Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
p–ISSN: 2723-6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No. 6 Juni 2022
KOMUNIKASI DAKWAH DALAM SASTRA
Mochamad Aris Yusuf
UIN Sunan Kalijaga
Abstract
Essays are inspirational works that are communicated by their authors, as in the book Tak Ada Ikan Asin di Lautan, which tells the story of the wisdom of life taken from the basis of the Koran. The purpose of this study is to explain the purpose of da'wah communication in the essay book Tak Ada Ikan Asin di Lautan by Edi Ah Iyubenu. This research method uses a qualitative descriptive method, obtained with a content analysis approach, through data collection techniques such as library research. The findings in this study are three identical techniques with da'wah, namely: 1) informative communication, informing the reader of the concept of piety in the author's idea of Edi Ah Iyubenu 2) persuasive communication, changing the reader's belief with a motivational approach 3) instructive communication, ordering the reader if something is bad found to be better left. So it can be concluded that the achievement of da'wah communication carried out by Edi Ah Iyubenu, gained knowledge that could be realized by the reader.
Keywords: Essays, Da'wah Communication, Works.
Abstrak
Esai merupakan karya inspiratif yang dikomunikasikan oleh pengarangnya, seperti dalam buku Tak Ada Ikan Asin di Lautan telah mengisahkan hikmah kehidupan yang diamabil melalui landasan al-Quran. Tujuan dalam penelitian ini menjelaskan maksud bagaimana komunikasi dakwah dalam buku esai Tak Ada Ikan Asin di Lautan karya Edi Ah Iyubenu. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, diperoleh dengan pendekatan analisis isi, melalui teknik pengumpulan data jenis studi pustaka. Hasil temuan dalam penelitian ini terdapat tiga teknik identik dengan dakwah, yakni: 1) komunikasi informatif, menginformasikan pembaca konsep takwa dalam gagasan penulis Edi Ah Iyubenu. 2) komunikasi persuasif, mengubah kepercayaan pembaca dengan pendekatan motivasi. 3) komunikasi instruktif, memerintah pembaca apabila sesuatu buruk dijumpai lebih baik ditinggalkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa capian komunikasi dakwah yang dilakukan oleh Edi Ah Iyubenu, memperoleh pengetahuan yang dapat direalisasikan oleh pembaca.
Kata Kunci: Esai, Komunikasi Dakwah, Karya.
Pendahuluan
Keindahan dalam karya sastra sering diabaikan oleh masyarakat, terutama berkaitan dengan penyampaiannya yang begitu sulit untuk dipahami oleh pembaca, sehingga pembaca lebih memilih buku yang bersifat non sastra. Hal ini masyarakat berpegang teguh bahwa setiap yang mereka baca harus menghasilkan pengetahuan, seperti buku non sastra setelah pembacanya langsung memperoleh pengetahuan ketimbang sastra (Sufanti, 2015).
Padahal karya sastra ini adalah ide pokok ataupun imajinasi utama yang ingin disampaikan oleh pengarangnya. Sehingga mengandung makna realitas sosial yang mengukuhkan keberadaan manusia. Hal ini sangat jelas, terbilang sastra tidak mampu terpisah oleh bagian persoalan agama, lembaga sosial, politik keluarga, serta pembelajaran sosial budaya (Achmad, 2016).
Selain terbukti sastra sebagai lembaga sosial, bahasa juga menjadi sorotan bagi pembaca, karena bahasa itu adalah peran utama menjadi media komunikasi. Disebut sebagai ciptaan sosial yang akan meliputi pengaruh aspek baik dan buruk (Achmad, 2016). Sesuai dengan ungkapan Miller, bahwa komunikasi merupakan kedudukan sebagai suatu sumber dari komunikator kepada komunikan untuk mempengaruhi perilaku komunikan dengan pesan yang telah disampaikan (Mulyana, 2015).
Fakta saat ini menampakkan bahwa karya sastra telah difungsikan oleh tokoh agama dalam perkembangan agama Islam. Digunakan sebagai dakwah ataupun menyimpan ilmu yang didokumentasi berbentuk buku. Bersumber pada isi al-Qur’an dan hadist kemudian ditransformasikan sebagai ajaran agama Islam, maka dapat diterima oleh masyarakat luas dengan dasar tanpa menciderai individual (Sunhaji, 2015).
Esai Tak Ada Ikan asin di Lautan merupakan inspiratif pengambaran spiritual-religius yang diciptakan oleh Edi Ah Iyubenu dengan menceritkan hikmah kehidupan sehari-hari disertai landasan al-Qur’an (Edi A. H. Iyubenu, 2019). Jika dilihat dari judulnya pasti pembaca sudah beranggapan bahwa esai ini menceritakan laut yang tidak ada ikanya, akan tetapi bukan mendeskripsikan hal tersebut. Terkadang judul memberikan rasa penasaran yang kuat, merupakan trik seorang penulis untuk dimanati oleh pembaca.
Esai tersebut sebenarnya tidak mendapatkan kategori best seller, akan tetapi beberapa pembaca mengalami perubahan signifikan setelah membaca buku tersebut. Dalam versi website www.goodsreads.com peneliti menemukan buku ini mendapat nilai 4.38. Artinya buku esai Tak Ada Ikan asin di lautan karya Edi Ah Iyubenu mendapatkan respon baik. Adapun salah satu pembaca memiliki akun bernama Yanti memberi komentar, bahwa sindiran halus dalam buku ini cukup membuat terdiam, termenung, dan intropeksi diri. Penggunaan gaya bahasa santai, membuat saya rileks dan tenggelam dalam keindahan kumpulan kalimatnmya.(“goodreads,” n.d.)
Buku esai ini bukan buku khusus yang membahas tentang dakwah keislaman, akan tetapi kumpulan esai dengan masing-masing sub judul didalam isi buku tersebut subtasnsinya sangat syarat dengan dakwah Islam. Penulis Edi Ah Iyubenu pun tidak secara eksplisit mendeglarasikan bahwa dia sedang berdakwah. Untuk itu menarik kiranya tulisan ini secara khusus menjawab bagaimana komunikasi dakwah yang dibangun oleh Edi Ah Iyubenu yang tersaji melalui kalimat-kalimatnya dalam karya sastra tersebut.
Sejauh ini studi tentang komunikasi dakwah cenderung mengkaji tentang metode yang digunakan, misalnya penelitian dari Rini Fitria dan Rafinita Aditia dengan judul Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah menjelaskan bahwa metode komunikasi dakwah mampu memberikan kesempatan kepada mad’u untuk memilih pesan dakwah sesuai seleranya masing-masing (Fitria & Aditia, 2019). Penelitian lain ditulis oleh Dudung Abdul Rohman dengan judul Komunikasi Dakwah Melalui Media Sosial menjelaskan bahwa kegiatan dakwah yang dilakukan melalui media sosial menyangkut pola interaksi sosial, pola persuasif dan faktor yang memiliki kemampuan daya tarik dari media sosial (Rohman, 2020).
Berbeda artikel ini, mengkaji tentang komunikasi dakwah yang dibangun oleh Edi Ah Iyubenu dengan melalui isi dalam buku esai bertajuk Tak Ada Ikan Asin di Lautan, bahwa dalam komunikasi dakwah yang dilakukan oleh Edi Ah Iyubenu memiliki pesan menyentuh jiwa yang dapat praktekkan oleh mad’u setelah membaca buku tersebut.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan mencari datanya melalui pemaparan berupa kalimat-kalimat dalam buku esai. Pendeketan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis isi, mengumpulkan hasil bacaan untuk membuat inferensi yang dapat ditiru dan valid informasinya dengan memperhatikan konteksnya sesuai dalam objek yakni buku esai tak ada ikan asin di lautan. Sementara dari teknik pengumpulan data peneliti mengunakan studi pustaka/library research yakni penelitian dengan menelusuri dokumen penting seperti jurnal relevan, website, refrensi buku-buku yang dianggap berkaitan dengan fokus penelitian, (Sujarweni, 2014) yakni buku Esai Tak Ada Ikan Asin di Lautan karya Edi Ah Iyubenu.
Penelitian kualitatif dipengaruhi oleh paradigma naturalistic-iterpretatif. Dimana peneliti berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya sehingga penelitian ini sangat memperhatikan proses, peristiwa, dan otensitas. Menggunakan metode analisis isi harus mengamati fenomena komunikasi, dengan merumuskan dengan tepat apa yang diteliti dan semua tindakan harus didasarkan pada tujuan tersebut. (Sunhaji, 2015).
Hasil dan Pembahasan
Dakwah bil Qalam merupakan dakwah kreasi dakwah berbentuk tulisan ataupun teks, kemudian diwujudkan dalam bentuk majalah, bisa juga pesan berita, karya sastra, buku formal dan lain sebagainya. Dakwah semacam ini bisa dimanfaatkan dengan waktu lama dan jangkaunnyapun sangat luas, selain itu masyarakat ataupun kelompok dapat mempelajari dan memahaminya dengan diperoleh sendiri. Seperti dalam kajian ini Edi Ah Iyubenu termasuk dalam pelaku dakwah dengan metode bil Qalam, karena menggunakan media berbentuk karya sastra.
Adapun dua faktor dari dakwah bil Qalam ini yakni, hanya dengan tulisan saja dan media cetak. Dakwah bil Qalam dengan tulisan ini, prosesnya dilakukan dengan ulama, kyai, dan pengarang kitab ataupun buku islami yang disajikan pada karya tulisnya. Sedangkan kategori media cetak itu diajikan langsung dengan bentuk fisik, seperti yang dapat kita temui yakni kitab, buku, dan lain sebagainya. Prakteknya banyak dilakukan dikalangan santri maupun akademis.
Mengingat wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk “Bacalah”, hingga diadakannya sesuatu perintah untuk menulis sesuatu tentang Islam dan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an supaya dapat di baca para khalayak yang luas Dari definisi berikut dapat digarisbawahi, bahwa dakwah bil-Qalam merupakan dakwah yang dilakukan dengan tulisan, pelaku dakwah harus memiliki kemampuan dalam bidang menulis dari cara menjelaskan perangkaian kata yang dapat diterima oleh mad’u. Sehingga isi dakwah tersebut tersampaikan oleh pembaca.
Komunikasi Dakwah merupakan sesuatu proses yang menggunakan cara serta media tertentu untuk menyampaikan pesan dari seseorang komunikator kepada komunikan, akan menimbulkan efek yang diinginkan. Asep Syamsul & M. Romli memandang penyebaran dakwah sebagai proses menginformasikan Islam yang bertujuan mempengaruhi komunikan (mad’u) untuk menyakini, mempelajari, membela dan menyebarluasakan ajaran Islam yang sesuai. Sedangkan Wahyu Ilahi mendefinisikan komunikasi dakwah sebagai proses penyampaian informasi dan data berupa pesan-pesan yang dikirim oleh individual atau kelompok kepada kelompok lain bernafaskan al-qur’an dan hadist dengan tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku, supaya menjadi lebih baik dan melalui sarana verbal atau dengan perantara media yang digunakan (Fitria & Aditia, 2019).
Komunikasi dakwah memiliki peran sebagai mentalitas (paradigma) yang diberikan oleh da’I yang mengarah dan berfokus lebih jelas kepada sasaran mad’u yang sesuai kaidah dalam komunikasi dakwah. Proses komunikasi dakwah aslinya sama dengan komunikasi pada umumnya, yakni dimulai dari komunikator (da’i) hingga respon komunikan (mad’u, objek dakwah). Kegiatan dakwah dalam Islam sebenarnya setiap muslim adalah pelaku dakwah, karena setiap muslim diwajibkan untuk berdakwah. Jika ditinjau dari bahasa dakwah berasal dari bahasa Arab, asal kata da’aa yad’u da’watan yang diartikan memanggil, mengajak dan menyeru (Muslimah, 2016).
Selanjutnya dakwah yang khusus berkiprah di bidang agama Islam secara universal merupakan metode untuk mencapai tujuan komunikasi, yakni menciptakan kebersamaan (the production of commonness). Bagi komunikasi tujuan dimaksud adalah kebersamaan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku manusia (the commonness of human behavior) dalam bidang apa pun yang dikehendaki komunikatornya, sedangkan bagi dakwah, kebersamaan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku manusianya khusus bernuansa Islam (menurut tuntunan atau ajaran Al-Qur'an dan Hadits). (Saputra, Syukur, & Muawanah, 2020) Dakwah menginginkan tiap manusia mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dan menolak serangan-serangan atau tantangan-tantangan yang dihadapkan orang kepada agama Islam, serta menghilangkan keraguan orang tentang ajaran Islam.
Sehingga para ulama sepakat bahwa dengan mengkaji prinsip al-hikmah (kebijaksanaan) da’i akan memperoleh kemudahan dalam upaya mencapai tujuan dakwahnya. Tujuan seseorang berbuat hikmah adalah menempatkan setiap permasalahan pada tempatnya, dan dia berusaha untuk mencapai tujuannya itu dengan cara yang paling mudah, paling sedikit bahaya dan korban yang ditimbulkannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa orang berbuat hikmah atau bijaksana itu adalah melakukan perbuatan efektif dan efisien. Seperti dikemukakan pada kajian strategi, perbuatan demikian tidak lain merupakan strategi dalam bertindak. Apabila strategi tersebut ditujukan mengubah sikap, sifat, pandangan dan perilaku orang lain, maka itu adalah strategi komunikasi (Saputra et al., 2020).
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, yang memiliki arti “seni sang umur” atau “kapal sang jendral”. Definisi ini telah diperluas untuk mencakup seni para jenderal dan Komandan Angkatan Udara. Setiawan Zulkieflimansyah berpandangan lain, bahwa startegi berasal dari kata strategos, stratos berarti kelompok militer yang artinya kepemimpinan. Menurutnya, dalam konteks awal, strategi dipahami sebagai apa yang dilakukan seorang jendral atau para jendral dalam membuat rencana menaklukkan musuh dan mencapai tujuan memenangkan perang (Suhandang, 2014). Menurut Hamel dan Prahald, strategi merupakan tindakan inkremental (selalu meningkat) dan berkelanjutan, dan dijalankan dari perspektif ekspetasi pelanggan untuk masa depan. Intinya, strategi selalu dimulai dari apa yang terjadi, bukan dari yang telah terjadi, seperti munculnya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan model konsumen membutuhkan daya saing inti (Suhandang, 2014).
Sedangkan, kata komunikasi berasal dari Latin, communicare yang pastinya memberitahukan. Kata itu kemudian berkembang dalam bahasa Inggris communication, yang memiliki arti proses pertukaran informasi, konsep, ide, gagasan, perasaan dan lain antara dua orang atau lebih. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang terdapat arti dari seorang sumber atau komunikator kepada seorang penerima atau komunikan dengan tujuan tertentu (Marfu’ah, 2018). Strategi komunikasi dapat dikatakan sebagai suatu pola pikir dalam merencanakan suatu kegiatan mengubah sikap, sifat, pendapat dan perilaku khalayak (komunikan, audiens, mad’u), atas dasar skala yang luas melalui penyampaian gagasan-gagasan.
Strategi dakwah berarti kepiawaian seorang da’i dalam menangani sesuatu, terkait metode dan pendekatan yang digunakan untuk meraih sesuatu, serta memiliki sifat dasar identifikasif, dan bukan apologistik. Untuk itu, dalam proses menjalankan strategi dakwah, tentu memiliki kepekaan membaca situasi, karakter komunikan oleh da’i akan memiliki dampak signifikan (Suhandang, 2014).
Melihat kebelakang dari persoalan komunikasi yang berkembang di masa Romawi (kisaran Yunani kuno 500 SM- sampai abad ke-5M) tampak masalah, pada zaman itu fimilar dengan sebutan masa kegelapan (dark ages). Namun dari masa yang bersamaan, di Eropa justru menjadi masa keemas an peradaban Islam, dan ilmu pengetahuan meningkat cukup signifikan di periode tersebut.
Komunikasi Islam meningkat karena sebagai solusi untuk berorientasi pda sistem dakwah, seperti pada zaman Isa al-Masih, yang mengubah atau mempengaruhi pola piker seseorang untuk mengikuti ajaran gama Islam dengan (Ilahi, 2013) Peradaban umat Islam dalam kaitannya dengan perkembangan komunikasi telah mencatatkan sejarah yang cukup menakjubkan, hal ini dapat terdokumentasi pada seorang nabi menyampaikan firman Allah swt. yang artinya :
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (Q.S An-Nisa’ [4]:63).
Komunikasi dalam dakwah Islam diawali dengan adanya perintah Allah swt kepada nabi Muhammad saw, memberikan peringatan dalam konteks dakwah kepada umat manusia untuk percaya kepada Allah swt, yang diawali dengan secara diam-diam lalu dilanjutkan secara terbuka seiring dari perintah untuk berdakwah secara terang-terangan.
Pada zaman nabi Muhammad saw 570 M-632 M, penyebaran Islam berlangsung dalam waktu yang relatif singkat 8-9 M. Nabi Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah pada tahun 610 M. Dalam tempo 25 tahun, nabi Muhammad beserta pengikutnya (dikenal sebagai muslim), mengambil alih kekuasaan di wilayah Arab, dan kemudian Islam berkembang pesat. Selanjutnya, Rasulullah berkomunikasi secara tertulis, ketika beliau mengirimkan surat yang mengundang raja-raja Eropa untuk menerima Islam. Misalnya, Nabi pernah mengirim pesan kepada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yang bernama Hirakles, aja Habsyi yang bernama Najsyi, dan lain-lain. Melalui contoh ini, Rasulullah memimpin dalam membangun sistem jurnalistik untuk menyebarkan Islam dalam bentuk dakwah (Ilahi, 2013).
Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah pada tahun 610 M. Dalam tempo 25 tahun, nabi Muhammad beserta pengikutnya (dikenal sebagai muslim), mengambil alih kekuasaan di wilayah Arab, dan kemudian Islam berkembang pesat. Selanjutnya, Rasulullah berkomunikasi secara tertulis, ketika beliau mengirimkan surat yang mengundang raja-raja Eropa untuk menerima Islam. Misalnya, Nabi pernah mengirim pesan kepada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yang bernama Hirakles, aja Habsyi yang bernama Najsyi, dan lain-lain. Melalui contoh ini, Rasulullah memimpin dalam membangun sistem jurnalistik untuk menyebarkan Islam dalam bentuk dakwah (Ilahi, 2013)
Media dakwah merupakan alat yang digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan dakwah kepada mad’u. da’I dapat menggunakan media untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan (Fitria & Aditia, 2019). Oleh karena itu, media dakwah sebagai alat untuk mewujudkan ajaran Islam. Diantara media dakwah yang ada, media yang digunakan oleh da’I salah satunya adalah media cetak. Media cetak ini bagian dari komunikasi massa yang memiliki dampak siginifikan terhadap penyebaran pesan atau informasi dengan perubahan masyarakat dari pandangan berpikirnya maupun perilaku (Mulyono, 2017).
Sehingga dakwah memanfatkaan secara maksimal dari efektivitas serta efisiensi informasi yang disebarluaskan oleh media cetak sebagai pemahaman tentang Islam melalui media cetak, seperti penggunaan karya sastra yang berbentuk esai. Sehingga dengan karya sastra berbentuk tulis ini, akan digandrungi banyak generasi, bukan hanya saat ini saja. Akan tetapi generasi mendatang yang dapat menikmati dan merasakannya (Mulyono, 2017).
Teknik komunikasi informatif merupakan suatu ketrampilan dalam penyampaikan pesan atau informasi kepada seseorang atau sejumlah orang mengenai hal-hal yang baru diketahuinya. Dalam buku esai Tak Ada Ikan Asin di Lautan terdapat kalimat-kalimat yang di bangun oleh Edi Ah Iyubenu sebagai perantara dakwah dalam mendapatkan pemahaman yang terikat kebaruannya (Pardi, 2018).
“Tanpa adanya iman terlebih dahulu, jelas keagungan dan kesucian al-Qur’an hanyalah kesia-sian di hadapan mereka yang kufur pada-Nya.” (a).
“Allah mengikrarkan bahwa al-Qur’an adalah kitab-Nya yang mulia.”(b).
“Rupanya, Ideal dan tak ideal dalam kenyataan-kenyataan yang kita hadapi hanyalah residu (bayangan semu) dari gelombang hawa nahsu di dada.”(c).
“Ada lho kelompok orang yang shalat, mau seistiqamah apa pun, bahkan seintens apa pun jamaah di masjid demi meraup pahala shalat sebagaimana tuturan Sang Kekasih Hati Rasulullah Muhammad Saw, tapi ternyata justru shalat-shalatnya menghadirkan kecelakaan.” (d).
“Allah memanglah Maha Penguji ya, mengirimkan orang-orang begituan ke rumah saya, lalu Dia pula yang memutuskan kepada saya untuk memberikan berapa dan berapalah pada orang-orang pilihan-Nya itu, selesai.”(e).
“Ia melakukan kegiatan mengamen di kuburan itu hanya dengan satu niat yang diyakininya: jika manusia tak lagi mau memberinya uang dari mengamennya, ia akan mengamen pada Allah.”(f).
Berdasarkan pengumpulan data buku esai dianalisis dalam komunikasi informatif sebagai berikut. Kalimat a bahwa Edi Ah Iyubenu menginformasikan terhadap pembaca dengan memberi landasan keimanan yang kuat kepada setiap individu, al-qur’an yang memiliki sifat mulia dan suci. Sebagaimana ungkapan ahmad Mudjab Mahalli, bahwa seorang mukmin sesungguhnya adalah orang yang sempurna keimanannya dari lahir maupun batin, serta dekat dengan Allah dan cinta terhadap sesama.
Kalimat b Edi memberikan informasi sesuai dengan penjelasan surat al-waqiah ayat 75-79 dalam terjemahanya :
“Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui, dan (ini) sesungguhnya al-Qur'an yang sangat mulia, dalam kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan”.
Dalam ayat ini diambil pengertian bahwa Allah telah bersumpah pada al-Qur’an sebagai kitab yang mulia, tidak aka nada yang menyentuh kecuali bersih atau beriman kepada Allah.
Kalimat c Edi menjelaskan kepada pembaca jangan selalu mengikuti hawa nafsu kecuali yang di rahmati oleh Allah. Hal ini sebagaimana telah disampaikan dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53:
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Ayat ini menjelaskan Allah tidak memberikan kebebasan terhadap hawa nafsu, karena hawa nafsu mendorong kejahatan, kecuali yang bernilai ibadah. Dapat dianalisis pada kalimat d tersebut sering menjadi pembenaran diri untuk malas shalat. Demikian pula terhadap orang yang lalaii dalam shalatnya dengan riya’, dan orang-orang yang enggan memberi pertolongan seperti dalam surat al-ma’un 4-7 yang menjelaskan, bahwa orang yang dimaksud lalai dalam shalatnya yakni orang shalat tetapi pikiran dan batinya tidak menghadap Allah.
Kalimat e Edi ah Iyubenu menginformasikan, bahwa Allah sengaha menurunkan orang-orang pembohong untuk mnguji diri kita seberapa prinsip keimanan kita terhadap Allah dengan berbuat kebaikan tanpa membeda-bedakan. Hal ini sesuai dengan surat Yusuf ayat 7:
“Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. sebagaimana diungkapkan oleh umar bin Abdullah al-Muqbil dalam karyanya Qawaid Quranniyah, tertulis, bahwa kaedah yang terkandung dalam ayat memiliki prinsip keadilan dan pembalasan”.
Pada kalimat e, Edi meninformasikan pembaca bahwa pengamen tersebut telah meyakini kebesaran Allah, ketika berharap kepada manusia pengamen itu justru tidak mendapat apa yang ia harapkan. Namun apanila berharap kepada Allah, maka apapun yang diberikan-nya itu yang terbaik karena Allah tidak mengecewakan hamba-Nya. Hal ini sesuai dengan surat al-Insyiroh ayat 8:
“dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”.
Teknik komunikasi persuasif merupakan ketrampilan komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang, dengan bertindak sesuai apa yang diinginkan oleh komunikator melalui pendekatan yang lembut dan memotivasi. (Edi Ah Iyubenu, 2018) Berikut cuplikan paragraph yang di termasuk dalam komunikasi persuasif.
“Kapan terakhir saya menyentuh al-Qur’an, kok sampai debuan begini? Mengapa, ya, ok saya tak tergerak untuk memegang al-Qur’an, beda dengan hobi saya membaca buku-buku filsafat dan novel?”.
“Tapi kita bisa, kok, berjuang mengendalikannya dan mesti terus diperjuangkan sampai akhir hayat.”.
“Saya tahu, kegundahan itu dipantik oleh gelegar hawa nafsu saya yang berwajah kebakhilan. Toh, sejatinya mau dislewengkan pun, niat sedekah tetaplah bernilai sedekah murni di mata Allah, kan”.
“Di kampung seberang, yang paling dekat dengan area pekuburan itu, tengah berlangsung sebuah pengajian. Sang kiai adalah seorang waliyullah yang ksyaf (mampu melihat hal yang terlihat mata awam). Saat telah sampai waktu makan-makan, sang kiai meminta beberapa bungkus makanan”.
“Lalu dimintanya diantarkan ke kuburan seberang kampung itu. Dan, si pengamen tualah satu-satunya orang yang sedang tertidur di kuburan itu. Ia tergagap saat dibangunkan dan disodori makanan-makanan itu. Allah benar-benar tak mengecewakan, gumamnya sambal melahap dengan sergap makanan-makanan itu saking laparnya”(Edi Ah Iyubenu, 2018).
Berdasarkan temuan peneliti dianalisis dalam komunikasi persuasif, kalimat a Edi Iyubenu menyamapaikan pesan untuk mengubah perilaku seseorang dengan memperbanyak membaca al-quran daripada buku filsafat dan novel. Hal ini juga termasuk kewajiban bagi umat Islam berinteraksi secara aktif pada al-qur’an, dengan dibaca, ditadabur yang dijadikan sebagai inspirasi dalam tindak laku manusia (Edi Ah Iyubenu, 2018). Pada kalimat b, Edi memotivasi pembaca untuk mengikuti pandangannya dengan melakukan pengendalian hawa nafsu yang mendorong kejahatan secara terus-menerus. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Jasiyah ayat 23:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya?....”
Selanjutnya dalam kalimat c, d dan e Edi berupaya mengubah dan mempengaruhi kepercayaan pembaca, denganmenjadikan sedekah sebagai niat yang ikhlas tidak mengikuti keinginan hawa nafsu yang telah memberikan ragu di dalam hatinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 261: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” Ayat ini menjelaskan Allah melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, pahala Allah sesuai dengan hati hambanya yang berinfak apakah dia tulus ikhlas dan beriman atau riya.
Teknik komunikasi Instruktif merupakan suatu perintah yang bersifat mengancam, yang dimaksud disini mengandung pesan yang dapay menjadikan seseorang tersebut memenuhi perintahnya, apabila tidak dilakukan akan membawa dampak buruk bagi kehidupannya (Edi Ah Iyubenu, 2018)
“Persis perkara shalat itu. Janganlah lantaran ada kelompok muslim yang rajin shalat, bahkan jamaah terus di masjid, tapi ternyata tercelakakan, misal suatu hari terberitakan korupsi aspal jalanan, lalu dijadikan pembenar untuk meremehkan atau meninggalkan shalat”. (a).
“Kesulitannya hanyalah pada kemampuan kita menepikan sejenak segala urusan duniawi yang melilit tanpa henti. Mau kerjaan kantor, lemburan, meeting, dan sebagainya, saya pikir kok malu ya bila sampai kita kalah sama ayam. Ayam itu, anda tahu, mau sejauh apa pun cari makan, sebelum Maghrib pasti sudah ada di kandangnya. Manusia kok kalah adab sama ayam, ya?”. (b).
Berdasarkan dalam analisis peneliti, bentuk komunikasi instruktif pada kalimat a, Edi menyampaiakan pesan dengan komunikasi instruktif pada pembaca mengarahkan dengan tidak melibatkan perkara shalat sebagai alas an atas perbuatnnya, akan tetapi sebagai kepatuhan seseorang yang akan menjauhi harta hram atau tidak, hal ini telah ditunjukkan pada al-qur’an surat al-hajj ayat 30 yang menjelaskan untuk menjauhi maksiat dan hal-hal yang diharamkan-Nya, jika maksiat itu ditinggalkan maka lebih baik baginya di sisi Allah.
Berikutnya pada kalimat b ditemukan bahwa edi Ah iyubenu menyampaiakn komunikasi instruktif, dengan memandingkan manusia dan ayam, bahwa ayam ini adabnya lebih baik ketimbang manusia, hal ini karena fakta kesibukan-kesibukan duniawi, jika disepakati kesibukan itu seperti lautan, seolah ujungnya dekat disana ketika dijangkau oleh mata.
Demikian di dalam buku esai Tak Ada Ikan Asin di lautan karya Edi Ah Iyubenu menekankan tiga teknik komunikasi, yakni teknik komunikasi informatif, teknik komunikasi persuasive dan teknik komunikasu instruktif. Sehingga peneliti memandang adanya integrasi komunikasi dan dakwah oleh penulis Ed Ah Iyubenu. Dalam berdakwah seorang penulis menunjukkan kesungguhannya melalalui teks ataupun kalimat yang ada dalam buku telah disampaiakan kepada pembacanya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa karya sastra dapat dijadikan sebagai media dakwah, dijadikan sebagai sumber inspirasi, dan mad’u akan meneladani isi dari dakwah yang telah disampaikan oleh peneliti Edi Ah Iyubenu. Karena dari hasil capaian komunikasi dakwah dilakukan oleh penulis memberikan pesan-pesan menyentuh bagi pembaca esai Tak Ada Ikan di Lautan. Dikategorikan dalam tiga teknik, yakni komunikasi informatif, komunikasi persuasif dan komunikasu instruktif. Sehingga ketika dibaca, akan memperoleh pengetahuan yang dapat dipraktekkan dalam keseharinnya dan ajaran Islam terus berkembang.
Achmad, Sri Wintala. (2016). Menulis Kreatif itu Gampang! Yogyakarta: Araskka.
Fitria, Rini, & Aditia, Rafinita. (2019). Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah. Jurnal Ilmiah Syi’ar, 19(2), 224. https://doi.org/10.29300/syr.v19i2.2551 goodreads. (n.d.).
Ilahi, Wahyu. (2013). Komunikasi Dakwah. In Remaja Roesdakarya.
Iyubenu, Edi A. H. (2019). Islamku Islammu Islam Kita. DIVA PRESS GROUP.
Iyubenu, Edi Ah. (2018). Tak Ada Ikan Asin di Lautan (1st ed.; Rusdianto, Ed.). Yogyakarta: DIVA Press.
Marfu’ah, Usfiyatul. (2018). Strategi Komunikasi Dakwah Berbasis Multikultural. Islamic Communication Journal, 2(2), 147. https://doi.org/10.21580/icj.2017.2.2.2166
Mulyana, Deddy. (2015). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (1st ed.). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyono, Puji. (2017). “ PESAN DAKWAH DALAM NOVEL “ ( Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Haji Backpacker Karya Aguk Irawan MN ). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Muslimah. (2016). Etika Komunikasi Dalam Perspektif Islam. Sosial Budaya, 13(2), 115–126.
Pardi, Suratno. (2018). Mider ing Rat: proses kreatif cerpenis Yogyakarta. Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rohman, Dudung Abdul. (2020). Komunikasi Dakwah Melalui Media Sosial. Tatar Pasundan : Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 121–132. https://doi.org/10.38075/tp.v13i2.19
Saputra, Devid, Syukur, Abdul, & Muawanah, Lutfi. (2020). Komunikasi Dakwah Antara Kyai dan Santri dalam Analisis Strategi Dakwah di Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Mukhlis Kali Rejo Lampung Tengah. Komunika, 3(2), 113–126.
Sufanti, Main. (2015). Penyisipan Pembelajaran Teks Sastra dalam Pembelajaran Teks Nonsastra dalam Buku Siswa Bahasa Indonesia SMA. Dalam Makalah Seminar Nasional: Sastra, Pendidikan Karakter Dan Industri Kreatif. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Https://publikasiums. Com.
Suhandang, Kustadi. (2014). Strategi Dakwah Penerapan Komunikasi dalam Dakwah. Bandung: Remaja Roesdakarya.
Sujarweni, V.Wiratna. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sunhaji, Sunhaji. (2015). Sastra Dalam Tradisi Pendidikan Islam. IBDA` : Jurnal Kajian Islam Dan Budaya, 13(1), 47–58. https://doi.org/10.24090/ibda.v13i1.490