pISSN: 2723 - 6609 e-ISSN : 2745-5254
Vol. 3, No. 12, Desember 2022
http://jist.publikasiindonesia.id/
Doi : 10.36418/jist.v3i12.550 1317
PEMILIHAN AREA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU
MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS DI KOTA YOGYAKARTA
Nita Handayani, Budi Kamulyan
Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta-Indonesia
Email: nitahandayani0708@mail.ugm.ac.id
*Correspondence : nitahandayani0708@mail.ugm.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diajukan
: 05-12-2022
Diterima
: 25-12-2022
Diterbitkan
: 27-12-2022
Program Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan
agenda pembangunan dunia yang bertujuan untuk
mengoptimalkan potensi sumber daya kesejahteraan manusia
secara global. Salah satu program tersebut adalah pembangunan
berkelanjutan dalam bentuk ruang terbuka hijau. Dasar peraturan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah Undang-Undang Penataan
Ruang Nomor 26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 5 Tahun 2008. Kebutuhan minimum RTH kota
adalah sebesar 30% dari total luas wilayah. Kota Yogyakarta
melakukan peningkatan luas kawasan RTH untuk mencegah
penyusutan kawasan akibat dampak pembangunan menjadi
kawasan komersial dan sebagai mengantisipasi bencana.
Penelitian ini melakukan pemilihan area pengembangan RTH
terbaik di Kota Yogyakarta dengan menggunakan metode AHP
dan TOPSIS. Metode analisis pengambilan keputusan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah AHP-TOPSIS. Hasil
analisis menyatakan total RTH Kota Yogyakarta sebesar 23,7%
dari total luas wilayah dengan 8,2% RTH Publik dan 15,5%
RTH privat. Dengan mempertimbangkan 3 kriteria dan 10
subkriteria pada 4 alternatif diketahui bahwa penilaian kriteria
teknis dianggap lebih penting dibandingkan dengan ekonomi dan
lingkungan. Sementara hasil perbandingan subkriteria
menyatakan luas wilayah lebih dipertimbangkan dengan bobot
0,187 dibandingkan dengan subkriteria lainnya. Nilai preferensi
alternatif terbesar adalah Kemantren Umbulharjo sebesar 0,638,
Kemantren Kotagede dengan nilai preferensi sebesar 0,587.
Kemantren Gondokusuman dengan nilai preferensi sebesar
0,487. Serta Kemantren Danurajen dengan nilai preferensi
sebesar 0,347. Berdasarkan 4 alternatif yang ditawarkan,
Kemantren Umbulharjo terpilih dan layak untuk
direkomendasikan sebagai area pengembangan RTH Kota
Yogyakarta.
ABSTRACT
The Sustainable Development Goals (SDGs) program is a world
development agenda that aims to optimize the potential of human
welfare resources globally. One such program is sustainable
development in the form of green open spaces. The basis for
Green Open Space (RTH) regulations is Law Number 26 of 2007
on Spatial Planning and Regulation of the Minister of Public
Kata kunci: Ruang Terbuka
Hijau (RTH); Pengambilan
Keputusan; AHP; TOPSIS.
Keywords: Green Open
Space (RTH); Decision
Making; AHP; TOPSIS.
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1318
Works Number 5 of 2008. The minimum requirement for green
open space in a city is 30% of the total area. The City of
Yogyakarta has increased the area of green open space to
prevent shrinkage of the area due to the impact of development
into a commercial area and as an anticipation of disaster. This
study selected the best green open space development areas in
the city of Yogyakarta using the AHP and TOPSIS methods. The
decision-making analysis method used in this study is AHP-
TOPSIS. The results of the analysis stated that the total green
open space of Yogyakarta City was 23.7% of the total area with
8.2% public green open space and 15.5% private green open
space. By considering the 3 criteria and 10 sub-criteria for the 4
alternatives, it is known that the assessment of technical criteria
is considered more important than economic and environmental.
While the results of the comparison of the sub-criteria stated that
the area is more considered with a weight of 0.187 compared to
the other sub-criteria. The largest alternative preference value is
the Umbulharjo Kemantren at 0.638, the Kotagede Kemantren
with a preference value of 0.587. Kemantren Gondokusuman
with a preference value of 0.487. As well as Kemantren
Danurajen with a preference value of 0.347. Based on the 4
alternatives offered, the Umbulharjo Kemantren was selected
and deserves to be recommended as an area for the Yogyakarta
City Green Open Space development.
Attribution-ShareAlike 4.0 International
Pendahuluan
Sustainable Development Goals (SDG's) merupakan agenda pembangunan dunia yang
bertujuan untuk kesejahteraan manusia secara global. Target ke 11 pembangunan berkelanjutan
merupakan topik permasalahan penting karena sesuai tujuan bahwa setiap kota harus
menyediakan akses universal ke ruang publik hijau yang aman, inklusif, pada tahun 2030.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dalam
bentuk membulat maupun memanjang atau jalur di mana penggunaannya bersifat terbuka tanpa
adanya bangunan sebagaimana Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1998 (Pratama dkk., 2015).
Pedoman penataan ruang dalam perencanaan, penyediaan dan pemanfaatan RTH diatur dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05
Tahun 2008. Kebutuhan RTH sebuah kota sebesar 30% dari total luas wilayah dengan proporsi
sebesar 20% RTH publik dan sebesar 10% RTH Privat (Pratiwi, 2022).
Paradigma pembangunan yang berfokus pada peningkatan ekonomi dan sumberdaya
dapat menyebabkan kerusakan, pencemaran serta degradasi lingkungan. Kegiatan alih fungsi
lahan berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas ruang terbuka serta penurunan kualitas
lingkungan perkotaan. Peningkatan kawasan terbangun memberikan konsekuensi penyusutan
ruang bahkan menjadikan penyusutan ruang terbuka hijau. Gejala tersebut dapat mengakibatkan
terjadi banjir kota, meningkatnya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial serta
menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang publik yang
tersedia untuk interaksi sosial (Hamrun & Prianto, 2017). Keberadaan RTH memberikan
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1319
manfaat keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan (Gunawan,
2019)
Program pembangunan kota hijau secara optimal dalam Program Pengembangan Kota
Hijau (PK2H) diwujudkan dalam ruang terbuka hijau. Kendala dalam mewujudkan kota hijau
adalah sulitnya menyediakan lahan untuk dimanfaatkan menjadi taman RTH sesuai konsep
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) (Ekaputra & Sudarwani, 2013) . Kota Yogyakarta
berkomitmen dalam pengembangan Green City dengan diperolehnya penghargaan Indonesia
Green Region Award (IGRA) tahun 2011. Program ini sebagai upaya pemerintah Kota
Yogyakarta dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Untuk
memenuhi kebutuhan minimal RTH Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan berbagai upaya
pembebasan lahan untuk dijadikan area pengembangan RTH Kota Yogyakarta.
Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penyediaan RTH membuat dokumen rencana
pembangunan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2021 sebagai pedoman
dalam bidang penyediaan Ruang Terbuka Hijau untuk mewujudkan pemenuhan minimal 30%
Persentase ditargetkan tercapai pada tahun 2030. Pemerintah Kota Yogyakarta membuat
Peraturan Walikota Nomor 06 Tahun 2010 tentang Penyediaan RTH Privat. Kemudian
menambah pedoman Peraturan Walikota Nomor 05 Tahun 2016 tentang Perencanaan dan
pengadaan Ruang Terbuka Hijau Publik.
Peningkatan penyediaan kekurangan RTH publik Kota Yogyakarta ditunjukan diperoleh
jalan jangka waktu rentang 5 tahun untuk peningkatan RTH.
Gambar 1. Diagram Perubahan Ruang Terbuka Hijau
Sumber : DLH Kota Yogyakarta
Selama pandemi tidak terjadi perubahan ruang yang cukup pada 2018 hingga tahun 2021
pada tahun 2018 menunjukan nilai sebesar 17,99%. Pada tahun 2019 terjadi peningkatan sebesar
1,4% menjadi sebesar 19,39%. Pada tahun 2020 tidak terjadi peningkatan RTH Kota
Yogyakarta, namun pada tahun 2021 terjadi peningkatan sebesar 0,8% menjadi sebesar 20,22%.
Penelitian bertujuan untuk melakukan pemilihan area pengambangan RTH Kota
Yogyakarta dengan menggunakan metode pengambilan keputusan AHP dan TOPSIS.
Analytical Hierarki Process (AHP) digunakan untuk mendapatkan nilai bobot penilaian pada
kriteria melalui matriks perbandingan berpasangan. Technique for Order of Preference by
Similarity to Ideal Solution(TOPSIS) digunakan dalam menghitung nilai preferensi dan
peringkat alternatif. Pengambilan keputusan melibatkan dan mensinergikan instansi atau
lembaga dalam bidang ruang terbuka hijau. Pengambilan keputusan adalah Dinas Lingkungan
2018 2019 2020 2021
0
5
10
15
20
25
30
35
Standar Kebutuhan RTH Persentase RTH
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1320
Hidup dan Dinas Tata Ruang Kota Yogyakarta. seperti tercantum dalam Peraturan Walikota dan
Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Menggunakan Metode AHP dan TOPSIS di Kota Yogyakarta”
Metode Penelitian
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode AHP dan TOPSIS. Parameter
penilaian terdiri dari 3 kriteria, 10 subkriteria serta 4 alternatif solusi. Kriteria teknis memiliki
subkriteria berupa luas wilayah, luas ketersediaan lahan, jumlah penduduk dan kondisi RTH.
Kriteria ekonomi memiliki subkriteria berupa biaya pembebasan lahan dan biaya anggaran
instansi. serta kriteria lingkungan memiliki subkriteria berupa kondisi geografis, aksesibilitas,
fungsi ruang dan keamanan kawasan. Alternatif diwakilkan 4 Kemantren penelitian berikut:
Kemantren Danurejan, Kemantren Gondokusuman, Kemantren Umbulharjo, dan Kemantren
Kotagede.
Tidak ada ketentuan dalam menetapkan jumlah responden sebagai pengambil keputusan.
Responden merupakan bagian dalam permasalahan dan bersifat komprehensif (sistemik).
Karakteristik responden pengambilan keputusan dalam penelitian adalah Memiliki kepakaran
atau pengalaman dalam bidang RTH Kota Yogyakarta, Memiliki pengetahuan, memahami
kondisi dan situasi tentang RTH Kota Yogyakarta, dan Responden merupakan pemegang
kepentingan secara langsung maupun tidak langsung serta berkaitan dengan permasalahan
bidang RTH. Responden dalam penelitian merupakan perwakilan instansi yang terlibat antara
lain: Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas pertanahan dan
Tata Ruang, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY.
1. Analytical Hierarchy Process
Metode pengambilan keputusan Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk
analisis sebuah tujuan dan solusi terbaik dengan menggunakan kriteria dan subkriteria.
Dalam pengambilan keputusan perlu mengatur suatu masalah menjadi kelompok yang
teratur dalam struktur hirarki (Saaty, 2003). AHP menghasilkan nilai bobot pada setiap
kriteria dan subkriteria dari hasil perbandingan matriks. Untuk menilai bobot prioritas
dilakukan pengujian konsistensi hasil matrik perbandingan berpasangan.
a. Langkah Langkah Metode AHP
Dalam menggunakan metode AHP terdapat langkah -langkah dalam pengambilan
keputusan sebagai berikut:
1) Mendefinisikan Masalah
Mendefinisikan masalah bertujuan menentukan solusi yang diinginkan serta
memudahkan dalam menyusun struktur hirarki permasalahan.
2) Menyusun Struktur Hirarki
Struktur hirarki memberikan kemudahan dalam memahami semua variabel
yang terlibat dan saling berhubungan. Penyusunan struktur hirarki dimulai dengan
menetapkan tujuan pada level atas kemudian menetapkan kriteria penilaian serta
subkriteria dan alternatif solusi yang diinginkan. Bentuk struktur hirarki
dekomposisi seperti dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut:
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1321
Gambar 2. Struktur Hirarki Dekomposisi (Cho & Shin, 2017)
Penjelasan Struktur Hirarki: Tingkat pertama adalah tujuan kriteria atau puncak
permasalah (goal) yang ingin dipecahkan. Tingkat kedua adalah mendefinisikan
faktor kriteria dan subkriteria yang berpengaruh pada tujuan dan level berikutnya.
Tingkat ketiga adalah menentukan alternatif atau solusi yang ditawarkan untuk
menjawab tujuan atau permasalahan dalam pengambilan keputusan.
3) Menyusun matrik perbandingan berpasangan
Penyusunan matriks berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
mempresentasikan tingkat kepentingan relatif dari suatu elemen masing-masing
kriteria dan subkriteria. Pairwise Comparison Matrix atau perbandingan matriks
dibuat dalam bentuk matriks (n x n). Rancangan matriks perbandingan terdapat dua
sisi prioritas yang mendominasi dan didominasi. Matriks perbandingan dapat
digunakan sebagai kerangka untuk menguji konsistensi. Penyusunan matriks
perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
A
a1
a2
An
a1
a11
a12
a1n
a2
a21
a22
a2n
a3
a31
a32
a3n
Aij
An
an1
an2
Ann
An
an1
an2
Ann
Sumber : (Saaty, 2003)
Matriks perbandingan A berukuran (n x n) dengan n merupakan jumlah kriteria
perdibandingan. Nilai i merupakan baris dan j merupakan kolom. Nilai aij
menyatakan elemen baris ke-i dan kolom ke-j. Perbandingan satu elemen
menyatakan operasi pada tingkat hirarki dimana elemen aij =1 jika i=j, sementara
elemen aij= 1/aji jika i≠j
.
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1322
Skala preferensi perbandingan digunakan untuk mengisi matriks perbandingan
berpasangan. Penilaian perbandingan dinyatakan dalam skala perbandingan tingkat
penilaian. Skala 1 adalah tingkat paling rendah dan skala 9 adalah tingkat paling
tinggi. Skala perbandingan tingkat kepentingan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Skala Perbandingan Tingkat Kepentingan
Intensitas
Kepentingan
Definisi
Keterangan
1
Sama penting
Dua kriteria yang dibandingkan sama penting
3
Moderat pentingnya
dibandingkan yang lain
Satu kriteria dibandingkan sedikit lebih
penting dibandingkan dengan kriteria lainnya
5
Kuat pentingnya
dibandingkan yang lain
Satu kriteria yang dibandingkan dinilai lebih
penting dari kriteria yang lain
7
Sangat kuat pentingnya
dibandingkan yang lain
Satu kriteria yang dibandingkan sangat lebih
penting dibandingkan dengan kriteria yang
lain
9
Ekstrim pentingnya
dibandingkan yang lain
Satu kriteria yang dibandingkan mutlak lebih
penting dibandingkan kriteria yang lain
2,4,6,8
Nilai diantara kedua
perbandingan yang
berdekatan
Kesepakatan diperlukan diantara 2 penilaian
Reciprocal
Dalam penilaian elemen tingkat kepentingan berlaku Aksioma
Reciprocal. Aksioma Reciprocal berarti jika elemen i dinilai 3 kali lebih
penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus 1/3 kali lebih
penting dibandingkan elemen i. Namun, jika dua elemen yang
dibandingkan hasilnya adalah 1 berarti elemen dinilai sama penting
Sumber : (Saaty, 2003)
Pengisian matriks perbandingan berpasangan dilakukan pada matriks segitiga
atas menggunakan nilai rerata penilaian. Nilai matriks diagonal diisi dengan nilai 1.
Sementara pengisian matriks segitiga bawah merupakan nilai resiprokal dari nilai
matriks segitiga atas. Karena AHP yang hanya memerlukan 1 jawaban dalam
pengolahan maka sebelumnya dilakukan analisis digunakan metode Geometrik
Means pada jawaban responden pengambil keputusan. Penentuan nilai
menggunakan metode Logarithmic Least Square (Saaty dan Vargas, 1984) berupa
nilai rerata geometrik hasil perbandingan berpasangan. Penilaian parameter kriteria
dan subkriteria menggunakan Persamaan 2. 1 berikut:



(2.1)
Dimana

merupakan bobot parameter ke i yang belum dinormalisasi, aij
merupakan penilaian perbandingan matriks parameter ke-i dengan parameter ke-j,
serta i (1… n) merupakan jumlah parameter.
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1323
4) Melakukan Normalisasi Matriks
Normalisasi matriks dilakukan untuk mendapatkan bobot vektor matriks
(eigenvector). Normalisasi Matriks diperoleh dengan membagi setiap nilai kolom
dengan nilai total kolom. Perhitungan normalisasi matriks menggunakan
Persamaan 2.2 berikut:





(2.)
Dimana : a
ij
Normalisasi merupakan Matriks normalisasi pada baris i dan kolom j
(eigenvecktor), dan


merupakan Nilai setiap kolom.
5) Menentukan bobot prioritas
Perhitungan nilai Eigenvector dilakukan dengan melakukan penjumlahan nilai
setiap baris kemudian membaginya dengan total jumlah elemen untuk
mendapatkan nilai rata-rata elemen (wk). Nilai rerata elemen dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.3 berikut:


(2.)
Dalam perhitungan bobot prioritas untuk menghitung Eigenvector. Eigenvector
merupakan sebuah vektor yang apabila dikalikan pada sebuah matriks hasilnya
adalah Eigenvalue seperti dinyatakan dalam Persamaan 2.4 berikut:

(2.4)
Dimana: w merupakan Eigenvector, λ merupakan Eigenvalue, dan A merupakan
Matriks
6) Menghitung Pengujian Konsistensi
Pengukuran nilai konsistensi bertujuan untuk menentukan nilai konsistensi
elemen menggunakan nilai λ merupakan eigenvalue matriks Hasil penjumlahan
eigenvalue dibagi banyaknya jumlah prioritas elemen menghasilkan nilai Lamda
Maksimum max). Dalam pengujian konsistensi elemen perlu diperhatikan
konsistensi indeks dan konsistensi rasio. Consistency Index (CI) bertujuan untuk
mendapatkan nilai maksimum, dan meminimumkan nilai ketidakpastian yang
dihasilkan matriks perbandingan.. Perhitungan indeks konsistensi (CI) dilakukan
dengan menggunakan Persamaan 2.5 berikut


󰇛
󰇜
(2.5)
Dimana:

merupakan nilai maksimal atau Eigenvalue, dan n merupakan
dimensi matriks elemen atau nilai banyak matriks.
Consistency Ratio (CR) menyatakan tingkat nilai rasio berdasarkan penilaian
pengambil keputusan. Nilai CR digunakan untuk mengetahui seberapa konsisten
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1324
pengambil keputusan melakukan perbandingan berpasangan (Saaty, 1993). Syarat
konsistensi rasio dalam penilaian konsistensi adalah (CR 0,1) atau kurang dari
sama dengan 10%. Syarat penilaian perhitungan CR menyatakan nilai adalah benar
serta dapat diterima, Konsistensi rasio (CR) dihitung dengan menggunakan
Persamaan 2.6 berikut:



(2.6)
Tabel 3. Konsistensi Random Indeks
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
RI
0
0
0,58
0,9
0,12
0,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,56
7) Perhitungan Bobot Prioritas Global
Perhitungan bobot prioritas global dilakukan menggunakan untuk mendapatkan
hasil dalam memilih alternatif. Perhitungan bobot global memperhatikan nilai pada
bobot lokal parameter. Perhitungan bobot prioritas lokal berdasarkan pada tiap
level pengambilan keputusan. Jika dalam model terdapat lebih dari satu level, maka
pembobotan dilakukan pada masing-masing level hirarki untuk mendapatkan nilai
bobot prioritas lokal dari keseluruhan model hirarki. Untuk perhitungan bobot
prioritas global menggunakan nilai bobot prioritas lokal setiap level hirarki. Bobot
prioritas global adalah bobot hirarki keseluruhan yang terdiri dari level kriteria dan
subkriteria serta level alternatif. Proses sintesis mengubah penilaian bobot prioritas
lokal menjadi bobot prioritas global dilakukan menggunakan Persamaan 2.7
berikut:


(2.7)
Dimana: w
j
merupakan bobot prioritas global individu (∑
wj
= 1), w
n
merupakan
prioritas gabungan kriteria, w
n+1
merupakan prioritas gabungan subkriteria, dan w
j
merupakan bobot dari kriteria j.
8) Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan dalam analisis yaitu konsistensi dan validitas.
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengukur validitas solusi dan menentukan
kriteria yang memiliki relevansi terbaik pada akhir penilaian.
2. Metode Pengambilan Keputusan TOPSIS
Metode Technique for Others Reference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
digunakan untuk melakukan peringkat akhir alternatif. Konsep pertimbangan metode
TOPSIS dalam pengambilan keputusan karena menggunakan bentuk matematis sederhana
dan mudah dipahami serta komputasi dinilai lebih efisien. Metode TOPSIS memiliki
kemampuan untuk mengukur kinerja relatif terhadap alternatif keputusan (Hanifah dkk.,
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1325
2020). Metode TOPSIS dapat digunakan pada sebaran nilai yang relatif sama dan tidak
menyimpang jauh karena tidak terlihat perbedaan yang signifikan (Yuniarti dkk., 2018).
Perhitungan peringkat pada setiap bobot subkriteria dan penilaian masing-masing
alternatif hasil kuesioner pengambil keputusan. Pemecahan masalah dengan konsep
penilaian metode TOPSIS berdasarkan pemilihan alternatif terbaik bukan hanya jarak
terpendek solusi ideal positif tetapi juga jarak terpanjang solusi ideal negatif (Defit, 2017).
Nilai Solusi ideal positif adalah jumlah nilai keseluruhan terbaik yang dicapai setiap atribut
sementara untuk solusi ideal negatif adalah seluruh nilai terburuk pencapaian atribut . Hasil
penilaian matriks keputusan alternatif akan digunakan untuk menganalisis nilai ideal matriks
alternatif untuk mendapatkan jarak solusi ideal positif dan negatif. Pemeringkatan bertujuan
untuk mendapatkan hasil berupa rekomendasi terbaik atau solusi dalam pengambilan
keputusan menggunakan nilai preferensi alternatif.
a. Langkah - Langkah Metode TOPSIS
Langkah pengambilan keputusan metode TOPSIS adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan dan menyusun matriks keputusan
Kriteria yang digunakan dalam penilaian menggunakan metode TOPSIS
dijadikan tolak ukur penyelesaian masalah. Metode TOPSIS menerima masukan
bobot parameter kriteria dan alternatif. Menentukan penilaian keputusan alternatif
berdasarkan parameter subkriteria.
2. Melakukan normalisasi matriks
Pada matriks keputusan dilakukan proses normalisasi matriks penilaian
alternatif. Normalisasi dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.8 berikut:



(2.8)
Dimana

menyatakan elemen penilaian alternatif yang ternormalisasi dan

menyatakan elemen penilaian alternatif (i adalah baris 1,2,…n), (j adalah kolom
1,2,…m).
3. Menghitung penilaian bobot matriks normalisasi
Melakukan penentuan penilaian terbobot matriks normalisasi keputusan.
Perhitungan bobot menggunakan masukan bobot parameter subkriteria dan
menggunakan Persamaan 2.9.


(2.9)
Dimana

merupakan bobot matriks normalisasi, w
i
merupakan bobot dari
parameter alternatif i, dan

menyatakan elemen penilaian alternatif yang
ternormalisasi.
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1326
4. Menentukan nilai solusi ideal
Nilai solusi ideal positif dan nilai solusi ideal negatif dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 berikut:
󰇛
󰇜
(2.10)
󰇛
󰇜
(2.11)
5. Menghitung Distance atau jarak alternatif solusi ideal
Jarak alternatif solusi ideal alternatif terhadap nilai solusi ideal positif dan
nilai solusi ideal negatif. Jarak solusi ideal positif dilakukan dengan menggunakan
Persamaan 2.12 berikut:


(2.12)
Sementara, untuk menghitung jarak alternatif terhadap nilai solusi ideal
negatif dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.13 berikut:


(2.13)
Dimana
merupakan jarak ideal postif,
merupakan jarak ideal negatif,
merupakan ketentuan nilai dan merupakan elemen 1,2,3,…,n.
6. Menghitung nilai preferensi
Perhitungan nilai preferensi atau peringkatan alternatif terbaik menyatakan
nilai akhir didapatkan menyatakan alternatif. Nilai preferensi menjadi nilai akhir
atau solusi yang diinginkan dalam pengambilan keputusan. Hasil perhitungan nilai
preferensi (Vi) menunjukan nilai alternatif (Ai) lebih dipilih. Perhitungan nilai
preferensi alternatif dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.14 berikut:
(2.14)
Dimana Vi merupakan nilai preferensi,
merupakan jarak ideal positif,
merupakan jarak ideal negatif.
7. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat berapa sensitif suatu keputusan
terhadap faktor parameter yang digunakan. Analisis sensitivitas memberikan
gambaran seberapa konsistensi keputusan yang diambil.
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1327
Hasil dan Pembahasan
1. Persentase Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan identifikasi sebaran ruang di
Kota Yogyakarta terdapat jenis lahan RTH Publik dan RTH Privat. Jenis penggunaan
lahan ruang terbuka hijau Kota Yogyakarta dinyatakan dalam Tabel 3.1 berikut:
Tabel 4. Identifikasi Jenis Penggunaan Lahan RTH
Jenis RTH
Jenis Penggunaan Lahan yang Teridentifikasi
Luas Area (Ha)
Persentase
(%)
RTH
Privat
Tegalan
11
0,34
15,5
%
Kanopi privat (perindang)
192,5
5,92
Halaman gedung/bangunan/ruko
39,6
1,22
Roof garden dan taman dalam hotel
6
0,18
Pekarangan rumah
151,9
4,67
Lahan lainnya
99,7
3,06
RTH
Publik
Taman Lingkungan
2,72
0,08
8,2%
Taman Kota
11,94
0,36
Lapangan Olahraga di Wilayah
24,52
0,76
Lapangan upacara
16,35
0,5
Makam
35,74
1,1
Jalur Hijau
76,74
2,37
Sempadan Rel
10,88
0,34
Sempadan sungai
37,39
1,15
Hutan Kota
17,39
0,54
Taman RW
22,17
0,69
Lahan Pertanian
7,8
0,24
Total
23,7
%
Nilai RTH Kota Yogyakarta adalah sebesar 23,7% dari total luas wilayah.
Persentase RTH publik adalah sebesar 8,2 %, sedangkan persentase RTH privat adalah
15,5%. Sesuai dengan Peraturan Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan
Peraturan Menteri Pekerjaan ogyakarta belum memenuhi standar minimum 30% dari
total luas wilayah. NaUmum Nomor 05 Tahun 2008 menyatakan nilai pencapaian RTH
keseluruhan Kota Ymun, untuk nilai RTH privat telah memenuhi standar 10%, tetapi
RTH Kota Yogyakarta belum memenuhi nilai minimum RTH publik.
2. Analytical Hierarchy Process (AHP)
a. Penyusunan struktur hirarki
Struktur hirarki metode AHP dalam penelitian untuk menentukan area
pengembangan RTH dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:
Matriks Keputusan
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1328
Gambar 3. Struktur Hirarki
Keterangan struktur hirarki dekomposisi pada Gambar 3.1 disusun
berdasarkan pada tingkat level. Tingkat pertama atau level satu menunjukan tujuan
pengambilan keputusan yaitu menentukan area pengembangan RTH Kota
Yogyakarta. Tingkat kedua atau level dua merupakan kriteria dengan subkriteria
yang menjadi penilaian pengambilan keputusan. Tingkat ketiga atau level tiga
merupakan alternatif solusi yang ditawarkan atau solusi yang diinginkan.
b. Penyusunan Matriks Perbandingan Berpasangan
Parameter perbandingan kriteria teknis, ekonomi dan lingkungan. Parameter
subkriteria dinyatakan sebagai berikut : Luas Area wilayah ; Luas Ketersediaan
Lahan ; Jumlah Penduduk ; Kondisi RTH ; Biaya Pembebasan Lahan ; Biaya
Anggaran ; Geografis Lokasi ; Aksesibilitas ; Fungsi Ruang; Keamanan kawasan.
Penelitian matriks adalah instansi dalam bidang ruang terbuka hijau yaitu : Dinas
Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas pertanahan
dan Tata Ruang, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY.
Hasil penilaian para pengambil keputusan kemudian dilakukan penyusunan
matriks perbandingan berpasangan. Karena dalam penggunaan metode AHP hanya
memerlukan satu nilai maka dilakukan penggabungan keseluruhan penilaian
menggunakan Geometric Mean. Pengisian matriks dilakukan pada matriks segitiga
atas menggunakan Geometric Mean hasil penilaian pengambil keputusan , nilai
pada diagonal matriks bernilai 1, sementara matriks segitiga bawah berupa nilai
resiprokal dari nilai matriks segitiga atas. Hasil penyusunan matriks perbandingan
berpasangan kriteria dan subkriteria dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 5. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria
Kriteria
Teknis
Ekonomi
Teknis
1,00
3,94
Ekonomi
0,25
1,00
Lingkungan
0,59
0,90
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1329
Tabel 6. Matriks Perbandingan Berpasangan Subkriteria 2A
Subkriteria
Luas wilayah
Ketersediaan
lahan
Jumlah
penduduk
Kondisi RTH
Luas wilayah
1,00
2,00
1,57
1,19
Ketersediaan
lahan
0,50
1,00
1,68
2,21
Jumlah
penduduk
0,64
0,59
1,00
1,73
Kondisi RTH
0,84
0,45
0,58
1,00
Tabel 7. Matriks Perbandingan Berpasangan Subkriteria 2B
Subkriteria
Biaya Pembebasan Lahan
Biaya anggaran
Biaya Pembebasan Lahan
1,00
4,82
Biaya anggaran
0,21
1,00
Tabel 8. Matriks Perbandingan Berpasangan Subkriteria 2C
Subkriteria
Geografis Lokasi
Aksesibilitas
Fungsi
ruang
Keamanan kawasan
Geografis
Lokasi
1,00
2,91
1,00
0,80
Aksesibilitas
0,34
1,00
1,78
1,00
Fungsi ruang
1,00
0,56
1,00
1,57
Keamanan
kawasan
1,26
1,00
0,64
1,00
c. Normalisasi Matriks
Setelah dilakukan penyusunan matriks perbandingan berpasangan, dilakukan
normalisasi pada matriks keputusan perbandingan berpasangan kriteria dan
subkriteria. Normalisasi matriks kriteria dan subkriteria menghasilkan nilai bobot
lokal pada kriteria dan subkriteria menggunakan Persamaan 2.2. Perhitungan bobot
penilaian matriks menggunakan Persamaan 2.3 Hasil normalisasi dan penilaian
bobot matriks kriteria dan subkriteria dapat dilihat dalam Tabel 9 berikut:
Tabel 9. Matriks Normalisasi Kriteria
Kriteria
Teknis
Ekonomi
Lingkungan
Bobot Prioritas (w)
Teknis
0,54
0,67
0,45
0,55
Ekonomi
0,14
0,17
0,29
0,20
Lingkungan
0,32
0,15
0,26
0,25
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1330
Tabel 10. Matriks Normalisasi Subkriteria Level 2A
Subkriteria
Luas
wilayah
Ketersediaan
lahan
Jumlah
penduduk
Kondisi RTH
Bobot
Prioritas
(w)
Luas wilayah
0,34
0,49
0,32
0,19
0,34
Ketersediaan
lahan
0,17
0,25
0,35
0,36
0,28
Jumlah
penduduk
0,21
0,15
0,21
0,28
0,21
Kondisi RTH
0,28
0,11
0,12
0,16
0,17
Tabel 11. Matriks Normalisasi Subkriteria Level 2B
Subkriteria
Biaya Pembebasan Lahan
Biaya anggaran
Bobot Prioritas
(w)
Biaya Pembebasan
Lahan
0,83
0,83
0,83
Biaya anggaran
0,17
0,17
0,17
Tabel 12. Matriks Normalisasi Subkriteria Level 2C
Subkriteria
Geografis
Lokasi
Aksesibilit
as
Fungsi
ruang
Keamanan
kawasan
Bobot
Prioritas
(w)
Geografis
Lokasi
0,28
0,53
0,23
0,18
0,30
Aksesibilita
s
0,10
0,18
0,40
0,23
0,23
Fungsi
ruang
0,28
0,10
0,23
0,36
0,24
Keamanan
kawasan
0,35
0,18
0,14
0,23
0,23
Berdasarkan penilaian matriks perbandingan berpasangan kriteria didapatkan
nilai bobot perbandingan.
Hasil normalisasi matriks perbandingan kriteria menyatakan bobot penilaian
teknis mendapatkan nilai bobot sebesar 0,55; kriteria lingkungan mendapatkan nilai
bobot sebesar 0,25; dan kriteria ekonomi dengan bobot sebesar 0,20. Hasil
normalisasi matriks perbandingan subkriteria level 2A menyatakan penilaian
perbandingan subkriteria luas wilayah sebesar 0,34; subkriteria kesediaan lahan
dengan bobot sebesar 0,28; subkriteria jumlah penduduk dengan bobot penilaian
sebesar 0,21; dan subkriteria kondisi RTH dengan bobot sebesar 0,17. Hasil
normalisasi matriks perbandingan subkriteria level 2B menyatakan penilaian
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1331
perbandingan subkriteria biaya pembebasan lahan mendapatkan nilai bobot sebesar
0,83, sedangkan subkriteria biaya anggaran instansi dengan bobot sebesar 0,17.
Serta hasil normalisasi matriks perbandingan matriks subkriteria level 2C
menyatakan bobot subkriteria geografis lokasi mendapatkan nilai bobot sebesar
0,30; subkriteria aksesibilitas dengan bobot sebesar 0,23; subkriteria fungsi ruang
dengan bobot sebesar 0,24; dan subkriteria keamanan dengan bobot sebatas 0,23.
d. Penilaian Uji Konsistensi Matriks
Penggunaan metode AHP dalam matriks perbandingan berpasangan harus
memenuhi syarat Consistency Ratio. Sebelum menghitung CR terlebih dahulu
dihitung nilai λMaks menggunakan Persamaan 2.4 . Kemudian, nilai konsistensi
indeks dihitung menggunakan Persamaan 2.5. Syarat konsistensi (CR≤ 0,1) artinya
nilai perbandingan berpasangan konsisten dan bobot penilaian parameter dapat
digunakan pada perhitungan selanjutnya. Jika tidak konsisten, maka perlu
diperbaiki kembali sebelum dilakukan analisis tahap selanjutnya. Nilai konsistensi
rasio dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.6. Hasil pengujian nilai
konsistensi matriks dapat dilihat pada Tabel 13. berikut:
Tabel 13. Pengujian Matriks
Pengujian Konsistensi
λMaks
CI
RI
CR
Matriks kriteria
3,09
0,05
0,58
0,081
Matriks subkriteria 2A
4,21
0,07
0,90
0,077
Matriks Subkriteria 2B
1,99
0,008
0,000
0,000
Matriks Subkriteria 2C
4,26
0,09
0,90
0,10
Pengujian Konsistensi dilakukan pada matriks keputusan kriteria dan
subkriteria. Hasil pengujian konsistensi menyatakan nilai konsistensi perbandingan
pada matriks kriteria dan subkriteria. Pada matriks kriteria mendapatkan nilai
(λMaks = 3,09) dan (CR =0,081). Nilai akhir menyatakan (CR 0,1) maka
konsistensi perbandingan kriteria dinyatakan diterima dan bobot prioritas dapat
digunakan dalam pengolahan data selanjutnya. Pada matriks subkriteria level 2A
mendapatkan nilai (λ Maks = 4,21) dan nilai (CR = 0,077). Hasil akhir menyatakan
nilai (CR 0,1) maka konsistensi penilaian pada subkriteria level 2A dinyatakan
konsisten dan diterima. Pada matriks subkriteria level 2B mendapatkan nilai
Maks = 1,99) dan nilai (CR = 0,000). Nilai akhir menyatakan (CR 0,1) maka
konsistensi penilaian pada subkriteria level 2B dinyatakan konsisten dan diterima.
Dan Pengujian konsistensi matriks subkriteria level 2C mendapatkan nilai (λMaks
= 4,26) dan nilai (CR = 0,10). Nilai akhir menyatakan (CR ≤ 0,1) maka konsistensi
penilaian pada subkriteria level 2C dinyatakan konsisten dan diterima.
e. Penilaian Bobot Prioritas Lokal dan Global
Penilaian bobot prioritas dilakukan pada kriteria dan subkriteria. Perhitungan
bobot secara global didapatkan dengan melakukan perkalian bobot kriteria
terhadap bobot subkriteria. Hasil perhitungan bobot global parameter dapat dilihat
pada Tabel 14. berikut:
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1332
Tabel 14. Bobot Prioritas Lokal dan Global
Kriteria
Bobot
Subkriteria
Bobot
Bobot Global
Teknis
0,55
Luas wilayah
0,34
0,187
Luas ketersediaan lahan
0,28
0,154
Jumlah penduduk
0,21
0,116
Kondisi RTH
0,17
0,094
Ekonomi
0,2
Biaya pembebasan lahan
0,87
0,174
Biaya anggaran
0,13
0,026
Lingkungan
0,25
Geografis lokasi
0,28
0,070
Aksesibilitas
0,25
0,063
Fungsi ruang
0,26
0,065
Keamanan kawasan
0,21
0,053
Bobot penilaian global menyatakan penilaian parameter akhir hasil perkalian bobot
kriteria dengan bobot subkriteria. Urutan penilaian global dari nilai tertinggi hingga nilai
terendah adalah subkriteria luas wilayah sebesar 0,187; Biaya Pembebasan Lahan sebesar 0,174;
Luas Ketersediaan Lahan sebesar 0,154 ; Jumlah Penduduk sebesar 0,116; Kondisi RTH sebesar
0,094; Geografis Lokasi sebesar 0,070; Fungsi Ruang sebesar 0,065 ; Aksesibilitas sebesar
0,063 ; Keamanan kawasan sebesar 0,053 dan Biaya Anggaran sebesar 0,026. Hasil penilaian
bobot global merupakan gambaran penilaian seluruh bobot setiap level hirarki. Nilai
pembobotan global subkriteria digunakan sebagai masukkan dalam analisis metode TOPSIS.
3. Analisis Metode TOPSIS
a. Penilaian Alternatif
Dengan menggunakan metode TOPSIS dilakukan penilaian alternatif berdasarkan
pertimbangan subkriteria yang ada dalam struktur hirarki. Parameter penilaian
subkriteria alternatif adalah luas wilayah, luas ketersediaan lahan, jumlah penduduk,
kondisi RTH, biaya pembebasan lahan, biaya anggaran, geografis lokasi, aksesibilitas,
fungsi ruang, keamanan kawasan. Alternatif lokasi adalah Kemantren Umbulharjo,
Kemantren Kotagede, Kemantren Gondokusuman, dan Kemantren Danurejan. Hasil
penilaian perbandingan alternatif oleh pengambil keputusan dinyatakan dalam tabel
keputusan alternatif dilihat pada Tabel 15 berikut:
Tabel 15. Keputusan Penilaian Alternatif
Subkriteria
Alternatif
Umbulharjo
Kotagede
Gondokusuman
Danurejan
Luas wilayah
18
16
12
8
Luas ketersediaan lahan
19
17
15
9
Jumlah penduduk
18
16
16
6
Kondisi rth
18
18
13
9
Biaya pembebasan lahan
19
16
14
8
Biaya anggaran
19
18
16
9
Geografis lokasi
18
16
11
7
Aksesibilitas
18
16
14
8
Fungsi ruang
18
10
12
6
Keamanan kawasan
20
17
16
9
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1333
b. Melakukan Normalisasi Keputusan Penilaian Alternatif
Hasil penilaian alternatif dilakukan normalisasi penilaian untuk mendapatkan
bobot penilaian setiap alternatif. Normalisasi dilakukan dengan membagi setiap
elemen kolom subkriteria dengan total nilai kolom subkriteria. Hasil normalisasi
elemen keputusan ternormalisasi terbobot dapat dilihat dalam Tabel 3.13 berikut:
Tabel 16. Matriks Keputusan Normalisasi
Subkriteria
Alternatif
Umbulharjo
Kotagede
Gondokusuman
Danurejan
Luas wilayah
0,33
0,30
0,22
0,15
Luas ketersediaan
lahan
0,32
0,28
0,25
0,15
Jumlah penduduk
0,32
0,29
0,29
0,11
Kondisi RTH
0,31
0,31
0,22
0,16
Biaya pembebasan
lahan
0,33
0,28
0,25
0,14
Biaya anggaran
0,31
0,29
0,26
0,15
Geografis lokasi
0,35
0,31
0,21
0,13
Aksesibilitas
0,32
0,29
0,25
0,14
Fungsi ruang
0,39
0,22
0,26
0,26
Keamanan kawasan
0,32
0,27
0,13
0,15
Pemilihan Area Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Metode AHP dan
TOPSIS di Kota Yogyakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 12, Desember 2022 1334
Bibliografi
Cho, D., & Shin, D. B. (2017). Development of general purpose model for park and green space
management system in South Korea. Spatial Information Research, 25(4), 593604.
https://doi.org/10.1007/s41324-017-0121-7
Defit, D. N. dan S. (2017). Multi Criteria Decision Making (MCDM) pada Sistem Pendukung
Keputusan. Deepublish.
Ekaputra, Y. D., & Sudarwani, M. M. (2013). Implikasi Program Pengembangan Kota Hijau
(P2KH) Terhadap Pemenuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan. 6.
Gunawan, A. (2019). Estetika Ekologis Teori dan Konsep untuk Desain Lanskap dan
Lingkungan. PT Penerbit IPB Press.
Hamrun, & Prianto, A. L. (2017). Kebijakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Makassar [Preprint]. INA-Rxiv. https://doi.org/10.31227/osf.io/87tdn
Hanifah, D., Prianto, C., & Riza, N. (2020). Buku laporan rancang bangun aplikasi
pengambilan keputusan dalam pemilihan karyawan pada kegiatan akademik perusahaan
dengan menggunakan perbandingan metode topsis dan metode promethee. Kreatif.
Pratama, M. A., Wirawan, B., Maria, D., Santoso, S. I., & Bidari, G. S. A. (2015). Menata Kota
Melalui Rencana Detail Tata Ruang (RDTR): Semua Bisa Paham, Semua Bisa Ikut Serta.
Penerbit Andi.
Pratiwi, R. (2022). Kemampuan Ruang Terbuka Hijau dalam Mereduksi C02. Penerbit NEM.
Saaty, T. L. (2003). Decision-making with the AHP: Why is the principal eigenvector
necessary. European Journal of Operational Research, 7.
Yue, Z. (2011). An extended TOPSIS for determining weights of decision makers with interval
numbers. Knowledge-Based Systems, 24(1), 146153.
https://doi.org/10.1016/j.knosys.2010.07.014
Yuniarti, R., Azlia, W., & Fitriana, U. (2018). Analisis Kelayakan Investasi Penambahan Truk
Pada Distributor Semen Dengan Metode AHP dan TOPSIS. Jurnal Ilmiah Teknik Industri,
17(1), 46. https://doi.org/10.23917/jiti.v17i1.4231