Kepemimpinan Perempuan Dalam Konsep Negara Modern Perspektif Maqasid Al-
Syariah: Studi Komparatif Pemikiran Yusuf Al-Qardhawi Dan Said Ramadhan Al-Buthi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 4, No. 3, Maret 2023 309
melainkan dari nash-nash al-Qur'an al-Karim. Jaser Audah sebagai pemikir
kontemporer datang dengan jangkauan maqasid yang lebih luas. Jangkauan maqasid
tersebut melingkupi aspek umum, khusus dan parsial. Maqasid Ammah diartikan
sebagai tujuan hukum Islam secara umum (Fad, 2019). Adapun maqasid khusus
diartikan sebagai tujuan tertentu dari bab-bab hukum Islam. Sedangkan tujuan
parsial adalah tujuan rinci dari masing-masing hukum Islam. Disamping perluasan
jangkauan, Jaser Audah juga menghadirkan satu pendekatan baru untuk hukum
Islam yang ia adopsi dari teori sistem hukum Lawrence M Friedman. Teori sistem
yang ditawarkan Jaser Audah tersebut adalah cognitive nature, wholeness, openness,
interrelated, openness, interrelated hierarchy, multi dimensionality dan
purposefulness.
Pertama, Cognitive nature diartikan sebagai pemisahan antara konteks Al-
Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman orang terhadap sebuah teks. Hal ini perlu
dilakukan karena seorang ahli hukum dalam mengambil hukum dari teks utama
tidak akan terlepas dari mental cognition dan pemahamannya yang manusiawi.
Kedua, wholeness atau keseluruhan dimana hubungan sebab akibat tidak dilihat
secara terpisah namun dilihat secara integral dan dinamis. Ketiga, bersifat terbuka
(openness) artinya hukum membuka diri dengan lingkungan sekitar untuk menerima
perubahan jika memang dibutuhkan. Keempat, adanya hubungan interelasi
(interrelated) yang bersifat struktur hirarkis. Kelima, memiliki bagian-bagian yang
saling terkait (multi dimensionality). Ketujuh, memiliki tujuan yang dihasilkan dari
jaringan sistem (purposefulness).
Perluasan wilayah maqasid menjadi ammah, khassah dan juz’iyah akan sangat
membantu untuk memetakan tujuan-tujuan dari adanya syariat secara umum dan
selanjutnya syariat kepemimpinan sebagai turunan. Sedangkan kategori-kategori
dalam teori sistem yang ditawarkan oleh al-Audah akan sangat berfungsi untuk
menganalisis sejauh mana ketepatan alasan atau tahlil yang dilakukan baik oleh al-
Qardhawi yang membolehkan seorang perempuan untuk menjadi pemimpin negara
maupun al-Buthi yang tidak membolehkan.
Terkait ruang lingkup maqashid maka terdapat tiga poin. Pertama, syariat
secara umum dalam semua kasus hukum dan peraturannya tersimpul dalam dua hal
yaitu mendatangkan mafaat dan menolak madharat. Inilah yang dimanakan dengan
al-Maqashid al-Ammah dalam pembagian Jasser Audah. Kedua, sebagaimana yang
telah dibahas sebelumnya bahwa para ulama telah bersepakat bahwa kepemimpinan
harus diadakan. Sebab dengan adanya pemimpin aturan dapat ditegakkan dan
pelanggaran-pelanggaran dapat diminimalisir. Inilah ruh syariah yang dibawa oleh
Nabi Muhammad. Artinya, secara tujuan khusus (al-Maqasid al-Khassah) adanya
pemimpin adalah sebuah keharusan karena dengannya maslahat bisa didapat dan
madharat bisa ditolak. Ketiga, terkait siapa yang menjadi pemimpin, apakah ia dari
Suku Quraisy atau bukan, apakah ia laki-laki atau perempuan, apa saja tugas seorang
pemimpin dalam sebuah negara, apakah tugas-tugas tersebut harus mensyaratkannya
seorang laki-laki atau bukan, jika iya apakah tugas itu bisa diwakilkan atau tidak.