511
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
p–ISSN: 2723-6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No. 4 April 2022
KRITERIA SAKSI YANG ADIL DALAM PERNIKAHAN MENURUT KANTOR
URUSAN AGAMA KECAMATAN AMUNTAI UTARA KABUPATEN HULU
SUNGAI UTARA
Ahdiyatul Hidayah
1
dan Muhammad Fahmi
2
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
1
dan Publikasi
Indonesia, Cirebon, Indonesia
2
1
2
Abstrak
Hukum Islam merupakan pondasi dari aturan keagamaan, dan perintah Allah yang mengatur
seluruh kehidupan umat Islam dalam berbagai aspek. Persoalan pernikahan merupakan persoalan
yang selalu aktual dan pastinya menarik untuk diperbincangkan. Islam telah menganjurkan
kepada manusia untuk menikah, karena menikah adalah serah terima antara laki-laki dan
perempuan dengan tujuan untuk memuaskan antara keduanya dan mempunyai tujuan untuk
membina keluarga yang sejahtera dan bahagia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara mengenai
konsep adil bagi saksi nikah, untuk mengetahui bagaimana penerapan saksi nikah yang adil
menurut Kantor Urusan Agama Amuntai Utara dan untuk mengetahui bagaimana analisis Hukum
Islam terhadap penerapan saksi nikah yang adil oleh Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan
Agama Amuntai Utara. Rukun dan syarat merupakan penentu bagi sah atau tidaknya suatu
pernikahan. Apabila salah satu dari rukun atau salah satu syarat itu tidak terpenuhi, maka akadnya
bisa rusak atau batal. Serta di antara rukun nikah itu adalah dengan adanya saksi. Pada penelitian
ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang berjenis lapangan. Seseorang yang ingin
menjadi saksi harus memenuhi syarat dan rukun tertentu, karena apabila ada kerusakan atau
kecacatan pada syarat dan rukun tersebut, hal itu dapat mengakibatkan akad menjadi rusak atau
tidak sah. Dan salah satu syarat saksi adalah ia harus orang yang adil. Adil disini dapat diartikan
sebagai orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang. Apabila kita
hubungkan dengan Kantor Urusan Agama (KUA), dalam melaksanakan tugas Kantor Urusan
Agama Kecamatan yang menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pelayanan, pengawasan,
pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk. Maka Kantor Urusan Agama juga mempunyai
landasan yang kuat dan jelas mengenai penetapan atau kriteria saksi yang adil.
Kata Kunci: Kriteria Saksi; Adil; Pernikahan; Kantor Urusan Agama
Abstract
Islamic law is the foundation of religious rules, and Allah's commands that govern the entire life
of Muslims in various aspects. The issue of marriage is an issue that is always actual and certainly
interesting to discuss. Islam has recommended for humans to get married, because marriage is a
handover between a man and a woman with the aim of satisfying both of them and has the aim of
fostering a prosperous and happy family. This study aims to find out how the views of the Head of
the Office of Religious Affairs in North Amuntai District regarding the fair concept for marriage
witnesses, to find out how the application of fair marriage witnesses according to the North
Amuntai Religious Affairs Office and to find out how the analysis of Islamic law on the application
of fair marriage witnesses by employees Marriage Registrar at North Amuntai Religious Affairs
Office. Pillars and conditions are determinants of whether or not a marriage is valid. If one of the
pillars or one of the conditions is not fulfilled, then the contract can be damaged or canceled. And
Kriteria Saksi Yang Adil dalam Pernikahan Menurut Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara Kabupaten Hulu Sungai Utara
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 512
among the pillars of marriage is the presence of witnesses. In this study, the author uses a
qualitative type of field research. A person who wants to be a witness must meet certain conditions
and pillars, because if there is damage or defect in the terms and pillars, it can cause the contract
to be damaged or invalid. And one of the conditions for a witness is that he must be a fair person.
Fair here can be interpreted as a person who carries out Allah's commands and stays away from
everything that is forbidden. If we connect with the Office of Religious Affairs (KUA), in carrying
out the duties of the District Office of Religious Affairs which carries out the functions of
implementing services, monitoring, recording, and reporting marriages and reconciliations.
Therefore, the Office of Religious Affairs also has a strong and clear foundation regarding the
determination or criteria for a fair witness.
Keywords: Witness Criteria; Fair; Wedding; Religious Affairs Office
Pendahuluan
Hukum Islam merupakan pondasi dari aturan keagamaan dan perintah Allah yang mengatur
seluruh kehidupan umat Islam dalam berbagai aspek (Haris, 2012). Islam mensyariatkan adanya
pernikahan dan mengharamkan perbuatan zina dan Islam juga mengatur bagaimana tata cara
pernikahan itu dilakukan dengan memenuhi rukun serta syarat-syarat tertentu (Aizid, 2018) dan
di antara rukun nikah itu adalah dengan adanya saksi. Rasulullah SAW bersabda:
َ
ِ
َ
ح
َ
إ
ِ
ِ
َ
ِ
ّ
ِ
و
َ
َ
ھ
ِ
َ
ي
ْ
َ
ْ
ل
ٍ
و
َ
َ
َ
ن
َ
ِ
ْ
ِ
َ
ح
ٍ
َ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ذ
َ
ِ
َ
َ
ُ
َ
َ
ط
ِ
ٌ
)رواه ا ن(.
Artinya: Tidak ada suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil
dan jika ada pernikahan tanpa keberadaan saksi tersebut maka pernikahan tersebut bathil(HR.
Ibnu Hibban).
Seseorang yang ingin menjadi saksi nikah harus memenuhi syarat dan rukun tertentu serta
di dalam syarat diterangkan bahwa saksi itu harus adil. Maka dari itu apabila ada kerusakan atau
kecacatan pada syarat dan rukun tersebut, hal itu dapat mengakibatkan akad menjadi rusak atau
tidak sah. Jika suatu pernikahan itu dianggap rusak atau batal apabila tidak ada persaksian
(Musyafah, 2020). Keberadaan saksi ketika berlangsungnya suatu akad menurut mayoritas fuqaha
itu hukumya wajib (Djawas, Iqbal, & Sari, 2021).
Penulis merasa yang terjadi pada masyarakat muslim Indonesia sekarang ini bahwa
kesaksian itu hanya dianggap sebagai formalitas dalam akad pernikahan. Bahkan kenyataanya
sekarang banyak di antara akad pernikahan yang dilaksankaan dengan dihadiri oleh saksi yang
menurut penulis sendiri jauh dari kriteria seorang saksi yang adil atau bahkan bisa disebut tidak
memenuhi syarat-syarat sebagai seorang saksi. Dan menurut penulis hal ini sangat menarik untuk
dibahas agar kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang kriteria saksi yang
benar sesuai dengan syariat hukum Islam.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui bagaimana pandangan
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara mengenai konsep adil bagi saksi nikah,
untuk mengetahui bagaimana penerapan saksi nikah yang adil menurut Kantor Urusan Agama
Amuntai Utara dan untuk mengetahui bagaimana analisis Hukum Islam terhadap penerapan saksi
nikah yang adil oleh Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama Amuntai Utara. Penelitian
ini diharapkan agar bermanfaat sebagai bahan informasi ilmiah bagi para pembaca dan penulis
khusunya mengenai kriteria adil saksi dalam pernikahan. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat, masukan, informasi baik secara langsung maupun tidak langsung serta
pemahaman, adanya sumbangan pemikiran dan pengetahun terhadap masyarakat. Penulis
berharap tulisan ini bisa berguna bagi lembaga, dan diharapkan tulisan ini bisa menjadi bahan
acuan dalam menjalankan proses pernikahan yang sah menurut Islam mengenai konsep keadilan
dan harapan adanya standarisasi adil bagi saksi nikah di Kantor Urusan Agama.
Ahdiyatul Hidayah
1
dan Muhammad Fahmi
2
513 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Metode Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan normatif dan pendekatan yuridis sosiologis.
1. Pendekatan normatif, yaitu sebuah pendekatan dengan berdasarkan teks-teks Al-Qur’an
ataupun Al-Hadits
2. Pendekatan yuridis sosiologis, yaitu sebuah pendekatan melalui cara pandang hukum yang
didasarkan pada realita dan kenyataan sosial yang ada pada masyarakat yaitu mengenai
penentuan syarat adil bagi saksi nikah.
Berdasarkan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang berjenis
lapangan, yang dimaksud penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Jadi, penelitian
ini berdasarkan pada objek penelitian melalui observasi dan wawancara yang dilakukan kepada
Kepala Kantor Urusan Agama atau Pegawai Pencatat Nikah, Penghulu, dan Staf Administrasi
Nikah di Kantor Urusan Agama yang berada di Kota Amuntai Kecamatan Amuntai Utara guna
mendapatkan data primer.
Hasil dan Pembahasan
Saksi dalam bahasa Arab dikenal dengan
َ
ھ
ِ
ْ
yang berbentuk isim fa’il. Akar katanya
adalah
َ
َ
َ
-
َ
ْ
َ
ُ
ُ
ُ
ْ
د
ٌ
yang berarti hadir, menyaksikan, ataupun melihat secara langsung dengan
mata kepala sendiri dan memberikan kesaksian tersebut kepada hakim (Atoilah & Yasin, 2019a).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui
suatu peristiwa kejadian atau orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa (Adzimah, 2015)
untuk mengetahui agar suatu ketika diperlukan dapat memberikan keterangan yang membenarkan
bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi (Hasudungan, 2021).
Sedangkan pengertian saksi yang penulis kutip dari KUHAP adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan (Mareta, 2016), penuntunan dan peradilan
tentang sesuatu perkara pidana yang ia dengan sendiri, dapat dilihat sendiri dan dialami sendiri.
Kesaksian diambil dari kata musyahadah, yang berarti melihat dengan mata kepala (Sani, 2018),
karena kata syahid sama dengan orang yang menyaksikan (Pratama, 2017).
Maka orang itu dapat memberitahukan tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Pakar
Hukum Sulaikin Lubis berpendapat bahwa saksi adalah orang yang memberikan keterangan di
depan sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu (Erdianto & Soponyono, 2015), tentang
suatu kejadian yang telah ia lihat, karena ini dapat dijadikan sebagai bukti bahwa memang
terjadinya suatu peristiwa tertentu (Kurniawan, 2019). Maka dari itu, saksi mempunyai peran
yang sangat penting, karena saksi dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang akan dapat
memberikan keterangan mengenai kejadian yang yang telah disaksikannya (Saenah, 2017).
Dikatakan pula bahwa kesaksian berasal dari kata i’laam (pemberitahuan), sesuai dengan
Firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 18 yang berbunyi:
َ
ِ
َ
ُ
ا
َ
ٗ
َ
ٓ
ا
ِ
ٰ
َ
ا
ِ
ھ
ُ
َ
ۙ
و
َ
ا
ْ
َ
ٰ
ۤ
َ
ُ
و
َ
ا
ُ
و
ُ
ا ا
ْ
ِ
ْ
ِ
َ
ۤ
ً
ۢ
ِ
ْ
ِ
ْ
ِ
ۗ
َ
ٓ
ا
ِ
ٰ
َ
ا
ِ
ھ
ُ
َ
ا
ْ
َ
ِ
ْ
ُ
ا
ْ
َ
ِ
ﯿ
ْ
ُ
Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Berdasarkan ayat ini dijelaskan bahwa kata syahida adalah alima yang berarti orang itu
mengetahui (Anwar, 2012). Kata syahid berarti orang yang membawa kesaksian dan
menyampaikannya (Atoilah & Yasin, 2019b), sebab dia telah menyaksikan peristiwa yang terjadi
dan tidak diketahui orang lain.
Dari paparan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa pengertian saksi adalah orang
atau orang-orang yang hadir ditempat kejadian, melihat, mendengar, atau menyaksikan secara
langsung mengenai suatu peristiwa. Dan apabila terjadi persengketaan mengenai kejadian
Kriteria Saksi Yang Adil dalam Pernikahan Menurut Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara Kabupaten Hulu Sungai Utara
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 514
tersebut, maka saksi dapat dimintai keterangan sesuai dengan apa yang telah ia persaksikan baik
dari apa yang di lihat ataupun yang ia dengar. Apabila kesaksian ini dilakukan di depan
pengadilan maka kesaksian tersebut akan disumpah terlebih dahulu. Jika dikaitkan dengan
peristiwa pernikahan, maka saksi adalah orang atau orang-orang yang melihat atau
menyaksikan secara langsung bahwa telah terjadi suatu akad nikah di suatu tempat.
Dasar Hukum Saksi Dalam Pernikahan
Allah SWT berfirman dalam Qur’an surah ath-Thalaq ayat 2 yang berbunyi:
و
َ
أ
َ
ِ
ﯿ
ُ
ا ا
َ
د
َ
ة
َ
¥
ِ
ِ
Artinya: “dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah”.
Kesaksian itu hanya wajib ditunaikan apabila saksi mampu menunaikannya tanpa adanya
bahaya yang menimpanya baik dibadannya, kehormatanya, hartanya, ataupun keluarganya,
karena firman Allah SWT berfirman dalam Qur’an surah Al-baqarah ayat 283 yang berbunyi;
و
َ
َ
َ
ْ
ُ
ُ
ا ا
َ
د
َ
ة
َ
ۗ
و
َ
َ
ْ
ْ
ُ
ْ
َ
َ
ِ
ٗ
ٓ
ا
ٰ
ِ
ٌ
َ
ْ
ُ
ٗ
ۗ و
َ
ُ
ِ
َ
َ
ْ
َ
ُ
ْ
ن
َ
َ
ِ
ﯿ
ْ
ٌ
Artinya: Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya”.
Allah juga berfirman dalam surat An Nisa ayat 135 yang berbunyi;
َ
أ
َ
َ
ا
ِ
َ
آ
َ
ُ
ا
ُ
ُ
ا
َ
ا
ِ
ﯿ
َ
ِ
ْ
ِ
ْ
ِ
ُ
َ
َ
اء
َ
¥
ِ
ِ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah”.
Dasar hukum tentang saksi juga dijelaskan dalam hadits, seperti dibawah ini;
َ
ْ
ز
َ
ْ
ِ
ْ
ِ
َ
ِ
ٍ
ا
ْ
ُ
َ
ّ
ِ
ا
ِ
َ
َ
َ
ُ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
َ
ل
َ
ا
َ
َ
ا
ُ
ْ
ِ
ُ
ُ
ْ
ِ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ا
َ
َ
اء
ِ
؟ ھ
ُ
َ
ا
َ
ي
ْ
َ
ْ
ِ
ْ
ِ
َ
د
َ
ة
ِ
َ
ْ
َ
أ
َ
ن
ْ
ُ
ْ
َ
َ
َ
)ر
َ
و
َ
ه
ُ
ُ
ْ
ِ
ٌ
(
“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a. bahwasannya Nabi saw bersabda: Apakah
tidak ku kabarkan kepada kamu tentang sebaik-baiknya saksi? ialah orang yang
memberikan kesaksiannya sebelum ia diminta untuk mengemukakannya”.
Dalam hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dijelaskan bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda: Dari Abdullah bin Amr r.a, Ia berkata, Rasulullah Saw pernah bersabda,“tidak boleh
dijadikan saksi seorang lelaki atau wanita yang berkhianat dan seorang yang menyimpan
dendam terhadap saudaranya, juga tidak boleh seorang pembantu bersaksi terhadap tuannya.
(H.R Ahmad dan Abu Dawud).
Dari Ibnu Abbas r.a. Nabi SAW bersabda,Apakah kamu dapat melihat matahari dengan
jelas?” Ia menjawab, “Dapat.” Beliau melanjutkan,”Seperti itulah hendaknya kamu bersaksi
atau jangan beri persaksian”. (HR. Ibnu Adi dengan sanad yang dhaif. Al Hakim
menshahihkan hadits ini tetapi itu keliru).
Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits yang telah penulis paparkan di atas
menunjukkan bahwa kedudukan saksi itu sangat penting dalam setiap peristiwa supaya saksi
ini dapat memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tanpa ada yang disembunyikan dan
kebohongan. Begitu juga halnya dengan peristiwa pernikahan, saksi disyaratkan ada pada saat
akad nikah karena kedudukannya yang sangat penting untuk mencegah adanya tuduhan zina,
mengumumkan kepada masyarakat bahwa telah terjadi pernikahan, dan juga menentukan sah
atau tidaknya pernikahan tersebut.
Ahdiyatul Hidayah
1
dan Muhammad Fahmi
2
515 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Kedudukan Saksi dalam Pernikahan
Saksi dalam perkawinan merupakan salah satu di antara empat syarat yang harus dipenuhi
dalam melaksanakan pernikahan tercantum dalam riwayat Daruquthni dalam kitabnya Sunan
Daruquthni sebagai berikut:
َ
َ
َ
ُ
َ
ٌ
ْ
ِ
ُ
َ
ِ
ٌ
،
َ
َ
َ
أ
َ
ُ
ْ
و
َ
اء
ِ
َ
ِ
ا
ْ
ُ
ْ
و
ِ
ز
ِ
ي
ْ
َ
ْ
ُ
ا
ْ
َ
ن
ِ
ِ
ْ
ا
ْ
ُ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ْ
و
َ
َ
ٍ
َ
َ
ِ
ْ
ِ
ا
ْ
ُ
ْ
َ
َ
ْ
،
َ
َ
َ
ا
ْ
ُ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ْ
ا
ْ
َ
َ
ِ
،
َ
َ
َ
َ
ِ
ٍ
ِ
ْ
ا
ْ
َ
ﺿ
ْ
ح
َ
،
َ
ْ
أ
َ
ِ
ْ
ا
ْ
ُ
َ
ﯿ
ْ
ِ
،
َ
ْ
ِ
َ
م
ٍ
،
َ
ْ
ُ
ْ
و
َ
ة
ٍ
،
َ
ْ
أ
َ
ِ
ﯿ
ْ
ِ
،
َ
ْ
َ
ِ
َ
َ
َ
َ
ْ
:
َ
ل
َ
ر
َ
ُ
ْ
ل
ُ
ّ
ِ
َ
ّ
ِ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
:
َ
ُ
ِ
ِ
ي
ْ
ا
ّ
ِ
َ
ح
ِ
ِ
ْ
أ
َ
ر
ْ
َ
َ
ِ
: ا
َ
ا
ِ
، و
َ
ا
و
ْ
ج
ُ
، وا
ھ
ِ
َ
ْ
ِ
Artinya: “Telah berkata kepada kami Muhammad bin Mukhalid, berkata pada kami
abu wailah al-Maruzi ‘Abdurrahman bin al-husain dari Walid Basyar bin al
Muhtafaz, berkata pada kami al-Zubair bin al-Bakr, berkata pada kami Khalid bin
al Wadhah, dari Abi al-Khushaib, dari Hisyam, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah berkata,
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Dalam pernikahan harus ada empat hal: wali,
suami (istri), dan dua orang saksi”.
Imam Syafi’i, Imam Hanafi, dan Imam Hambali sepakat bahwasanya perkawinan itu
tidak akan sah tanpa kehadiran saksi. Namun Imam Hanafi berpendapat bahwa saksi yang hadir
itu cukup dengan dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dengan dua orang perempuan tanpa
disyaratkan syarat adil. Namun mereka juga berpendapat bahwa kesaksian wanita tanpa
kehadiran laki-laki maka tidak sah kesaksiannya.
Sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat bahwa perkawinan harus
dengan kehadiran dua orang saksi laki-laki yang muslim dan adil. Sedangkan Imam Maliki
Berpendapat bahwa saksi dalam akad hukumnya tidaklah wajib, akan tetapi suami ajib
menghadirkan saksi jika suami berniat ingin mensetubuhi istrinya (dukhul). Apabila suami tidak
mendatangkan saksi dan ingin mensetubuhi istrinya, maka akadnya harus dibatalkan dan
pembatalan disini sama dengan talak ba’in.
Maka Jumhur ulama sepakat bahwasanya kehadiran saksi dalam akad nikah itu sangatlah
penting. Apabila suatu akad nikah tidak dihadiri oleh saksi, maka hukum pernikahnnya adalah
tidak sah. Karena saksi termasuk dari syarat sahnya pernikahan. Maka dari itu pernikahan yang
tidak dihadiri saksi dianggap tidak pernah ada.
Syarat-Syarat Saksi dalam Pernikahan
Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah, karena itu setiap
perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi (Pasal 24 KHI). Keberadaan saksi pada saat
akad nikah dilangsungkan wajib dihadirkan, apabila saksi tidak hadir maka perkawinan tersebut
tidak sah. Kehadiran saksi juga menjadi sangat penting karena untuk kemaslahatan kedua belah
pihak dan kepastian hukum bagi masyarakat. Di sisi lain, bagi suami istri tidak dengan mudah
dapat mengingkari ikatan perjanjian perkawinan yang suci.
Dua orang saksi merupakan salah satu rukun nikah yang mana tidak sah suatu pernikahan
tanpa kehadiran dua orang saksi. Hal ini berdasarkan dengan sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam :
َ
ِ
َ
ح
َ
إ
ِ
ِ
َ
ِ
ّ
ِ
و
َ
َ
ھ
ِ
َ
ي
ْ
َ
ْ
ل
ٍ
و
َ
َ
َ
ن
َ
ِ
ْ
ِ
َ
ح
ٍ
َ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ذ
َ
ِ
َ
َ
ُ
َ
َ
ط
ِ
ٌ
)رواه ا ن(
Artinya: “Tidak ada suatu pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil,
dan jika ada pernikahan tanpa keberadaan mereka maka pernikahan tersebut bathil”.
Menurut KH. Segaf Hasan Baharun dalam buku beliau yang berjudul “Bagaimanakah
Anda Menikah ? Dan Mengatasi Permasalahannya.” Menurut beliau saksi di syaratkan agar
nanti kita dapat berhati-hati seperti soal anak yang dinasabkan, dan soal warisan. Dan kita dapat
berjaga-jaga jika suatu saat nanti antara suami dan istri menolak pernyataan tentang adanya
pernikahan, maka saksi tersebut dapat menyatakan kebenarannya.
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal,
melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah. Akan tetapi, menurut
Kriteria Saksi Yang Adil dalam Pernikahan Menurut Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara Kabupaten Hulu Sungai Utara
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 516
golongan Hanafiyyah dan Hanabilah, boleh juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang
perempuan.
Dan menurut Hanafiyyah, boleh dua orang buta atau dua orang fasik (tidak adil), orang
tuli, orang tidur dan orang mabuk tidak boleh menjadi saksi. Sedangkan menurut Imam Syafi’i
memberikan persyaratan yang harus dipenuhi bagi seorang yang akan menjadi saksi adalah dua
orang saksi, berakal, baligh, beragama Islam, mendengar tidak tuli dan adil.
Syarat-syarat untuk menjadi seorang saksi secara umum yang berlaku dalam hukum Islam
adalah:
1. Islam
Seorang saksi harus beragama Islam, karena Islam merupakan syarat untuk diterima
kesaksian saksi. Oleh sebab itu tidak diperbolehkan kesaksian orang kafir atas orang
muslim. Kecuali dalam hal wasiat di tengah perjalanan, dalam hal ini diperbolehkan oleh
Imam Abu Hanifah, Syuraih, dan Ibrahim al-Nakha’i.
Imam Abu Hanifah juga memperbolehkan kesaksian orang-orang kafir terhadap
sesamanya. Sebab Rasulullah saw merajam dua orang Yahudi dengan kesaksian orang-
orang Yahudi atas keduanya bahwa keduanya telah berbuat zina. Sementara Imam As
Syafi’i dan Imam Malik mengatakan bahwa tidak diperbolehkan kesaksian orang kafir atas
orang muslim, baik dalam persoalan wasiat di perjalanan ataupun yang lainnya.
2. Laki-laki
Menurut Ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah, saksi harus laki-laki, menurutnya
seorang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan tidak sah dalam perkawinan.
Adapun keharusan saksi laki-laki dalam pernikahan berdasarkan hadis Nabi:
َ
ْ
أ
َ
ِ
ْ
ھ
ُ
َ
ْ
َ
ة
َ
َ
ل
َ
:
َ
ل
َ
ر
َ
ُ
ْ
ل
ُ
ِ
َ
ُ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
:
َ
ٌ
َ
و
ّ
ِ
ج
ُ
ا
ْ
َ
ْ
أ
َ
ة
ُ
ا
ْ
َ
ْ
أ
َ
ة
َ
، و
َ
َ
ُ
َ
و
ّ
ِ
ج
ُ
ا
ْ
َ
ْ
أ
َ
ة
ُ
َ
ْ
َ
َ
،
َ
ِ
ن
ا
ا
ِ
ﯿ
َ
َ
ھ
ِ
َ
ا
ِ
ُ
َ
و
ّ
ِ
ج
ُ
َ
ْ
َ
َ
.
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasul bersabda: Seorang wanita tidak
boleh menikahkhan wanita lain dan tidak boleh pula menikahkan dirinya sendiri
sesungguhnya seorang pezina wanita adalah yang menikahkan dirinya sendiri”.
Sedangkan menurut Imam Hanafiyyah tentang saksi perempuan, bahwa kesaksian dua
orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan dalam pernikahan itu
dibolehkan.
3. Dewasa atau baligh dan berakal
Apabila baligh merupakan syarat diterimanya kesaksian, maka baligh dan berakal adalah
syarat di dalam keadilan. Oleh sebab itu, anak kecil tidak boleh menjadi saksi, walaupun
dia bersaksi atas anak kecil yang seperti itu, sebab mereka kurang mengerti kemaslahatan
untuk dirinya, lebih-lebih untuk orang lain.
4. Adil
Kaum muslim telah sepakat bahwa keadilan menjadi syarat dalam penerimaan kesaksian,
berdasarkan firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 282 :
ِ
ْ
َ
ْ
ﺿ
َ
ْ
ن
َ
ِ
َ
ا
َ
َ
اء
ِ
Artinya: “Dari saksi-saksi yang kamu ridhai”.
Yang dimaksud adil disini adalah orang yang bebas dari dosa-dosa besar seperti
berzina, berbuat syirik, durhaka kepada orang tua, ataupun mabuk-mabukkan. Selain itu,
seorang yang adil adalah orang yang menjauhi perbuatan dosa-dosa kecil. Seperti orang
yang makan riba atau yang biasa disebut dengan “rentenir”. Orang seperti ini dianggap tidak
adil dan tentunya tidak sah sebagai seorang saksi.
Kemudian persyaratan adil juga termaktub dalam firman Allah SWT., dalam surat at-
Thalaq ayat 2:
و
َ
أ
َ
ْ
ِ
ُ
وا ذ
َ
و
َ
ي
ْ
َ
ْ
ل
ٍ
ِ
ْ
ُ
ْ
Artinya: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu”.
Ahdiyatul Hidayah
1
dan Muhammad Fahmi
2
517 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Oleh sebab itu, maka kesaksian orang fasik tidak diterima dan orang-orang yang
terkenal kedustaan atau keburukan dan kerusakan akhlaknya. Untuk menjadi saksi yang
adil harus memenuhi 5 syarat, yaitu :
a) Menjauhkan diri dari dosa besar,
b) Menjauhkan diri dari membiasakan dosa kecil,
c) Menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah,
d) Jujur dikala marah, dan
e) Berakhlak luhur.
5. Dapat mendengarkan dan melihat, memahami ucapan-ucapannya, jika para saksi buta,
maka hendaklah mereka bisa mendengarkan suara dan mengenal betul suara tersebut adalah
suaranya.
6. Bebas dan tidak dipaksa.
7. Tidak sedang mengerjakan Ihram.
8. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab dan qabul.
Sifat Adil Bagi Saksi Dalam Pernikahan
Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa ada dua jenis al-
adalah, yaitu;
1. Al-adalah Adz-dzhahirah, yaitu sifat adil yang nampak secara umum. Misalnya orang itu
terlihat secara lahiriyyah taat dalam beragama dan tidak ada tanda-tanda yang membuat ia
tertuduh seagai pelaku dosa besar.
2. Aladalah Al-bathinah, yaitu orang yang harus kita lihat dengan teliti. Orang seperti ini
dilihat secara lahiriyah memang terlihat baik dan taat agama, namun ternyata kenyataannya
dia diam diam telah melakukan kefasikan tanpa diketahui oleh orang lain. Maka orang ini
tidak memenuhi syarat.
Namun, golongan Syafi’i dan Hambali mengatakan apabila suatu pernikahan disaksikan
oleh dua orang yang belum diketahui adil tidaknya, maka hukumnya sah. Karena pernikahan
itu terjadi diberbagai tempat seperti di kampung-kampung, desa terpencil ataupun dikota. Jika
kita harus meneliti dulu adil tidaknya saksi tersebut, maka hal ini dapat menyusahkan. Oleh
karena itu, adil dapat dilihat dari lahirnya saja saat itu sehingga ia tidak terlihat fasik. Dan
apabila suatu hari nanti diketahui kefasikannya, maka hal itu tidak berpengaruh dan
pernikahannya tetap sah.
Faktanya jaman sekarang penulis lihat, bahwa kriteria saksi yang adil dilihat dari standar
yang ada dimasyarakat. Artinya, jika seseorang itu dianggap baik dimasyarakat, maka dia layak
untuk menjadi seorang saksi, meskipun orang tersebut pernang berbuat hal yang tidak senonoh.
Hal ini disesuiakan dengan Firman Allah SWT dalam Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 282
yang berbunyi:
ا
ْ
َ
ْ
ِ
ُ
وا
َ
ِ
ﯿ
َ
ْ
ِ
ِ
ْ
ر
ِ
َ
ِ
ُ
ْ
ۖ
َ
ِ
ن
ْ
َ
ْ
َ
ُ
َ
ر
َ
ُ
َ
ﯿ
ْ
ِ
َ
َ
ُ
ٌ
و
َ
ا
ْ
َ
أ
َ
َ
ن
ِ
ِ
ْ
َ
ْ
ﺿ
َ
ْ
ن
َ
ِ
َ
ا
َ
َ
اء
ِ
.
Artinya: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridha (untuk menjadi saksi)”.
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa keadilan merupakan suatu sifat tambahan atas
keislaman. Yakni menetapi kewajiban-kewajiban syara’ dan anjuran-anjurannya, dengan
menjauhi perkara-perkara yang haram dan makruh.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tentang keadilan itu cukup dengan lahirnya dan
tidak diketahui adanya cela padanya. Akan tetapi apabila kefasikannya disebabkan oleh tuduhan
mengenai hak orang lain, maka kesaksiannya tidak diterima. Berbeda dengan Imam Syafi’i dan
Imam Hambali, mereka berpendapat bahwa syarat saksi itu harus adil.
Kriteria Saksi Yang Adil dalam Pernikahan Menurut Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara Kabupaten Hulu Sungai Utara
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 518
Pendapat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara Tentang Saksi Yang
Adil Dalam Pernikahan
Penentuan kriteria saksi juga sangat diperhatikan di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara. Menurut Bapak Sihabuddin selaku Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara menuturkan:
“Sesuai dengan syariat dan Kompilasi Hukum Islam diharuskan bagi siapa pun yang ingin
menikah maka ia harus menghadirkan dua orang saksi, tanpa kehadiran saksi tersebut
maka nikahnya batal atau tidak sah. Dan mengenai sifat saksi didalam Kompilasi Hukum
Islam juga dijelaskan bahwa saksi juga harus bersifat adil bukan fasiq. Meskipun sifat
keadilan saksi tidak terlalu dijelaskan pada Kompilasi Hukum Islam, namun berbagai
pendapat ulama menerangkannya melalui berbagai karangan-karangan kitabnya. Contoh
sifat saksi itu bisa kita lihat dari keperibadian saksi tersebut dari segi perilakunya,
ilmunya bahkan kewajibannya terhadap Tuhannya. Apabila menurut kami saksi tersebut
tidak sesuai, maka saksi bisa diganti dengan yang lain yang lebih mengerti agama. Hal
ini juga termasuk salah satu proses verifikasi bagi siapapun yang ingin menjadi saksi
nikah. Selain itu dari pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara dan para
Staf Administrasi juga selalu mencatat data-data saksi nikah sehingga dapatlah kita
ketahui identitasnya”.
Berdasarkan penjelasan beliau diatas, dapat kita ketahui bahwa saksi nikah harus kita
hadirkan saat ingin melaksanakan akad nikah. Dan masalah kriteria saksi nikah disini juga
dituturkan oleh Bapak Sihabuddin bahwa saksi itu adalah orang yang baik, paham ilmu agama,
menjalankan kewajiban dan menjauhi segala yang dilarang Allah. Jadi, apabila kita menemukan
saksi yang tidak sesuai dengan syariat, maka boleh dan harus kita menggantinya dengan orang
yang lebih paham ilmu agama terutama saksi itu dapat memahami maksud dari akad nikah
tersebut. Selain itu, bagi saksi nikah juga akan dimintai keterangan identitasnya karena akan
menjadi catatan dan arsip di Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara jika suatu waktu
dibutuhkan maka dapat kita temukan datanya.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 26
yang berbunyi: “saksi harus berhadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah dan
menandatangani akta nikah pada waktu dan tempat akad nikah dilangsungkan”, dan saksi
termasuk dalam rukun pernikahan, maka dari itu sah tidaknya suatu pernikahan tergantung ada
dan tidak adanya saksi.
Penerapan Saksi Nikah Yang Adil Menurut Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai
Utara
Menurut Bapak Sihabuddin selaku Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai
Utara, bahwa untuk standarisasi saksi nikah yang adil itu ada cuma agak sulit dalam
penerapannya, dikarenakan sifat adil seseorang itu tidak bisa kita lihat dalam sekilas saja dan
kadang tidak terlalu nampak kelihatan. Maka dari itu, menurut beliau penampilan fisik seseorang
yang baik pastinya sopan dan agamis bisa dianggap orang itu mampu menjadi saksi yang adil
dalam pernikahan.
Kemudian dilanjutkan oleh seorang Penyuluh Agama di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara, yaitu oleh Ibu Vidya Grandistya Rovieq. Ibu Vidya Grandistya Rovieq
menuturkan bahwa :
“Adanya saksi adalah sebuah keharusan karena saksi merupakan rukun dari pernikahan,
maka dari itu saksi adalah penentu sah atau tidaknya sebuah pernikahan. Sebelum calon
pengantin wanita dan pria melangsungkan akad nikah, selalu diadakan penyuluhan bagi
calon pengantin. Dari penyuluhan ini pula dijelaskan secara rinci mengenai saksi nikah,
karena saksi nikah bukanlah orang yang sembarangan dan saksi juga sangat berpengaruh
terhadap pernikahan seseorang. Maka dari itu seseorang yang ingin menjadi saksi nikah
harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti; orangnya beragama Islam, dia adalah
seorang laki-laki, orang itu baligh, berakal, adil, dapat mendengar dan memahami makna
Ahdiyatul Hidayah
1
dan Muhammad Fahmi
2
519 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
ijab dan qabul atas apa yang akan ia saksikan. Dan cara kita melihat orang yang dikatakan
adil itu adalah dengan melihat sifat dan perilakunya, dari segi ibadahnya taat atau
tidaknya, karena saksi yang adil adalah orang yang menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah dan yang pasti orang itu memiliki ilmu
agama serta memahami makna dari ijab dan qabul pernikahan”.
Selanjutnya dilanjutkan oleh Penguhulu Muda di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara, yaitu Bapak Mujib Mahathir. Berstatus sebagai Penghulu Muda yang berada di
Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara Bapak Mujib Mahathir juga menuturkan:
“Saksi nikah itu memang seharusnya yang kita lihat adalah orang adil sesuai dengan aturan
hukum Islam dan orang itu adalah orang yang baik. Setiap calon pengantin yang ingin
melaksanakan akad nikah selalu kami beri arahan dalam pemilihan saksi agar sesuai dengan
syariat Islam yang pastinya bertaqwa kepada Allah. Dan setiap saksi yang akan menyaksikan akad
nikah, kami terlebih dahulu akan menuntunnya untuk selalu beristighfar kepada Allah dan
membaca dua kalimat syahadat agar orang tersebut dilihat adil disaat menyaksikan sebuah akad
pernikahan. Masalah pemilihan saksi memang sepenuhnya diserahkan kepada pihak keluarga
karena pihak keluarga mungkin lebih mengetahui sifat keadilan saksi tersebut. Akan tetapi, kami
juga menyarankan agar memilih saksi yang baik muruahnya dan tentunya orang tersebut mengerti
maksud dari akad nikah. Saksi nikah tidak hanya dari kalangan orang biasa, para habaib ataupun
tokoh agama juga sangat dianjurkan untuk menjadi saksi dalam pernikahan”.
Kemudian Bapak Rahmad Mahdianor, Ibu Noor Mawaddah dan Lilis Sulistiyawati juga
sependapat dengan Bapak Mujib Mahathir, bahwa pemilhan saksi sepenuhnya diserahkan kepada
pihak keluarga. Dan jika pihak keluarga tidak menemukan saksi yang sesuai, maka pihak keluarga
bisa meminta kepada pihak Kantor Urusan Agama untuk menjadi saksinya. Karena pihak Kantor
Urusan Agama juga tidak ingin terlalu menyulitkan masyarakat dalam hal pemilihan saksi, yang
terpenting saksi tersebut hadir pada saat pelaksanaan akad nikah dan saksi tersebut mengerti
tentang ijab dan qabul yang ia saksikan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat kita ketahui, bahwa persaksian dalam pernikahan
hukumnya wajib karena beberapa alasan, diantaranya yang paling penting yaitu akad nikah
menempati kedudukan yang agung dalam Islam dan dalam aturan masyarakat untuk mengatur
maslahat dunia dan agama. Oleh karena itu, patut ditampakkan, disiarkan, dan dipersaksikan
khalayak ramai sebagai kehormatan dan mengangkat derajatnya. Persaksian mencegah tersiarnya
isu yang tidak baik dan untuk memperjelas perbedaan antara halal dan haram sehingga tidak ada
tempat untuk mengingkari pernikahannya. Pernikahan berkaitan dengan banyak hukum yang
pengaruhnya langgeng sepanjang zaman seperti menetapkan keturunan, haramnya mertua, dan
hak harta warisan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat kita lihat penjelasan dan uraian yang dipaparkan
oleh pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Utara mengenai saksi yang adil dalam
akad pernikahan, peneliti mengambil kesimpulan bahwa Pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara memakai aturan yang merujuk pada Pasal 25 Kompilasi Hukum Islam. Akan
tetapi, karena sulitnya mengetahui keadilan seseorang maka pihak Kantor Urusan Agama
Kecamatan Amuntai Utara menitik beratkan bahwa saksi yang adil itu dapat di lihat dari
identitasnya yang nampak dari fisiknya, yaitu dari segi agama, cara berpakaian dan perilakunya.
Mengenai realisasi dalam pernikahan, pihak Kantor Urusan Agama melakukan proses verifikasi
pada saksi yang adil melalui pilihan dari keluarga, karena keluarga itu lebih dekat dan mengetahui
dari keseharian seseorang yang akan menjadi saksi itu. Karena sampai saat ini masih banyak
masyarakat yang kurang faham tentang konsep saksi yang adil.
Kriteria Saksi Yang Adil dalam Pernikahan Menurut Kantor Urusan Agama Kecamatan
Amuntai Utara Kabupaten Hulu Sungai Utara
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 520
Bibliografi
Adzimah, Nur. (2015). Kedudukan Saksi Perempuan dalam Kasus Perceraian (Analisis
Perbandingan Pendapat Empat Madzhab dengan Hukum Positif yang berlaku di
Indonesia).
Aizid, Rizem. (2018). Fiqh Keluarga Terlengkap. LAKSANA.
Anwar, Syamsul. (2012). Metode Penetapan Awal Bulan Qamariah. Journal Analytica Islamica,
1(1), 3256.
Atoilah, Ahmad Nabil, & Yasin, Bayu Alif Ahmad. (2019a). Kesaksian Non Muslim dalam
Perkara Perceraian menurut Pendapat Hakim di Pengadilan Agama Bandung. Istinbath|
Jurnal Penelitian Hukum Islam, 16(1), 87114.
Atoilah, Ahmad Nabil, & Yasin, Bayu Alif Ahmad. (2019b). Kesaksian Non Muslim dalam
Perkara Perceraian menurut Pendapat Hakim di Pengadilan Agama Bandung. Istinbath|
Jurnal Penelitian Hukum Islam, 16(1), 87114.
Djawas, Mursyid, Iqbal, Muhammad, & Sari, Nazrina Julika. (2021). Pandangan Kepala Kantor
Urusan Agama Mengenai Konsep Dan Praktik Saksi Adil Di Kecamatan Tanjungbalai
Selatan Dan Kecamatan Datuk Bandar Timur. El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga, 4(2), 403
41
Erdianto, Dian, & Soponyono, Eko. (2015). Kebijakan hukum pidana dalam pemberian
keterangan saksi melalui media teleconference di Indonesia. Law Reform, 11(1), 6573.
Haris, Munawir. (2012). Metodologi Penemuan Hukum Islam. Ulumuna, 16(1), 120.
Hasudungan, B. O. Y. Oktafianus. (2021). Gambaran Dokter yang Dihadirkan Sebagai Ahli
dalam Persidangan di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
Periode Tahun 2018-2019.
Kurniawan, Kurniawan. (2019). Bukti Tidak Langsung Dalam Penyelesaian Sengketa Kartel.
Jatiswara, 34(3), 212222.
Mareta, Josefhin. (2016). Analisis Kebijakan Perlindungan Saksi Dan Korban (Policy Analysis
of Witness and Victim Protection). Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 10(1), 105115.
Musyafah, Aisyah Ayu. (2020). Perkawinan Dalam Perspektif Filosofis Hukum Islam.
CREPIDO, 2(2), 111122.
Pratama, Ronny K. (2017). Maiyah Sebagai Pendidikan Alternatif Sosial Kemasyarakatan.
Pustaka Ombak, Yogyakarta, 10.
Saenah, Siti. (2017). Jenis-Jenis Alat Bukti: Studi Perbandingan Antara Hukum Islam Dan
Hukum Acara Perdata. Journal Jurista, 6(1).
Sani, Adam. (2018). Perlindungan Saksi Pidana Menurut Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum
Pidana Islam. Jurnal Public Policy, 2(1).