdapat pejabat yang
disetarakan tidak sesuai latar belakang pendidikannya.sehingga menghambat karir
sebagai pejabat fungsional. Pemerintah pun terus menyesuaikan regulasi yang ada
dengan menawarkan sesuai prosedur yangidiatur dalam Petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis secara kepegawaian bagi pejabat fungsional hasil penyetaraan yang
tidak sesuai latar belakang pendidikan untuk beralih ke jabatan fungsional yang sesuai
latar belakang pendidikannya. Jabatan Fungsional dipilih berdasarkan passion
sedangkan jabatan struktural adalah amanah/instruksi pimpinan. Beban seorang Pejabat
Fungsional hasil penyetaraan jabatan bertambah setelah mendapatkan SK selaku
Koordinator/Sub Koordinator. Kebijakan penunjukan Koordinator dan Sub Koordinator
terkesan hanya merubah istilah dari birokrasi yang sebelumnya. Bahwa Koordinator dan
Sub koordinator merupakan fungsi tambahan yang diberikan bagi pejabat struktural
eselon III dan eselon IV (pejabat administrasi) yang terdampak penyetaraan dari pejabat
administrasi setelah dilakukan penyederhanaan birokrasi. Pemberian fungsi tambahan
tersebut untuk memastikan bahwa hak hak keuangan dan fasilitas yang diterima bagi
pejabatiadministrasi yang terdampak penyederhanaan birokrasi tidak berkurang.
Menyikapi hal tersebut selanjutnya dengan ditetapkannya Permen PANRB 7/2022,
ketentuan mengenai peran koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun
2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi keidalam JabataniFungsional,
dicabutidan dinyatakan tidak berlaku. Hal tersebut dilakukan agar tidak muncul
paradigma bahwa tambahan fungsi koordinasi/sub koordinasi seolah olah hanya
menggantikan jabatan administrasi tersebut. Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri
PANRB Nomor 7 Tahun 2022 tersebut diatur mekanisme kerja baru yaitu dengan
adanya Tim Kerja. Tim kerja terdiri atas Ketua dan Anggota. Ketua Tim Kerja berasal
dari unit organisasi pemilik kinerja. Sedangkan anggota dapat dipilih dari unit
organisasi internal maupun eksternal sesuai kebutuhan pemetaan JF yang diperlukan.
Implementasi Kebijakan Penghapusan Jabatan Eselon III Dan IV Ke Dalam Penyetaraan
Jabatan Fungsional Dalam Perspektif Hukum
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 609
Mengenai penyempurnaan organisasi ini ditinjau dari peraturan perundang-
undangan negara, di mana Peraturan Tata Kelola Negara berkepribadian sebagai
peraturan umum sebagai ciri peraturan yang disakralkan, yang rinciannya mengenai
bagian kekuasaan negara. Agar pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum tata
usaha negara yang diinginkan, selalu mengusahakan peran serta masyarakat dalam
melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam undang-undang ketika menegakkan
norma-norma hukum tata negara itu sendiri. Dalam hal ini, ketika undang-undang
menentukan pemindahan ke pemerataan jabatan dan pemberhentian pejabat di eselon
atas, semua aturan yang mengatur pemindahan jabatan ini harus diikuti. Pelaksanaan
standar peraturan otoritatif Negara sering membutuhkan investasi penduduk dan
aktivitas posisi pemerintah untuk melakukan kegiatan Peraturan Manajerial Negara
tersebut. Hukum Tata Negara telah mempengaruhi perkembangan Hukum Tata Negara
baik dalam ranah umum (Hukum Tata Usaha Negara umum) yang memiliki fungsi
pemerintahan, maupun ranah khusus/sektoral (Hukum Tata Usaha Negara sektoral)
yang memiliki fungsi kontrol. Fungsi utama hukum administrasi negara adalah untuk
memungkinkan pemerintah melaksanakan tugasnya. Guna mendukung pelaksanaan
fungsi pemerintahan secara maka dilakukan penyediaan sarana-sarana pemerintahan
yang efektif. Sedangkan hukum administrasi Negara juga memiliki fungsi pengendalian,
lebih kepada agaripelaksanaan tugas-tugasipemerintahan olehipemerintah selalu
sesuaiidengan peraturaniperundang-undangan.
Mengamati banyaknya regulasi terkait penyederhanaan birokrasi melalui
penghapusan pejabat eselon ke penyetaraan jabatan fungsional, jika ditelaah menurut
UU Administrasi Pemerintahan, yangiterdiri dari 8 (delapan) asas,yaitu antara lain :
1. Dalam suatu negara hukum, asas kepastian hukum mengutamakan kepatutan,
keteguhan, dan keadilan dari setiap kebijakan pemerintah sebagai landasan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Manfaat yang harus seimbang adalah manfaat asas manfaat.
3. Asas ketidakberpihakan menuntut badan dan/atau pejabat pemerintah untuk
mempertimbangkan kepentingan semua pihak dalam membuat dan melaksanakan
keputusan dan/atau tindakan tanpa diskriminasi.
4. Asas yang dikenal dengan “Asas Ketelitian” menyatakan bahwa suatu keputusan
atau tindakan harus didukung dengan informasi dan dokumen yang lengkap agar
sah secara hukum. Ini berarti bahwa keputusan atau tindakan yang relevan harus
dipersiapkanidengan cermatisebelum dibuatiatau dilakukan.
5. Setiap Instansi dan/atau Pejabat Pemerintah wajib berdasarkan Asas Tidak
Menyalahgunakan Kewenangan untuk tidak menggunakan kewenangannya untuk
keuntungan pribadi atau kepentingan lain yang tidak sesuai dengan tujuan
pemberianikewenangan tersebut, tidakimelampaui, tidakimenyalahgunakan, atau
untuk tidakimencampuradukkan otoritas.
6. Asas keterbukaan menjamin terjaganya hak-hak pribadi, golongan, danirahasia
negara dengan tetap memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengakses
dan memperoleh informasi yang akurat, jujur, dan diskriminatif dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Siti Mastoah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 610
7. Asas aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif dari asas kepentingan
umum yang mengutamakan kesejahteraan dan kemaslahatan umum.
8. Asas memberikan pelayanan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan dan
peraturan perundang-undangan, serta proseduridan biaya yang jelas dikenal dengan
asas pelayananiyang baik.
Dari keseluruhan asas diatas, penyederhanaan birokrasi ini dengan adanya
penghapusan Eselon III dan IV ke penyetaraan jabatan fungsional, belum secara
keseluruhan memenuhi asas yang terkandung di dalam UUAPB, hal ini disebabkan
karena para mantan pejabat Eselon III dan IV yang semula merupakan jabatan struktural
masih terdapat adanya ketidaktercapaian asas kepastian hukum dimana regulasi yang
terbit belum mengakomodir jabatan fungsional yang sesuai kebutuhan. Dan peraturan
yang terbit mencabut serta mengganti aturan-aturan sebelumnya yang baru saja
diterbitkan mencirikan tidak adanya asas kecermatan, karena di dalam penyetaraan
jabatan ini kurang mempertimbangkan padaiinformasi danidokumen yang lengkap
untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau
Tindakanisebelum Keputusanidan/atau Tindakan tersebut ditetapkan
dan/atauidilakukan. Sebagai contoh beberapa regulasi yang berbeda terbit dalam kurun
waktu yang cepat seperti PeraturaniPemerintah Nomori11 Tahuni2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil sertaiPeraturan PemerintahiRepublik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Selain itu juga ada Peraturan Men PAN
RB Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan
Fungsionaliyang mencabut Permen PAN RB Nomor 28 Tahun 2019, disusul dengan
terbitnya Permenpan Nomor 7 Tahun 2022 tentangiSistem KerjaiSistem KerjaiPada
Instansi Pemerintah untukiPenyederhanaan Birokrasi. Selain itu beberapa juklak dan
Juknisiyang diterbtkan oleh Badan Kepegawaian Negara yang mengatur secara teknis
mengenai prosedur, tata cara termasuk pembiayaan sebagai kompensasi atas adanya
penyetaraan jabatan ini secara simultan dan beririingan pula terbit peraturan tentang
nomenklatur jabatan-jabatan baru jabatan fungsional. Tidak berhenti sampai di sebuah
aturan, maka pekerjaaan rumah lainnya yang mengatur system penilaian kinerja,
ketercapaian angka kredit, syarat dan prosedur kenaikan pangkat tiap jabatan fungsional
yang beragam, hal ini menimbulkan banyaknya bertebaran regulasi sebagai akibat dari
penyetaraan jabatan ini. Disinilah letak ketidaktercapaian asas- asas tersebut diatas.
Jika dibandingkan dengan hipotesis keberlangsungan yang sah (kecukupan
hipotesis yang sah) atau dalam bahasa Belanda effectiviteit van de juridische hipotesis,
dalam referensi Kata Besar Bahasa Indonesia, ada dua istilah yang berhubungan dengan
keberlangsungan, yaitu keberhasilan dan keberlangsungan. Ampuh berarti (1) membuat
perbedaan (karena dampaknya, kesan), (2) layak atau efektif, (3) dapat membawa hasil,
menarik (tentang bisnis, aktivitas), (4) berlaku (tentang peraturan , pedoman).
Sebaliknya, istilah "efektivitas" mengacu pada hal-hal berikut: (1) keadaan yang
berpengaruh; (2) khasiat; kegunaan, (3) prestasi (usaha, kegiatan), dan (4) hak bagian
menjadi berlaku (peraturan, pedoman) . Dari sini kita melihat bahwa dari sisi efektif dan
Implementasi Kebijakan Penghapusan Jabatan Eselon III Dan IV Ke Dalam Penyetaraan
Jabatan Fungsional Dalam Perspektif Hukum
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 611
keefektifan dari beragam regulasi ini tentu kurang efektif mengingat jika dalam
membentuk regulasi perlu mempertimbangkan alur dokumen yang panjang,sementara
PNS yang dilakukan penyetaraan jabatan tidak sedikit dan tersebar di seluruh pelosok
Indonesia dengan berbagai instansi yang memiliki karakter serta organisasi tata kerja
yang berbeda- beda (Sekhuti, n.d.).
Kemudian menurut Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani Gagasan hipotesis
kecukupan yang sah sebagai mana hipotesis melihat dan membedah keberhasilan dan
juga kekecewaan dari unsur-unsur yang mempengaruhi pelaksanaan dan pemanfaatan
peraturan untuk strategi pemerintah situasi ini. Kajian teori efektivitas hukum memiliki
tiga bidang konsentrasi: 1. Outcome in execution; 2. Kekecewaan dalam eksekusi; dan
3. Variabel yang mempengaruhi hasil dalam melaksanakan pengaturan adalah bahwa
strategi yang dibuka telah mencapai motivasinya . Hal ini menunjukkan bahwa menurut
kebijakan yang mengatur PNS, kebijakan tersebut dianggap efektif atau berhasil jika
diikuti dan dilaksanakan oleh PNS. Kekecewaan dalam menjalankan strategi adalah
bahwa pengaturan pendekatan yang telah ditetapkanitidak mencapai motivasinya
atauitidak berhasilidalam pelaksanaannya. Perspektif keberhasilan dan kegagalan dari
faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diperiksa. Elemen yang mempengaruhi adalah
hal-hal yang menambah atau berdampak pada eksekusi dan penggunaan strategi
tersebut. Satu lagi pandangan tentang keberlangsungan hukum yang dikomunikasikan
oleh Soerjono Soekanto adalah bahwa kecukupan atau kekecewaan masih mengudara
oleh 5 (lima) faktor, khususnya: 1. Aspek hukum yang sebenarnya (hukum) Faktor-
faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, khususnya para pihak yang membentuk
dan menegakkan hukum. 3. Kantor atau kantor yang membantu kepolisian. 4. Faktor
wilayah setempat, yaitu iklim di mana hukum itu berlaku atau diterapkan. 5. Faktor
budaya, khususnya yang berhubungan dengan kreativitas, rasa, dan karsa individu
dalam kehidupan bermasyarakat. Kelima unsur di atas sangat erat hubungannya satu
sama lain, karena merupakan inti dari kepolisian. Pada bagian pertama, aturan hukum
itu sendiri yang menentukan berfungsi atau tidaknya hukum tertulis. Soerjono Soekanto
mengatakan bahwa efektivitas elemen pertama diukur dengan: 1. Pedoman yang ada
terkait dengan persoalan sehari-hari yang spesifik sangat metodis. 2. Hukum yang ada di
beberapa bidang kehidupan sangat sinkron, dan tidak ada konflik baik secara horizontal
maupun hierarkis .
Sementara berdasarkan teori George Edward III terdapat empat dimensi
implementasi kebijakan Bereaucratic Trimming sebagai berikut :
1. Komunikasi. Jika penanggung jawab implementasi kebijakan sudah mengetahui
secara pasti apa yang akan dilakukan, maka kebijakan tersebut akan dilaksanakan
dengan benar. Hal ini tidak hanya bergantung pada isi proses komunikasi itu
sendiri, yang harus mencakup instruksi yang jelas, terperinci, sistematis, dan
berkesinambungan, tetapi juga pada proses komunikasi itu sendiri antara pembuat
kebijakan dan pelaksana. Jika tidak demikian, mungkin ada kesalahpahaman atau
interpretasi yang berbeda, dan bahkan mungkin ada peluang bagi orang yang
menerapkan kebijakan untuk tidak menerapkannya sama sekali. Akibatnya, tujuan
kebijakan yang dimaksud niscaya tidak tercapai (Edwards III, 1980).
Siti Mastoah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 612
2. Sumber daya. Jika instruksi kebijakan jelas, diperlukan sumber dayadalam hal ini
sumber daya manusia yang cukup kuantitas dan kualitasnya. Jumlah yang dimaksud
adalah jumlah yang tergantung pada situasi dan kualitasnya ditentukan dengan
mencocokkan kemampuan yang telah ditentukan. Menurut Edwards III, 1980,
harapannya adalah sumber daya yang dimaksud akan memungkinkan kinerja
implementasi kebijakan yang maksimal.
3. Sikap pelaksana. Ketika praktisi secara pasti mengetahui dengan tepat hal yang
akan diselesaikan, dalam jumlah dan kualitas yang memadai, hal lain yang
dibutuhkan adalah sikap dari praktisi itu sendiri. Mereka harus memiliki pandangan
dan sudut pandang yang menggembirakan dalam melaksanakan strategi yang
direncanakan dan menerima bahwa strategi tersebut akan berdampak baik pada
asosiasi mereka. Namun, berbagai fakta menunjukkan bahwa kebijakan
diimplementasikan sesuai dengan keinginan implementor, sehingga menimbulkan
ambiguitas dan ketidakjelasan arah dalam implementasi kebijakan yang dimaksud
(Edwards III, 1980).
4. Struktur birokrasi. Meskipun petunjuk kebijakannya jelas, sumber dayanya tersedia,
dan pelaksananya antusias untuk menjalankannya, faktor struktur birokrasi masih
berpotensi menyebabkannya gagal. Misalnya, kolaborasi yang tidak kuat karena
tanda-tanda keretakan otoritas. Demikian juga cenderung digambarkan dengan
adanya metodologi kerja standar yang kaku. dimana prosedur hanya sesuai untuk
kebijakan yang telah dilaksanakan atau sedang dalam proses pelaksanaan, tetapi
tidak sesuai dengan kebijakan yang baru diadopsi (Edwards III, 1980).
Jika diamati secaraikualitatif danikuantitatif peraturan-peraturaniyang mengatur
kebutuhan akan penyetaraan jabatan ini sudahimencukupi, namun penerbitaniperaturan-
peraturan tertentuisudah sesuaiidengan persyarataniyuridis yangiada atau belum, hal ini
belum dapat dikatakan efektif karena teoriiefektivitas adalahisuatu ukuraniyang
menyatakaniseberapa jauhitarget (kuantitas, kualitasidan waktu) yangitelah dicapaiioleh
manajemen, yangimana target tersebut sudah ditentukaniterlebih dahulu.
Efektivitasidalam haliini dapatidiartikan sebagaiisuatu prosesipencapaian suatuitujuan
dariipenyederhanaan birokrasiiyang telahiditetapkan sebelumnyaitelah
mencapaiitujuannya. Mengapa dikatakan demikian,karena sebagai imbas dari tujuan
penyederhanaan sampai saat ini peraturan-peraturan yang mengiringinya masih terus
dilakukan, dirumuskan dan bahkan tumpeng tindih sehingga menyebabkan aturan yang
baru terbit diganti atau tidak berlaku lagi dalam kurun watu yang cepat.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian di atas adalah Program Nawacita Presiden Joko
Widodo bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
penguatan sektor publik dan nonpublik guna mencapai SDM yang lebih baik secara
universal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah mendorong
penyederhanaan struktur organisasi serta melakukan perubahan regulasi guna
mempercepat perubahan luas di berbagai bidang, termasuk keuangan, politik, hukum,
dan sosial. Dalam konteks ini, aparatur sipil negara (ASN) atau PNS memiliki
Implementasi Kebijakan Penghapusan Jabatan Eselon III Dan IV Ke Dalam Penyetaraan
Jabatan Fungsional Dalam Perspektif Hukum
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 613
kedudukan hukum yang mengikat dengan pemerintah dalam hubungan dinas publik,
yang melibatkan kewajiban dan tanggung jawab serta konsekuensi hukum tertentu.
Siti Mastoah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 5, Mei 2023 614
Bibliografi
Abdullah, Sait. (2023). PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN KEBIJAKAN
PENYEDERHANAAN BIROKRASI DI INDONESIA. Kebijakan: Jurnal Ilmu
Administrasi, 14(1), 4755.
Adnan, Indra Muchlis. (2018). Pemberdayaan Masyarakat, Komunikasi Politik dan
Pembangunan Nasional. Trussmedia Grafika.
Chairiah, Anggita, Ariski, S., Nugroho, Agus, & Suhariyanto, Adi. (2020).
Implementasi Sistem Merit pada Aparatur Sipil Negara di Indonesia. Jurnal
Borneo Administrator, 16(3), 383400. https://doi.org/10.24258/jba.v16i3.704
Hermawan, Rizqon, Kawuriyan, Megandaru W., & Ernawati, Dyan Poespita. (2023).
Analisis Manajemen Perubahan Dan Struktur Organisasi Pasca Alih Jabatan
Administrator (Eselon III) Dan Jabatan Pengawas (Eselon IV) Ke Jabatan
Fungsional Di Provinsi DKI Jakarta. Management Studies and Entrepreneurship
Journal (MSEJ), 4(2), 798808.
Nalien, Elvira Mulya. (2021). Faktor-Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
Bureaucratic Trimming Di Pemerintahan Kota Bukittinggi. Jurnal Kebijakan
Pemerintahan, 113. https://doi.org/10.33701/jkp.v4i1.1622
Ramadani, Thoriq, & Sofyaningrum, Eviana D. (2020). Strategi Komunikasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam Penyetaraan Jabatan
Administrasi ke Jabatan Fungsional. Jurnal Wacana Kinerja: Kajian Praktis-
Akademis Kinerja Dan Administrasi Pelayanan Publik, 23(2), 239.
Rohman, M. Najibur, & Rismana, Daud. (2021). Kebijakan Pemangkasan Struktur
Birokrasi di Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum Dan Konstitusi.
https://doi.org/10.24090/volksgeist.v4i2.5232
Sekhuti, Luhur. (n.d.). Penghapusan Tenaga Honorer Dalam Perspektif Hukum Sebagai
Sarana Pembaharuan Sosial Untuk Mewujudkan Asn Profesional. Jurnal Hukum
Dan Pembangunan Ekonomi, 10(2), 213226.
Setiawan, Irfan, Sururama, Rahmawati, & Nurdin, Ismail. (2022). Implementasi
Kebijakan Penyederhanaan Organisasi Di Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi. Jurnal Terapan Pemerintahan Minangkabau,
2(1), 1225. https://doi.org/10.33701/jtpm.v2i1.2380
Susilawati, Susilawati. (2021). Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil Sebagai Terpidana Korupsi Di Kabupaten Kampar.
Universitas Islam Riau.