Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
p–ISSN: 2723-6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No. 5 Mei 2022
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN BAGI KORBAN ATAS PEREDARAN MINUMAN KERAS OPLOSAN
Grace Angelia Soenartho1, Tundjung Herning Sitabuana2
Universitas Tarumanegara1,2
grace[email protected], tundjung@fh.untar.ac.id
Abstract
There are adulterated liquors that can often be found in the community, but do not have a distribution permit and these mixed liquors contain harmful substances such as methanol, acetone and ethanol which can cause harm to consumers from minor to death. However, the government's policy of opening up investment flows for the alcohol-based liquor industry prioritizes the interests of entrepreneurs rather than the interests of the people. Furthermore, it is necessary to standardize the quality of alcoholic beverages circulating in the general public, so that it can be ensured that alcoholic beverages in circulation are those that meet the standards for consumption. This study aims to protect consumers from consuming alcoholic or counterfeit alcoholic beverages and to find out the regulation of the Papua Province regional regulations for consumers and business actors to be responsible for consumer losses related to their production goods that are not in accordance with their composition. The results of this study indicate that business actors must be responsible for their actions that are detrimental to consumers, which can damage the health of consumers who consume these fake products in the long term, it can damage their organs. Then, regarding the legal sanctions contained in the regional regulations of the Papua Province, Anyone who violates the provisions of Article 5, Article 6, Article 7, is threatened with imprisonment of 5 (five) years or a fine of Rp. 1 billion. with a maximum imprisonment of 6 (six) months and/or a maximum fine of Rp. 50 million. In this case, the author uses a normative legal research method, in which the author will conduct research based on data obtained through library studies such as related books or literature, and related legal research journals based on the problem of brand crime, namely in the form of brand counterfeiting and regulations. current regulation
Keywords: Legal protection; Consumer protection; Alcoholic beverages.
Abstrak
Terdapat minuman keras oplosan yang sering dapat ditemui di masyarakat,namun tidak memiliki izin edar dan minuman keras oplosan tersebut mengandung zat berbahaya seperti metanol, aseton dan etanol yang dapat mengakibatkan kerugian pada konsumen dari yang ringan sampai pada kematian. Namun Kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras berbahan alkohol lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat. Selanjutnya, perlu dilakukan standarisasi kualitas minuman beralkohol yang beredar di masyarakat umum, sehingga dapat dipastikan bahwa minuman beralkohol yang beredar adalah yang memenuhi standar untuk dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk perlindungan terhadap konsumen dalam mengkonsumsi minuman keras beralkohol ataupun yang palsu (oplosan) dan untuk mengetahui pengaturan peraturan daerah Provinsi Papua untuk para konsumen dan para pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian konsumen terkait barang produksinya yang tidak sesuai dengan komposisinya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaku usaha harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang dia lakukan yang merugikan konsumen bisa membuat kesehatan konsumen yang mengkonsumsi produk palsu ini jika jangka panjang bisa rusak organ-organ tubuhnya. Kemudian, mengenai sanksi hukum yang terdapat dalam peraturan daerah Provinsi Papua Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau denda Rp 1 miliar, Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 8, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 50 Juta. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang dimana penulis akan melakukan penelitian berdasarkan data-data yang didapat melalui studi keperpustakaan seperti buku-buku atau literatur yang terkait, dan jurnal penelitian hukum terkait berdasarkan permasalahan kejahatan merek yaitu berupa pemalsuan merek serta peraturan perundang-undangan yang berlaku
Kata Kunci: Perlindungan hukum; Perlindungan Konsumen; Minuman Beralkohol.
Pendahuluan
Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada pancasila untuk dijadikan dasar hukum dan pedoman negaranya, yang menjadi satu kesatuan dari sumber hukum Indonesia. Hal ini mengartikan bahwa hal segala tingkah laku dan perbuatan warga masyarakat negara Indonesia berdasarkan atau berlandaskan dan bercermin dengan nilai-nilai pancasila (Rahayu, 2015).
Hukum yang merupakan suatu alat atau sarana yang akan dipergunakan masyarakat untuk mempertahankan hak dan kewajibannya yang diatur atau sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah atau pembuat undang-undang itu sendiri (Wahid, Dewi, & Sarip, 2019). Berbicara mengenai masyarakat otomatis kita telah berbicara kehidupan manusia, yaitu mengenai hubungan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain juga biasa disebut zoom politikum atau arti lain yaitu makhluk sosial. Maka dari itu manusia saling membutuhkan atau saling ketergantungan satu dengan yang lainnya, karena dalam kehidupan masyarakat yang saling mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya akan mengakibatkan dampak negatif dan positif. Akibat dampak positif di atas akan menimbulkan dampak positif juga dan sebaliknya dengan dampak negatif akan merugikan masyarakat dan pemerintah. Hal-hal yang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan pemerintah dalam hal ini selaku penegak hukum akan bertindak tegas baik terhadap individu maupun kelompok telah melakukan kejahatan-kejahatan atau melanggar hak-hak orang lain dan tidak mentaati peraturan-peraturan hukum yang telah dibuat dan ditetapkan pemerintah (Talubun, 2018).
Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat (Miradj, 2020). Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga remaja. Belakangan ini minuman keras yang beredar tidak hanya minuman keras yang legal, tetapi juga banyak minuman keras ilegal termasuk “minuman keras oplosan”. Pada minuman keras oplosan kerap ditemukan kandungan metanol (spirtus) atau metil alkohol yang beresiko menyebabkan kematian. Padahal metanol merupakan bahan industri yang banyak digunakan sebagai pelarut, pembersih dan penghapus cat. Selain itu, ada pula tambahan bahan lain yang belum diketahui jenis dan kadar pastinya ke dalam “minuman keras oplosan” (Miradj, 2020).
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang menjerat pelaku penjual “minuman keras oplosan” dengan pidana yang berat. Tetapi hal itu tidak menjadikan penjual “minuman keras oplosan” jera. Pada kenyataannya juga banyak pelaku penjual “minuman keras oplosan” hanya dijatuhi pidana ringan dan jauh dari ancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun Peraturan perundang-undangan lainnya (Hutagaol, 2019).
Adapun Penjual “minuman keras oplosan” yang mengakibatkan matinya orang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai ketentuan pidana bagi penjual “minuman keras oplosan”. Dalam ketentuan Pasal 204 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, mengancam barang siapa menjual barang yang bersifat membahayakan dan mengakibatkan kematian dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun (David, 2021).
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Hal tersebut juga diatur dalam ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, juga mengancam pelaku usaha yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan pidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). Sikap pemerintah masih sebatas melakukan pengawasan dan pengendalian pada minuman beralkohol, belum sampai tahap larangan. Dari sikap inilah perlu adanya kajian ulang didalam tanah pemerintah apakah perlu atau tidak adanya larangan terhadap minuman keras oplosan agar jumlah korban akibat mengonsumsi minuman beralkohol (minol) atau minuman keras (miras) oplosan tidak terus bertambah (Asmika Yanti Harahap, 2018).
Terkait Kasus yang terjadi di Papua pada Rabu 25 Mei 2022 telah terjadi kasus atas mengkonsumsi nya minuman keras (miras) oplosan yang terjadi di Jayapura yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Satu penginapan di jalan Danau Limboto kelurahan Klawasi distrik Sorong Barat, rusak akibat amukan warga yang marah karena 6 orang anggota keluarga mereka meninggal dunia di Jayapura Papua. Ke 6 orang ini diduga dipekerjakan sebagai peracik minuman keras oplosan oleh sang pemilik penginapan. Kejadian pengrusakan penginapan ini sudah terjadi sejak senin malam dan berlanjut hingga selasa pagi. Polisi yang mengetahui kejadian tersebut kemudian datang dan menenangkan massa. dan kemudian memasang garis Polisi pada tempat kejadian. Keluarga mengatakan awalnya para pekerja ini diajak ke kota Jayapura tanpa sepengetahuan keluarga dengan jelas. Mereka yang diajak oleh pemilik penginapan berinisial HS kurang lebih berjumlah 13 orang.
Setelah bekerja satu bulan berjalan, satu orang pekerja dikabarkan meninggal dunia pada 2 minggu lalu, dan kemudian menyusul 3 orang pekerja lagi yang dikabarkan meninggal dunia di rumah sakit kota jayapura. Sementara 4 pekerja lainnya tengah menjalani perawatan intensif. Pihak keluarga dari korban yang dipekerjakan meminta agar Polisi segera memanggil pemilik penginapan inisial HS untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, yang mempekerjakan warga Sorong di Jayapura tanpa status yang jelas.
Terkait kejadian ini Kapolres Sorong Kota AKBP Johannes Kindangen mengatakan telah memanggil pemilik penginapan inisial HS untuk dimintai keterangan, kemudian memastikan situasi di tempat kejadian sudah kembali kondusif. Polisi hingga saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait aktivitas HS, yang diduga mempekerjakan orang untuk meracik minuman keras oplosan di kota Jayapura.
Alasan para pengguna membeli minuman keras oplosan karena mudah didapat dan harganya murah. Ketika harga minuman keras biasa semakin meningkat meski didapat dengan akses yang legal (Pribadi, 2017). Namun harga yang sulit dijangkau mengakibatkan pengguna beralih pada minuman keras oplosan. Mereka tetap menggunakan meski kematian menjadi ancaman.
Bukan hanya alkohol legal yang beredar belakangan ini, namun juga banyak alkohol ilegal (Agusti, 2021). Seperti alkohol bajakan yang sering dicampur dengan minuman tambahan lainnya. Selain itu, bahan kimia seperti metanol (alkohol) sering ditemukan pada alkohol bajakan, yang dapat menyebabkan kematian. Padahal, bahan kimia seperti metanol merupakan bahan industri tersendiri, banyak digunakan sebagai campuran cat, penghapus pernis, pengencer (penghilang cat), aseton (pembersih cat kuku), dan banyak bahan lain selain jenis dan kadar yang tepat. Penggunaan tidak diketahui. Ditemukan dalam anggur Oplausanne. Dapat dilihat bahwa banyak orang telah meninggal baru-baru ini karena minum baijiu, yang sering dicampur dengan berbagai minuman lain dan juga mengandung bahan kimia yang tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi manusia. Situasi seperti itu, jika didiamkan dan tidak ditangani oleh aparat penegak hukum, pasti akan menimbulkan keresahan sosial dan merugikan generasi muda penyelenggara negara yang akan datang.
Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang dimana penulis akan melakukan penelitian berdasarkan data-data yang didapat melalui studi keperpustakaan seperti buku-buku atau literatur yang terkait, dan jurnal penelitian hukum terkait berdasarkan permasalahan kejahatan merek yaitu berupa pemalsuan merek serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Etika, 2019).
Untuk menyusun penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut :
1. Tipe Penelitian
Tipe penulisan yang digunakan dalam penulisan ini yuridis normatif, yaitu penelitian hukum normatif bisa juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada metode ini, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Law in Book).
2. Bahan Hukum Penelitian
Bahan yang dikumpulkan dalam penelitian ini didapatkan berdasarkan studi perpustakaan, untuk memperoleh data-data melalui berdasarkan studi perpustakaan meliputi sebagai berikut (Sari & Asmendri, 2020):
a. Bahan hukum primer;
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4) Peraturan Daerah Provinsi Papua nomor 15 Tahun 2013 Tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol.
b. Bahan hukum sekunder;
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang diperoleh dari semua publikasi tentang hukum. Publikasi tentang hukum yang dapat menunjang penulisan jurnal hukum ini (Wahyudi, 2019).
Hasil dan Pembahasan
Telah terbitkan beberapa aturan, baik dari pusat dan daerah, terkait pembatasan minuman beralkohol, di antaranya: Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol; Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol beserta perubahan-perubahannya hingga yang terbaru, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019; Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang telah diperbarui melalui Peraturan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2016; serta Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 44 Tahun 2019 tentang Pemurnian dan Tata Kelola Minuman Tradisional Beralkohol Khas Nusa Tenggara Timur atau yang dikenal dengan nama sopi (SANDY, 2021).
Pada faktanya, terdapat pula minuman beralkohol yang memiliki izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan telah menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari keberadaan beberapa minuman beralkohol lokal, baik untuk kepentingan rekreasional maupun ritual, seperti tuak Batak, arak Bali, sopi dari Maluku, moke dari Nusa Tenggara Timur, dan lain sebagainya (Zulfa Rahmi Harahap, 2021). Tentu hal ini tidak dapat kita hindari, belum lagi bahwa cara membuat dan penggunaan minuman beralkohol lokal tersebut telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, Indonesia adalah negara hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya. Perlindungan hukum identik dengan pengakuan terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia.
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. Ketentuan hukum yang dimaksud merupakan kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya (Utami & Alawiya, 2018).
Philipus M. Hadjon juga mengatakan, Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum bagi rakyatnya yang menyangkut harkat dan martabat sesuai dengan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Perlindungan hukum di dalam negara yang berdasarkan Pancasila, maka yang paling penting ialah asas kerukunan berdasarkan kekeluargaan. Asas kerukunan berdasarkan kekeluargaan menghendaki bahwa upaya-upaya penyelesaian masalah yang berkaitan dengan masyarakat sedapat mungkin ditangani oleh pihak-pihak yang bersengketa (Utami & Alawiya, 2018).
Jadi, perlindungan hukum merupakan segala bentuk upaya pengayoman kepada harkat dan martabat manusia serta adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia di bidang hukum. Perlindungan hukum juga diartikan sebagai upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada warga negara agar hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar dan bagi yang melanggarnya akan mendapat sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Dalam perspektif perlindungan konsumen, perlindungan hukum kepada konsumen juga dijelaskan oleh Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999). Menurut pasal tersebut, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Apabila dikaitkan dengan penerapan Pasal 4 jo Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1999, konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas perbuatan-perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal 4 huruf a UU No. 8 Tahun 1999, misalnya, menjelaskan hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Di sisi yang lain, Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 1999 menjelaskan, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap konsumen dalam memakai suatu produk berharap atas jaminan keamanan. Jaminan keamanan ini pada gilirannya memberikan keselamatan dan kenyamanan dalam menggunakan suatu produk. Dalam menjamin keamanan produk yang digunakan konsumen diperlukan standar mutu produk.
Pelaku usaha bertanggung-gugat untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Bentuk ganti rugi dimaksud adalah pengembalian uang, penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis/setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bukan hanya pertanggungjawaban secara perdata, pelaku usaha juga bertanggung jawab atas tuntutan pidana bilamana ditemukan unsur-unsur pidana atas pelanggaran yang dilakukannya. Oleh karena itu, UU No. 8 Tahun 1999 menentukan sanksi pidana serta hukuman tambahan atas sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada pelaku usaha (Sugesti, Ardhya, & Setianto, 2021).
Pembukaan industri minuman beralkohol akan memberikan keuntungan kepada beberapa orang, namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan masyarakat. Kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras berbahan alkohol lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.
Untuk itu, perlu adanya edukasi kepada anak dan seluruh masyarakat tentang bahaya mengonsumsi minuman beralkohol dengan cara yang tidak bertanggung jawab, seperti mengonsumsi dengan cara atau dalam jumlah yang berlebihan, mengonsumsi pada saat bekerja, pada saat mengemudi, pada saat hamil, dan lain sebagainya. Selanjutnya, perlu dilakukan standarisasi kualitas minuman beralkohol yang beredar di masyarakat umum, sehingga dapat dipastikan bahwa minuman beralkohol yang beredar adalah yang memenuhi standar untuk dikonsumsi.
Mengenai Pengaturan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol, yang berbunyi demikian;
Pasal 4
(1) Gubernur, dan Bupati/Walikota menetapkan kebijakan mengenai pelarangan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pengadaan minuman beralkohol melalui kegiatan impor, produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol untuk kepentingan sosial ekonomis.
b. pengadaan minuman beralkohol melalui kegiatan impor, produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol untuk untuk kepentingan kesehatan dan ritual agama.
Pasal 5
Setiap orang atau badan hukum perdata atau pelaku kegiatan usaha dilarang memasukan, mendistribusikan, dan menjual minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C.
Pasal 6
Setiap orang atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C.
Pasal 7
Setiap orang, kelompok orang, atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan/atau bahan alami serta memproduksi minuman beralkohol dengan cara racikan atau oplosan.
Pasal 8
Setiap orang dilarang mengkonsumsi minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C dan minuman beralkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan/atau bahan alami serta memproduksi minuman beralkohol dengan cara racikan atau oplosan.
Pasal 9
1) Pengecualian pelarangan minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C dan minuman beralkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan/atau bahan alami serta memproduksi minuman beralkohol dengan cara racikan atau oplosan dilakukan hanya untuk kepentingan tujuan kesehatan dan ritual keagamaan.
2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas izin Bupati/Walikota setelah terlebih dahulu mendapat rekomendasi Gubernur.Pasal 10
1) Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pengawasan terhadap pelarangan kegiatan produksi, distribusi, penjualan dan konsumsi minuman beralkohol.
2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur, Bupati/Walikota membentuk Tim Pengawasan.
3) Tim Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur-unsur pemerintahan dan non pemerintahan.
4) Unsur-unsur pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tingkat Provinsi terdiri atas Gubernur, Pimpinan DPRP, Pangdam, Kapolda, DanLanud, DanLantamal, Kantor Bea Cukai, Balai POM dan Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri.
5) Unsur-unsur pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tingkat Kabupaten/Kota terdiri atas Bupati/Walikota, Pimpinan DPRD, Dandim, Kapolres, Kantor Bea Cukai, Balai POM dan Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri.
6) Unsur-unsur non pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas Pimpinan Lembaga Keagamaan, LSM, Unsur Adat, Unsur Perempuan dan Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta.
7) Masa kerja tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
8) Tim Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota.
Pasal 11
1) Masyarakat berperan serta melakukan pengawasan terhadap pelarangan kegiatan produksi, distribusi, penjualan dan konsumsi minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C dan minuman beralkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan/atau bahan alami serta memproduksi minuman beralkohol dengan cara racikan atau oplosan.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan sosial dalam bentuk laporan, saran dan pertimbangan kepada Tim Pengawasan.
Pasal 12
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau denda Rp.1.000.000.000.00,- satu milyar rupiah).
2) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 8, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah tindak pidana pelanggaran.
Peraturan daerah mengenai larangan minuman keras (miras) ataupun yang oplosan di Papua resmi diberlakukan. Hal Itu terjadi setelah Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan bersama seluruh unsur Forkopimda se-Provinsi melakukan menandatangani Pakta Integritas pelarangan miras di Papua. Fakta tersebut juga guna menekan angka kriminalitas di wilayah tersebut.
Pada 30 Maret 2022 Lukas Enembe mengatakan bahwa hari ini merupakan sejarah bagi generasi Papua. Di mana keputusan yang diambil untuk kepentingan menyelamatkan orang asli Papua dari kepunahan. Menurutnya, miras merupakan penyebab utama kematian orang asli Papua. Selain itu, tambahnya, miras juga menjadi pemicu kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas yang berujung kematian. “Dengan pakta integritas ini, kita cegah pemusnahan penduduk Papua oleh miras”.
Fakta integritas yang ditandatangani Gubernur Papua, DPR Papua dan seluruh Bupati dan Walikota se Provinsi Papua itu terdiri dari lima poin. Pertama, mencegah pemusnahan penduduk di Provinsi Papua yang disebabkan oleh minuman beralkohol. Kedua, Pelarangan produksi, pengedaran, dan penjualan minuman beralkohol ke Provinsi Papua, Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung se Provinsi Papua. Ketiga, selanjutnya pemerintah Papua akan bekerjasama dengan instansi terkait dalam melakukan pengawasan terhadap pelarangan kegiatan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol. Keempat, melaksanakan Perda Provinsi Papua nomor 15 Tahun 2013 tentang miras. Kelima, sejak penandatanganan pakta integritas ini, maka semua kegiatan dalam bentuk produksi, distribusi, dan penjualan minuman beralkohol di Provinsi Papua tidak berlaku.
Kesimpulan
Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang diatur dalam berbagai peraturan diantaranya Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol beserta perubahan-perubahannya hingga yang terbaru, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019; Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang telah diperbarui melalui Peraturan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2016; serta Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 44 Tahun 2019 tentang Pemurnian dan Tata Kelola Minuman Tradisional Beralkohol Khas Nusa Tenggara Timur atau yang dikenal dengan nama sopi (Hidayah, Wardah Yuspin, & Kn, 2017). Peraturan Daerah Provinsi Papua pada peredaran minuman beralkohol khususnya minuman keras oplosan oleh dinas perdagangan, tenaga kerja, koperasi, usaha kecil, dan menengah serta kepolisian, pengawasan yang dilakukan oleh dinas perdagangan, tenaga kerja, koperasi, usaha kecil, dan menengah serta kepolisian masih belum maksimal sehingga masih banyak produk minuman keras oplosan yang beredar secara terbuka tanpa izin edar dari dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu. Karena perlindungan konsumen dikatakan efektif apabila dalam temuan itu telah dilakukan berbagai upaya pengawasan dari kepolisian serta pembinaan bagi masyarakat. Tindakan oleh kepolisian juga sudah dilaksanakan tapi belum memberikan efek jera bagi konsumen maupun pelaku usaha yang melanggar. Kemudian beberapa saran yang perlu dilakukan adalah dengan memonitor minuman beralkohol yang sebaiknya Dinas Perdagangan, Tenaga Kerja, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah serta kepolisian juga melakukan pengawasan secara berkala untuk produk-produk minuman beralkohol khususnya minuman keras oplosan.
Agusti, Amri Rahmi. (2021). Pembangunan Aplikasi Web Klasterisasi Penyimpangan Penggunaan Alkohol pada Remaja Menggunakan Algoritma K-Modes. Universitas Andalas.
David, I.Wayan. (2021). Kedudukan Pidana Seumur Hidup Dalam Kerangka Pembentukan Hukum Pidana Nasional. Lex Crimen, 10(4).
Etika, Wirausaha. (2019). Manfaat Etika dalam Berwirausaha menurut Pandangan Buddhis. Jurnal Ilmu Agama Dan Pendidikan Agama Buddha, 1(1).
Harahap, Asmika Yanti. (2018). Analisis hukum islam terhadap peraturan Daerah Kota Padangsidimpuan nomor 07 Tahun 2005 tentang larangan penjualan dan pengedaran minuman keras. IAIN Padangsidimpuan.
Harahap, Zulfa Rahmi. (2021). Implementasi peraturan menteri perdagangan nomor 06/MDag/Per/2015 tentang pengaturan dan pengawasan minuman beralkohol (studi kasus Desa Sipupus Lombang Kecamatan Padang Bolak Julu). IAIN Padangsidimpuan.
Hidayah, Reyzza Claudya, Wardah Yuspin, S. H., & Kn, M. (2017). Tinjauan Yuridis Pengawasan Dan Pengendalian Serta Pemanfaatan Minuman Beralkohol Tradisional Yang Beredar Pada Konsumen Oleh Dinas Perdagangan Dan Kesehatan Kabupaten Sukoharjo (Studi Terhadap Minuman Keras Tradisional Ciu). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hutagaol, Ramses. (2019). Perbandingan Kedudukan Penyidik Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 6(2), 86–95.
Miradj, Safri. (2020). Dampak Minuman Keras Terhadap Perilaku Generasi Muda (Gamsungi Kecamatan Ibu Selatan Kabupaten Halmahera Barat). AL-WARDAH: Jurnal Kajian Perempuan, Gender Dan Agama, 14(1), 65–86.
Pribadi, Eko Teguh. (2017). Alcohol Abuse in Indonesia: Determinant, SWOT and CARAT Analysis. Journal of Health Science and Prevention, 1(1), 22–37.
Rahayu, Derita Prapti. (2015). Aktualisasi pancasila sebagai landasan politik hukum Indonesia. Yustisia Jurnal Hukum, 4(1), 190–202.
SANDY, D. W. I.ARIES. (2021). Pembunuhan berencana oleh anak study kasus pengadilan negeri mojokerto nomor: 9/pid. Sus-anak/2020/pn. Mjk. Universitas Bhayangkara Surabaya.
Sari, Milya, & Asmendri, Asmendri. (2020). Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian Pendidikan IPA. Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang IPA Dan Pendidikan IPA, 6(1), 41–53.
Sugesti, Chory Ayu, Ardhya, Si Ngurah, & Setianto, Muhamad Jodi. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Online Shop Yang Mengalami Kerugian Yang Disebabkan Oleh Konsumen Di Kota Singaraja. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(3), 166–175.
Talubun, Richardus Fausty. (2018). Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi Konflik Sosial Antar Kelompok Yang Diakibatkan Karena Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Kabupaten Timika-Papua). UAJY.
Utami, Nurani Ajeng Tri, & Alawiya, Nayla. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional di Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum Dan Konstitusi, 1(1), 11–20.
Wahid, Abdul, Dewi, Elya Kusuma, & Sarip, Sarip. (2019). Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik terhadap Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Juncto Pasal 1868 KUHPerdata. Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, 4(2), 205–219.
Wahyudi, Moh Hairul. (2019). Tinjauan Hukum Tentang Kerahasiaan Bank Terkait Data Nasabah Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. An-Nawazil: Jurnal Hukum Dan Syariah Kontemporer, 1(1), 68–86.