Perlindungan Hukum dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 469
terminologi menurut (Setia, 1997) dijelaskan bahwa Hutan adalah tempat tumbuhnya
pepohonan, dan pepohonan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan alam hidup dan
lingkungannya yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Arti hutan adalah suatu
kawasan yang cukup luas yang di dalamnya tumbuh kayu dan segala isinya, baik
tumbuhan maupun hewan, dan secara keseluruhan merupakan suatu komunitas yang
hidup yang mampu memberikan manfaat lain secara lestari (Armiwal, 2019).
Hutan secara ekosistem memiliki berbagai macam hal yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. (Redi, 2014) menjelaskan bahwa pengelolaan hutan meliputi yang
berkaitan dengan pengelolaan hutan dan pembentukan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, reklamasi dan rehabilitasi hutan,
serta perlindungan hutan dan alam. Pengelolaan hutan dirancang untuk memberi manfaat
bagi masyarakat. Bertambahnya manusia, juga menjadi salah satu unsur penyebab adanya
berkurangnya baku mutu ekosistem yang ada, khususnya di beberapa lingkungan yang
secara langsung bedekatan dengan aktivitas manusia tersebut.
Pengelolaan hutan sendiri tidak mungkin dan mustahil dilakukan oleh negara
sendiri, maka perlu partisipasi masyarakat dalam menjaga, merawat dan mengelola hutan
itu sendiri (SAPUTRI, 2017). Selama pengelolaan hutan, negara sudah mengeluarkan
beberapa pola pengelolaan hutan salah satunya dengan adanya pengelolaan melalui
perhutanan sosial. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup & No, 83AD) menjelaskan
bahwa Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan
didaerah hutan rakyat atau dihutan hak atau hutan adat, berupa hutan pedesaan, di mana
masyarakat hukum setempat atau masyarakat hukum adat berperan penting dalam
meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya,
hutan rakyat, hutan adat dan perusahaan hutan (Menteri Lingkungan Hidup, 2016).
Bentuk pengelolaan hutan yang diatur dalam Permen LHK ini adalah dengan
adanya Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pengertian HKm ini merupakan daerah hutan
yang manfaat utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat (Septiawan,
Indriyanto, & Duryat, 2017). Pola pengembangan dan pemberdayaan hutan masyarakat
ini berbasis pada pemanfaatan hutan. Berdasarkan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
& No, 83AD) menjelaskan maksud pemanfaatan hutan adalah kegiatan penggunaan
lahan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu,
pemanenan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan
secara optimum dan berkeadilan bagi kepentingan masyarakat, kemakmuran rakyat yang
sebesar-besarnya menjaga keberlanjutan mereka.
Secara nyata maksud dan tujuan dari negara dalam melangsungkan pengelolaan
hutan berbasis masyarakat merupakan hal yang bertujuan untuk turut sertanya masyarakat
dalam pemanfaatan hutan itu sendiri. Permasalahan muncul terkait gesekan antara
kepentingan manusia dengan keberlanjutan lingkungan merupakan hal yang pasti terjadi
mengingat Kedua aspek ini sebenarnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Keberadaan aktivitas manusia merupakan hal pokok yang harus diperhitungkan sejak
awal. Pemanfaatan lingkungan yang tidak mengindahkan keberlanjutan ekosistem ini
yang menjadi masalah pokok lingkungan.
Keserakahan manusia yang ingin mendapatkan sesuatu tanpa memperhatikan aspek
lingkungan sehingga keberadaan hutan harus dilindungi secara nyata. Salah satu contoh
bentuk kerusakan yang diakibatkan oleh manusia berbasis pemanfaatan hutan yakini
adanya pembukaan lahan perkebunan monokultur dalam skala besar, sering adanya
pembalakan liar sebagai besar-besaran, serta sering terjadinya pembakaran hutan yang
digunakan untuk membuka lahan baru. Tindakan pengrusakan ini sering dilakukan oleh