468
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
pISSN: 2723 6609; e-ISSN: 2745-5254
Vol. 3, No., 4 April 2022
PERLINDUNGAN HUKUM DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI PROVINSI KEPULAUAN
BANGKA BELITUNG
Muhammad Syaiful Anwar
1
dan Arthur Muhammad Farhaby
2
Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung, Indonesia
1 dan 2
1
2
Abstrak
Keterlibatan masyarakat berperan penting dalam pengelolaan hutan rakyat (HKm), karena
masyarakat adalah garda terdepan dalam menjaga kelestarian hutan. Penelitian ini bertujuan
bentuk perlindungan hukum terhadap rakyat dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan; lalu
bagaimana pola partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hutan rakyat di Bangka Belitung.
Metode penelitian yang diterapkan adalah penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlindungan hukum bagi pengelolaan HKm berdasarkan pada perlindungan hukum
preventif dan perlindungan hukum represif. Keterlibatan masyarakat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan, tahap pemantauan/penilaian.
Simpulan yang didapatkan ialah pengelolaan dan perlindungan terhadap kawasan Hutan
Kemasyarakatan secara sistematis dan berbasis hukum harus dipergunakan sebaik-baiknya agar
peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat terpampang nyata. Terdapat empat indikator tahapan
partisipasi masyarakat tersebut harus berjalan secara komprehensif dan utuh agar tujuan negara
kesejahteraan bisa tercapai dengan baik.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Partisipasi Masyarakat; Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Abstract
Community participation has an important role in the management of Community Forests (HKm)
because the community is the forefront in maintaining forest sustainability. The formulation of the
problem taken is How is the form of legal protection for the community in community forest
management; and What is the pattern of community participation in utilizing community forests in
Bangka Belitung. The research method used is normative research.The results showed that legal
protection of HKm management is based on preventive legal protection and repressive legal
protection. The form of community participation there are four stages, namely the planning stage,
the implementation stage, the utilization stage, and the monitoring / evaluation stage. The
conclusion obtained is that the management and protection of community forest areas
systematically and based on law must be used as well as possible so that the improvement of
welfare for the community is displayed real. There are four indicators of the stages of community
participation must run comprehensively and completely so that the goals of the welfare state can
be achieved properly.
Keywords: Legal Protection; Community Participation; Community Forest Management
Pendahuluan
Hutan dianggap sebagai paru-paru dunia yang secara nyata dijadikan keberlanjutan
lingkungan yang sehat bagi umat manusia (Munadi, 2020). Indonesia memiliki bentangan
wilayah hutan yang cukup besar, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Luas hutan di Indonesia adalah 125.797.052 Ha. Hutan yang secara
Perlindungan Hukum dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 469
terminologi menurut (Setia, 1997) dijelaskan bahwa Hutan adalah tempat tumbuhnya
pepohonan, dan pepohonan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan alam hidup dan
lingkungannya yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Arti hutan adalah suatu
kawasan yang cukup luas yang di dalamnya tumbuh kayu dan segala isinya, baik
tumbuhan maupun hewan, dan secara keseluruhan merupakan suatu komunitas yang
hidup yang mampu memberikan manfaat lain secara lestari (Armiwal, 2019).
Hutan secara ekosistem memiliki berbagai macam hal yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. (Redi, 2014) menjelaskan bahwa pengelolaan hutan meliputi yang
berkaitan dengan pengelolaan hutan dan pembentukan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, reklamasi dan rehabilitasi hutan,
serta perlindungan hutan dan alam. Pengelolaan hutan dirancang untuk memberi manfaat
bagi masyarakat. Bertambahnya manusia, juga menjadi salah satu unsur penyebab adanya
berkurangnya baku mutu ekosistem yang ada, khususnya di beberapa lingkungan yang
secara langsung bedekatan dengan aktivitas manusia tersebut.
Pengelolaan hutan sendiri tidak mungkin dan mustahil dilakukan oleh negara
sendiri, maka perlu partisipasi masyarakat dalam menjaga, merawat dan mengelola hutan
itu sendiri (SAPUTRI, 2017). Selama pengelolaan hutan, negara sudah mengeluarkan
beberapa pola pengelolaan hutan salah satunya dengan adanya pengelolaan melalui
perhutanan sosial. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup & No, 83AD) menjelaskan
bahwa Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan
didaerah hutan rakyat atau dihutan hak atau hutan adat, berupa hutan pedesaan, di mana
masyarakat hukum setempat atau masyarakat hukum adat berperan penting dalam
meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya,
hutan rakyat, hutan adat dan perusahaan hutan (Menteri Lingkungan Hidup, 2016).
Bentuk pengelolaan hutan yang diatur dalam Permen LHK ini adalah dengan
adanya Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pengertian HKm ini merupakan daerah hutan
yang manfaat utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat (Septiawan,
Indriyanto, & Duryat, 2017). Pola pengembangan dan pemberdayaan hutan masyarakat
ini berbasis pada pemanfaatan hutan. Berdasarkan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
& No, 83AD) menjelaskan maksud pemanfaatan hutan adalah kegiatan penggunaan
lahan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu,
pemanenan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan
secara optimum dan berkeadilan bagi kepentingan masyarakat, kemakmuran rakyat yang
sebesar-besarnya menjaga keberlanjutan mereka.
Secara nyata maksud dan tujuan dari negara dalam melangsungkan pengelolaan
hutan berbasis masyarakat merupakan hal yang bertujuan untuk turut sertanya masyarakat
dalam pemanfaatan hutan itu sendiri. Permasalahan muncul terkait gesekan antara
kepentingan manusia dengan keberlanjutan lingkungan merupakan hal yang pasti terjadi
mengingat Kedua aspek ini sebenarnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Keberadaan aktivitas manusia merupakan hal pokok yang harus diperhitungkan sejak
awal. Pemanfaatan lingkungan yang tidak mengindahkan keberlanjutan ekosistem ini
yang menjadi masalah pokok lingkungan.
Keserakahan manusia yang ingin mendapatkan sesuatu tanpa memperhatikan aspek
lingkungan sehingga keberadaan hutan harus dilindungi secara nyata. Salah satu contoh
bentuk kerusakan yang diakibatkan oleh manusia berbasis pemanfaatan hutan yakini
adanya pembukaan lahan perkebunan monokultur dalam skala besar, sering adanya
pembalakan liar sebagai besar-besaran, serta sering terjadinya pembakaran hutan yang
digunakan untuk membuka lahan baru. Tindakan pengrusakan ini sering dilakukan oleh
Muhammad Syaiful Anwar
1
dan Arthur Muhammad Farhaby
2
470 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
masyarakat ataupun subyek hukum lainnya untuk kemanfaatan pribadi tanpa
mengindahkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya, salah satunya terjadi didaerah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Hutan yang paling kentara terjadi kerusakannya yakni hutan Mangrove yang ada di
sepanjang wilayah pesisir timur Pulau Bangka (Musthofa et al., 2017). Selama 20 tahun
terakhir, Walhi di Kepulauan Bangka Belitung sudah pernah mengalami kerugian sekitar
240.467,98 hektar hutan Mangrove, dan yang masih tersisa tinggal 33.224,83 hektar.
Khas dari hutan Mangrove tersebut masuk dalam wilayah pengelolaan HKm yang
diberdayakan oleh masyarakat. Bahkan secara nyata terdapat permasalahan unik
diantaranya penyerobotan tanah HKm yang telah ditentukan oleh lembaga negara bisa
“diperjualbelikan” oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal ini sering dilakukan
didasarkan lemahnya rentang kendali atas HKm ini, sehingga perlu adanya beberapa
alternative penyelesaian berkaitan dengan problematika tersebut (Fitra, 2018).
Permasalahan yang terkait dengan perlindungan lingkungan didaerah pesisir yang
secara tidak langsung berkaitan dengan kebijakan atau peraturan yang terkait dengan pola
pengelolaan hutan khususnya hutan Mangrove di wilayah pesisir pulau Bangka.
Berdasarkan data di atas, dapat ditarik permasalahan, yaitu Bagaimanakah bentuk
perlindungan Hukum bagi masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dan
bagaimanakah pola partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hutan kemasyarakatan
di Bangka Belitung. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memfungsikan hutan
kemasyarakatan yang berbasis pada pelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di kawasan.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan metode pengumpulan data
lewat penelitian kepustakaan (Soekanto & Mamudji, 2014). Data sekunder yang dipakai
oleh pengarang dalam penelitian ini adalah materi hukum primer, yaitu materi hukum
yang mengikat dan diteliti dari segi peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan UU tidak. Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan serta Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Meneteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 9 Tahun 2021 mengenai pengelolaan perhutanan sosial dengan peraturan
perundang-undangan terkait. Data primer akan didukung oleh data sekunder, berupa
bahan pustaka yang berisi informasi bahan primer, berupa buku teks, artikel jurnal dan
bahan pendukung lainnya. Pendekatan legislatif (pendekatan hukum) dan pendekatan
konseptual (pendekatan konseptual) akan digunakan dalam penelitian ini. Data yang
terkumpul secara komprehensif akan dianalisis secara kualitatif, dimana semua data
penelitian diolah dalam proses penalaran hukum. Fasilitas atau alat analitik dengan
interpretasi gramatikal yang disajikan dengan mengeluarkan peraturan perundang-
undangan untuk menanggapi pertanyaan yang ada kemudian menarik kesimpulan dan
menyampaikan sebagai rekomendasi (Soekanto & Mamudji, 2014).
Hasil dan Pembahasan
Perlindungan Hukum dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Negara secara nyata ditasbihkan menjadi “pemilik” atas bumi, air, dan kekayaan
lainnya yang ada di dalam perut bumi dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
Perlindungan Hukum dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 471
kemakmuran rakyat. Inilah yang tersirat dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sisi lain, negara juga wajib melakukan pemeliharaan dan menjaga
lingkungannya yang didasari oleh Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan
bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Secara mutlak negara wajib hadir dalam pemenuhan hal warga negara
khususnya berkaitan dengan hidup sejahtera dan lingkungan yang baik serta terkait
kesehatan.
Pengelolaan lingkungan di Indonesia memerlukan instrument yang jelas, baik
berupa sistem ataupun bentuk perlindungan hukum dalam pengelolaan hutan
kemasyarakatan tersebut. Perlindungan hukum yang dimaksud ialah perlindungan
terharap lahan atau kawasan HKm serta perlindungan hukum terhadap pengelolaan hutan
kemasyarakatan tersebut. Berbagai masalah terjadi dikarenakan pola perlidungan hukum
terkadap lahan atau kawasan dan perlindungan terhadap pengelolaan hutan
kemasyarakatan yang cukup lemah dalam implementasinya. Diperlukan perlindungan
hukum yang cukup rigid agar lebih menjamin dalam pengelolaan HKm itu sendiri.
Perlidungan hukum sendiri merupakan kataPerlindungan hukum dalam bahasa
Inggris disebut legal protection dan dalam bahasa Belanda disebut Rechts Bescherming.
Secara etimologis, perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata, yaitu perlindungan dan
hukum. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan diartikan sebagai (1)
tempat perlindungan, (2) benda (kegiatan), (3) proses, cara, tindakan perlindungan.
(Rondonuwu, 2019). Berdasarkan konteks hukum, hukum diartikan sebagai perlindungan
atas kepentingan manusia dengan prosedur tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan khazanah lainnya, menurut salah satu ahli, Setiono, menjelaskan
bahwa perlindungan. Hukum adalah tindakan atau upaya yang dirancang untuk
melindungi suatu masyarakat dari tindakan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak
sesuai dengan aturan hukum, guna menciptakan ketertiban dan kedamaian sehingga
manusia dapat menikmati harkat dan martabatnya sebagai manusia (Setiono, 2004).
Menurut (Rahardjo, 2000) menjelaskan bahwa tujuan perlindungan hukum adalah untuk
menjamin agar hak-hak orang lain yang dirugikan dilindungi, dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak yang diberikan
oleh hukum. Menurut (Hadjon, 1987a) menjelaskan bahwa menurutnya, hakikat dan
tujuan hukum adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan hal ini
harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah tindakan
preventif dan represif.
Bentuk perlindungan hukum dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan yang bisa
dilakukan melalui perlindungan hukum yang bersifat preventif dan perlindungan hukum
bersifat represif. Dalam pandangannya, (Hadjon, 1987b) menjelaskan bahwa fasilitas
perlindungan hukum, yaitu fasilitas perlindungan hukum preventif. Berdasarkan
perlindungan hukum preventif ini, subjek hukum diberi kesempatan untuk mengajukan
pendapat atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah bentuk yang definitif.
tujuannya adalah untuk mencegah. Upaya hukum yang represif. Perlindungan hukum
represif ditujukan untuk menyelesaikan sengketa. Kategori perlindungan hukum ini
meliputi pelayanan perlindungan hukum oleh peradilan umum dan peradilan tata usaha
negara di Indonesia. Asas kedua perlindungan hukum dari tindakan pemerintah adalah
aturan hukum. Mengenai pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, yang terpenting
Muhammad Syaiful Anwar
1
dan Arthur Muhammad Farhaby
2
472 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
adalah pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia yang dapat dikaitkan dengan
tujuan negara hukum.
Bentuk perlindungan terhadap pengelolaan hutan kemasyarakatan, dapat dianalisis
dalam dua hal, Pertama, Perlindungan secara Preventif. Dalam pengelolaan hutan
kemasyarakatan (HKm) diperlukan sarana dan prasarana adminsitratif yang cukup untuk
menyatakan bahwa suatu lahan atau kawasan bisa dimanfaatkan menjadi hutan
kemasyarakatan. Pemahaman awal terkait hutan kemasyarakatan merupakan langkah
legal administrative terkait pemanfaatan kawasan hutan yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Sebagai payung hukumnya adalah Undang-
Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Bentuk perlindungan hukum secara preventif, yakni melalui administrative, yaitu
berkaitan dengan persetujuan pengelolaan suatu wilayah atau lahan hutan yang menjadi
Hutan Kemasyarakatan yang diberikan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri LHK
untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang. Hal ini sesuai
dengan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9
Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Hal ini wajib dimiliki oleh pengelola
hutan kemasyarakatan sebagai bentuk perlindungan hukum secara administrative
(preventif) sehingga segal tindakan tekait pengelolaan, baik terkait dengan status lahan,
cara pengelolaannya, dan pihak-pihak yang mengelola HKm tersebut dilindungi secara
hukum. Hal ini merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum preventif dari sisi
administrasi.
Berdasarkan bentuk represif atau tindakan secara langsung, dalam pengelolaan
HKm sendiri, terdapat pengawasan terkait dengan pengelolaan Perhutanan Sosial yang
didalamnya termasuk Hutan Kemasyarakatan (HKm). Secara structural, pengawasan
dilakukan oleh Menteri LHK selaku pemegang pengawas tertinggi terhadap pelaksanaan
pengelolaan perhutanan sosial. Untuk menjalankan secara efektif, maka diberikan bentuk
pengawasan secara mandat kepada struktural di kementerian sampai ke Kepala Daerah,
baik Gubernur ataupun Bupati atau Walikota. Berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan
Sosial, khususnya pada Pasal 182 sampai Pasal 184 terkait dengan pengawasan,
disebutkan secara jelas bahwa secara struktural dari tingkat pusat sampai daerah bisa
melakukan pengawasan secara sistemik dan dilindungi oleh hukum dengan tindakan
represif yang salah satunya melalui pengenaan sanksi administratif.
Pengenaan sanksi represif maupun administratif juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan. Dalam pasal 262
menyebutkan bahwa Polisi Kehutanan memiliki wewenang bersifat deteksi dini, pre-
emtif, preventif, pengawasn tindakan administrasi dan operasi represif. Hal ini penting
untuk diilakukan sebagai bentuk tindakan represif oleh polisi kehutanan untuk melakukan
pencegahan maupun pengamanan hutan di area yang dikelolanya.
Perlindungan hukum yang dilakukan oleh negara kepada Hutan Kemasyarakatan
(HKm) baik berupa tindakan perlindungan secara preventif maupun perlindungan hukum
secara represif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan sebuah
kawasan atau lahan, khususnya berkaitan dengan Hutan Kemasyarakatan. Pengelolaan
dan perlindungan terhadap kawasan Hutan Kemasyarakatan secara sistematis dan
berbasis hukum merupakan hal mutlak yang harus dimiliki secara nyata dan kewenangan
yang dimiliki harus dipergunakan sebaik-baiknya agar pemanfaatan atas lahan tersebut
Perlindungan Hukum dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 473
menjadi sebuah peluang untuk peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat yang
memanfaatkan hutan tersebut.
Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Bangka
Belitung
Hutan kemasyarakatan (HKm) umumnya ada di Indonesia, namun khusus untuk
HKm ada di Provinsi Bangka Belitung, memiliki ciri khas yang sedikit berbeda dengan
pemanfaatan hutan lainnya. Ciri pembeda Hutan Kemasyarakatan sendiri diantaranya
yakni mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara hukum dalam mengelola
kawasan hutan, meningkatkan pendapatan ekonomi, menjaga kelestarian hutan dan
ekosistem sekitarnya, mendapatkan peluang masuk Program Pemerintah, Corporate
Social Responsibility (CSR) dan Creating Shared Value (CSV), menyelesaikan konflik
dan sengketa dalam pengelolaan sumber daya hutan dan menciptakan lapangan usaha
baru.
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan sendiri bertujuan sebagai pemberdayaan
masyarakat terhadap suatu kawasan hutan. Secara sadar bahwa masyarakat bisa
memanfaatkan lahan tersebut dengan beberapa keuntungan, dinataranya yaitu:
1. Pengembangan lahan adalah kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan
kawasan budidaya sedemikian rupa sehingga manfaat lingkungan, sosial dan
ekonomi dapat dicapai secara optimal tanpa membatasi fungsi utamanya.
Penggunaan daerah antara lain, contohnya budidaya tanaman obat, tanaman hias,
sarang walet dan pakan ternak.
2. Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yakni Kegiatan
pemanfaatan dan penanaman hasil hutan serta memperoleh hasil hutan selain kayu
dalam jangka waktu, luas, dan volume tertentu tanpa merusak lingkungan serta tidak
mengurangi fungsinya. Contoh HHBK antara lain rotan, bambu, madu, buah-buahan
dan getah.
3. Pemanfaatan jasa lingkungan, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk memanfaatkan
potensi jasa lingkungan tanpa merusak lingkungan dan membatasi fungsi utamanya,
antara lain jasa wisata alam atau rekreasi, jasa pengelolaan air atau perlindungan
hidrologi, kesuburan tanah, perlindungan erosi dan banjir, keindahan dan keunikan
keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon dioksida dan lain-lain.
4. Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Kayu (HHK) merupakan kegiatan untuk
memanfaatkan dan mengusahakan serta mengambil hasil hutan berupa kayu dengan
batasan waktu, luas, dan/atau volume tertentu tanpa merusak lingkungan serta tidak
mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan HHK berasal dari tanaman sendiri atau
tanaman yang di hibahkan yang dilakukan pada areal kerja persetujuan pengelolaan
HKm yang berada di luar gambut dan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin
Baru (PIPPIB).
Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan upaya meningkatkan kemampuan
dan kemandirian masyarakat lokal untuk memperoleh manfaat yang optimal dan merata
dari sumber daya hutan melalui peningkatan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat (Kagungan, Neta, & Kaskoyo, 2019). Sedangkan
dalam perspektif lain, menyebutkan Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya
mentransformasikan pertumbuhan masyarakat sebagai kekuatan masyarakat yang
sesungguhnya, melindungi dan memperjuangkan nilai dan kepentingan dalam segala
aspek kehidupan. Pemberdayaan masyarakat berarti peningkatan kapasitas atau
kemandirian masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mencakup penguatan
individu tetapi juga kelembagaan sosial.
Muhammad Syaiful Anwar
1
dan Arthur Muhammad Farhaby
2
474 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Keterlibatan masyarakat bisa dilihat dari beberapa indikator yang melingkupi
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan HKm khususnya di Bangka Belitung,
diantaranya tahapan tersebut yaitu tahap tahap perencanaan, tahap implementasi, tahap
penggunaan dan tahap monitoring/evaluasi. Berikut penjelasan terkait beberapa tahapan
tersebut, yakni:
Pertama, tahapan perencanaan pengelolaan HKm, hal tersebut dimaksudkan dalam
penyusunan langkah-langkah yang sistematis dan teratur untuk mencapai suatu tujuan
atau memecahkan suatu masalah tertentu secara efektif dan efisien dalam pengelolaan
HKm. Dalam tahapan perencanaan ini, terdapat beberapa langkah yang harus
dipersiapkan sejak awal, yakni melakukan prakiraan (rencana) kegiatan dalam
pengelolaan HKm, maksudnya adalah HKm sebagai pemilik pengelolaan hutan
kemasyarakatan ini memiliki potensi atau prakiraan terhadap pengelolaan HK mini
kedepannya. Hal ini berdasarkan bahwa prakiraan potensi pengelolaan dan tujuan HK
mini ditentukan sejak awal jadi rencana pengembangan HKm bisa diketahui sejak
munculnya prakiraan yang sudah disusun dan dibuat oleh masyarakat karena hal ini
berkaitan dengan pengelolaan HKm mau dibawa kemana, karena tujuan pengelolaan
HKm tersebut adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Secara prinsip, prakiraan rencana
pengelolaan HKm berfungsi untuk menentukan arah, tujuan dan rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan kedepan oleh masyarakat dalam upaya mencapai tujuan.
Menurut proses perencanaan pengelolaan, juga harus memperhatikan analisis yang
ada untuk mengetahui potensi internal dan eksternal. Perlu adanya langkah yang kongkrit
dalam proses perencanaan ini, yaitu berkaitan dengan perencanaan harus jelas maksud
dan ruang lingkupnya. Pengelolaan HKm harus berbasis pada tujuan dan ruang
lingkupnya agar pemanfaaran HKm tersebut bisa memaksimalkan kesejahteraan
masyarakat. Di sisi lainnya, dalam perencanaan pengelolaan HKm ini harus dapat diukur
keberhasilannya. Maksudnya ialah perencanaan dan pengelolaan HKm harus memiliki
cara atau metode agar secara waktu bisa dilihat perkembangannya, baik menuju positif
atau menuju arah sebaliknya. Jadi pada intinya, pola perencanaan dan pengelolaan HKm
ini harus memiliki sistem atau konsep perencanaan yang matang dan bersifat terukur baik
dalam proses perencanaannya maupun dalam perihal pelaksanaannya kelak.
Kedua, tahapan pelaksanaan, secara prinsip dalam tahapan pelaksanaan,
pengelolaan lahan HKm tersebut harus disesuaikan dengan isi perencanaan yang telah
disusun bersama. Semua stakeholder pun harus bekerja sama sesuai keahlian dan
kompetensi masing-masing sehingga bisa dilaksanakan secara profesional dalam
pelaksanaan pengelolaan HKm tersebut. Hal ini harus dilakukan secara tersistematis guna
mencapai tujuan pembentukan HKm tersebut. secara umum, perihal pelaksanaannya juga
harus selalu berkoordinasi antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.
Ketiga, tahapan pemanfaatan, maksudnya adalah pemberdayaan terkait lahan atau
kawasan yang ada sehingga bisa memiliki nilai lebih dan merupakan akses legal dalam
pemanfaatan lahan yang ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya bentuk perlindungan
hukum berkaitan dengan pengelolaan lahan HKm berbasis pada Surat Keputusan Menteri
LHK sebagai bukti pengelolaan atas tanah tersebut guna mendapatkan pemanfaatannya
dari hutan. Pemanfaatan lahan dengan status HKm tersebut, bisa digunakan sebagai salah
satu cara dalam pelaksanaan pengelolaan hutan kemasyarakatan guna memperkuat
perekonomian keluarga sehingga menuju keluarga sejahtera berbasis pemanfaatan lahan
HKm tersebut.
Keempat, tahapan evaluasi partisipasi masyarakat, Tahapan ini merupakan
kegiatan untuk memastikan pelaksanaan atau implementasi dari rencana pengelolaan
Perlindungan Hukum dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022 475
yang melibatkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dengan
menyesuaikan dengan apa yang telah disusun bersama. Tujuan evaluasi dari partisipasi
masyarakat ini adalah untuk meminimalisir penyimpangan atau kesalahan yang
dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Adanya evaluasi
maka akan mengetahui sebab dan faktor terjadinya penyimpangan oleh para pengelola
HKm tersebut.
Berdasarkan evaluasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan harus memiliki
standar baku mutu terkait pelaksanaan partisipasi masyarakat tersebut. Kegiatan evaluasi
bisa melakukan tindakan eksekutorial oleh lembaga yang telah disepakati jika ada
masalah atau penyimpangan agar segera diselesaikan. Tindakan evaluasi juga meninjau
dan menganalisis ulang rencana yang sudah disusun guna percepatan dan capaian dari
tujuan adanya pengelolaan HKm tersebut. Tindakan evaluasi ini harus dilakukan secara
komprehensif dengan mencakup capaian tujuan, kegiatan dan progress dari setiap tahapan
kegiatan yang melibatkan masyarakat didalamnya.
Jadi pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan dapat
dikatakan bahwa memposisikan bentuk partisipasi masyarakat sebagai subjek
pengelolaan sumber daya yang dimiliki, serta masyarakat diposisikan sebagai motor
penggerak perlindungan atas lingkungan hutan. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan
sebagai bentuk kewajiban rakyat dalam berpartisipasi memutuskan suatu permasalahan
berkaitan dengan pengelolaan lahan HKm tersebut.
Kesimpulan
Hutan Kemasyarakatan (HKm) merupakan salah satu alternative dalam pencapaian
masyarakat sejahtera di wilayah hutan tersebut dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada dihutan. Proses pemanfaatan HKm sendiri memerlukan suatu bentuk perlindungan
secara preventif maupun perlindungan hukum secara represif. Pengelolaan dan
perlindungan terhadap kawasan Hutan Kemasyarakatan secara sistematis dan berbasis
hukum harus dipergunakan sebaik-baiknya agar peningkatan kesejahteraan bagi
masyarakat terpampang nyata. Kemudian dalam pola atau sistem keterlibatan masyarakat
bisa dilihat dari indikator partisipasi masyarakat dalam pengelolaan HKm, yakni tahapan
perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan pemanfaatan dan tahapan pemantauan atau
evaluasi. Keempat indikator tersebut harus berjalan secara komprehensif dan utuh agar
tujuan negara kesejahteraan bisa tercapai dengan baik.
Muhammad Syaiful Anwar
1
dan Arthur Muhammad Farhaby
2
476 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 4, April 2022
Bibliografi
Armiwal, Suhaibah. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Pemerintah Dalam
Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Manggrove. Jurnal Sosial Humaniora Sigli, 2(2),
1734.
Fitra, Nuralisa. (2018). Keberadaan Wisata Hutan Bakau Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Di Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Hadjon, Philipus M. (1987a). Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia.
Surabaya: Pt Bina Ilmu.
Hadjon, Philipus M. (1987b). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia: Sebuah
Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam
Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara.
Bina Ilmu.
Hidup, Menteri Lingkungan. (2016). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor 83/Menlhk/Setjen/Kum. 1/2016 Tentang
Perhutanan Sosial. Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, 145.
Hidup, Peraturan Menteri Lingkungan, & No, Kehutanan. (83ad). Tahun 2016 Tentang
Perhutanan Sosial. Republik Indonesia.
Kagungan, Dian, Neta, Yulia, & Kaskoyo, Hari. (2019). Membangun Kemandirian
Masyarakat Tani Hutan Kemasyarakatan Melalui Penguatan Peran Stakeholders
Dalam Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan. Prosiding Sefila, 103112.
Munadi, Radhie. (2020). Etika Pengelolaan Hutan Dalam Perspektif Al Qur’an.
Musthofa, Zainal Aliyy, Husamah, Husamah, Hudha, Atok Miftachul, Muttaqin, Tatag,
Hasanah, Idaul, & Setyawan, Dwi. (2017). Mengurai Sengkarut Bencana
Lingkungan (Refleksi Jurnalisme Lingkungan Dan Deep Ecology Di Indonesia).
Umm Press Dan Pslk Umm.
Rahardjo, Satjipto. (2000). Ilmu Hukum, Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti.
Redi, Ahmad. (2014). Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan. Sinar
Grafika.
Rondonuwu, Christian Johanes. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum
Tenaga Kerja Dalam Sistem Pengupahan Tenaga Kerja Pt. Pln Persero Unit Induk
Wilayah Suluttenggo. Lex Administratum, 7(1).
Saputri, Lembayu. (2017). Alih Fungsi Lahan Di Kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh
Menjadi Perkebunan Sawit Di Kabupaten Kuansing Riau Dihubungkan Dengan
Undang-Undang N0mor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Fakultas Huk
Septiawan, Wawan, Indriyanto, Indriyanto, & Duryat, Duryat. (2017). Jenis Tanaman,
Kerapatan, Dan Stratifikasi Tajuk Pada Hutan Kemasyarakatan Kelompok Tani
Rukun Makmur 1 Di Register 30 Gunung Tanggamus, Lampung. Jurnal Sylva
Lestari, 5(2), 88101.
Setia, Zain Alam. (1997). Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
Setiono, Jurnal Hukum. (2004). Rule Of Law (Supremasi Hukum). Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Soekanto, Soerjono, & Mamudji, Sri. (2014). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Cet. 16. Rajawali Pers, Jakarta.