477
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
pISSN: 2723 6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No., 4 April 2022
ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA
BARAT TAHUN 2016-2020
Khafid Mukriyanto
Program Studi Magister Manajemen, Universitas Teknologi Yogyakarta, Indonesia
Email: Khafidmukriyanto@gmail.com
Abstrak
Berdasarkan era otonomi daerah ini, dengan semakin meluasnya aliran kekuasaan di berbagai
daerah, menjadi sangat penting untuk memainkan peran dan peran perpajakan daerah dengan
memanfaatkan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kinerja keuangan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2016-2020.
Penelitian ini menggunakan deskriptif berbentuk studi kasus. Teknik analisis data menggunakan
formula value for money atau 3C (ekonomi, efisiensi dan efektivitas). Hasil analisis
menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat selama lima
tahun terakhir 2016-2020 dilihat dari tingkat rasio ekonomi PAD telah memenuhi kriteria
ekonomis atau telah memperoleh persentase sebesar 98,27% dari total anggaran pendapatan;
tingkat rasio efisiensi PAD menunjukkan kriteria efisiensi berimbang atau jika dibulatkan
memperoleh persentase 100% dari total realisasi pendapatan; dan tingkat rasio efektivitas PAD
kriteria tidak efektif atau memperoleh nilai persentase sebesar 98,78%. Pemerintah Provinsi
Nusa Tenggara Barat dalam menjalankan kinerja keuangan tetap harus terus menggali potensi
daerah yang ada sehingga memenuhi kriteria ekonomis, efektif dan efisien.
Kata Kunci: Rasio Ekonomis PAD; Rasio Efisiensi PAD; Rasio Efektivitas PAD
Abstract
Based on this era of regional autonomy, with the increasingly widespread flow of power in
various regions, it becomes very important to play the role and role of regional taxation by
utilizing the potential of each region. This study aims to analyze the financial performance of
the government of West Nusa Tenggara Province in 2016-2020. This research uses a
descriptive case study. The data analysis technique uses the value for money formula or 3C
(economy, efficiency and effectiveness). The results of the analysis show that the financial
performance of the West Nusa Tenggara Provincial government for the last five years 2016-
2020 seen from the level of the PAD economic ratio has met the economic criteria or has
obtained a percentage of 98.27% of the total budget revenue; PAD efficiency ratio level shows
balanced efficiency criteria or if rounded it gets a percentage of 100% of the total realized
revenue; and the effectiveness ratio of the PAD criteria is not effective or obtains a percentage
value of 98.78%. The West Nusa Tenggara Provincial Government in carrying out financial
performance must continue to explore the existing regional potential so that it meets the
economic, effective and efficient criteria.
Keywords: PAD Economic Ratio; PAD Efficiency Ratio; PAD Effectiveness Ratio
Analisis Pendapatan Asli Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 478 478
Pendahuluan
Secara lebih spesifik, unsur pendapatan (Mochtar, 2019) dan belanja daerah dapat
ditunjukkan dengan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
(Hasiara, 2013). Kenyataannya, banyak pemerintah daerah yang masih mengandalkan
bantuan keuangan pusat sebagai sumber pendapatan mereka (Agunggunanto et al.,
2016). Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia (Nasional, 2015). Pada
tahun 2018 memiliki 17.504 pulau yang tersebar di 34 Provinsi dan Kabupaten (BPS,
2018). Melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam rangka pemerataan
pembangunan (Supusepa, 2020) dan peningkatan perekonomian pemerintah
menetapkan kebijakan otonomi daerah (Suara Merdeka, 2020). Berdasarkan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum (Enggarani, 2016) dan
daya saing daerah. Kebijakan tersebut juga memberi peluang pemerataan dengan asas
keadilan dan perimbangan (Laurens et al., 2017). Menciptakan kemandirian dalam
pembangunan dan maksimalisasi pendapatan daerah (Mahardika & Artini, 2011).
Persoalan otonomi daerah masih menjadi perdebatan baik itu di kalangan
cendekiawan (akademisi), politisi, birokrasi (Santoso, 2009) dan bahkan di kalangan
awam pun ikut andil membicarakan bahwa otonomi daerah adalah hal yang sulit untuk
direalisasikan. Hal tersebut dikarenakan Indonesia adalah negara yang berbentuk
kesatuan (Azhari & Negoro, 2019), dengan luas wilayah yang sangat luas, serta terbagi
dalam bentuk pulau-pulau sehingga potensial terjadi kesenjangan (Nasruddin et al.,
2013). Lebih dari itu, luasnya pulau di Indonesia menyebabkan pengawasan (Wijayanti
et al., 2021) dan program pembangunan daerah akan sulit untuk dilaksanakan dengan
merata dan adil (Mau, 2015), serta kurang terlibatnya pemerintah daerah dalam
pembangunan (Hardianti, 2017) sehingga menjadikan terjadinya ketimpangan
pembangunan di masing-masing daerah/wilayah (Kadarwati et al., 2015). Aspek lain
seperti perbedaan etnis, budaya yang menjadi hambatan tersendiri.
Persoalan otonomi bukan persoalan hukum dan pemerintah saja, akan tetapi
menyangkut juga aspek sosial, politik, budaya, ekonomi, hankam dan lain sebagainya.
Sehingga membutuhkan kajian secara multi atau interdisipliner. Selain itu otonomi
adalah juga merupakan suatu konsep yang dinamis, senantiasa mengalami
perkembangan sejalan dengan perkembangan pemikiran yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat yang bersangkutan. Salah satu faktor pendukung yang secara
signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan
daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan atau kewenangan yang dimilikinya, di
samping faktor-faktor lain seperti kemampuan personalia di daerah dan kelembagaan
pemerintah daerah (Riduansyah, 2003).
Persoalan otonomi daerah menimbulkan masalah tersendiri bagi daerah mengenai
kemampuan masing-masing daerah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Untuk
daerah yang sudah siap melaksanakan desentralisasi fiskal akan berhasil dalam
meningkatkan pendapatan daerahnya, namun bagi daerah yang belum siap mengelola
atau melaksanakannya maka akan semakin tergantung pada pemerintah pusat. Hal
tersebut karena hampir sebagian besar daerah, dana alokasi umum menjadi penyangga
utama pembiayaan APBD yang sebagian besar terserap untuk belanja pegawai sehingga
untuk belanja proyek-proyek pembangunan menjadi kecil (Adrai, 2009). Pendapatan
asli daerah salah satunya berupa pajak daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan mampu melaksanakan otonomi, yaitu
mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Alwi et al., 2017).
Khafid Mukriyanto
479 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah salah satu Provinsi yang terdiri dari pulau
besar seperti Lombok dan Sumbawa, memiliki jumlah 10 Kabupaten/Kota dengan luas
wilayah daratan kurang lebih 20.153,15 km2. Sebagian besar penduduk Lombok yakni
menganut agama islam yang berasal dari Suku Sasak. Sementara Suku Bima dan dan
Sumbawa merupakan suku terbesar yang berada di pulau Sumbawa. Dataran tertinggi di
Nusa Tenggara Barat terletak di Gunung Rinjani dengan ketinggian kurang lebih 3.775
mdpl, sedangkan Gunung Tambora adalah Gunung tertinggi di pulau Sumbawa dengan
ketinggian kurang lebih sekitar 2.852 mdpl.
Belum lama ini, gelaran MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara
Barat (NTB) diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisata di kawasan
tersebut. Director Research & Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus
mengatakan Mandalika merupakan kawasan wisata pantai yang terletak di bagian timur
Indonesia. Dengan lahan sekitar 1.250 hektare, Mandalika dikembangkan dan dikelola
oleh perusahaan milik state bernama Indonesia Tourism Destination
Corporation (ITDC) (Ekonomi_Bussines.com, 2022).
Mandalika berjarak sekitar 17 km dari Bandara Internasional Lombok dan 50 km
dari pusat kota Mataram. Tentunya ini adalah kesempatan ataupun peluang besar
sekaligus strategi dalam meningkatkan angka kunjungan wisatawan yang sisi positifnya
akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Provinsi NTB. Dampak langsungnya yaitu tercipta adanya peluang kesempatan
kerja, pendapatan bagi masyarakat sekitar dan dampak tidak langsungnya yaitu adanya
peningkatan pembangunan berbagai fasilitas-fasilitas di sekitar daerah kawasan wisata
seperti transportasi, hotel, dan berbagai fasilitas penunjang lainnya yang akan
menambah Pendapatan Asli Daerah NTB. Oleh karena itu setiap daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat harus mampu menggali potensi serta sumber daya yang dimilikinya
agar mempunyai keunggulan pendapatan seperti retribusi pariwisata, pajak hotel,
maupun sumber pendapatan lainnya yang bisa dijadikan penopang dalam memajukan
perekonomian daerah tersebut.
Salah satu indikator keberhasilan suatu daerah bisa dilihat dari adanya jumlah
persentase dari hasil pengukuran kinerja sektor publik menggunakan konsep value for
money atau yang lebih dikenal dengan pengukuran 3C (Ekonomi, Efisiensi, dan
Efektivitas) (Mahsun, 2006). Dari data yang diketahui, target dan realisasi Pendapatan
Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat selama Lima tahun terakhir adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Nusa Tenggara BaratTahun 2016-
2020 (Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
PAD
Persentase
Target
Realisasi
2016
Rp 1.450.044
Rp 1.359.842
93,78%
2017
Rp 1.501.611
Rp 1.641.689
109,33%
2018
Rp 1.767.746
Rp 1.660.417
93,93%
2019
Rp 1.708.660
Rp 1.682.135
98,45%
2020
Rp 1.979.279
Rp 1.814.814
91,69%
Sumber: Badan Pusat Statistik NTB, data diolah.
Berdasarkan tabel 1 merupakan data target dan realisasi PAD Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2016 sampai dengan tahun 2020. Berdasarkan data yang
Analisis Pendapatan Asli Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 480 47
diketahui jumlah PAD tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 15,55%
dibandingkan tahun sebelumnya 2016. Kemudian pada tahun 2018 jumlah PAD
mengalami penurunan sebesar 15,40% dibandingkan dengan tahun 2017. Pada tahun
2019 mengalami peningkatan sebesar 4,52% dan pada tahun 2020 mengalami
penurunan sebesar 6,76%. Jumlah penurunan dari target yang telah di tentukan
kemungkinan besar adanya faktor-faktor lain yang sangat mempengaruhi jumlah PAD
tersebut seperti pendapatan Retribusi Daerah, Pajak Daerah dan lainnya yang belum
dioptimalkan dalam memicu pertumbuhan PAD Provinsi Nusa Tenggara Barat tersebut.
Metode Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini merupakan analisis deskriptif dalam bentuk
studi kasus dengan menggambarkan keadaan-keadaan atas permasalahan yang diteliti
dalam bentuk uraian kalimat maupun angka-angka. Analisis kuantitatif merupakan
analisis perhitungan terhadap data kinerja keuangan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat menggunakan pendekatan value for money atau 3C (ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas). Sedangkan analisis kualitatif merupakan analisis yang bersifat deskriptif
guna memperkuat hasil analisis kuantitatif agar mendapatkan jawaban atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi. Berikut pengukuran kinerja sektor publik,
Mahsun (2006) dalam bukunya yang berjudul Pengukuran Kinerja Sektor Publik
menyatakan bahwa teknik pengukuran value for money terdiri dari:
1. Tingkat ekonomi
Mengukur tingkat kehematan dari pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan
oleh organisasi publik. Pengukuran ekonomi memerlukan data-data anggaran
pengeluaran dan realisasinya. Berikut formula untuk mengukur tingkat ekonomi:
Realisasi Pengeluaran
Rasio Ekonomi= X 100%
Anggaran penerimaan
Dimana realisasi pengeluaran merupakan realisasi belanja pemerintah dan
anggaran penerimaan merupakan anggaran belanja pemerintah Provinsi NTB. Hasil
perhitungan rasio ekonomi tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan Kriteria
Ekonomi sebagai berikut:
a. Jika diperoleh <100% (ekonomis)
b. Jika diperoleh =100% (ekonomi berimbang)
c. Jika diperoleh >100% (tidak ekonomis).
2. Pengukuran efisiensi
Mengukur tingkat input dari organisasi sektor publik terhadap tingkat
outputnya sektor publik. Pengukuran tingkat efisiensi tersebut memerlukan data
realisasi biaya dalam memperoleh pendapatan dan data realisasi pendapatan. Berikut
formula untuk mengukur tingkat efisiensi:
Realisasi Biaya
Rasio Efisiensi = X 100%
Realisasi Pendapatan
Khafid Mukriyanto
481 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Dimana jumlah Realisasi biaya untuk memperoleh pendapatan dibagi dengan
realisasi pendapatan sehingga mendapatkan jumlah persentase tingkat rasio efisiensi
kinerja sektor publik. Hasil perhitungan rasio Efisiensi tersebut kemudian
diklasifikasikan berdasarkan kriteria Efisiensi sebagai berikut:
a. Jika diperoleh <100% (efisien)
b. Jika diperoleh =100% (efisiensi berimbang)
c. Jika diperoleh >100% (tidak efisien).
3. Pengukuran efektivitas
Mengukur tingkat output dari organisasi sektor publik terhadap target-target
pendapatan sektor publik. Pengukuran tingkat efektivitas tersebut memerlukan data
realisasi pendapatan dan anggaran atau target pendapatan. Berikut formula
pengukuran efektivitas:
Realisasi Pendapatan
Rasio Efektivitas = X 100%
Anggaran Pendapatan
Perhitungan rasio efektivitas bertujuan untuk menggambarkan seberapa besar
tingkat pencapaian suatu program dengan membandingkan antara jumlah realisasi
pendapatan dengan anggaran pendapatan. Hasil perhitungan rasio efektivitas tersebut
kemudian diklasifikasikan berdasarkan kriteria efektivitas sebagai berikut:
a. Jika diperoleh <100% (tidak efektif)
b. Jika diperoleh =100% (efektivitas berimbang)
c. Jika diperoleh >100% (efektif).
Hasil dan Pembahasan
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu Provinsi di Indonesia
yang berada di kepulauan Nusa Tenggara. Ibu kota dari Provinsi NTB berada di Kota
Mataram, memiliki 10 Kabupaten/Kota.
1. Pengukuran ekonomis
Ekonomis merupakan salah satu pengukuran dalam menilai kinerja sektor
publik, hal tersebut merupakan salah satu alat dalam mengukur kinerja sektor publik
antara realisasi biaya untuk memungut PAD dengan anggaran penerimaan PAD.
Untuk melihat perbandingan tersebut, terlebih dahulu menghitung perbandingan
antara realisasi pengeluaran dengan anggaran pengeluaran lalu dikalikan 100% agar
memperoleh hasil persentase tingkat pencapaian yang dilakukan pemerintah.
Realisasi Pengeluaran
Rasio Ekonomi= X 100%
Anggaran penerimaan
Hasil perhitungan dari rasio ekonomis Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Analisis Pendapatan Asli Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 482 478
Tabel 2. Rasio Ekonomis Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020 (Dalam
Jutaan Rupiah)
Tahun
Realisasi
Pengeluaran
%
Kriteria
A
A/BX100
2016
3.288.830
94,98%
Ekonomis
2017
5.488.040
109,56%
Tidak ekonomis
2018
5.239.530
98,59%
Ekonomis
2019
5.253.582
95,52%
Ekonomis
2020
5.135.883
92,53%
Ekonomis
Rata-rata
4.881.173
98,27%
Ekonomis
Sumber: BPS NTB 2016-2020 (data diolah).
Berdasarkan perhitungan tabel 2 dapat dilihat bahwa kinerja keuangan yang
dicapai oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat jika dilihat dari rasio ekonomis
tahun 2016-2020 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2016 kinerja Provinsi Nusa Tenggara
Barat telah memenuhi kriteria ekonomis karena berada dibawah 100% atau sebesar
94,98% dari total anggaran penerimaan tahun 2016. Pada tahun 2017 kinerja pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016, hal ini
terlihat dari perhitungan rasio ekonomis di tahun 2017 sebesar 109,56% dari total
anggaran penerimaan, belum memenuhi kriteria ekonomis karena di atas 100%. Hal
tersebut dikarenakan jumlah realisasi pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan
jumlah anggaran penerimaan. Pada tahun 2018 penilaian kinerja pemerintah Provinsi
Nusa Tenggara Barat berada pada kriteria ekonomis karena jumlah persentase berada
dibawah 100% yaitu sebesar 98,59% dari total anggaran penerimaan. Hal tersebut
dikarenakan jumlah realisasi pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
anggaran penerimaan. Begitu pula pada tahun 2019 kinerja pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat telah memenuhi kriteria ekonomis sebesar 95,52% dari total anggaran
penerimaan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah
berhasil melakukan penghematan biaya pada realisasi pengeluaran dari yang telah
dianggarkan. Kemudian pada tahun 2020 kinerja pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat berada pada kriteria ekonomis karena jumlah persentase perhitungan rasio
ekonomisnya berada dibawah 100% atau sebesar 92,53% dari total anggaran
penerimaan. Hal ini berarti kinerja ekonomis pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
pada tahun 2020 telah memenuhi kriteria ekonomis dalam melakukan penghematan
realisasi biaya dibandingkan dengan anggaran biaya.
Jika dilihat dari rata-rata perhitungan rasio ekonomis pada tahun 2016 sampai
dengan 2020 kinerja pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah memenuhi kriteria
ekonomis karena memperoleh persentase 98,27% dari total anggaran penerimaan. Hal
ini dikarenakan dari perhitungan rasio ekonomis selama lima tahun terakhir (2016-
2020) hanya pada tahun 2017 yang belum memenuhi kriteria ekonomis atau karena
pencapaian nilai persentase lebih dari 100% yaitu sebesar 109,56%.
2. Pengukuran efisiensi
Efisiensi atau pengukuran tingkat input dari organisasi sektor publik terhadap
tingkat outputnya merupakan salah satu analisis perhitungan untuk mengetahui
seberapa besar penggunaan sumber daya terhadap dana yang yang dikeluarkan.
Pengukuran tingkat efisiensi tersebut memerlukan data-data realisasi biaya untuk
memperoleh pendapatan dan data realisasi pendapatan.
Khafid Mukriyanto
483 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Realisasi Biaya
Rasio Efisiensi= X 100%
Realisasi Pendapatan
Hasil perhitungan dari rasio efisiensi Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Rasio Efisiensi Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020 (Dalam Jutaan
Rupiah)
Tahun
Realisasi Biaya
Realisasi
Pendapatan
%
Kriteria
A
B
A/BX100
2016
3.288.830
3.949.995
83,26%
Efisien
2017
5.488.040
5.063.037
108,39%
Tidak efisien
2018
5.239.530
4.941.245
106,04%
Tidak efisien
2019
5.253.582
5.244.781
100,17%
Efisiensi Berimbang
2020
5.135.883
5.134.462
100,03%
Efisiensi Berimbang
Rata-rata
4.881.173
4.866.704
100,30%
Efisiensi Berimbang
Sumber: BPS NTB 2016-2020 (Data Diolah).
Berdasarkan perhitungan tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kinerja keuangan
yang dicapai oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat jika dilihat dari rasio
efisiensi pada tahun 2016-2020 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2016 kinerja
Provinsi Nusa Tenggara Barat telah memenuhi kriteria efisiensi karena berada
dibawah 100% atau sebesar 83,26% dari total realisasi pendapatan. Pada tahun 2017
kinerja pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2016, hal ini terlihat dari perhitungan rasio efisiensi pada tahun
2017 sebesar 108,39% dari total realisasi pendapatan dengan kriteria tidak efisiensi
karena berada di atas 100%. Hal tersebut dikarenakan jumlah realisasi biaya lebih
besar dibandingkan dengan jumlah realisasi pendapatan. Pada tahun 2018 penilaian
kinerja pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berada pada kriteria tidak efisien
karena jumlah persentase berada di atas 100% yaitu sebesar106,04% dari total
realisasi pendapatan. Hal tersebut dikarenakan jumlah realisasi biaya lebih besar
dibandingkan dengan jumlah realisasi pendapatan. Begitu pula pada tahun 2019
kinerja pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat jika dibulatkan memenuhi kriteria
efisiensi berimbang sebesar 100% dari total realisasi pendapatan. Hal tersebut
dikarenakan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah berhasil melakukan
penghematan pada realisasi biaya sehingga jumlah realisasi pendapatan berimbang
dengan realisasi biaya yang dikeluarkan. Kemudian pada tahun 2020 kinerja
pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat juga berada pada kriteria efisiensi
berimbang karena jumlah persentase perhitungan rasio efisiensinya jika dibulatkan
sebesar 100% dari total realisasi pendapatan. Hal ini berarti bahwa kinerja
pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2020 telah memenuhi kriteria
efisiensi berimbang karena realisasi biaya berimbang dengan realisasi pendapatan.
Jika dilihat dari rata-rata perhitungan rasio efisiensinya pada tahun 2016-2020
kinerja pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah memenuhi kriteria efisiensi
Analisis Pendapatan Asli Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 484 478
berimbang atau jika dibulatkan memperoleh persentase 100% dari total realisasi
pendapatan.
3. Pengukuran efektivitas
Efektivitas merupakan pengukuran dengan membandingkan antara outcome
dengan output dalam menilai kinerja sektor publik. Untuk memperoleh tingkat output
dari organisasi sektor publik terhadap target-target pendapatan sektor publik, maka
analisis tersebut memerlukan data realisasi pendapatan dan anggaran pendapatan
agar diperoleh tingkat persentase pencapaiannya.
Realisasi Pendapatan
Rasio Efektivitas = X 100%
Anggaran Pendapatan
Hasil perhitungan dari rasio efektivitas Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Rasio Efektivitas Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020 (Dalam
Jutaan Rupiah)
Tahun
Realisasi
Pendapatan
Anggaran
Pendapatan
%
Kriteria
A
B
A/BX100
2016
3.949.995
3.802.933
103,87%
Efektif
2017
5.063.037
4.791.397
105,67%
Efektif
2018
4.941.245
5.269.766
93,77%
Tidak Efektif
2019
5.244.781
5.403.969
97,05%
Tidak Efektif
2020
5.134.462
5.366.045
95,68%
Tidak Efektif
Rata-Rata
4.866.704
4.926.822
98,78%
Tidak Efektif
Sumber: BPS NTB 2016-2020 (data diolah)
Berdasarkan perhitungan tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa kinerja keuangan
yang dicapai oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat jika dilihat dari rasio
efektivitas pada tahun 2016 jumlah realisasi pendapatan Provinsi Nusa Tenggara
Barat sebesar 103,87% (efektif). Kemudian pada tahun 2017 yaitu sebesar 105,67%
(efektif) dari total anggaran pendapatan. Pada tahun 2018 realisasi pendapatan
Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan atau sebesar 93,77% (tidak
efektif). Pada tahun 2019 realisasi pendapatan mengalami kenaikan atau sebesar
97,05% (tidak efektif). Kemudian pada tahun 2020 realisasi pendapatan mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya atau 95,68% (tidak efektif).
Jika dilihat dari rata-rata perhitungan rasio efektivitasnya selama lima tahun
terakhir (2016-2020) pencapaian kinerja keuangan pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat memenuhi kriteria tidak efektif atau memperoleh nilai persentase
sebesar 98,78%. Dari keseluruhan pencapaian kinerja selama lima tahun tersebut
(2016-2020) hanya pada tahun 2016 dan 2017 yang telah memenuhi kriteria
efektivitas atau karena memperoleh nilai persentase lebih dari 100% yaitu sebesar
103,87% dan 105,67%. Hal ini berarti bahwa Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat dalam menjalankan kinerja sektor publiknya masih tergolong kurang maksimal
dalam menggali potensi-potensi daerah yang ada guna meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah yang ada.
Khafid Mukriyanto
485 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Kesimpulan
Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat selama lima tahun terakhir 2016-2020 dilihat dari tingkat rasio ekonomi
PAD telah memenuhi kriteria ekonomis atau telah memperoleh persentase sebesar
98,27% dari total anggaran pendapatan; tingkat rasio efisiensi PAD menunjukkan
kriteria efisiensi berimbang atau jika dibulatkan memperoleh persentase 100% dari total
realisasi pendapatan; dan tingkat rasio efektivitas PAD kriteria tidak efektif atau
memperoleh nilai persentase sebesar 98,78%. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dalam menjalankan kinerja keuangan tetap harus terus menggali potensi daerah yang
ada sehingga memenuhi kriteria ekonomis, efektif, dan efisien.
Bibliografi
Agunggunanto, E. Y., Arianti, F., Kushartono, E. W., & Darwanto, D. (2016).
Pengembangan desa mandiri melalui pengelolaan badan usaha milik desa
(BUMDes). Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis, 13(1).
Alwi, M., S Yudha, K. D. I., & Alkandia, D. L. (2017). Analisis Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. EKONOBIS, 3(2),
4250.
Azhari, A. K., & Negoro, A. H. S. (2019). Desentralisasi dan Otonomi Daerah di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Malang: Intrans Publishing, 2019.
Enggarani, N. S. (2016). Kualitas Pelayanan Publik dalam Perizinan di Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPMP2T) Kabupaten Boyolali. Law and Justice, 1(1), 1629.
Hardianti, S. (2017). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur desa
(program alokasi dana desa di Desa Buntongi Kecamatan Ampana Kota).
Katalogis, 5(1).
Hasiara, L. O. (2013). Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Butas. Jurnal Aplikasi Manajemen, 11(1), 105
114.
Kadarwati, N., Setiasih, E., & IMP, R. (2015). Ketimpangan Pendapatan dan Keuangan
Daerah di kabupaten Purbalingga. EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, 10(2).
Laurens, L., Berwulo, D., Masinambow, V. A. J., Wauran, P. C., Laurens, L., &
Berwulo, D. (2017). Analisis Pendapatan Asli Daerah Kota Jayapura. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 17(01), 23.
Mahardika, I. G. N. S., & Artini, G. L. S. (2011). Analisis Kemandirian Keuangan
Daerah di Era Otonomi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. Universitas
Udayana, 733750.
Mau, J. A. (2015). Peran Komunikasi Pemerintahan terhadap Peningkatan Partisipasi
Masyarakat dalam Pembangunan Bersumber Anggaran Pembiayaan Negara. JISIP:
Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 4(2).
Mochtar, H. (2019). Pengaruh pemberian kredit usaha rakyat (kur) terhadap pendapatan
usaha mikro pada pt. Bank sulselbar kantor pusat makassar. BJRM (Bongaya
Journal of Research in Management), 2(2), 5872.
Nasional, B. P. H. (2015). Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di
dunia. Diunduh Dari Https://Bphn. Go. Id/: Https://Bphn. Go.
Id/News/2015102805455371/Indonesia-Merupakan-Negara-Kepulauanyang-
Terbesar-Di-Dunia.
Analisis Pendapatan Asli Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016-2020
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 486 4
Nasruddin, N., Utomo, W., Muta’ali, L., Ritohardoyo, S., Suharyadi, S., & Poniman, A.
(2013). Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Terluar Sebagai Beranda Depan NKRI.
PT. Pro Fajar Jakarta.Riduansyah, M. (2003). Kontribusi Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi
Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor). MAKARA, SOSI
Santoso, M. A. (2009). Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal
Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu Dan Praktek Administrasi, 6(4),
05.
Supusepa, D. (2020). Penerapan Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik di
Kabupaten Yahukimo Ditinjau dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Jurnal
Ilmu Hukum Kyadiren, 5(1), 5878.
Wijayanti, P. T., Wahyuniarti, D. P. S., & Fitriono, R. A. (2021). Tindak Pidana Illegal
Fishing di Perairan Natuna Dalam Perspektif Krimininologi. Aksiologi: Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1), 1623.