538
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
p–ISSN: 2723-6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No. 4 April 2022
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan
Etika Profesi
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
Universitas Islam Riau Pekanbaru, Indonesia
1
dan Universitas Sumatera Utara Medan,
Indonesia
2
1
2
Abstrak
Profesi kedokteran adalah profesi yang dekat dan lekat dengan masyarakat, sebagai profesi yang
mengharuskan berinteraksi dengan masyarakat luas, maka dokter dan tenaga medis lainnya
diberikan tanggungjawab yang besar dalam mengusahakan kesembuhan pasiennya. Namun tidak
jarang muncul kasus malpraktek sebagai buah dari kekeliruan maupun kesalahan pribadi yang
dilakukan oleh tenaga medik. Tujuan penelitian untuk mengetahui malpraktik kedokteran yang
ditinjau dari sisi pidana, administrasi maupun kode etik. Metode penelitian ini adalah yuridis
normatif dengan pendekatan telaah undang-undang yang terkait untuk menemukan hasil dari
masalah yang diangkat. Adapun hasil yang didapatkan bahwa Malpraktik dalam unsur hukum
pidana ialah Malpraktik yang kriminalitas dalam bidang medis, Seorang tenaga medis dikatakan
telah melakukan malpraktik administrasi apabila ia telah menyimpangi hukum administrasi, dan
Malpraktik etik dan profesi juga bisa timbul apabila dokter bertentangan dengan etika-etika
kedokteran yang merupakan bagian dari standar prinsip, etika, aturan maupun norma yang berlaku
dalam kedokteran.
Kata Kunci: Administrasi; Etika; Pidana; Kedokteran; Malpraktik
Abstract
The medical profession is a profession that is close and close to the community, as a profession
that requires interacting with the wider community, doctors and other medical personnel are
given a great responsibility in seeking the recovery of their patients. However, it is not uncommon
for cases of malpractice to appear as a result of mistakes or personal mistakes made by medical
personnel. The purpose of the study was to determine medical malpractice in terms of criminal,
administrative and code of ethics. This research method is normative juridical with an approach
to reviewing related laws to find the results of the issues raised. The results obtained are that
malpractice in the elements of criminal law is malpractice which is criminal in the medical field,
a medical worker is said to have committed administrative malpractice if he has deviated from
administrative law, and ethical and professional malpractice can also arise if the doctor
contradicts the medical ethics that is part of the standards of principles, ethics, rules and norms
that apply in medicine.
Keywords: Administration; Ethics; Criminal; Medicine; Malpractice
Pendahuluan
Adanya berbagai interaksi antar sesama masyarakat dalam berbagai lingkup di
kehidupan sehari-hari, tidak hanya membawa manfaat yang saling menguntungkan
sebagai esensi dari ‘masyarakat adalah makhluk sosial’, namun terkadang pula
menimbulkan polemik dari adanya salah satu pihak yang tidak konsisten dalam
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan Etika
Profesi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 539
menjalankan norma dengan semestinya hingga muncul delik dalam banyak kasus.
Kemungkinan munculnya delik di dalam berbagai kegiatan dalam profesi adalah hal yang
niscaya, mengingat delik itu sendiri bisa muncul karena unsur sengaja ataupun kealpaan
yang merupakan sisi lumrah dari seorang manusia.
Timbulnya masalah hukum, berkaitan erat dengan adanya salah satu pihak yang
dilanggar dalam sebuah perbuatan atau adanya salah satu pihak yang melanggar hukum
yang telah disepakati dalam transaksi atau perbuatan yang dilakukan bersama-sama.
Masalah hukum tersebut bisa terjadi di dalam keadaan beserta aktifitas apapun
merupakan konsekuensi dari hakikat manusia sendiri, yakni sebagai makhluk yang tidak
luput dari sifat salah dan keliru. Dalam hal ini, masalah hukum tidak luput terjadi dalam
keadaan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan masyarakat hingga kemudian
banyak kasus yang terjadi dan dikenal dengan nama malpraktik.
Program pembangunan kesehatan di Indonesia dikhususkan guna memupuk
kesadaran, kemampuan, kemauan hidup yang sehat bagi segenap orang. Untuk itulah di
dalam rangka untuk mengimplementasikan derajat kesehatan yang lebih optimal, yang
demikian itu adalah salah satu unsur dari kesejahteraan umum sebagaimana yang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tegaskan (LUBIS, 2020).
Sementara memang pada hakikatnya hak atas kesehatan adalah bagian daripada hak asasi
manusia yang dalam kaitannya memerlukan adanya ketersediaan dalam berbagai layanan
kesehatan, beragam obat-obatan, dan faktor-faktor lainnya yang meliputi
keberlangsungan hidup sehat dari individu itu sendiri.
Pada praktiknya di lapangan, seringkali dijumpai berbagai fenomena dimana
seorang pasien yang datang untuk mendapatkan kesembuhan menjadi semakin parah
hingga menyebabkan sekurang-kurangnya kelumpuhan ataupun yang paling fatal adalah
kematian pasien. Padahal dokter yang memang pada fokus tugasnya adalah
menyembuhkan pasien, tidak terus berhasil menunaikan tugasnya dengan baik untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan
penangan berujung pasien semakin darurat seperti kelalaian pada sementara dokter, atau
penyakit pasien sudah berat sehingga kecil kemungkinan sembuh, atau ada kesalahan
pada pihak pasien (Achadiat, 2007). Hanya saja masyarakat secara luas lebih membuka
mata untuk melihat peran dokter yang menanganinya, sehingga mudah mengarahkan
tuduhan padanya daripada melihat keadaan lain seperti memang pada dasarnya pasien
telah benar-benar lemah.
Malpraktik sendiri adalah suatu diksi yang lumrah dan diperuntukkan pada tindak
pidana yang muncul dari orang yang yang memiliki profesi di dalam bidang kesehatan.
Persoalan Malpraktek yang atas kesadaran hukum pasien kemudian berdampak pada
timbulnya suatu masalah hukum (Isfandyarie, Afandi, Puspita, & Gufron, 2006).
Istilah Malpraktik yang dikemukakan oleh Veronic yakni berasal dari “malpractice”
yang hakikatnya adalah sebuah kesalahan di dalam melaksanakan profesi yang muncul
sebagai akibat dari berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter (Isfandyarie et
al., 2006). Pengertian ini mengindikasikan bahwa Malpraktik adalah kesalahan yang
murni ditimbulkan dalam profesi kesehatan. Sedangkan menurut pengertian Harmien
Hadiati, Malpraktik secara harfiah yakni bad practice (praktek yang buruk), atau praktek
buruk yang memiliki kaitan dengan praktek penerapan ilmu-ilmu seputar teknologi medik
di dalam menjalankan profesi medik dan mengandung berbagai ciri khusus (Fitriono,
Setyanto, & Ginting, 2016). Dapat dipahami dari pengertian menurut Harmien Hadiati,
bahwa malpraktek pada dasarnya adalah sebuah perbuatan atau praktek di dalam
pekerjaan yang buruk atau memiliki implikasi buruk di dalam penerapannya.
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
540 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Adapun pengertian yang lebih sederhana dirumuskan oleh Zulkifli Muchtar bahwa
Malpraktik adalah setiap kesalahan medis yang muncul dan timbul oleh dokter karena
telah melakukan pekerjaan dibawah standar (Fitriono et al., 2016). Berbagai definisi
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Malpraktik diperbuat oleh seseorang yang bekerja
dan dunia kesehatan dan menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Maka kemudian
hukum kedokteran sangat penting untuk diketahui lebih lanjut sebagai seperangkat
hukum yang mengatur mengenai produk profesi dokter karena adanya hubungan dengan
pihak lain yakni dari pasien maupun dari tenaga kesehatan lain, dengan demikian hanya
menyangkut profesi dokter ataupun sekelompok manusia di dalam kemasyarakatan yakni
sebagai satu sistem yang memiliki keahlian atau keterampilan khusus (Kesehatan, n.d.).
Sebab, dalam hukum kedokteran sendiri, dipahami sebagai seperangkat atau wadah yang
mengatur mengenai semua aspek yang memiliki kaitan dengan pemeliharaan dan upaya
dibidang kesehatan.
Hukum seputar kedokteran juga mencakup mengenai kelalaian dalam medis, yakni
suatu kondisi dimana seseorang yang dalam tindakannya kurang hati-hati dalam ukuran
yang wajar, dilandasi apa yang seseorang itu tidak lakukan padahal semestinya harus
dilakukan. Maka kelalaian mencakup dua hal yakni melakukan sesuatu yang seharusnya
tidak dilakukan serta tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan (Gunawan, n.d.).
Kelalaian semacam itu dapat menjadi hal yang berbahaya atau membahayakan dan
mengancam jiwa seseorang yang justru datang untuk menginginkan kesembuhan,
menjadi harus menanggung resiko dan resiko tersebut bisa sangat berkurang apabila
seharusnya medis berhati-hati.
Maka akan muncul bentuk pertanggungjawaban hukum yang oleh Hans Kelsen
mendefinisikannya sebagai suatu perbuatan tertentu yang bisa dikenai sanksi atau
hukuman dari kasus perbuatan yang berlawanan, dan sanksi tersebut diberikan karena
orang dengan perbuatannya sendiri yang menyebabkan ia harus bertanggungjawab
(Asshiddiqie & Safa’at, 2006). Malpraktik adalah tindakan yang harus dikenai hukuman,
agar menekan kasus yang serupa muncul kembali.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan fokus pada pembahasan
pertanggungjawaban hukum yang muncul dari tindakan para dokter yang terjadi karena
Malpraktik dan kemudian akan penulis klasifikasikan berdasarkan sifat hukumnya itu
sendiri, untuk ditentukan seperti apa pertanggungjawaban pidana, administrasi serta etika
profesi yang muncul dalam malpraktik kedokteran.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanggungjawab diartikan sebagai
kewajiban untuk menanggung semua hal jika terjadi apa-apa serta dapat dipersalahkan,
dituntut atau punah diperkarakan. Sementara di dalam kamus hukum, tanggungjawab
diartikan sebagai sebuah keharusan seseorang untuk menjalankan apa-apa yang telah
dikenakan wajib padanya (Hamzah, 2016). Maka, dapat diartikan bahwa tanggung jawab
merupakan sebuah konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang berkenaan
sikap maupun moralnya dalam berperilaku.
Sumber dari tanggung jawab hukum lahir atas penerapan seseorang dalam
kemampuannya untuk bisa menggunakan hak dan/atau melaksanakan apa yang menjadi
kewajibannya, setiap tuntutan pertanggungjawaban di dalam hukum haruslah memiliki
dasar. Dasar yang dimaksudkan dapat menyebabkan seseorang menjadi wajib untuk
bertanggungjawab. Sedangkan tanggung jawab hukum adalah sebagai kewajiban dengan
tujuan untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu serta tidak menyimpangi aturan
yang telah ada. Pada dasarnya, setiap individu dapat bertanggungjawab, apa yang mereka
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan Etika
Profesi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 541
pertanggung jawabkan adalah hasil dari perbuatan mereka sendiri. Untuk itulah muncul
istilah tanggungjawab pribadi atau tanggung jawab sendiri.
Konsep pertanggungjawaban hukum adat berkaitan dengan pertanggungjawaban
secara hukum atas tindakan yang dimunculkan oleh seseorang yang ia menyimpangi
undang-undang. Hans Kelsen merumuskan sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep
kewajiban hukum yakni “seseorang bertanggung jawab secara hukum pada kejahatan
tertentu yang ia lakukan atau pun ia bertanggung jawab dikarenakan sebuah sanksi jika
apa yang ia kerjakan bertentangan. Umumnya sanksi dimaksudkan pada si pelaku
langsung bertanggung jawab pada perbuatannya sendiri (Kelsen, 2013).
Delik menurut Simon adalah, salah satu perbuatan yang di dalamnya memiliki sifat
melanggar hukum, yang diperbuat oleh seseorang dengan sengaja maupun dengan tidak
sengaja, dan tindakan yang diperbuat nya dapat dipertanggungjawabkan dan undang-
undang menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dapat dikenai hukuman.
Delik formil dan delik materil dikenal dalam ilmu hukum, adapun yang dimaksud dengan
delik formil yakni menitikberatkan perumusannya pada perilaku yang diancam atau yang
dilarang dengan ancaman pidana oleh undang-undang. Adapun yang dimaksud dari delik
materil, yakni perbuatan yang dititikberatkan pada akibat yang dapat ditimbulkannya,
serta oleh undang-undang diancam pidana, atau ringkasnya delik materil muncul
berdasarkan akibat dari perbuatan tersebut (Marpaung, 2008). Dari uraian tersebut, dapat
dipahami bawah delik adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum yang berlaku dan
disertai sanksi apabila dilanggar.
Istilah tindak pidana atau delik dalam profesi kedokteran ialah istilah yang asing di
dalam berbagai disiplin ilmu hukum. Tindak pidana profesi kedokteran adalah himpunan
dari dua istilah yaki delik/tindak pidana serta profesi kedokteran. Delik dalam profesi
kedokteran ialah tindakan medik yang salah atau keliru dan dilakukan oleh profesi
kedokteran itu sendiri dan mengakibatkan munculnya hukum dalam hal tersebut.
Tindakan di dalam profesi kedokteran yang tidak bertentangan dengan hukum jika
terpenuhi syarat-syarat (Budi, 2010):
a. Tindakan tersebut memiliki indikasi medik yang didasarkan pada tujuan tindakan
medik ataupun perawatan yang konkrit.
b. Tindakan telah dilaksanakan sebagaimana dengan ketentuan pengobatan
c. Tindakan telah dilaksanakan dengan memperoleh izin dari pasien.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah yang penulis gunakan untuk mendapatkan
berbagai data dengan tujuan serta kegunaan tertentu. Agar dapat mencapai tujuan
tersebut, yang diperlukan ialah sebuah metode yang relevan (Sugiyono, 2018). Dalam
penulisan ini dibutuhkan metode atau cara yang digunakan untuk menggali data guna
melengkapi penelitian dalam terselesaikannya penelitian hukum ini. Metode perlu untuk
diperhatikan secara seksama agar penelitian ini sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan serta agar memenuhi kriteria karya ilmiah, atau mengikuti prosedur dari
lembaga yang menaunginya
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni sebuah penelitian yang
mengacu kepada berbagai norma hukum yang selaras atau yang memiliki kaitan dengan
“Malpraktek Kedokteran Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi Dan Etika
Profesi”. Penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan pendekatan peraturan
perundang-undangan yang merupakan penelaahan semua undang-undang maupun
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
542 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
regulasi yang memiliki sangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Marzuki,
2009).
Dalam rangka untuk menemukan jawaban dari penelitian, maka peneliti
menggunakan Pendekatan Yuridis Normatif, yakni pendekatan yang dilakukan dengan
menelaah berbagai teori serta konsep-konsep, asas-asas serta berbagai peraturan
perundangan-undang maupun regulasi yang memiliki kaitan dengan isu hukum yang
sedang ditangani.
Dalam teknik pengumpulan data, maka data primer serta data sekunder yang telah
dikumpulkan akan penulis seleksi dan direduksi relevansinya melalui analisa kualitatif,
sehingga akan muncul hasil yang dapat disajikan secara deskriptif. Bahan-bahan berupa
primer dan sekunder dianalisis secara kualitatif dan mengambil kesimpulan yang
dilakukan secara deduktif yakni menarik simpulan dari sebuah permasalahan umum
terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Ibrahim, 2012). Kemudian akan
menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Hasil dan Pembahasan
Dalam penegakan hukum dikenal adanya tiga unsur yang sangat penting untuk
diperhatikan, yakni unsur kemanfaatan hukum, kepastian hukum serta keadilan hukum.
Tiga hal tersebut akan membuat masyarakat tergring pada ketertiban apabila terpenuhi
sisi tersebut. Masyarakat akan mendapatkan manfaat yang sangat signifikan dan terasa
adanya apabila hukum ditegakkan dengan baik. Selain itu, keadilan dari penegakan
hukum yang baik sangat diharapkan oleh masyarakat karena pada dasarnya tidak ada
orang yang ingin diperlakukan dengan tidak adil di mata hukum (Yulia, Herli, & Prakarsa,
2019). Kemanfaatan dalam ditegakkannya hukum, salah satunya ditujukan pada
pembangunan masyarakat, dan salah satu bagiannya ialah pembangunan kesehatan
masyarakat.
Pembangunan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memperbaiki kualitas serta
derajat masyarakat. penyelenggaraan pembangunan kesehatan mencakupi seluruh usaha
kesehatan serta sumber dayanya yang harus dilakukan dengan terus menerus untuk
mewujudkan hasil yang optimal.
Dalam upaya penyembuhan masyarakat yang dilakukan oleh dokter dan segenap
tenaga medis lainnya harus didukung oleh adanya sarana dan prasarana yang memadai.
Kriteria dari pelayanan yang baik tidak hanya diindikasikan dari banyak atau tidak banyak
keterlibatan para tenaga ahli medis, namun harus berdasar pada sebuah sistem dalam
pelayanan medis yang baik. Tenaga medis haruslah selalu bersandar pada SOPnya dengan
fokus pada tiap sisi yang menjadi hak dari pasien agar tidak terjadi sesuatu hal diluar SOP
tersebut, yang pada akhirnya akan berujung pada dilakukannya atau munculnya
malpraktek dalam kedokteran.
Dokter dalam melakukan tindakan medis nya selalu mengalami hasil akhir yakni
dua hal. Yaitu berhasil maupun tidak berhasil. Tidak berhasilnya tenaga medis banyak
disebabkan oleh berbagai faktor misalnya adanya keadaan yang memaksa dan yang
kedua, dokter berbuat tindakan medis yang tidak bersesuaian dengan standar profesi
medis nya. Maka akan timbul sengketa yang terjadi antara dokter maupun pasien yang
disebabkan oleh adanya malpraktek tersebut.
Malpraktik adalah setiap kesalahan medis yang muncul dan timbul oleh dokter
karena telah melakukan pekerjaan dibawah standar (Fitriono, Setyanto, & Ginting, 2016).
Malpraktik mengatakan bahwa kelalaian yang datang dari dokter dalam pemanfaatan
keterampilannya serta keilmuannya untuk mengobati pasien menurut ukuran lingkungan
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan Etika
Profesi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 543
yang sama (Hanafiah, 2014). Ninik Mariyanti mengatakan bahwa malpraktek memiliki
definisi Arti Umum yang berarti sebuah praktek yang buruk, dan tidak terpenuhinya
standar sebagaimana ketentuan profesi. Dan definisi Arti Khusus yaitu kejadian yang
bisa muncul dalam menentukan diagnosis, menjalankan operasi selama menjalankan
perawatan dan setelahnya (Utomo, 2015).
Pendapat-pendapat diatas pada dasarnya kesemuanya sepakat untuk
mendefinisikan malpraktik sebagai kesalahan yang muncul pada tenaga medis dan dalam
tingkat keterampilan yang sesuai dengan standar profesi yang pada akhirnya membuat
pasien dirugikan.
Terdapat sekurang-kurangnya tiga teori yang menjabarkan mengenai sumber dari
munculnya malpraktik yakni (Haiti, 2017):
a. Teori pelanggaran kontrak
Teori ini berpandangan bahwa alasan atau sumber dari adanya malpraktek
dikarenakan dilanggarnya kontrak.
Teori ini menekankan bahwa secara hukum tenaga kesehatan tidak memiliki
kewajiban untuk merawat apabila antara keduanya tidak memiliki kontrak yang
sebelumnya sudah terjalin.
b. Teori perbuatan yang disengaja
Teori ini bisa dimanfaatkan oleh pasien sebagai acuan untuk melakukan gugatan
malpraktik pada pasien akibat adanya kesalahan yang dilakukan dengan unsur sengaja
hingga mengakibatkan adanya cedera fisik yang dialami.
c. Teori kelalaian
Dalam teori ini, berpandangan bahwa sumber dari adanya malpraktek ialah adanya
kelalaian. Kelalaian bisa menjadi awal adanya adanya malpraktek dan dalam hal ini
haruslah dibuktikan. Kelalaian yang dimaksudkan haruslah memenuhi unsur kategori
culpa lata atau kelalaian yang berat.
Di dalam sengketa medis, ada dua hal yang mendasar yang perlu diperhatikan
yakni, pasien maupun keluarga pasien tidak paham mengenai tindakan medis yang bisa
saja memunculkan risiko. Kedua, pihak dokter yang tidak melakukan komunikasi yang
baik serta tidak menjelaskan dengan terperinci mengenai penyakit yang pasien derita
ataupun langkah yang hendak diambil dokter. Jika saja hak dan kewajiban dalam sengketa
antara pasien dan dokter diperhatikan dengan baik, serta menjalin komunikasi yang baik,
maka sengketa itu akan sangat minim muncul.
Berdasarkan hal tersebut, bisa disimpulkan bahwa malpraktek medis dalam
lingkungan profesi dokter sangat rentan terjadi khususnya karena ada kelalaian, sengaja,
ataupun kesalahan dalam pelayanannya. Dari hal tersebut, tentunya menimbulkan hukum
yang bisa ditinjau dari segala aspek hukum. Maka penulis membatasi penjabaran pokok
masalah dengan malpraktik kedokteran yang ditinjau dari aspek hukum pidana,
administrasi serta etika profesi (Afzal, 2017).
1. Malpraktik Kedokteran Dari Aspek Hukum Pidana
Hukum pidana adalah hukum yang berlaku secara umum, maksudnya setiap
individu diwajibkan tunduk dan mengikuti segala peraturan dan peraturan ini dapat
bersifat memaksa agar diikuti oleh semua yang berada di dalam lingkup wilayah
yurisdiksi Negara Republik Indonesia.
Hukum pidana juga dapat dipahami sebagai keseluruhan peraturan-peraturan
hukum untuk menentukan perbuatan apa saja atau menggolongkan perbuatan apa saja
yang termasuk dalam tindak pidana atau tidak serta apakah bisa dijatuhi sanksi dan hukum
terhadap mereka yang melakukannya ataupun tidak.
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
544 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Pada dasarnya negara adalah organisasi tertinggi yang memiliki otoritas serta
kewenangan untuk menentukan serta menjalankan hukum pidana yang berlaku. Hal ini
berarti, negara menempati posisi sebagai subjek hukum yang dapat membentuk berbagai
peraturan agar dapat ditegakkan guna mencapai dan terjaminnya ketertiban umum.
Hukum pidana mengatur ketentuan-ketentuan mengenai bentuk kesalahan yakni:
1) Sengaja/Kesengajaan/ Dolus
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana, kesengajaan diberi arti yakni
kemauan untuk melakukan berbagai perbuatan yang terlarang atau yang undang-undang
perintahkan.
2) Kealpaan/ Culpa
Umumnya, Culpa terbagi menjadi dua yaitu tidak berhati-hati dalam melakukan
sebuah perbuatan dan menduga akibat perbuatan tersebut.
Meskipun seseorang telah hati-hati dalam berbuat dan bertindak, bisa saja kealpaan
dilakukan, dan yang berbuat itu mengetahui bahwa apa yang diperbuat oleh dirinya,
mungkin timbul suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang.
Dokter di dalam menjalankan tugas-tugasnya terikat oleh berbagai ketentuan
hukum sekaligus sebagai tanggungjawab yang harus selalu dipenuhi oleh dokter. Salah
satu tanggung jawab yang timbul dari adanya delik yang umumnya terjadi yakni
Malpraktik adalah pertanggungjawaban hukum pidana yang dimuat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana yakni dalam pasal 90, pasal 259, pasal 360 ayat (1) dan (2) serta
dalam pasal 261 KUHP) (Soedjatmiko, 2001). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa
sejatinya setiap kesalahan yang diperbuat oleh seseorang tanpa memandang profesi maka
harus menerima sanksi, guna menekan terjadinya kesalahan yang serupa agar tatanan
kehidupan sosial selalu teratur dan aman.
Munculnya Malpraktik biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa unsur yang
dominan dilakukan oleh dokter, yakni dokter berbuat kesalahan dalam profesinya,
kemudian bisa jadi dokter melakukan kesalahan karena alpa dan lalai, atau kesalahan
yang diperbuat oleh dokter karena tidak mempergunakan keilmuannya, pengetahuannya
serta keterampilannya yang seharusnya dilakukan berdasar pada standar profesi yang
telah digariskan, serta bisa jadi terdapat akibat yang fatal yakni meninggalnya pasien atau
pasien menderita luka yang berat (Sugandhi, 1981).
Resiko yang muncul dalam sebuah profesi terkhusus pada profesi kesehatan tidak
dapat diprediksi, hanya saja yang merupakan bagian dari tanggung jawab profesi
kesehatan dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila dalam menunaikan
tugasnya terdapat unsur kesalahan dan kelalaian.
Di dalam dunia kesehatan, Malpraktik yang berdasar kepada hukum pidana atau
kriminalitas dalam bidang medis, dapat dikategorikan menjadi penganiayaan, kealpaan
(yang menyebabkan kematian).
Tidak semua Malpraktik medis masuk dalam ranah hukum pidana, melainkan harus
terpenuhinya 3 unsur yakni (Qomariyah, Ohoiwutun, & Prihatmini, 2018): Adanya sikap
batin profesi kesehatan (ada yang bersifat kesengajaan dan culpa), Tindakan medis yang
dilakukan dan standar profesi menjadi terlanggar. Standar operasional prosedur yang
mengandung sifat melawan hukum, tidak bersesuaian dengan kebutuhan media pasien,
Menimbulkan luka-luka serta hilangnya nyawa pasien (Ola, Huda, & Putera, 2017).
Munculnya kesalahan dalam tindak pidana medis banyak terjadi karena unsur
kelalaian yang dilakukan oleh dokter maupun tenaga kesehatan lainnya, atau yang dalam
rinciannya, tenaga kesehatan melakukan sesuatu yang tidak perlu dilakukan dan ia
melakukannya.
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan Etika
Profesi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 545
Soejatmiko berpendapat bahwa, timbulnya malpraktek pidana apabila ada pasien
yang mengalami kecacatan, meninggal dunia akibat dokter maupun dan tenaga yang
dalam bertugas kurang hati-hati. Malpraktik pidana meliputi:
a. Malpraktik pidana karena kesengajaan
Contoh kasus ini misalnya dokter atau tenaga medis melakukan aborsi tanpa
indikasi medis, melakukan euthanasia, membocorkan apa-apa yang menjadi rahasia
kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat darurat, padahal dokter atau
tenaga medis mengetahui bahwa tidak ada yang bisa menolongnya kecuali dirinya dan
memberikan surat keterangan dokter dengan tidak benar.
b. Malpraktek pidana yang timbul karena kecerobohan.
Contohnya melakukan yang tidak sesuai dengan apa-apa yang menjadi standar
profesinya ataupun melakukan sesuatu tindakan yang tidak mendapatkan persetujuan
medis
c. Malpraktik pidana karena kealpaan.
Yakni misalnya telah terjadi kepada pasien cacat atau pasien tersebut meninggal
dunia yang dilakukan karena dokter atau tenaga medis yang menanganinya tidak hati-hati
atau alpa yang menyebabkan ada alat-alat operasi tertinggal di tubuh pasien.
Adapun contoh konkret dari Malpraktek dari sisi pidana yakni di Langsa, seorang
perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa diduga melakukan
Malpraktek yakni salah memberikan obat Ranitidine 50 mg, Naufalgis 45 mg kepada
pasien bayi perempuan yang baru berumur 34 hari saat menjalani perawatan. Akibatnya
bayi mengalami muntah-muntah, kejang dan perut kembung serta badan lemas perawat
meminta anaknya diberi obat Naritidin 50 mg, Naufalgis 45 mg atas perintah perawat
bakti berinisial CM. Namun, selang beberapa menit tiba-tiba anak Mariana mengalami
kejang-kejang, muntah, perut kembung dan lemas. Sementara perawat melanggar
instruksi dr Nursal yang hanya menyuruh untuk melakukan infus, tetapi diberi obat
suntikan yang berakibat fatal. Hal ini merupakan kasus pidana yang timbul dari
kecerobohan.
Bila dikaji dalam KUHP, dokter yang melakukan tindak malpraktek dapat dimintai
pertanggungjawaban atas seluruh perbuatannya dengan Pasal 360 KUHP ayat(1) dan ayat
(2), dengan demikian untuk melindungi hak-hak korban karena Malpraktik atas dirinya.
Di dalam KUHP secara khusus mengatur mengenai kualifikasi dari tindakan Malpraktek
yang dilakukan oleh dokter, dan penegak hukum pun memiliki landasan yuridis dalam
tujuan untuk menegakkan peraturan dalam KUHP terhadap dokter yang melakukan
Malpraktik (Diputra & Griadhi, 2014).
Adapun pertanggungjawaban pidana dokter/tenaga medis dalam KUHP adalah
memang perlu dilakukan pertanggungjawaban pidana agar dokter dan segenap tenaga
medis lebih berhati-hati dan tidak semena-mena di dalam bertindak kepada pasien-
pasiennya.
2. Malpraktik Kedokteran Dari Aspek Administrasi
Malpraktik di dalam pertanggungjawaban administrasi yakni jika dokter ataupun
tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap administrasi negara. Sebagai contoh
misalnya dokter dalam menjalankan praktiknya tanpa lisensi, seorang dokter melakukan
praktek dengan izin yang telah kadaluarsa saat melakukan praktek tanpa catatan medik
(Asyhadie, SH, & Rahmawati Kusuma, 2019). Pelanggaran muncul apabila dokter dan
tenaga medis melanggar yang berkaitan dengan hal-hal administrasi.
Apabila berbagai ketentuan tersebut diatas dilanggar, maka tenaga medis dapat
dipersalahkan dengan delik melanggar hukum administrasi. Aspek hukum administrasi
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
546 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
di dalam penyelenggaraan praktik pelayanan kesehatan yakni dokter ataupun tenaga
medis haruslah terlebih dahulu menyelesaikan pendidikannya dan di dalam praktik
haruslah memiliki izin, seperti izin dalam arti memberikan kewenangan secara formil,
izin dalam arti memberikan kewenangan secara materil. Sedangkan di dalam Hukum
Administrasi, pemberian izin pada hakikatnya adalah mengarahkan aktivitas, yakni izin
diberikan (baik formal maupun materil) sebagai suatu kontribusi atau sumbangsih dan
standar pelayanan yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan pratiknya, kemudian selain itu
menghindarkan dari bahaya yang dapat saja timbul di dalam pelaksanaan praktik serta
mencegah penyelenggaraan praktik kesehatan oleh orang yang tidak berhak atasnya,
serta melakukan proses seleksi yakni penilaian secara administrasi serta kemampuan
teknis yang harus dipenuhi oleh setiap perawat, serta memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari praktik yang dilakukan oleh oknum yang tidak memiliki kompetensi
(Yulianto R, 2017).
Seorang tenaga medis dikatakan telah melakukan malpraktik administrasi apabila
ia telah menyimpangi hukum administrasi. Misalnya dalam hal persyaratan tenaga kerja
dibidang kesehatan, batas-batas serta kewenangan dan kewajiban tenaga medis. Apabila
hal-hal tersebut disimpangkan maka tenaga kesehatan yang berkaitan bisa dipersalahkan
dengan ketentuan melanggar hukum administrasi.
Secara sederhana bisa dipahami bahwa malpraktik secara administrasi muncul
apabila perangkat medis melanggar hukum administrasi misalnya dokter tidak memiliki
surat izin kerja, izin praktik ataupun melanggar apa yang menjadi batas-batas
kewenangannya.
Contoh dari Malpraktek administrasi saat Jajaran Polres Metro Jakarta Barat
berhasil amankan 3 tersangka kasus praktek klinik Pratama Metropole di Tamansari,
Jakarta Barat. Dalam hal ini, polisi meringkus praktek kedokteran yang izinnya tidak
sesuai dengan ketentuan praktek kedokteran. Serta melakukan praktek-praktek yang tidak
sesuai izin yang diberikan Suku Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Administrasi terkait
yakni berupa pelayanan medik dasar untuk menyelenggarakan pengobatan umum atau
gigi serta kesehatan ibu dan anak.
Aspek hukum administrasi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran haruslah
memiliki izin secara formil maupun materil.
Pada dasarnya, izin (material serta formil) dalam hukum administrasi ialah:
1) Menunjukkan aktivitas, misalnya diberikannya izin, bisa memberikan kontribusi,
tegaknya implementasi profesi serta standar pelayanan yang harus dicukupkan dalam
melaksanakan prakteknya.
2) Menghalau bahaya yang bisa saja muncul dari penyelenggaraan praktik kedokteran
tersebut.
3) Melakukan proses penyeleksian yaitu penilaian administratif serta kemampuan teknis
yang wajib untuk dipenuhi oleh setiap tenaga medis.
4) Melindungi warga masyarakat pada praktik yang tidak dilakukan oleh orang yang
mempunyai kompetensi.
3. Malpraktik Kedokteran Dari Aspek Etika Profesi
Etika merupakan istilah yang berkaitan dengan keilmuan mengenai berbagai asas
akhak atau moral. Etika fokus pada tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan
moral. Etikalah yang menggerakkan serta menjalankan akal untuk menuntun pada
kebenaran ataupun kesalahan dari tingkh laku yang seseorang lakukan.
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan Etika
Profesi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 547
Profesi ialah sebuah jabatan yang disandang oleh seseorang dengan kualifikasi
tertentu yang di dapatinya dari belajar dan lain sebagainya, serta profesi bisa membuat
seseorang tersebut terbimbing agar melayani seseorang pada bidangnya.
Profesi merupakan pekerjaan tetap yang mengimplementasikan fungsi masyarakat
misalnya melayani yang pelaksanaannya dikerjakan dengan penuh komitmen serta ahli
pada ranahnya, sebagai sebuah panggilan yang terikat pada etika umum serta khusus.
Etika profesi merupakan salah satu bagian dari etika sosial yang memiliki arti
sebagai filsafat maupun pemikiran yang kritis serta rasional mengenai tanggung jawab.
Yaitu berani berbuat dengan adanya tekad yang bergerak sebagaimana yang menjadi
ketentuan profesi dan sadar akan kewajibannya serta memiliki idealisme yang tinggi.
Dekade ini, begitu beragam permasalahan hukum di bidang kesehatan, yang
menjadi cerminan dari bergesernya berbagai nilai ataupun pandangan masyarakat
berkenaan dengan pandangan masyarakat yang kritis serta sadar akan hukum pada
pelayanan kesehatan yang dokter lakukan.
Profesi kedokteran adalah profesi yang sangat spesifik karena profesi tersebut
berkaitan erat dengan masyarakat ataupun kesehatan masyarakat. Hal tersebut yang
kemudian menimbulkan banyak konsekuensi pada profesi kedokteran yang selalu
dituntut agar senantiasa memiliki moralitas yang tinggi, yakni dokter harus dituntut untuk
bisa tetap sigap kapan saja menunaikan kewajibannya dalam mengusahakan kesehatan
masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, dokter diikat dengan berbagai ketentuan yang
berat serta ketat yakni etika profesi kedokteran.
Hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien berawal dari dokter yang
mengadakan penawaran umum untuk menjalin kesepakatan pengobatan dengan pasien.
Perjanjian tersebut sah apabila berkesesuaian dengan apa yang tertera dalam pasal 1320
KUHPerdata yakni dengan adanya kesepakatan, para pihak yang cakap, objek tertentu
serta kausal yang sah.
Apabila terjadi malpraktik, maka ada berbagai pasal dalam KUHPerdata yang
efektif dalam penerapan hukum malpraktek:
Di dalam pasal 1365 tertera bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum dna
bisa mendatangkan kerugian pada pihak lainnya, maka memberikan kewajiban pada
orang yang karena kesalahannya mendatangkan kerugian, ia wajib mengganti kerugian
tersebut.
Bagi profesi kedokteran, umumnya dalam menjalankan profesinya ia berpegang
pada kesalahan-kesalahan dari profesinya apabila memenuhi unsur:
1) Bertindak dengan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban profesional.
2) Berbuat tindakan medis yang tidak sama dengan standar profesi media
3) Melakukan pelanggaran pada hak-hak pasien
4) Melakukan perbuatan yang melanggar serta bertentangan dengan kepatutan dalam
norma masyarakat.
Dalam pasal 1371 KUHPerdata, tertera penyebab dari munculnya luka ataupun
kecacatan pada anggota tubuh disebabkan sengaja serta tidak hati-hati dalam menunaikan
hak korban...”
Tanggung jawab dokter yang melakukan malpraktek dalam hal pelaksanaan
profesinya dengan ketentuan profesional yakni kode etik dan ketentuan hukum misalnya,
hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi.
Dokter seperti yang diketahui secara luas adalah sebuah profesi yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat dan dokter dalam penunaian tugasnya mempunyai tanggung
jawab yang besar sebab menyangkut hal ikhwal masyarakat atau kesehatan masyarakat .
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
548 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Tenaga medis utamanya dokter dalam menjalankan profesinya dituntut harus bisa
menjunjung tinggi profesionalismenya yang mencakup pengetahuan, kemampuan serta
behaviour yang harus selalu dipraktekkan dalam mengemban serta menjalankan
tugasnya. Profesionalisme bisa mencegah dokter dari perbuatan ataupun masalah yang
etik, disiplin serta hukum yang bisa saja timbul dari profesinya tersebut (Sukohar &
Carolia, 2016).
Dalam pembagiannya, malpraktek dibagi dalam beberapa golongan yakni:
a. Malpraktik Medik, yaitu malpraktik yang membuat pasien mengalami luka yang parah
dan berat dari perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh dokter sebagai bentuk
kelalaian dalam profesinya.
b. Malpraktek Etik, yaitu malpraktik yang dilakukan oleh dokter yang ia bertentangan
dengan etika-etika kedokteran yang merupakan bagian dari standar prinsip, etika,
aturan maupun norma yang berlaku dalam kedokteran.
c. Malpraktik Yuridik:
1) Malpraktek Perdata, yakni malpratek yang muncul disebabkan doktter melakukan
pelanggaran ataupn alfa pada pelaksanaan fungsi-sungsi kedokterannya serta
melanggar aturan yang berlaku.
2) Malpraktek Pidana, yakni muncul disebabkan terpenuhinya rumusan undang—
undang pidana yang dilanggarnya.
3) Malpraktek Administrasi, yakni Malpraktik yang muncul disebabkan dokter
menyalai unsur hukum administrasi negara.
Dalam penjabaran diatas, Malpraktik etik dan profesi juga bisa timbul apabila
dokter bertentangan dengan etika-etika kedokteran yang merupakan bagian dari standar
prinsip, etika, aturan maupun norma yang berlaku dalam kedokteran. Padahal Malpraktek
muncul juga bisa disebabkan karena dokter yang lalai memperhatikan kumpulan norma
untuk menuntut para dokter agar selalu berproses dengan baik dan memperhatikan kode
etiknya.
Dalam hal ini, Ketua IDI Cabang Jakarta Selatan mengenakan sanksi kepada dokter
Kevin Samuel yang dianggap melecehkan kaum perempuan dengan mengunggah video
soal persalinan yang dinilai tidak senonoh di aplikasi TikTok. Maka, Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran Pusat Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) menjatuhkan sanksi
terhadap Kevin Samuel, dokter muda yang dinilai telah melakukan pelanggaran
Malpraktik etika profesi kedokteran kategori sedang.
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran atau MKEK yang menjadi penentu bagi
berbagai kasus malpraktek serta pelanggaran hukum dan munculnya banyak kasus apakah
dikelompokkan sebagai pelanggaran etika atau pelanggaran hukum. MKEK memberikan
putusannya pada adanya pengaduan yang berkenaan dengan disiplin dokter (Afzal, 2017).
Kesimpulan
Malpraktek adalah kelalaian yang datang dari dokter dalam memanfaatkan
keterampilannya serta keilmuannya untuk mengobati pasien menurut ukuran lingkungan
yang sama, atau setiap kesalahan medis yang muncul dan timbul oleh dokter karena telah
melakukan pekerjaan dibawah standar. Malpraktik bisa ditinjau dari berbagai aspek
hukum seperti: Malpraktik dalam unsur Hukum Pidana ialah malpraktik yang kriminalitas
dalam bidang medis, dapat dikategorikan menjadi penganiayaan, kealpaan (yang
menyebabkan kematian). Soejatmiko berpendapat bahwa, timbulnya malpraktek pidana
apabila ada pasien yang mengalami kecacatan, meninggal dunia akibat dokter maupun
Malpraktik Kedokteran Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana, Administrasi dan Etika
Profesi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 549
dan tenaga yang dalam bertugas kurang hati-hati. Kemudian dalam Aspek Administrasi,
seorang tenaga medis dikatakan telah melakukan malpraktik administrasi apabila ia telah
menyimpangi hukum administrasi. Misalnya dalam hal persyaratan tenaga kerja di bidang
kesehatan, batas-batas serta kewenangan dan kewajiban tenaga medis. Apabila hal-hal
tersebut disimpangkan maka tenaga kesehatan yang berkaitan bisa dipersalahkan dengan
ketentuan melanggar hukum administrasi. Serta dalam hal etika profesi, Malpraktik Etik
dan Profesi juga bisa timbul apabila dokter bertentangan dengan etika-etika kedokteran
yang merupakan bagian dari standar prinsip, etika, aturan maupun norma yang berlaku
dalam kedokteran.
Bibliografi
Achadiat, Chrisdiono M. (2007). Dinamika etika & hukum kedokteran dalam tantangan
zaman. EGC.
Afzal, Muhammad. (2017). Perlindungan Pasien Atas Tindakan Malprakter Dokter.
Jurnal Ilmiah Mandala Education, 3(1), 435–444.
Asshiddiqie, Jimly, & Safa’at, Muchamad Ali. (2006). teori Hans Kelsen tentang hukum.
Mahkamah Konstitusi RI, Sekretariat Jenderal dan Kenpaniteraan.
Asyhadie, H.Zaeni, SH, M., & Rahmawati Kusuma, S. H. (2019). Hukum
ketenagakerjaan dalam teori dan praktik di Indonesia. Prenada Media.
Budi, Ananta Tantri. (2010). Upaya bantuan hukum dokter gigi dalam menghadapi
sengketa medis. Jurnal PDGI, 59(1), 2.
Diputra, I.Gede Indra, & Griadhi, Ni Md Ari Yuliartini. (2014). Pertanggungjawaban
Pidana Terhadap Dokter Yang Melakukan Tindakan Malpraktek Dikaji Dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jurnal OJS Unud, 2(5).
Fitriono, Riska Andi, Setyanto, Budi, & Ginting, Rehnalemken. (2016). Penegakan
Hukum Malpraktik Melalui Pendekatan Mediasi Penal. Yustisia Jurnal Hukum, 5(1),
148–161.
Gunawan. (n.d.). Etika dan Hukum Kedokteran.
Haiti, Diana. (2017). Tanggung Jawab Dokter Dalam Terjadinya Malpraktik Medik
Ditinjau Dari Hukum Administrasi. Badamai Law Journal, 2(2), 206–223.
Hamzah, A. (2016). kamus hukum.
Hanafiah, M.Jusuf. (2014). Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4. EGC.
Ibrahim, Johnny. (2012). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cetakan ke-
6. Malang: Bayumedia Publishing.
Isfandyarie, Anny, Afandi, Fachrizal, Puspita, Nonny Yogha, & Gufron, Agus. (2006).
Tanggung jawab hukum dan sanksi bagi dokter. Prestasi Pustaka Publisher.
Kelsen, Hans. (2013). Teori umum tentang hukum dan negara.
LUBIS, AHMAD YASIR. (2020). Disparitas putusan malpraktek kedokteran studi
putusan mahkamah agung no. 365k/pid/2012. JURNAL ILMIAH KOHESI, 4(4), 87–
96.
Marpaung, Leden. (2008). Asas-asas teori praktek hukum pidana.
Marzuki, Peter Mahmud. (2009). Penelitian Hukum (Pertama). Kencana Prenada Media
Group.
Ola, Clara Yunita Ina, Huda, Khoirul, & Putera, Andika Persada. (2017). Tanggung
Jawab Pidana, Perdata Dan Administrasi Asisten Perawat Dalam Pelayanan
Kesehatan Desa Swadaya. Legality: Jurnal Ilmiah Hukum, 25(2), 134–146.
Qomariyah, Selly Ismi, Ohoiwutun, Y. A., & Prihatmini, Sapti. (2018). Tindak Pidana
Jamaluddin
1
dan Ratna Karmila
2
550 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Kelalaian Dokter Gigi Yang Menyebabkan Luka Pada Pasien (Analisis Putusan
Nomor: 257/Pid. B/2015/PN. Dps). Lentera Hukum, 5, 493.
Soedjatmiko, H. M. (2001). Masalah Medik dalam Malpraktik Yuridik. Kumpulan
Makalah Seminar Tentang Etika Dan Hukum Kedokteran.
Sugandhi, R. (1981). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasannya.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Yogyakarta:
Alfabeta, Bandung.
Sukohar, Asep, & Carolia, Novita. (2016). Peran Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia (MKEK) dalam Pencegahan dan Penyelesaian Malpraktek Kedokteran.
JK UNILA, Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, Vol 1 No 2, Oktober 2016,
1(2), 363–368.
Utomo, Laksanto. (2015). Penyelesaian Malpraktek Di Bidang Kedokteran Dalam Sistem
Peradilan Indonesia. LEX PUBLICA: Jurnal Ilmu Hukum Asosiasi Pimpinan
Perguruan Tinggi Hukum Indonesia, 1(2).
Yulia, Rena, Herli, Dadang, & Prakarsa, Aliyth. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap
Korban Kejahatan Pada Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Dalam Sistem
Peradilan Pidana. Jurnal Hukum & Pembangunan, 49(3), 661–670.
Yulianto R. (2017). Analisa Terhadap Tindakan Perawat Dalam Melakukan Tindakan
Khitan.