DAMPAK INSTABILITAS INFLASI, BANK INDONESIA RATE DAN KURS TERHADAP SUKU BUNGA PASAR UANG ANTAR BANK 2009-2019

 

Izza Aisha Rahmadiah1*, Desmintari2, Indri Arrafi Juliannisa3

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia

[email protected]1*, [email protected]2, [email protected]3

 

*Correspondence Izza Aisha Rahmadiah,

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diajukan

20-06-2022

Diterima

 

Diterbitkan

 

Liberalisasi Tingkat Suku Bunga PUAB ialah acuan yang digunakan perbankan dan diterapkan oleh bank sentral untuk transaksi di pasar uang Indonesia. Tingkat suku bunga PUAB itu sendiri dapat dipengaruhi beberapa variabel yang mencangkup nilai inflasi, BI Rate dan kurs. Tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk mengetahui adanya pengaruh dari inflasi, BI Rate dan kurs terhadap perubahan suku bunga PUAB. Data yang digunakan pada penelitian merupakan data pertriwulan dari tahun 2009-2019. Metode yang digunakan adalah metode OLS dengan model analisis linear berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa (1) terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap Suku Bunga PUAB (2) tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara BI Rate terhadap Suku Bunga PUAB (3) terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs terhadap Suku Bunga PUAB.

 

ABSTRACT

The Liberalization of the PUAB Interest Rate is a reference used by banks and applied by the central bank for transactions in the Indonesian money market. The interbank Rate itself can be influenced by several variables, including inflation, the BI Rate and the exchange Rate. The purpose of this study is to determine the effect of inflation, BI Rate and exchange rate on changes in interbank rates. The data used in this study is quarterly data from 2009-2019. The method used is the OLS method with multiple linear analysis models. The results of multiple regression analysis show that (1) there is a significant effect between inflation on the PUAB Interest Rate (2) there is no significant effect between the BI Rate on the PUAB Interest Rate (3) there is a significant effect between the exchange rate on the PUAB Interest Rate.

Kata kunci: Suku bunga PUAB, inflasi, BI Rate, kurs

 

 

 

Keywords: PUAB Interest Rate, Inflation, BI Rate, Exchange Rate.

 

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

Pendahuluan

Keadaan pada perekonomian dunia adalah faktor penting diantara faktor lainnya yang diamati oleh seluruh negara dalam menetapkan suatu arah kebijakan. Perekonomian global dalam kondisi tidak stabil tentu dapat memberikan efek yang positif maupun negatif terhadap perekonomian seluruh negara di dunia. Upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi dampak yang terjadi yang disebabkan oleh ketidakstabilan ekonomi adalah kebijakan moneter yang efektif dan efisien (Kharisma, 2014). Bank Indonesia tentunya melakukan berbagai kebijakan dalam mengendalikan perekonomian, salah satunya yaitu kebijakan yang dilakukan pada pasar uang, yang salah satu instrumennya adalah Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Pasar Uang Antar Bank merupakan pinjaman dalam tenor dibawah 1 tahun pada antar bank dalam memenuhi kewajiban proses kliring yang dikendalikan oleh suku bunga PUAB (Sinaga, 2017). Suku Bunga PUAB ialah bentuk dari sasaran operasional dari strategi moneter yang yang ditujukan guna memelihara kestabilan. Suku bunga PUAB responsif terhadap inflasi, suku bunga acuan dan nilai tukar. Pandangan Keynes mengenai inflasi disebabkan oleh jumlah permintaan yang terjadi berlebihan dan berangsur terus menerus, tingkat permintaan yang tinggi dapat dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan tingkat suku bunga pasar uang. Keynes juga berpendapat mengenai tingkat suku bunga yang merupakan kejadian nyata moneter, dimana pembentukan tingkat suku bunga tersebut terjadi pada pasar uang. Menurut Keynes pengaruh tingkat kurs yang berubah juga dapat langsung berpengaruh pada tingkat permintaan dan tingkat penawaran domestik, hal tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat suku bunga pasar uang (Perlambang, 2017).

Keberadaan pasar uang antar bank dalam mengelola kelebihan maupun kekurangan dana sangatlah penting bagi pengerahan dana untuk masyarakat serta untuk pemenuhan likuiditas perbankan (Izza, 2017). Tingkat suku bunga PUAB di Indonesia mengalami peningkatan berkepanjangan, peningkatan tersebut menyebabkan bank-bank memiliki kepercayaan yang rendah untuk bertransaksi pada pasar uang dan mengakibatkan transaksi di pasar uang sangat terbatas. Bank- bank kecil yang memerlukan likuiditas akan sukar mendapatkan dana dari pasar uang karena adanya segmentasi antar bank-bank. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya transaksi pasar uang di Indonesia karena akses bagi pelaku pasar yang masih sulit (Muljawan, Hafidz, Astuti, & Oktapiani, 2014). Adanya kesulitan tersebut menyebabkan dana yang tersalurkan ke masyarakat melalui perbankan juga terhambat yang menyebabkan laju transaksi dan perekonomian menjadi terhambat, sehingga diperlukannya penurunan tingkat suku bunga PUAB untuk mengembangkan pasar uang agar terciptanya pasar uang antar bank yang likuid serta efisien agar terciptanya stabilitas moneter, stabilitas dari sistem keuangan di Indonesia, serta dijadikan sumber pembiayaan bagi pembangunan perekonomian nasional (Ghofur, Syarifuddin, Toyyibi, & Kurnianingsih, 2021).

 

Grafik 1. Grafik Instabilitas Tingkat Suku Bunga PUAB

 

Berdasarkan grafik 1 diatas, menunjukan nilai pada tingkat suku bunga PUAB 2009 sampai dengan tahun 2019. Pada grafik diatas, data berupa data triwulan yang dihitung dengan sistem pencatatan selama tiga bulan berturut- turut. Dapat dilihat bahwa data dari tahun 2009 sampai 2019 mengalami fluktuasi setiap triwulannya. Pada gambar grafik tersebut, nilai suku bunga mencapai titik tertinggi pada 2019 triwulan pertama yaitu sebesar 2,39%. Data menunjukan titik terendah berada pada 2014 triwulan 4 dan 2015 triwulan pertama yaitu sebesar 0,11%. Perubahan tingkat suku bunga pada PUAB yang terus meningkat pada beberapa tahun terakhir tidak diikuti dengan volume transaksi pada PUAB yang hanya mengalami pertumbuhan yang landai. Rendahnya volume transaksi PUAB di Indonesia juga digambarkan dari kemudahan sarana prasarana bagi para pelaku pasar uang yang masih dinilai rendah, sehingga masih diperlukan peningkatan ketersediaan infrastruktur pasar keuangan serta penurunan kembali tingkat suku bunga PUAB (Suratini, 2019).

Peningkatan kemudahan dalam mengakses pasar uang terus dilakukan dengan berbagai cara melalui peningkatan infrastruktur pasar keuangan yang telah direalisasikan sejak tahun 2008 (Christmawan & Utami, 2022). Upaya dalam memperbaiki infrastruktur tersebut dimulai dari G20 OTC derivative market reforms yang disepakati oleh negara-negara anggota G20, dimana upaya ini dilakukan sebagai peningkatan stabilitas sistem keuangan yang akan direalisasikan dengan lima key deliverable yang didalamnya terdapat trading venue dan BI-ETP, CCP, BI-SSSS, BI-RTGS dan TR. Pada realisasinya berbagai kebijakan peningkatan infrastruktur pasar keuangan ini masih belum efisien karena peningkatan pada volume transaksi pada pasar uang masih belum bisa ditingkatkan secara signifikan (Adenan, Safitri, & Yuliati, 2021). Selain itu kebijakan penuruan tingkat suku bunga PUAB juga sudah dilakukan pada 2018 triwulan 4 hingga 2019 triwulan 4, namun realisasinya penurunan tingkat suku bunga puab tersebut belum efektif dalam meningkatkan tingkat volume transaksi PUAB.

 

Grafik 2. Grafik Volume Transaksi PUAB

 

Inflasi dapat mempengaruhi tingkat suku bunga PUAB, jika pergerakan inflasi rendah maka tingkat suku bunga PUAB meningkat (Sunardi & Ula, 2017). Inflasi yang rendah maka tingkat suku bunga PUAB harus diturunkan agar tingkat volume transaksi PUAB kembali meningkat dan laju perekonomian tidak lesu, sebaliknya jika inflasi tinggi maka tingkat suku bunga PUAB harus ditingkatkan agar tingkat volume transaksi PUAB  menurun dan laju inflasi jadi terkendali (Nurmaida, 2018). Pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia seharusnya berbanding lurus instabilitas tingkat suku bunga PUAB, jika tingkat BI Rate yang merupakan suku bunga acuan terjadi peningkatan, maka seharusnya suku bunga PUAB harus diturunkan untuk menjaga volume transaksi pada pasar uang agar laju perekonomian tetap stabil. Kurs atau nilai tukar yang tinggi maka suku bunga PUAB mengalami peningkatan, seharusnya tingkat suku bunga PUAB diturunkan untuk menjaga volume transaksi pada pasar uang agar laju perekonomian tetap stabil (Senen, Kumaat, & Mandeij, 2020).

 

Grafik 3. Grafik data PUAB, Inflasi, BI Rate, Kurs 2009 - 2019

 

Berdasarkan gambar 3 diatas, menunjukan data suku bunga PUAB, inflasi, BI Rate, serta nilai kurs. Seluruh variabel dalam gambar tersebut mengalami fluktuasi yang terbilang signifikan sejak tahun 2009 triwulan pertama hingga tahun 2019 triwulan keempat. Tingkat inflasi pada grafik relatif menurun, tingkat Inflasi terendah pada tahun 2009 triwulan 4 yang disebabkan adanya kondisi krisis ekonomi dunia sehingga berdampak pada perekonomian Indonesia, hal ini juga berdampak pada penurunan tingkat suku bunga PUAB sebesar 0,01%. Tingkat inflasi pada tahun 2013 triwulan 3 merupakan tingkat inflasi tertinggi yang disebabkan oleh adanya kenaikan BBM sehingga harga komoditas bahan makanan secara nasional mengalami peningkatan. Peningkatan inflasi ini diikuti dengan penigkatan suku bunga PUAB dari triwulan sebelumnya menjadi 0,23%. Kemudian pada BI Rate, data tertinggi berada pada tahun 2014 triwulan pertama yaitu sebesar 12,00% untuk menstabilkan likuiditas perbankan serta peningkatan pertumbuhan kredit, yang dimana peningkatan tersebut merupakan dampak dari meningkatnya harga bahan bakar minyak, selain itu suku bunga ditingkatkan karena memicu pertumbuhan kredit agar meningkat, peningkatan BI Rate tersebut berdampak pada kenaikan suku bunga PUAB menjadi 0,18% dan nilai terendah pada tahun 2017 triwulan 4 sampai dengan 2018 triwulan 2. Penyebab dari nilai terendah pada BI Rate disebabkan oleh tingginya nilai inflasi serta adanya penurunan ini diharapkan dapat mempengaruhi peningkatan penyaluran kredit perbankan serta mendorong perekonomian (Alim, 2014). Pada variabel terakhir yaitu kurs, memiliki nilai tertinggi pada tahun 2018 triwulan ke 3 dengan nilai terendah pada tahun 2011 triwulan ke 2. Nilai kurs tertinggi pada tahun 2018 yaitu disebabkan adanya krisis ekonomi dunia termasuk Indonesia. Hal ini terjadi akibat dari adanya perang dagang dua negara adidaya saat ini yaitu Amerika Serikat dan China. Tingginya kurs pada tahun 2018 berakibat pada peningkatan suku bunga PUAB, namun pada awal 2019 ketika kurs mulai menurun suku bunga PUAB masih terus melanjutkan peningkatannya (Herlianto & Hafizh, 2020).

 

Tujuan Penelitian

Suku bunga PUAB merupakah salah satu sasaran operasional kebijakan moneter yang disahkan oleh BI dalam menstabilkan perekonomian serta menjaga likuiditas perbankan. Perubahan tingkat suku bunga PUAB diduga dipengaruhi oleh berbagai variabel moneter yaitu tingkat inflasi , tingkat suku bunga BI Rate dan nilai tukar, oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dampak dari instabilitas berbagai faktor moneter tersebut terhadap penentuan kebijakan tingkat suku bunga PUAB. Mengacu pada rumusan masalah yang dijelaskan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dampak tingkat inflasi pada tingkat suku bunga PUAB. Kemudian mengetahui bagaimana dampak nilai tingkat suku bunga BI Rate pada tingkat suku bunga PUAB. Serta mengetahui bagaimana dampak nilai kurs pada tingkat suku bunga PUAB.

 

Metode Penelitian

Variabel Dependen (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh faktor bebas. Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini antaralain suku bunga PUAB dimana suku bunga yang diperoleh dalam bentuk satuan persentase (%) (Rahmawati & Riyanto, 2017). Variabel suku bunga PUAB yang dipakai pada penelitian ini adalah data dalam triwulan mulai tahun 2009Q1 hingga 2019Q4 dengan media publikasi website resmi BPS.

Variabel Independen (X) pada penelitian merupakan variabel bebas atau faktor dari terjadinya perubahan pada variabel terikat. Variabel independen (X) pada penelitian kali ini berupa instabilitas inflasi, BI Rate dan Kurs (Aniq, 2015). Variabel-variabel tersebut merupakan variabel dengan data triwulan dari tahun 2009 sampai dengan 2019.

 

Tabel 1. Pengukuran Variabel

Variabel

Indikator

Rumus Perhitungan

Skala Pengukuran

Tingkat Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (Y)

Perubahan suku bunga acuan Pasar Uang Antar Bank dalam triwulan.

Nilai Natural tingkat suku bunga PUAB

Rasio

Inflasi (X1)

Perubahan indeks harga konsumen di Indonesia dalam triwulan

Rasio

 

 

 

 BI Rate (X2)

Perubahan suku bunga acuan Bank Indonesia dalam triwulan.

Nilai Natural tingkat suku bunga BI Rate

Rasio

 

Kurs (X3)

Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Nilai Kurs = 1 Rupiah x Exchange Rate (Dollar)

Nominal

 

 

Pada data pada penelitian ini dipenuhi secara tidak langsung atau sekunder dan dipublikasikan secara resmi oleh pihak lain yang dapat diakses bebas. Data bersumber dari situs resmi BPS, BI serta Id.Investing. Seluruh data yang terdapat pada penelitian merukapan quantitative data. Jenis data pada penelitian ini yaitu data time series (runtutan waktu) dari tahun 2009 - 2019.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Teknik analisis Regresi Linear Berganda dengan model Ordinary Least Square (OLS) (Mardiatmoko, 2020). Periode pengujian sampel yang diteliti kemudian dilakukan selama periode pengamatan terus menerus (time series) selama sebelas tahun yaitu dari tahun 2009Q1 – 2019Q4 yang digunakan untuk menjelaskan serta menggambarkan secara umum Dampak Instabilitas Inflasi, BI Rate, dan Kurs terhadap Tingkat Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Periode 2009-2019.

Model regresi linier berganda untuk metode Ordinary Least Square atau OLS dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐘 = 𝛂 + 𝛃𝟏 𝑿𝟏 + 𝛃𝟐𝑿𝟐 + 𝛃𝟑 𝑿𝟑 + 𝐞𝐭

Keterangan:

Y                        = Tingkat Suku Bunga PUAB

Α                        = Konstanta

β1, β2, β3           = Koefisien

X1                      = Inflasi

X2                      = BI Rate

X3                      = Kurs

                       = Error term

 

Hasil dan Pembahasan

Uji asumsi klasik dibutuhkan untuk melihat hasil regresi benar terbebas dari suatu permasalahan. Berikut adalah hasil uji asumsi klasik yang telah dilakukan pada penelitian ini:

 

Tabel 2. Uji Normalitas

 

 

 

 

Jarque-Bera

0.663742

 

 

 

 

Probability

0.717580

 

 

 

 

 

Jika probabilitas JarqueBera lebih besar dari 0,05, Error Term memiliki distribusi normal, dan sebaliknya. Pada Tabel 2 nilai prob. pencacahan Jarque-Bera adalah 0,717580 > 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulannya yaitu residual berdistribusi normal yang berarti asumsi normalitas klasik terpenuhi.

 

Tabel 3. Uji Heteroskedastisitas

 

 

 

 

Prob. F(3,40)

0.1717

 

 

 

 

Prob. Chi-Square(3)

0.1637

 

 

 

 

 

Dari hasil uji Breusch-Pagan-Godfrey dapat disimpulkan bahwa nilai Chi-Square sebesar 0,1637 > alpha 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada data tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.

 

Tabel 4. Uji Multikolinearitas

 

 

 

 

 

Centered

Variable

VIF

 

 

 

 

C

 NA

INFLASI

 1.143517

BIRATE

1.082298

LNKURS

1.064030

 

 

 

 

 

Berdasarkan dari hasil uji mengenai multikolinieritas yang ada pada tabel 4, dapat dilihat bahwa nilai dari Centered Variance Inflation Factor antar variabel berada di bawah 10, dimana nilai paling besar adalah 1.143517 pada variabel inflasi dan terendah sebesar 1.064030 pada variabel kurs. Pernyataan ini menunjukkan bahwa model yang ada pada model regresi diatas tidak memiliki masalah multikolinieritas.

 

Tabel 5. Uji Autokorelasi

 

 

 

 

 

 

    Prob. F(2,24)

0.0817

Prob. Chi-Square(2)

0.0658

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil uji autokorelasi didapatkan nilai pada Prob F hitung sebesar 0,0817, dan nilai F hitung lebih tinggi dari taraf alpha 0,05, sehingga tidak memiliki masalah pada autokorelasi.

 

Tabel 6. Uji Linearitas

 

 

 

 

 

 

    Prob. F-statistic

0.2216

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil uji linearitas, dapat ditarik kesimpulannya, yaitu tidak ada  masalah linieritas yang terjadi karena nilai Prob. F hitung sebesar 0.2216 lebih besar dari tingkat alpha 5%, maka model regresi memenuhi asumsi linieritas.

Model Ordinary Least Square (OLS) ditujukan untuk dapat mencari tahu pengaruh antar faktor independen terhadap faktor dependen. Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) variable Inflasi, BI Rate dan Kurs terhadap Suku Bunga PUAB di Indonesia sebagai berikut:

 

Tabel 7. Model Regresi Linear Berganda dan Uji T

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C

-17.85876

4.092251

-4.364044

0.0001

INFLASI

-0.172450

0.047414

-3.637138

0.0008

BIRATE

3.68E-05

0.000446

0.082536

0.9346

LNKURS

2.062642

0.431147

4.784079

0.0000

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil pengelolaan data time series di atas, diperoleh sebuah persamaan regresi untuk variabel pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

Suku Bunga PUAB = -17.85876 – 0.172450 Inflasi + 3.68E-05 BIRate + 2.062642 LNKurs + e_t

Berdasarkan persamaan yang telah dibuat diatas, berikut hal-hal yang bisa dijelaskan:

1.    Hasil dari regresi linear dengan nilai berganda dapat menghasilkan nilai konstanta pada angka -17.85876 yang menggambarkan bahwa jika variabel inflasi, BI Rate dan kurs dianggap tidak terjadi hal-hal yang mengalami perubahan atau bernilai konstan, maka nilai dari variabel suku bunga PUAB memiliki nilai sebesar -17.85876.

2.    Koefisien regresi faktor X1 atau Inflasi dengan nilai -0.172450 dapat diartikan bahwa setiap peningkatan pada variabel inflasi senilai 1 satuan, maka akan menurunkan suku bunga PUAB (Y) sebesar -0.172450 satuan, dengan asumsi faktor  lainnya dari independent nilainya adalah tetap. Hal tersebut menggambarkan adanya  hubungan yang negative antara tingkat inflasi dengan suku bunga pasar uang antar bank.

3.    Koefisien regresi variabel X2 atau BI Rate sebesar 0.00000368 artinya setiap peningkatan variabel kurs senilai 1 satuan, maka akan meningkatkan suku bunga PUAB (Y) sebesar 0.00000368 satuan, dengan asumsi variabel independent yang lain nilainya tetap. Hal tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan positif diantara faktor kurs dengan suku bunga PUAB.

4.    Koefisien regresi variabel X3 atau kurs sebesar 2.062642 dapat diartikab hawa pada  setiap faktor yang mengalami peningkatan kurs senilai 1 satuan, hal tersebut dapat menaikkan suku bunga PUAB (Y) sebesar 2.062642 satuan, dengan dugaan faktor independent yang lain nilainya tetap. Hal itu menggambarkan adanya  hubungan positif yang terjadi antara variabel kurs dengan suku bunga PUAB.

Uji signifikasi atau uji t dijalani dengan tujuan agar dapat mengetahui seberapa besar pengaruh dimasing-masing faktor bebas yang individual dalam menjelaskan faktor terikat. Keputusan dalam pengujian uji t dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Apabila thitung > ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, jika thitung < ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Nilai ttabel dicari dengan menggunakan rumus =tinv(α;n-k) = tinv(0.05;44-4) = 2.02.

a.    Pengujian Terhadap Variabel Inflasi

Berdasarkan dari regresi diatas, inflasi memiliki thitung senilai (- 3.637138) > ttabel (2.02). Nilai probabilitas faktor inflasi dengan nilai 0.0008 yang terhitung lebih rendah dari α = 5% (0.0008 < 0.05), sehingga secara statistik variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap variabel suku bunga PUAB, maka dengan ini kesimpulannya yaitu  (H0) ditolak yang artinya faktor dari inflasi memiliki pengaruh terhadap suku bunga PUAB, oleh sebab itu Hipotesis satu (H1) dinyatakan di terima.

b.    Pengujian Terhadap Variabel BI Rate

Berdasarkan hasil regresi di atas, BI Rate memiliki thitung (0.082536) < ttabel (2.02). Nilai probabilitas variabel BI Rate sebesar 0.9346 dinilai lebih besar dari α = 5% (0.9346 < 0.05), sehingga secara statistik faktor BI Rate tidak memberikan pengaruh yang  signifikan pada faktor suku bunga PUAB, maka dengan ini kesimpulannya ialah  (H0) diterima yang artinya variabel BI Rate tidak memiliki pengaruh terhadap suku bunga PUAB, oleh sebab itu Hipotesis dua (H2) ditolak.

c.    Pengujian Terhadap Variabel Kurs

Berdasarkan hasil regresi di atas, kurs memiliki thitung (4.784079) > ttabel (2.02). Nilai probabilitas variabel kurs sebesar 0.0000 lebih kecil dari α = 5% (0.0000 < 0.05), oleh sebab itu secara statistik faktor kurs (LNKURS) berpengaruh signifikan terhadap variabel suku bunga PUAB, maka dengan ini dapat di simpulkan bahwa (H0) ditolak memiliki arti faktor kurs memiliki pengaruh terhadap suku bunga PUAB, oleh sebab itu Hipotesis satu (H3) diterima.

 

Tabel 8. Uji F

 

 

 

 

 

 

F-Statistic

16.07551

Prob(F-statistic)

0.000001

 

 

 

 

 

 

 

Hasil regresi pada tabel yang ada menunjukan bahwa diperoleh Fhitung pada variabel inflasi, BI Rate dan kurs terhadap suku bunga PUAB sebesar 16.07551 dengan Ftabel sebesar 4.07. Dengan kesimpulan Fhitung > Ftabel (16.07551 > 4.07), serta probabilitas pada F-stat menunjukan nilai sebesar 0.000001. Sehingga secara statistik, faktor inflasi, BI Rate serta kurs yang bersama-sama dapat memberikan pengaruh yang bernilai positif atau signifikan pada faktor dependen dalam penelitian yang dilakukan ialah suku bunga PUAB.

 

Tabel 9. Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R-Squared

 

 

 

 

 

 

R-Squared

0.546622

Adjusted R-Squared

0.512618

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil regresi diatas, diperoleh nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.512618, hasil itu berartikan bahwa semakin besar pengaruh faktor independen tingkat inflasi, BI Rate dan nilai tukar, semakin besar kemungkinan keduanya menjadi faktor yang mempengaruhi PUAB secara bersamaan, dengan 51,27% tanggapan dan sisanya 48,73% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian yang dilakukan.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menganalisis dampak instabilitas inflasi, BI Rate, dan nilai tukar terhadap suku bunga PUAB tahun 2009-2019. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa  inflasi dan nilai tukar mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank, tetapi BI Rate tidak. Pasalnya, Bank Indonesia menggunakan produk BI-7 day reverse reporate atau BI7DRR yang merupakan perangkat kebijakan baru yang diharapkan dapat memperkuat kerangka kebijakan moneter. Penonaktifan alat ini telah berlangsung sejak 2016, menggantikan suku bunga BI dan memungkinkan alat tersebut memiliki dampak yang lebih besar di pasar uang, bank, dan sektor riil. Dampak diberlakukannya BI7DRR sebagai policy rate baru, yaitu sebagai kriteria utama dalam perdagangan di pasar keuangan, dan terbentuknya pasar keuangan yang berfokus pada suku bunga Perdagangan di pasar uang. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa suku bunga BI tidak  mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank, karena alat akan diganti dengan BI7 Dayrate Reverse Reporate untuk memperkuat sistem pengelolaan mata uang di pasar keuangan. (Susilowati & Wahyuningdyah, 2018).

 

 

 

 

 

Bibliografi

 

Adenan, Moh, Safitri, Ghaluh Hermawati, & Yuliati, Lilis. (2021). Market Share Bank Syariah Terhadap Institusi Keuangan Syariah di Indonesia. E-Journal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 8(1), 75–83. DOI: https://doi.org/10.19184/ejeba.v8i1.21144

Alim, Syahirul. (2014). Analisis pengaruh inflasi dan BI rate terhadap Return on Assets (ROA) bank syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi Modernisasi, 10(3), 201–220. DOI: https://doi.org/10.21067/jem.v10i3.785

Aniq, Miftahul. (2015). Pengaruh Kurs, Inflasi, Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar dan Harga Minyak Mentah Terhadap Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islami Negeri Walisongo.

Christmawan, Poly Endrayanto Eko Christmawan, & Utami, Lila Retnani. (2022). Strategi Kemudahan Berusaha dalam Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Bidang Ekspor dan Investasi: Bidang Ekspor dan Investasi. Manajemen Dewantara, 6(1), 118–131. DOI: https://doi.org/10.26460/md.v6i1.12101

Ghofur, Abdul, Syarifuddin, Muhammad Alvis, Toyyibi, Abdul Majid, & Kurnianingsih, Retno. (2021). Strategi Lembaga Keuangan Syariah Menghadapi Pembiayaan Bermasalah Di Masa Pandemi Covid-19. Ulumuddin: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 11(2), 129–142. DOI: https://doi.org/10.47200/ulumuddin.v11i2.795

Herlianto, Didit, & Hafizh, Luthfi. (2020). Pengaruh Indeks Dow Jones, Nikkei 225, Shanghai Stock Exchange, Dan Straits Times Index Singapore Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI). INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis Dan Manajemen Indonesia, 3(2), 211–229. DOI:

          https://doi.org/10.31842/jurnalinobis.v3i2.133

Izza, Aqidatul. (2017). Peran Historis Perbankan Dalam Perekonomian Indonesia. Dinar: Jurnal Prodi Ekonomi Syariah, 1(1), 20–43.

Kharisma, Bayu. (2014). Good governance sebagai suatu konsep dan mengapa penting dalam sektor publik dan swasta: Suatu pendekatan ekonomi kelembagaan. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 19(1), 1–34.

Mardiatmoko, Gun. (2020). Pentingnya uji asumsi klasik pada analisis regresi linier berganda (studi kasus penyusunan persamaan allometrik kenari muda [canarium indicum l.]). BAREKENG: Jurnal Ilmu Matematika Dan Terapan, 14(3), 333–342. DOI: https://doi.org/10.30598/barekengvol14iss3pp333-342

Muljawan, Dadang, Hafidz, Januar, Astuti, Rieska Indah, & Oktapiani, Rini. (2014). Faktor-faktor penentu efisiensi perbankan Indonesia serta dampaknya terhadap perhitungan suku bunga kredit. Working Papar of Bank Indonesia, 2.

Nurmaida, Desi. (2018). Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Transaksi Pasar Uang antar Bank Syariah (PUAS) dan Investasi Syariah terhadap Imbal Hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). J-EBIS (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 164–186. https://doi.org/10.32505/v3i2.1243

Perlambang, Heru. (2017). Analisis pengaruh jumlah uang beredar, suku bunga sbi, nilai tukar terhadap tingkat inflasi. Media Ekonomi, 18(2), 49–68.

Rahmawati, D. A.Dwi, & Riyanto, Wahyu Hidayat. (2017). Analisis Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia Periode 2006.1-2015.12 (Pendekatan Error Correction Model). Jurnal Ilmu Ekonomi JIE, 1(1), 60–74.

Senen, Afifah S., Kumaat, Robby Joan, & Mandeij, Dennij. (2020). Analisis pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga acuan bank Indonesia dan cadangan devisa terhadap inflasi di Indonesia periode 2008: Q1–2018: Q4. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(1).

Sinaga, Asmawarna. (2017). Analisis pengaruh tingkat suku bunga (BI rate), bagi hasil, inflasi dan harga emas terhadap jumlah deposito mudharabah perbankan syariah periode 2010-2015. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.

Sunardi, Nardi, & Ula, Laila Nurmillah Rabiul. (2017). Pengaruh BI Rate, Inflasi Dan Kurs Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Jurnal Sekuritas: Saham, Ekonomi, Keuangan Dan Investasi, 1(2), 27–41. https://doi.org/10.32493/skt.v1i2.745 DOI: http://dx.doi.org/10.32493/skt.v1i2.745

Suratini, Suratini. (2019). Tinjauan Teoritis Pinjaman Mikro Di Indonesia. Penerbit CV IRDH Anggota IKAPI No. 159-JTE-2017.