������������������������������������������ Jurnal
Indonesia Sosial Teknologi: p�ISSN:
2723 - 6609
e-ISSN : 2548-1398
PENGENDALIAN TATA
RUANG DI �KOTA TASIKMALAYA (STUDI DINAS
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KOTA TASIKMALAYA)
Rais Abdul Ba�its
Sekolah Tinggi Administrasi Tasikmalaya
Email
: [email protected]
Abstract
The efforts of the Tasikmalaya City
Government policy have not been maximized in controlling spatial planning in
the City of Tasikmalaya. Of course, the root of the problem must be found
academically. The first step to find out about the various problems in spatial
use planning in Tasikmalaya City is to conduct a study on policy control.
Studies on spatial control are expected to find out about the various problems
faced in controlling, supervising and implementing spatial planning policies
from the various factors that influence it. It seems
that it indicates that the control of spatial planning in the use of space in
Tasikmalaya City carried out by the Public Works and Spatial Planning Office of
Tasikmalaya City still has several problems, including the following: The purpose of this study is to determine
and analyze spatial control in the City of Tasikmalaya (Study of the Department
of Public Works and Spatial Planning for the City of Tasikmalaya). The research method used is descriptive
method using a qualitative approach. Data collection consists of primary data
and secondary data, with data collection techniques using direct observation
techniques (direct observation), in-depth interview techniques, and
documentation studies. The data checking technique used was source
triangulation. Data analysis was carried out before entering the field, during
the field and after completion in the field. Based on
the results of research and what has been carried out and the discussion that
has been described, the research on Spatial Control in Tasikmalaya City. "
(Study of the Public Works and Spatial Planning Office of Tasikmalaya City) is
less than optimal, this can be seen from the following variables: Determining
the measurement tool (standard) that spatial control and zoning regulations in
the City of Tasikmalaya are not yet fully ideal as a measuring tool, because .
The concept of spatial change only looks at the interests of the Office, does
not pay attention to the interests of other communities as users of their
facilities, they complain about the development that has been carried out by
the City Government of Tasikmalaya.
Keyword : Control, Spatial, Planning
Abstrak
Belum maksimalnya upaya kebijakan
Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam pengendalian penataan tata ruang di Kota
Tasikmalaya tentu harus dicarikan akar permasalahannya secara akademis. Langkah
awal untuk mengetahui tentang berbagai permasalahan dalam penataan ruang
pemanfaatan ruang di Kota Tasikmalaya adalah melakukan studi tentang
pengendalian kebijakan. Studi tentang pengendalian tata ruang diharapkan dapat
mengetahui tentang berbagai persoalan yang dihadapi dalam mengendalikan,
mengawasi dan penerapan kebijakan penataan ruang dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Nampaknya
diindikasikan bahwa pengendalian tata ruang dalam pemanfaatan ruang di Kota
Tasikmalaya yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota
Tasikmalaya masih menyimpan beberapa permasalahan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan menganalisis pengendalian tata ruang di Kota Tasikmalaya (Studi
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya). Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder, dengan
teknik pengumpulan data secara teknik pengamatan langsung (Observasi langsung),
teknik wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Teknik pemeriksaan data yang
digunakan adalah triangulasi sumber. Analisis data dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Hasil
penelitian dan yang telah dilaksanakan dan pembahasan yang telah diuraikan,
maka penelitian kurang optimal, hal tersebut dapat dilihat dari variabel
sebagai berikut: Menentukan alat pengukuran (standar) bahwa pengendalian tata
ruang dan peraturan zonasi� di wilayah
Kota Tasikmalaya belum sepenuhnya bisa dikatakan ideal sebagai alat ukur. Konsep perubahan
tata ruang tersebut hanya melihat kepentingan Dinas, tidak memperhatikan
kepentingan masyarakat lainnya sebagai pengguna fasilitas mereka mengeluhkan
mengenai pembangunan yang telah dilakukan Pemerintah Kota Tasikmalaya
Kata kunci: Pengendalian, Tata Ruang, Tasikmalaya
Pendahuluan
Pelaksanaan pembangunan
berimplikasi terhadap penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan rencana peruntukkan. Padahal baik pada tingkat
nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota telah disusun Rencana Tata Ruang
Wilayah (RT/RW). Melalui RT/RW ini penggunaan ruang telah dipilah-pilah
berdasarkan struktur dan fungsi ruang. Struktur dan fungsi ruang inilah yang
seharusnya menjadi dasar dalam penggunaan ruang. Struktur ruang memuat susunan
pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis
memiliki hubungan fungsional. Sementara itu, pola ruang memuat distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya (Akib, 2013).
Penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya perlu
disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RT/RW) Kota Tasikmalaya.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat mendorong
terjadinya ketidak seimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup
serta akan terjadi penurunan kualitas lahan, sehingga penggunaan lahan tidak
optimal (Purwani et al, 2012).
Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis,
ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannyan waktu.
Evaluasi Rencana Tata Ruang kawasan perkotaan termasuk kedalam kegiatan
pengendalian pemanfaatan ruang, dan dibutuhkan manakala dirasakan bahwa secara
internal ada perkembangan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali sehingga potensial
terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang (Hasni, 2008). Sedangkan secara eksternal muncul
berbagai kebijakan yang tidak terakomodasikan dalam RT/RW lama.
Pemerintah Kota Tasikmalaya sudah berusaha menata ruang dalam pemanfaatan
ruang di Kota Tasikmalaya, dimana Kota Tasikmalaya yang terdiri dari 10 Kecamatan.� Hal ini dapat penulis kemukakan dalam bentuk
tabel 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Tentang Rencana Tata Ruang kawasan perkotaan
Kode |
Kecamatan |
Jumlah |
Daftar |
32.78.09 |
7 |
�
Bantarsari,Bungursari, Cibunigeulis, Sukajaya, Sukalaksana, Sukamulya, Sukarindik |
|
32.78.06 |
9 |
�
Awipari, Ciakar, Ciherang, Kersanagara, Kotabaru, Margabakti, Setiajaya, Setianegara, Setiaratu |
|
32.78.01 |
6 |
�
Argasari, Cilembang, Nagarawangi Tugujaya,Tuguraja, Yudanagara |
|
32.78.02 |
4 |
||
32.78.04 |
6 |
�
Indihiang, Panyingkiran, Parakannyasag, Sirnagalih,� Sukamajukaler,� Sukamajukidul |
|
32.78.05 |
10 |
�
Cibeuti, Cilamajang, Gununggede Gunungtandala,Karanganyar, Karsamenak, Leuwiliang,� Talagasari, Tanjung, Urug |
|
32.78.08 |
8 |
�
Cigantang, Cipari, Cipawitra, Karikil, Linggajaya, Mangkubumi Sambongjaya, Sambongpari |
|
32.78.10 |
6 |
�
Purbaratu, Singkup, Sukaasih Sukajaya, Sukamenak, Sukanagara |
|
32.78.07 |
8 |
�
Mugarsari, Mulyasari, Setiamulya Setiawargi, Sukahurip, Sumelap |
|
32.78.03 |
5 |
�
Cikalang, Empangsari, Kahuripan, Lengkongsari, Tawangsari |
|
TOTAL |
69 |
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota
Tasikmalaya, 2020
Pemerintah
Kota Tasikmalaya sudah berusaha menata ruang dalam pemanfaatan ruang di Kota
Tasikmalaya berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, namun
pada kenyataannya permasalahan seputar pengendalian tata ruang dalam
pemanfaatan ruang di Kota Tasikmalaya masih menjadi permasalahan yang sangat
pelik. Faktanya, berdasarkan penelitian awal secara umum kegiatan penataan
ruang tidak dilaksanakan secara maksimal, tidak sesuai dengan harapan dan
tujuan yang telah ditetapkan yaitu menciptakan kenyamanan dan ketertiban bagi
masyarakat baik yang ada di Kota Tasikmalaya (Rosari,
2019).
����������� Belum
maksimalnya upaya kebijakan Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam pengendalian
penataan tata ruang di Kota Tasikmalaya tentu harus dicarikan akar
permasalahannya secara akademis (Mirsa,
2012). Langkah awal untuk mengetahui tentang
berbagai permasalahan dalam penataan ruang pemanfaatan ruang di Kota
Tasikmalaya adalah melakukan studi tentang pengendalian kebijakan. Studi
tentang pengendalian tata ruang diharapkan dapat mengetahui tentang berbagai
persoalan yang dihadapi dalam mengendalikan, mengawasi dan penerapan kebijakan
penataan ruang dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
����������� (Hermawan,
2020) Nampaknya diindikasikan bahwa pengendalian
tata ruang dalam pemanfaatan ruang di Kota Tasikmalaya yang dilakukan oleh
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya masih menyimpan
beberapa permasalahan, diantaranya sebagai berikut:
1. Menentukan alat pengukuran berupa konsep
preventif kontrol dalam penataan ruang yang ada di Kota Tasikmalaya masih
tumpang tindih dengan Dinas dan Lembaga terkait
sehingga dalam melaksanakan pengendalian tata ruang masih tidak optimal,
sehingga menimbulkan kecemburuan sosial antar wilayah kecamatan maupun
kelurahan.
2. Kurangnya
pemahaman masyarakat sebagai target group
terhadap kebijakan pengendalian di tengah proses penaataan ruang dalam
pemanfaatan ruang di Kota Tasikmalaya. Contoh: Masyarakat masih ada yang
melanggar komitmen mengenai pemanfaatan tata ruang yang sudah ditentukan untuk
digunakan fasilitas umum dan fasilitas usaha.
3. Kurang
mengadakan tindakan perbaikan (corrective
Action) berupa repressive kontrol
yang berupa tugas dan tanggungjawab badan-badan pelaksana yang terkait dalam
pelaksanaan penataan ruang, Contoh: Karena kegiatan pemanfaatan tata ruang
sebagai satu kegiatan Bidang tata ruang, maka setiap permasalahan menjadi
tanggungjawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya (Rusli, 2013).
Padahal penanganan semua itu menjadi tanggungjawab semua dan lintas sektoral.
Metode Penelitian�����
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif pendekatan studi kasus di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kota Tasikmalaya, dimana dengan metode ini dapat mengungkapkan secara
komprehensif dengan
Fakta yang dibutuhkan meliputi
kata-kata dan tindakan informan yang memberikan data dan informasi tentang
objek penelitian dari key informant
melalui proses wawancara dan pengamatan
Lebih jelasnya dalam tabel di bawah ini :
��������������������������������������������� Tabel
3.1
�InformanPenelitian
No |
Asal Informan |
Jumlah Informan |
Ket |
1 |
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya |
1 Orang |
Wawancara |
2 |
Kabid Tata
Ruang pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya |
1 Orang |
Wawancara |
3 |
Kasi Tata
Ruang pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya |
1 Orang |
Wawancara |
4 |
Staf
Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya |
1 Orang |
Wawancara |
5 |
Dinas dan
Lembaga terkait di Wilayah Kota Tasikmalaya |
5 Orang |
Wawancara |
6 |
Masyarkat
Perwakilan����������� Perkecamatan |
10 Orang |
Wawancara |
Jumlah |
19 Orang |
|
Hasil dan Pembahasan
Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
menunjukkan bahwa tentang Pengendalian tata ruang dan peraturan zonasi� di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kota Tasikmalaya, hal tersebut
dapat dilihat dari faktor faktor Implementasi
Pengendalian
tata ruang dan peraturan zonasi� sebagai berikut:
Landasan hukum yang
menjadi dasar penyusunan Rencana Strategis (Renstra) OPD Dinas
Pekerjaan Umum dan� Penataan�� Ruang��
Kota Tasikmalaya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, berpedoman pada peraturan
perundang-undangan sebagai rujukan, yakni :
1. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan��
Kota Tasikmalaya;
2. Undang-UndangNomor
17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara;
3. Undang-UndangNomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
4. Undang-UndangNomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 � 2025 ;
5. Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang - Undang Nomor 9� Tahun�
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
6. PeraturanPemerintahNomor 58 Tahun 2005 tentang�
Pengelolaan Keuangan Daerah;
7. PeraturanPemerintahNomor 8 Tahun 2008 tentangTahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
8. PeraturanPresiden
�Republik� Indonesia Nomor
81 Tahun �2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 � 2025;
9. PeraturanPresidenNomor 2 Tahun 2015 tentangRencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional� Tahun 2015-2019;
10. Peraturan Presiden
Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun� �2015
tentang Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
11. Peraturan
Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah;
12. Peraturan Menteri
Pekerjaan� Umum� dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 13.1/PRT/M/2005 tentang Rencana Strategis Kementrian �Pekerjaan
�Umum �dan �Perumahan
�Rakyat
�Tahun �2015 �2019;
13. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor� 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan����� Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentangPedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
14. Peraturan� Menteri�
Pekerjaan� Umum� dan�
Perumahan� Rakyat� Nomor�
: 34/PRT/M/2015
tanggal 1 Juli 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
15. Peraturan� Menteri�
Pekerjaan� Umum� dan�
Perumahan� Rakyat� Nomor�
: 15/PRT/M/2015
tentang organisasi dan tata kerja Kementraian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat;
16. Peraturan� Menteri�
Pekerjaan� Umum� dan�
Perumahan� Rakyat� Nomor�
: 15/PRT/M/2016� tentang�
Road� Map� Reformasi�
Birokrasi� Kementraian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 2015 � 2019;
17. PeraturanMenteriDalamNegeriNomor �86 �Tahun �2017 �tentang
�Tata �Cara Perencanaan, Pengendalian dan
Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, serta Tata Cara
Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah dan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah;
18. Peraturan�� �Daerah��
�Provinsi Jawa�� �Barat��
�Nomor��
�2��
�Tahun�� �2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25� Tahun 2010 tentang Perubahan atas� Peraturan�� Daerah
�Provinsi
Jawa Barat �Nomor 2 Tahun 2009 tentangRencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013;
19. Peraturan��� �Daerah��� �Kota���
�Tasikmalaya Nomor��� �9���
�Tahun��� �2006 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah;
20. Peraturan Daerah Kota TasikmalayaNomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD)
Kota Tasikmalaya Tahun 2005;
21. Peraturan Daerah
Kota TasikmalayaNomor 12 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Perencanaan
Pembangunan Daerah;
22. Peraturan Daerah Kota TasikmalayaNomor 4 Tahun 2012 tentangRencana Tata Ruang Wilayah Kota
TasikmalayaTahun 2011-2031;
23. Peraturan Daerah Kota TasikmalayaNomor 2 Tahun 2013 tentangRencana Pembangunan �JangkaMenengah
�Daerah
�Kota
�TasikmalayaTahun �2013-2017;
24. Peraturan
Menteri� Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 Tentang
Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata
Cara Review Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa;
25. Peraturan
Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah;
26. Peraturan
Walikota Tasikmalaya Nomor� 2� Tahun
�2010
�Tentang Tata
�Cara
dan Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan;
27. Peraturan
Walikota Tasikmalaya Nomor �40 �Tahun
�2016
�tentang �Susunan Organisasi, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah;
28. Peraturan
Walikota Tasikmalaya Nomor 55 Tahun 2016 tentang Tugas Pokok
dan Rincian Tugas Unit Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya;
29. Peraturan
Walikota Tasikmalaya Nomor 23� Tahun 2017 Tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya
Tahun 2017.
Table
II. Perhitungan Metode
PLIBEL Operator Finishing
Dari Hasil pengolahan data Pada
Table II menyatakan bahwa nilai presentase yang dapat menyebabkan terjadinya
resiko cedera pada otot dapat diketahui:
1.
Hasil
pengolahan data menyatakan bahwa bagian Siku, lengan bawah, Tangan memiliki
resiko Musculosceletal Disorder dengan presentase paling tinggi atau paling
besar yakni sebesar 72,72%
2.
Untuk
presentasi tertinggi nomer 2 yakni pada bagian Leher, Bahu, dan Punggung Bagian
Atas dikarenakan presentase nya sebesar 42,30%
3.
Dan peringkat
tertinggi berikutnya yaitu pada bagian Kaki dan Lutut, Pinggul dengan presentase
sebesar 50%
4.
Skor pada
faktor lingkungan termasuk kedalam presentase rendah dikarenakan presentase nya
kurang dari 50% yaitu sebesar 44,44%
1. Perhitungan Metode Quick Exposure
Check (QEC)
Pengolahan data
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner pada operator produksi, dimana
operator produksi mempunyai tingkat resiko tinggi dalam menjalankan pekerjaan.
Proses pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara dan observasi. Proses wawancara dilakukan untuk memperoleh data QEC
dari sudut pandang pekerja, sedangkan observasi dilakukan untuk memperoeh data
QEC dari sudut pandang pengamat. Penilaian postur kerja dilakukan pada semua
stasiun kerja di bagian konstruksi yang terdiri stasiun kerja Cutting dan Finishing. Sebelum dilakukan penilaian, maka perlu dilakukan rekapitulasi jawaban
dari kuesioner operator dan pengamat terlebih dahulu. Hasil rekapitulasi
jawaban operator akan ditampilkan pada tabel I dan
rekapitulasi kuesioner pengamat akan ditampilkan pada
Table
III. Rekapitulasi Kuisioner QEC Operator
�����������������������������������
������������������������� ��������� Table IV. Rekapitulasi Kuisioner QEC
Pengamat
Berdasarkan
hasil rekapitulasi jawaban kuesioner pengamat pada tabel IV menunjukkan
bahwa hasil penilaian postur kerja yang berbeda-beda untuk setiap stasiun
kerja. Dijelaskan bahwa pada penilaian bagian punggung, A2
menunjukkan punggung dalam posisi membungkuk atau memutar kesamping dengan
sudut 20�- 60� sedangkan A3 (terlalu memutar atau
membungkuk). Nilai B2
menunjukkan pekerjaan yang dilakukan dengan duduk atau berdiri statis dalam
waktu yang lama. Nilai C1 menunjukkan bahwa pada saat melakukan
pekerjaan, posisi tangan berada disekitar pinggang atau lebih rendah. Nilai D2 merupakan
durasi pergerakan bahu/lengan yang sering (pergerakan bisa berhenti
sesaat/istirahat). Nilai E2 menunjukkan pergelangan tangan yang
ditekuk. Nilai F1 menunjukkan pergerakan pergelangan tangan dengan pengulangan
sebanyak 10 kali atau kurang/menit, sedangkan F2
(pergerakan pergelangan tangan dengan
pengulangan sebanyak 10-20kali). G2
menunjukkan posisi leher yang terkadang
tertekuk atau berputar.
a.
Berikut ini
merupakan hasil dari perhitungan nilai pada Tabel Exposure Score untuk
operator 1 yaitu Cutting. Berdasarkan gambar dibawah nilai Dari tabel
perhitungan bisa dilihat pada Gambar V diperoleh dengan menjumlahkan skor pada
masing-masing bagian yang dinilai. Pada operator cutting bagian Punggung
memperoleh skor terbesar yaitu 34, pada skor bahu yaitu 30, skor pergelangan
tangan yaitu 32, skor leher yaitu 16, skor pengemudi yaitu 1, skor getaran
yaitu 9, skor kecepatan yaitu 4 dan skor stress 1. Sehingga Total Exposure
Score operator spindel adalah 127.
�
Table V Exposure Scor Operator Cutting
b.
Perhitungan
berdasarkan Tabel Exposure Scor Operator 2 Finishing, hasil dari perhitungan nilai pada Tabel Exposure Score untuk
operator 1 yaitu Finishing. Berdasarkan gambar dibawah nilai Dari tabel perhitungan
bisa dilihat pada Table VI diperoleh dengan menjumlahkan skor pada
masing-masing bagian yang dinilai. Pada operator cutting bagian Punggung
memperoleh skor terbesar yaitu 24, pada skor bahu yaitu 26, skor pergelangan
tangan yaitu 30, skor leher yaitu 10, skor pengemudi yaitu 1, skor getaran
yaitu 4, skor kecepatan yaitu 1 dan skor stress 1. Sehingga Total Exposure
Score operator spindel adalah 97
Dari hasil perhitungan diatas untuk nilai resiko pada operator
Cutting sebesar 72,15 % untuk itu perlu adanya tindakan yang lebih lanjut
sedangkan hasil perhitungan diatas untuk nilai resiko pada operator
finishing sebesar 55,11 % untuk itu perlu adanya tindakan yang lebih
lanjut.
Gambar VIII Rancangan Usulan Operator Cutting
Perancangan Usulan meja kerja pada operator cutting yang tercantum
pada gambar VII didesain sesuai kebutuhan operator dilihat dari postur tubuh
operator dengan tujuan ketika operator melakukan proses cutting operator tidak
perlu membungkuk dan jongkok hal tersebut dapat menyebabkan resiko cedera.
Usulan perbaikan tersebut agar nilai exposure level semakin kecil,
semakin kecil nilai exposure level maka semakin kecil resiko cedera, terlihat
rancangan meja operator Cutting dari tampak belakang. Untuk bahan yang
digunakan dalam pembuatan meja kerja adalah baja dengan ketebalan
18mm dengan tinggi 100cm panjang 240cm dan lebar 140cm. Ukuran dimensi meja
kerja Operator cutting yang digunakan saat ini didapatkan dengan melakukan
pengukuran secara langsung.
Gambar IX Rancangan Usulan Operator Finishing
Rancangan Usulan ke 2 berupa meja dan kusi kerja pada operator cutting
yang tercantum pada gambar 4.13 didesain sesuai kebutuhan operator dilihat dari
postur tubuh operator dengan tujuan ketika operator melakukan proses finishing
operator tidak perlu jongkok hal tersebut dapat menyebabkan resiko cedera.
Usulan perbaikan tersebut agar nilai exposure level semakin kecil,
semakin kecil nilai exposure level maka semakin kecil resiko cedera,
terlihat rancangan meja operator Finishing dari tampak samping. Untuk bahan
yang digunakan dalam pembuatan meja kerja adalah baja dengan ketebalan 10mm dengan tinggi 67cm panjang 100cm dan lebar
50cm, untuk kursi operator diameter 46 dengan
panjang kursi 60cm kursi dirancang dapat disesuaikan ukuran nya. Ukuran
dimensi meja kerja dan kursi Operator Finishing yang digunakan saat ini
didapatkan dengan melakukan pengukuran secara langsung.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka diperoleh suatu kesimpulan yaitu:
Berdasarkan hasil Penelitian menggunakan Metode Plibel dan Quick Exposure Check diperoleh
hasil penyebab resiko yang terjadi pada masing-masing operator yang tidak
sesuai dapat mengakibatkan cedera pada bagian Punggung, Bahu, Leher hingga
Pergelangan Tangan. Dengan perhitungan menggunakan metode Metode Plibel dan Quick Exposure Check menemukan Tingkat presentase
yang tinggi pada masing-masing operator sebesar 72,15%
pada operator Cutting, sedangkan 55,11% pada operator Finishing.
Presentase rata-rata dari kedua nya sebesar 63,63%. dan perlu ada nya perbaikan berupa rancangan alat penunjang
kerja agar operator dapat bekerja dengan baik dan nyaman .
Rancangan yang digunakan untuk operator Cutting
merupa meja kerja opeartor yang mempunyai ketebalan 18mm dengan tinggi 100cm
panjang 240cm dan lebar 140cm sesuai dengan kebutuhan masing-masing operator.
Sedangankan untuk Operator Finishing merancang meja dan kursi dengan
ketebalan 10mm dengan tinggi 67cm panjang 100cm dan lebar 50cm untuk rancangan
Meja, untuk rancangan Kursi mempunyai panjang kursi 60cm dengan diameter 46
sesuai dengan kebutuhan operator masing-masing. Semua rancangan yang dirancang
berdasarkan ukuran tubuh operator yang dihitung menggunakan Antropometri dengan
persentil 50.
Bibliografi
Akib, M. (2013). Jackson Charles, dkk. 2013, Hukum Penataan
Ruang. PKKPUU FH UNILA, Bandar Lampung.
Hasni, M. (2008). Hukum
Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta: Rajawali Pers.
Hermawan, Y. (2020).
Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Reklame Di Kota Tasikmalaya. Jurnal
Syntax Transformation, 1(7), 404�411.
Mirsa, R. (2012). Elemen
Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Purwani et al. (2012).
Perubahan penggunaan lahan dan kesesuaiannya terhadap RDTR di wilayah
Peri-Urban studi kasus: Kecamatan Mlati. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota,
8(4), 330�340.
Rahardjo, M. (2017). Studi
kasus dalam penelitian kualitatif: konsep dan prosedurnya.
Rosari, R. D. (2019). PERIZINAN
RUMAH TOKO DAN KAITANNYA DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNG.
Rusli, B. (2013).
Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif. Bandung: Hakim
Publishing.
Sugiyono, D. (2010).
Metode penelitian kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, M. P. P., &
Kuantitatif, P. (20016). Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta. Cet.
VII.
�