502
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
p–ISSN: 2723-6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No. 4 April 2022
PERANAN BP4 DALAM MEMINIMALISASI PERCERAIAN DI MASA
PANDEMI COVID-19 DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN BANUA
LAWAS
Rina Yuliani
1
,
Ahdiyatul Hidayah
2
dan Muhammad Fahmi
3
STAI Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai, Kalimantan Selatan, Indonesia
1
,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
2
dan Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
3
1
2
dan
3
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya dampak dari pandemi Covid-19 yang memengaruhi segala
sendi kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya kehidupan rumah tangga. Timbulnya berbagai
permasalahan di dalam rumah tangga yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian.
Oleh karena itu, peran Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) di masa
pandemi Covid-19 sangat penting untuk mengurangi terjadinya perceraian dengan melakukan
penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peranan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam meminimalisasi
terjadinya perceraian di masa pandemi Covid-19 di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua
Lawas dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian di masa pandemi Covid-19 di
Kecamatan Banua Lawas. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian field research. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder,
data yang diperoleh menggunakan teknik wawancara langsung, observasi lapangan dan
dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa peranan
BP4 dalam meminimalisasi perceraian yaitu menyelenggarakan kursus calon pengantin,
mengembangkan pembinaan keluarga sakinah, memberikan pendidikan pra nikah. Badan
Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) juga berperan dalam hal konsultasi,
mediasi dan advokasi perkawinan dalam upaya untuk meminimalisasi terjadinya perceraian di
Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas. Pada umumnya perceraian di Kecamatan Banua
Lawas di masa pandemi Covid-19 dikarenakan faktor-faktor tertentu seperti masalah ekonomi
yang tidak stabil, adanya orang ketiga, kurangnya komunikasi dan adanya kekerasan dalam rumah
tangga yang mendorong pasangan suami istri berselisih.
Kata Kunci: BP4; Meminimalisasi; Perceraian; Kantor Urusan Agama
Abstract
This research is motivated by the impact of the Covid-19 pandemic which affects all aspects of
people's lives, including household life. The emergence of various problems in the household that
does not rule out the possibility of divorce. Therefore, the role of the Marriage Guidance and
Preservation Advisory Board (BP4) during the Covid-19 pandemic is very important to reduce the
occurrence of divorce by conducting counseling or outreach to the community. This study aims to
determine the role of the Marital Guidance and Preservation Advisory Board (BP4) in minimizing
the occurrence of divorce during the Covid-19 pandemic at the Religious Affairs Office, Banua
Lawas District and the factors that led to divorce during the Covid-19 pandemic in Banua Lawas
District. . This study uses a qualitative approach with the type of field research. While the data
collected in the form of primary and secondary data, the data obtained using direct interview
Peranan BP4 dalam Meminimalisasi Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 503
techniques, field observations and documentation. Based on the results of this study, it shows that
there are several roles of BP4 in minimizing divorce, namely organizing courses for prospective
brides, developing sakinah family development, providing pre-marital education. The Advisory
Board for the Development and Preservation of Marriage (BP4) also plays a role in consultation,
mediation and marriage advocacy in an effort to minimize divorce at the Office of Religious
Affairs, Banua Lawas District. In general, divorce in Banua Lawas District during the Covid-19
pandemic was due to certain factors such as unstable economic problems, the presence of a third
person, lack of communication and the presence of domestic violence that encouraged married
couples to disagree.
Keywords: BP4; Minimize; Divorce; Religious Affairs Office
Pendahuluan
Perceraian merupakan penyebab bubarnya suatu perkawinan, yang di dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974. Perceraian dapat terjadi dengan segala cara yang menunjukkan
berakhirnya hubungan suami istri, baik dinyatakan dengan kata-kata atau surat atau dengan surat
kepada istrinya (Beni Ahmad Saebani, 2011).
Adanya undang-undang perkawinan tersebut, tidaklah mudah perceraian terjadi, tanpa
alasan yang dapat diterima (Hayati, 2015). Akan tetapi, dalam praktik kehidupan sehari-hari,
seorang istri dengan alasan tidak mudah lagi hidup sebagai suami istri, begitu mudah meminta
cerai dengan suaminya (Syamsidar & Adeliah, 2021).
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang erat antara dua insan yang berlawanan jenis
sebagai suami istri agar bisa mendapatkan ketentraman hidup dan kasih sayang. Pengertian
perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan dalam pasal 1 yang berbunyi :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa(Mamahit, 2013).
Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakan merupakan ibadah. Pada
undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 3 “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah” (Aulia Muthiah, 2017).
Pandemi Covid-19 yang masuk di Indonesia pada awal bulan Maret tentu saja akan
memengaruhi segala sendi kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya rumah tangga (Bakhtiar,
2020). Dampak dari pandemi yang berkepanjangan dalam kehidupan rumah tangga (Septiani,
2021). Banyak suami yang di PHK pada masa pandemi ini yang menyebabkan keuangan rumah
tangga menjadi bermasalah (Ramadhani & Nurwati, 2021), sehingga menimbulkan permasalahan
di dalam rumah tangga yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian (Nugraha,
Barinong, & Zainuddin, 2020). Oleh karena itu, peran BP4 di masa pandemi Covid-19 sangat
penting untuk mengurangi terjadinya perceraian dengan melakukan penyuluhan kepada
masyarakat (Aulia & Pursetyowati, 2016).
BP4 merupakan suatu lembaga penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan
(Dinata, 2015). BP4 adalah organisasi yang bergerak di bidang keagamaan (Talli, 2019).
Organisasi ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya perselisihan dalam sebuah rumah
tangga (Najah, Desyanty, & Widianto, 2021), khususnya perselisihan antara pasangan suami istri.
Agar lebih difungsikan peran BP4 dalam meminimalisasi perceraian diperlukan metode yang
dapat mengubah suatu kepentingan kepada keluarga yang bersifat merugikan antara keduanya
menjadi lebih memperhatikan kondisi rumah tangganya.
Tugas BP4 dalam pembinaan keluarga sakinah adalah meminimalisasi angka perceraian
yang tentu saja tidak sebatas memberikan Suscatin. Permasalahan rumah tangga yang dihadapi
setelah pasangan menikah menuntut peran dan fungsi BP4 untuk mampu menyesuaikan dengan
kondisi dan problematika masyarakat dimasa pandemi Covid-19 (Darmawati H, 2020).
Rina Yuliani
1
,
Ahdiyatul Hidayah
2
dan Muhammad Fahmi
3
504 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui peranan BP4 dalam
meminimalisasi terjadinya perceraian di masa pandemi covid 19 di KUA Kecamatan Banua
Lawas, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian di masa
pandemi Covid-19 di Kecamatan Banua Lawas. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai tambahan pengetahuan mengenai Peran BP4 dalam Meminimalisasi Perceraian di Masa
Pandemi Covid-19 untuk lapisan masyarakat, mahasiswa ataupun Lembaga, sebagai salah satu
sumber masukkan bagi para pegawai KUA tentang peran BP4 dalam meminimalisasi perceraian
dimasa pandemi Covid-19, agar BP4 dapat memanfaatkan waktu senggang untuk melakukan
penyuluhan bisa secara tatap muka langsung dengan memenuhi protokol kesehatan atau dengan
zoom metting kepada catin, dengan adanya penelitian ini, maka dapat mengurangi angka
perceraian melalui penyuluhan oleh BP4 dan sebagai informasi bagi peneliti lain yang tertarik
untuk meneliti kembali masalah ini secara lebih mendalam.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research, yaitu penelitian
yang mengggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif tentang Peranan BP4 dalam
Meminimalisasi Perceraian di Masa Pandemi Covid-19. Adapun lokasi penelitian akan
dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas.
Hasil dan Pembahasan
Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Pernikahan (BP4)
Jika ingin membangun keluarga yang harmonis selain tumbuh dari pribadi keluarga, juga
perlu ditumbuhkan oleh lingkungan keluarga (Rochaniningsih, 2014). Disinilah dibutuhkan
adanya penyuluh yang berwenang atau bertugas dalam permasalahan rumah tangga, yang
biasanya penyuluh ini bernaung dalam sebuah lembaga yaitu BP4.
BP4 merupakan singkatan dari Badan Penasihat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
adalah lembaga resmi pemerintah yang mengkhususkan kegiatannya dalam penasihatan
perkawinan guna terbinanya keluarga yang sakinah.
Berdasarkan tanggal 3 Januari 1946, tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI,
pemerintah membentuk Kementrian Agama yang kemudian menjadi Departemen Agama dan
sekarang kembali menjadi Kementrian Agama RI. Salah satu tugas Kementrian Agama adalah
melaksanakan UU No 22/1966 tentang Pengawasan dan Pencatatan Nikah, dan Talak. Ditemukan
faktor-faktor yang menyebabkan perceraian dengan angka cerai mencapai 60%-80%. Sehingga
lahirlah organisasi tersebut untuk menanggani persoalan perceraian untuk mendapatkan
bimbingan.
Menurut perkembangannya, organisasi tersebut muncul di berbagai daerah dengan nama
yang bervariasi. Mislanya, organisasi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Pelestarian
(BP4) di Bandung tahun 1954, kemudian di Jakarta dengan nama Panitia Penasihatan Pembinaan
dan Penyelesaian Perceraian (P5), di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan nama BP4 tersebut di
atas dan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama Badan Kesejahteraan Rumah Tangga
(BKRT). Sebagai pelaksanaan Keputusan Konferensi Departemen Agama di Tretes Jawa Timur
Tanggal 25 sampai 30 Juni 1955, maka disatukanlah organisasi tersebut dengan nama “Badan
Penasihatan Perkawinan sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 85 Tahun 1961.
Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 1977 tentang Penegasan
Pengakuan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).
Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Perkawinan yang bersifat profesi sebagai
pengemban tugas dan mitra kerja Departeman Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah,
mawaddah dan warahmah. BP4 merupakan satu-satunya badan yang bertugas menunjang segala
tugas Departeman Agama dalam hal ini Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji dalam bidang
penasihat pernikahan, perselisihan dan perceraian, tetapi bukan organisasi struktural Departemen
Agama.
Peranan BP4 dalam Meminimalisasi Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 505
Sebenarnya, penasihatan perkawinan, perselisihan dan perceraian hanyalah merupakan
bagian kecil dari pembangunan keluarga. Tugas yang membentang dihadapan BP4 adalah upaya
menanamkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam lingkungan keluarga.
Jika ingin melaksanakan tugas besar ini, tentu BP4 perlu memperkuat organisasinya mulai dari
pusat sampai ke daerah. Kemitraaan dengan sesama LSM Agama, penggalian sumber daya
maanusia bahkan kerjasama dengan lembaga internasional perlu dikembangkan untuk
meningkatkan sebuah lembaga yang profesional. BP4 hendaknya menjadi tempat berkumpulnya
para tokoh agama, pimpinan LSM dan para pakar di bidang pembangunan keluarga, sehingga
menjadi sebuah organisasi besar yang mandiri, tampil profesional, wibawa dan sanggup menjadi
partner pemerintah dalam pembangunan.
Sebagai sebuah organisasi, BP4 senantiasa dapat meningkatkan profesionalisme petugas
dan meningkatkan kepuasaan klien dalam melaksanakan tugas tersebut di atas. Pada era pasca
reformasi saat ini, peran BP4 sangat diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam
menyemangati para keluarga agar semua anggota keluarga dapat menjalankan ajaran Agama
secara baik dan benar serta memiliki nuansa akhlaqul karimah, sehingga dapat mewujudkan
keluarga yang sakinah mawadah warahmah.
Perceraian atau firqah menurut syara’ adalah berakhirnya akad (kontrak) nikah karena salah
satu sebab dari berbagai sebab yang mengharuskan perkawinan itu berakhir. Menurut ahli fiqih
perceraian disebut talak. Talak adalah terlepasnya ikatan suami istri baik secara langsung atau di
masa mendatang, dengan menggunakan ucapan khusus ataupun ucapan yang berada pada
posisinya (menggantikan ucapan talak). Perceraian dalam islam bukan sebuah larangan, namun
merupakan pintu terakhir dari rumah tangga, ketika terjadi perselisihan yang tidak ada jalan keluar
lagi. Secara yuridis perceraian diatur dalam Pasal 38 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan. Di dalamnya dijelaskan bahwa putusnya suatu perkawinan dapat terjadi
karena adanya kematian, perceraian dan putusan pengadilan.
Perceraian dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab VIII
putusnya perkawinan serta akibatnya pasal 39 ayat 1 dan 2 maka dasar hukum perceraian
dikatakan bahwa:
a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan
dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 19 dikatakan bahwa salah satu alasan perceraian adalah jika
antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangganya.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa perceraian adalah putusnya ikatan
hubungan suami dan istri karena kehendak kedua belah pihak. Perceraian diakibatkan karena
kegagalan dalam mencapai tujuan pernikahan yang bahagia, kekal dan sejahtera.
Perceraian berdasarkan pasal 114 Kompilasi Hukum Islam adalah putusnya perkawinan
yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
perceraian, namun lebih lanjut dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan beberapa
alasan atau alasan-alasan perceraian yang akan diajukan kepada pengadilan untuk di proses dan
ditindak lanjuti.
Macam-Macam Perceraian
Pertama, perceraian yang dianggap talak dan dihitung dari jumlah talak yang dimiliki suami
terhadap istrinya, sesuai dengan ketentuan perkawinan. Jenis perceraian ini adalah semua cerai
yang dimiliki suami terhadap istri. Sementara, istri tidak memiliki jenis cerai seperti ini, kecuali
diberikan kekuasaan oleh suami.
Kedua, perceraian yang dianggap fasakh dan menyebabkan pasangan suami istri harus
berpisah. Namun, perceraian ini tidak dianggap talak yang dihitung dari jumlah talak yang
dimiliki suami terhadap istri, bila keduanya memulai bahtera yang baru. Jenis perceraian ini
Rina Yuliani
1
,
Ahdiyatul Hidayah
2
dan Muhammad Fahmi
3
506 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
adalah semua cerai yang muncul dari pihak istri dan bukan disebabkan oleh suami atau muncul
dari pihak suami. Perceraian ini dapat dimiliki oleh istri tanpa di beri izin oleh suami.
BP4 di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
BP4 di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas juga sangat berperan penting dan
sangat diperhatikan dalam mewujudkan tujuan daripada pernikahan. Faktor penghambat dan
pendukung dalam memberikan penasihatan kepada pasangan yang ingin bercerai di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas.
Bapak Joni Elman selaku kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
mengatakan bahwa peranan BP4 dalam meminimalisasi perceraian di masa pandemi Covid-19
sebenarnya hanya bersifat membantu kedua belah pihak yang berselisih untuk berdamai dengan
memberikan bimbingan penasihatan kepada pasangan suami istri tentang dampak dari terjadinya
perceraian, menjelaskan walau perceraian merupakan perbuatan yang halal namun sangat dibenci
oleh Allah. Adapun peranan BP4 di KUA Kecamatan Banua Lawas dalam meminimalisasi
perceraian di masa pandemi Covid-19 menurut Bapak Joni Elman yaitu sebagai berikut:
“Kami sudah mengupayakan memberikan penasihatan dan pembinaan kepada pasangan
suami istri yang sedang mengalami permasalahan dalam rumah tangga. Kami selaku BP4
melakukan prosedur penasihatan dan pembinaan dengan cara memanggil para pihak yang
bermasalah untuk dimintai keterangan mengenai masalah yang dihadapi, setelah itu BP4 akan
menelaah permasalahan yang disampaikan oleh kedua belah pihak. Setelah tahu permasalahannya
kami akan memberikan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh pasangan suami istri”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa peranan BP4 sangat penting
dalam memediasi orang yang ingin bercerai, bukan sekedar tempat untuk suscatin sebelum
menikah tapi BP4 juga merupakan tempat untuk konseling mengenai perceraian.
Dilanjutkan oleh Bapak Syahrani selaku Penghulu Muda sekaligus Penyuluh di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas menuturkan jika: “Dalam proses pemanggilan kedua
belah pihak ada salah satu pihak yang tidak hadir yang menyebabkan sulitnya memberikan
nasihat. Tidak bisa mendamaikan kedua belah pihak yang bermasalah kalaunya cuma salah satu
pihak yang hadir. Harus ada komitmen yang kuat dan memiliki konsep keagamaan yang kokoh
sehingga sebesar apapun masalah rumah tangga kalau agamanya kokoh tidak akan terjadinya
sebuah perceraian”.
Faktor pendukung dalam memberikan penasihatan kepada pasangan yang ingin bercerai
menurut bapak Syahrani sebagai berikut: “Kemampuan dan keseriusan selaku penyuluh bertindak
sebagai penengah dengan memberikan saran, nasihat dan pemahaman tentang perceraian dan apa
akibat dari terjadinya perceraian baik bagi anak-anaknya dan dirinya sendiri kemudian
memberikan pemahaman tentang bagaimana berumah tangga yang baik yang sakinah mawaddah
dan rahmah”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa yang paling penting dalam
hidup ini adalah adanya saling memahami antara suami dan istri. Hambatan yang dialami oleh
BP4 dalam meminimalisasi perceraian di masa pandemi covid 19 di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Banua Lawas adalah tidak terbukanya salah satu pihak yang menimbulkan hambatan
yang begitu besar bagi BP4 sebab tidak mendapat keterangan yang jelas dari pihak yang
berperkara dan mengakibatkan tidak ditemukannya titik temu di antara keduanya yang menjadi
pemicu masalah sehingga solusi tidak bisa sepenuhnya diberikan. Salah satu pihak tidak bersedia
untuk dihubungi maka akan menimbulkan kesulitan bagi BP4 untuk menggali dan mendapatkan
informasi yang objektif. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan BP4 juga
menimbulkan dampak kurang berfungsinya peran BP4 dalam mengemban amanah sebagai badan
pelestarian dan penasihatan perkawinan yang menyebabkan tingkat perceraian di Kecamatan
Banua Lawas masih meningkat dan menimbulkan apabila ada masyarakat yang sedang
bermasalah dengan rumah tangganya mereka dengan mudah memutuskan cerai tanpa adanya
bimbingan dan penasihatan dari BP4 terlebih dahulu sebagai salah satu itikad untuk memperbaiki
hubungan rumah tangga.
Peranan BP4 dalam Meminimalisasi Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 507
Kemudian dilanjutkan oleh Ibu Kartini selaku pengatur kantor, beliau juga berpendapat
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian di masa pandemi Covid-19 di
Kecamatan Banua Lawas. Beliau menuturkan: “Sebagian besar faktor yang menyebabkan
terjadinya perceraian di masa pandemi covid 19 adalah faktor ekonomi, adanya orang ketiga,
kurang komunikasi sehingga meninggalkan salah satu pihak, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Jika kehidupan rumah tangga sudah menjadi komitmen sejak awal pernikahan dan
agama sebagai pondasinya andai suatu saat terjadi badai dan berselisih karena salah satu faktor di
atas pasangan suami istri bisa mengendalikannya dan tidak berakhir dengan perceraian”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan
terjadinya perceraian paling utama adalah masalah ekonomi. Karena di masa pandemi ekonomi
semakin sulit banyaknya karyawan yang di PHK, sulitnya mencari pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan hidup, kebutuhan yang tidak tercukupi yang menyebabkan masalah dalam rumah
tangga.
Peranan BP4 dalam meminimalisasi perceraian di masa pandemi Covid-19 adalah dengan
memberikan bimbingan penasihatan kepada kedua belah pihak yang berselisih. Dan BP4
mempunyai peranan dalam pelayanan konsultasi, mediasi dan advokasi untuk meminimalisasi
perceraian di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas.
Bimbingan dan penyuluhan agama dimaksudkan untuk memberikan nasihat terhadap
pasangan suami istri yang sedang mengalami perselisihan dan berupaya untuk memberikan jalan
keluar yang terbaik atas masalah yang mereka hadapi.
Berdasarkan uraian di atas setiap individu membutuhkan bantuan orang lain dengan
peranan BP4 dalam membantu setiap pasangan yang ingin bercerai dengan memberikan suatu
nasihat dan pandangan kepada individu yang bersangkutan sebelum melangsungkan perceraian.
Dapat kita lihat bahwa BP4 hanya memfasilitasi segala bentuk pengaduan atau pelaporan
yang terjadi dan mengidentifikasi kasus apa yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga pasangan
tersebut dengan memanggil kedua belah pihak untuk mengetahui duduk perkaranya agar mampu
untuk di selesaikan dan mendapat titik temu. Dalam proses konseling dan mediasi tersebut
tujuannya adalah untuk memperbaiki kembali kehidupan rumah tangganya. Apabila penasihatan
berjalan dengan baik, maka pasangan tersebut akan berdamai, namun apabila pasangan tersebut
tetap bersikukuh untuk bercerai maka keputusan sepenuhnya diserahkan kepada kedua belah
pihak sebagai pasangan suami istri karena BP4 hanyalah sebagai konselor, mediator dan advokasi
yang memberikan fasilitas membantu pencegahan perceraian. Jika perceraian yang mereka
kehendaki maka tugas BP4 adalah memberikan surat pengantar untuk mengajukan perceraian ke
Pengadilan Agama.
Peranan BP4 dalam Meminimalisasi Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 di KUA Kecamatan
Banua Lawas
Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan merupakan organisasi yang
bergerak di bidang keagamaan. Organisai ini bertujuan meminimalisasi terjadinya perselisihan
dalam sebuah rumah tangga, khususnya perselisihan antara pasangan suami dan istri.
Peranan BP4 dalam meminimalisasi terjadinya perceraian di masa pandemi Covid-19
menurut Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas:
“Peranan BP4 hanya bersifat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
pasangan suami istri yang berselisih supaya damai. BP4 yang ada di Kecamatan Banua Lawas
mempunyai beberapa cara dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh pasangan suami
istri di antaranya adalah berupa diskusi atau wawancara yang dilakukan oleh petugas BP4 dengan
pihak yang berselisih”.
Dengan demikian dapat diketahui permasalahan yang menyebabkan pihak yang berselisih
ingin bercerai, selain itu BP4 akan memberikan solusi dari penyelesaian permasalahan tersebut.
Untuk lebih lanjutnya BP4 menyerahkan keputusan tersebut kepada pasangan suami istri yang
berselisih. Ditambahkan pula oleh bapak Syahrani selaku penghulu muda Kantor Urusan Agama
Kecamatan Banua Lawas menyatakan bahwa: “Terdapat 7 pasangan yang melakukan penasihatan
masalah perkawinan dengan berbagai macam-macam kasus dan kebanyakkan yang sudah retak
Rina Yuliani
1
,
Ahdiyatul Hidayah
2
dan Muhammad Fahmi
3
508 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
rumah tangganya dan terjadi suatu masalah dalam kehidupan rumah tangga mereka, hal itu
merupakan suatu tantangan besar bagi pegawai BP4 yang harus mampu menjadi penengah dan
memberikan jalan keluar bagi masalah yang mereka hadapi semaksimal mungkin”. Hal tersebut
di ibaratkan seperti sebuah bangunan gedung yang sudah retak, maka BP4 harus bisa membantu
membenahi dan memperkokoh bangunan tersebut lagi. Berdasarkan teori dan penelitian lapangan
dapat disimpulkan bahwa teori sejalan dengan fakta dilapangan dengan peranan BP4 yaitu
memberikan bimbingan, penyuluhan, penasihatan dan konsultasi atau konseling kepada pasangan
suami istri yang berselisih. BP4 juga memberikan bantuan mediasi dan advokasi dalam mengatasi
perselisihan rumah tangga.
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya perceraian di masa Pandemi Covid-19 di
Kecamatan Banua Lawas. Sebagaimana yang di uraikan pada bab sebelumnya pada umumnya
perceraian terjadi karena faktor-faktor tertentu yang mendorong pasangan suami istri berselisih,
secara umum yang menjadi penyebab perceraian di masa pandemi Covid-19 di Kecamatan Banua
Lawas antara lain
1. Ekonomi
Faktor ekonomi erat kaitannya dengan pendapatan yang dihasilkan oleh suatu keluarga.
Dahulu keluarga dipandang sebagai unit yang mampu memberikan kepuasan batin dan kepastian
bagi seorang anggota keluarga untuk bergantung secara ekonomi. Seiring dengan perkembangan
zaman, dimana anggota keluarga telah memiliki pendapatan sendiri dan tidak bergantung pada
anggota keluarga yang lain, maka kemandirian yang mereka miliki memberikan kebebasan lebih
untuk bercerai. Modal dasar seseorang berumah tangga adalah tersedianya sumber penghasilan
yang jelas untuk memenuhi kebutuhan secara finansial. Kelangsungan hidup keluarga di
antaranya ditentukan oleh ekonomi, sebaliknya kekacauan dalam rumah tangga dipicu oleh
ekonomi yang kurang memadai. Keuangan yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga akan
memicu munculnya sebuah perselisihan yang bisa berakhir dengan perceraian.
Menurut bapak H. Joni Elman selaku Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua
Lawas menyatakan bahwa: “Pasangan yang tidak dapat mengendalikan masalah keuangan yang
dipergunakan untuk kelangsungan hidup keluarga, akan merasa sulit untuk menyesuaikan
masalah ekonomi apalagi terbiasa yang dahulu hidup saling berkecukupan semenjak pandemi
Covid-19 pendapatan tidak menentu. Akibat dari hal tersebut akan mendorong terjadinya konflik
dalam rumah tangga dan menghambat penyesuaian diri dalam pernikahan. Apabila permasalahan
tersebut tidak dapat di atasi dengan baik maka akan membuat berkurangnya sikap saling
menghargai dan saling mempercayai”.
Ditambahkan oleh bapak Syahrani menyatakan bahwa: “Rata-rata pasangan suami istri yang
bercerai dengan alasan ekonomi adalah karena pekerjaan suami yang tidak tetap dan karena suami
pengangguran sehingga menyebabkan istrinya yang harus mencari nafkah”.
Islam tidak menghendaki kemiskinan terjadi dalam rumah tangga, sebab dampak dari kefakiran
tidak hanya memicu tindakan kriminal tetapi juga kekufuran. Stabilitas ekonomi merupakan salah
satu penunjang terwujudnya keluarga sakinah.
Berdasarkan teori dan penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa teori sejalan dengan
fakta dilapangan karena faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian sering dipicu
karena masalah ekonomi seperti keuangan yang tidak stabil.
1. Adanya Orang Ketiga
Keharmonisan dalam rumah tangga dapat sirna ketika terinfeksi pihak ketiga. Perhatian
suami istri yang melakukan perselingkuhan tidak lagi pada pasangannya. Bukan hanya masalah
ekonomi yang hancur, akan tetapi hilangnya kepercayaan. Komitmen pernikahan adalah amanah
yang harus dilestarikan dan dipertahankan seumur hidup. Adanya orang ketiga merupakan
persoalan penyimpanan cinta dan kasih sayang yang tidak dapat dihitung secara kualitatif. Karena
itu dampak yang ditimbulkan jauh lebih parah.
Menurut bapak Syahrani selaku penghulu muda dan penyuluh Kantor Urusan Agama
Kecamatan Banua Lawas menyatakan bahwa: “Kehidupan rumah tangga sudah menjadi
komitmen sejak awal pernikahan. Lebihnya itu akan muncul perasaan bosan terhadap istrinya.
Peranan BP4 dalam Meminimalisasi Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 509
Perselingkuhan itu terjadi karena adanya rasa bosan kepada istrinya dan menjalin hubungan
kepada mantan pacar dan juga membandingkan sifat istrinya dengan mantan pacarnya. Hal ini
merupakan amanah yang harus dijunjung tinggi dan dipertahankan sampai akhir hayat, akan tetapi
komitmen itu hanya berlaku di awal pernikahan. Perselingkuhan menyebabkan perasaan kecewa,
marah, sakit hati dan hilangnya kepercayaan. Pelaku perselingkuhan menimbulkan sanksi moral
dari lingkungan. Kondisi demikian akhirnya mendorong terjadinya rumah tangga yang tidak
harmonis sehingga dorongan untuk bercerai semakin membesar. Oleh karena itu pasangan tidak
memikirkan kembali prinsip awal pernikahan janji suci dan sakral”.
Memang tidak ada orang yang suka diduakan dalam satu hubungan terlebih lagi dalam
pernikahan. Hal ini akan berdampak buruk pada hubungan berdua. Tidak mengherankan bila
perselingkuhan memainkan peran penting dalam perceraian.
Berdasarkan teori dan penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa keharmonisan rumah
tangga dapat sirna karena adanya orang ketiga. Perhatian suami atau istri tidak fokus lagi pada
pasangannya.
2. Komunikasi
Zaman sekarang sudah banyak alat komunikasi yang canggih, masih banyak orang yang
kurang saling berkomunikasi dengan pasangan sendiri, dan lebih sering berkomunikasi lewat
telepon dengan teman-teman kantor dan rekan kerja. Tidak adanya rasa saling perhatian dan
komunikasi antara pasangan suami istri dan rendahnya kualitas cinta dan kasih sayang yang
berkurang pada pasangan akan menghalangi berkembangnya hubungan interpersonal yang
berkualitas, sehingga sulit terjalin keinginan bekerjasama dalam menyesuaikan diri dalam
pernikahan. Konflik semakin parah karena masing-masing individu tidak tersedia untuk
bekerjasama dan saling mempercayai dan resiko terjadinya perceraian semakin terbuka lebar.
Menurut ibu Kartini selaku staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
menyatakan bahwa: “Perselisihan dalam rumah tangga terjadi karena kurangnya waktu untuk
bersama dan berkomunikasi dalam rumah tangga itu sendiri. Padahal sebagaimana diketahui rata-
rata dalam sebuah pasangan sama-sama bekerja sehingga waktu berkumpul untuk bertukar
pendapat dan saling berbagi pengalaman antara pasangan tidak terjalin dengan baik, komunikasi
antar anggota keluarga tidak ditemukan lagi”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam rumah tangga
sangat penting. Perselisihan dalam keluarga dapat di antisipasi dengan komunikasi. Hal paling
penting dan utama yang dijadikan benteng pertahanan dalam sebuah rumah tangga adalah
komunikasi. Ketika komunikasi lancar maka segala urusan dalam rumah tangga akan mudah
terselesaikan.
Berdasarkan teori dan penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa teori sejalan dengan
fakta dilapangan komunikasi dalam rumah tangga sangat berarti apabila ketika suami istri sama-
sama bekerja diluar rumah sementara kewajiban dalam rumah tangga terabaikan.
3. Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut bapak Joni Elman selaku Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas
menyatakah bahwa: “Karena sifat keras kepala salah satu pihak yang tujuannya untuk
mengingatkan tetapi dampaknya berlebihan sehingga menyebabkan luka di badan salah satu
pihak”.
Kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan trauma dan tekanan batin sehingga memilih
untuk bercerai agar terlepas dari semua penderitaan yang membahayakan dirinya. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga. Bentuk-
bentuk kekerasan itu dapat menjadi alasan untuk bercerai.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas dan diuraikan secara jelas
maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu peranan Badan Penasehatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam meminimimalisasi perceraian di masa pandemi Covid-19 di
Rina Yuliani
1
,
Ahdiyatul Hidayah
2
dan Muhammad Fahmi
3
510 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Kantor Urusan Agama Kecamatan Banua Lawas adalah dalam pelayanan konsultasi, mediasi dan
advokasi. Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) juga berperan dalam
menyelenggarakan kursus calon pengantin, mengembangkan pembinaan keluarga sakinah,
memberikan pendidikan pra nikah untuk meminimalisasi terjadinya perceraian. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya perceraian di masa pandemi Covid-19 di Kecamatan Banua Lawas
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ekonomi, adanya orang ketiga, kurangnya komunikasi dan
kekerasan dalam rumah tangga.
Bibliografi
Aulia Muthiah. (2017). Hukum Islam-Dinamika Perkembangan Seputar Hukum Perkawinan dan
Hukum Kewarisan. Yogyakarta: Pusataka Baru Press.
Aulia, Natasha Rastie, & Pursetyowati, Sri. (2016). Efektivitas Fungsi Mediasi Dalam Proses
Perceraian. Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum, 15(2).
Bakhtiar, Yusnanik. (2020). Neglection in Family as Reason for Divorce during The Covid-19
Pandemic In The Siak Religious Court [Penelantaran Rumah Tangga Sebagai Bentuk
Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai Alasan Perceraian di Masa Pandemi Covid-19:
Stud
Beni Ahmad Saebani. (2011). Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Darmawati H. (2020). Efektivitas Penyuluh BP4 dalam Menekan Angka Perceraian di Kota
Makassar. Jurnal Multikultural Dan Multireligius, 19(1), 151.
Dinata, Wildana Setia Warga. (2015). Optimalisasi Peran Badan Penasehatan, Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Rangka Pembentukan Keluarga Sakinah di Kabupaten
Jember. Journal de Jure, 7(1), 7888.
Hayati, Vivi. (2015). Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan. Jurnal Hukum Samudra
Keadilan, 10(2), 215227.
Mamahit, Laurensius. (2013). Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Akibat Perkawinan Campuran
Ditinjau Dari Hukum Positif Indonesia. Lex Privatum, 1(1).
Najah, Ummu, Desyanty, Ellyn Sugeng, & Widianto, Edi. (2021). Kontribusi Program Pembinaan
Calon Pengantin Terhadap Kesiapan Berumah Tangga Bagi Masyarakat Kota Malang.
Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 7(3), 13031312.
Nugraha, Afgan, Barinong, Amiruddin, & Zainuddin, Zainuddin. (2020). Faktor Penyebab
Terjadinya Perceraian Rumah Tangga AKibat Perselingkuhan. Kalabbirang Law Journal,
2(1), 5368.
Ramadhani, Salsabila Rizky, & Nurwati, Nunung. (2021). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap
Angka Perceraian. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM), 2(1),
8894.
Rochaniningsih, Nunung Sri. (2014). Dampak pergeseran peran dan fungsi keluarga pada perilaku
menyimpang remaja. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, 2(1).
Septiani, Rina. (2021). Perceraian Akibat Pandemi ditinjau dari Hukum Islam Indonesia. El-
Faqih: Jurnal Pemikiran Dan Hukum Islam, 7(2), 41–53.
Syamsidar, Syamsidar, & Adeliah, Wira. (2021). Strategi Penyuluh Agama Islam dalam
Meminimalisir Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Psikologis Anak di Kelurahan
Tamangapa Kecamatan Manggala Kota Makassar. Jurnal Mercusuar, 2(2).
Talli, Abdul Halim. (2019). implementasi tugas dan fungsi badan penasihatan pembinaan dan
pelestarian perkawinan (BP4) di Kabupaten Gowa. Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan
Hukum Keluarga Islam, 6(2), 133146.