2269
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: p–ISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
Vol. 2, No. 12 Desember 2021
KAJIAN TAFSIR MAUDLU’I TENTANG SALAT KHUSYUK DALAM FIQIH
IBADAH
Sodikin
IAIN Takengon Aceh Tengah, Indonesia
Abstract
Prayer is the most important worship in Islam, prayer is one of the pillars of Islam.
Once the importance of prayer, it should not be careless and playful in doing prayer,
prayer must be done seriously. The sincerity of the nature of prayer is often referred to
as solemn prayer. The command to pray solemnly is found in many verses of the Qur'an
and hadith. In this paper, we will focus on exploring the verses of the Qur'an and
hadiths related to solemn prayer. The research method used in this paper is library
research or library research, the data collection used is by collecting various literatures
related to solemn prayer, then the data is analyzed by means of content analysis,
namely by analyzing the messages in the literature related to the content of the verse.
Al-Qur'an and hadith about solemn prayer. In this study it is known that, solemn prayer
is a condition in which a person prays by fulfilling all the requirements, pillars and
sunnah of prayer. And do it calmly, full of concentration, absorb and live the verse as
well as all the dhikr that is read in prayer.
Keyword: Maudlu'I interpretation; Solemn Prayer; Fiqh of Worship
Abstrak
Salat merupakan ibadah yang terpenting dalam Islam, salat merupakan salah satu rukun
Islam. Begitu pentingnya ibadah salat maka tidak boleh sembarangan dan main-main
dalam mengerjakan salat, salat harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Kesungguhan
alam salat sering disebut dengan salat khusyuk. Perintah untuk mengerjakan salat secara
khusyuk banyak terdapat dalam ayat Al-Qur’an dan hadits. Dalam tulisan ini akan
difokuskan untuk menggali ayat Al-Qur’an dan hadits yang terkain dengan salat
khusyuk. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah library reseach
atau penelitian kepustakaan, pengumpulan data yang digunakan dengan cara
mengumpulkan berbagai literatur terkait dengan salat khusyuk, kemudian data dianalisis
dengan cara analisis isi, yakni dengan menganalisis pesa-pesan yang ada dalam literatur
terkait dengan kandungan ayat Al-Qur’an dan hadits tentang salat khusyuk. Dalam
penelitian ini diketahui bahwa, salat khusyuk merupakan kondisi dimana seseorang
melakukan salat dengan memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah salat. Serta
dilakukan dengan tenang, penuh konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga semua
dzikir yang dibaca dalam salat.
Kata kunci: Tafsir Maudlu’I; Salat Khusyuk; Fiqih Ibadah
Sodikin
2270 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021
Pendahuluan
Salat adalah ibadah yang sangat istimewa (Hayati, 2017). Ibadah ini
disampaikan secara langsung oleh Allah melalui peristiwa besar yang dialami seorang
hamba yang bernama Muhammad SAW dalam sebuah peristiwa yang dinamakan Isra’
dan Mi’raj (Hadi, 2021). Salat adalah ibadah paling utama dalam Islam (Saihu, 2020),
bahkan ia adalah amal pertama yang akan ditanyakan Allah kepada seseorang dihari
penghisaban nanti. Begitu penting salat ini maka Allah SWT mewajibkan seorang
muslim untuk mengerjakannya (Purnamasari & Thoriq, 2021), bagaimanapun kondisinya.
Tidak dapat digantikan seperti halnya puasa Ramadhan, yang dapat diganti dihari lain,
atau membayar fidyah. Salat harus dilaksanakan oleh seorang muslim yang berada
dalam kondisi tersadar (tidak pingsan atau tidur) bagaimanapun payahnya. Bahkan bagi
yang sakit, bila tak mampu berdiri maka duduk, bila tak mampu duduk berbaring
(Rahayu & Matondang, 2022). Dan bagi seseorang yang sangat parah sakitnya, bisa dengan
isyarat mengedipkan mata.
Salat yang sempurna adalah salat yang diiringi dengan hati khusyu’. Salat adalah
aktivitas jasad dan hati (Jamrah, 2021). Salat khusyuk merupakan dambaan setiap insan,
bahkan berbagai macam cara dilakukan seseorang untuk menggapai Salat khusyuk,
diantara mereka ada yang mematikan lampu ketika salat, ada yang memejamkan
matanya, ada yang mengosongkan semua fikirannya, ada yang merasakan terbangnya
rohnya ketika salat, bahkan untuk menggapai kekhusyukan mereka membuat pelatihan-
pelatihan salat khusyuk. Tentunya semua hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah
memang seperti itu salat khusyuk? (Muhammad Arif & Sirlyana, 2021) Apakah cara-cara
seperti tersebut sudah sesuai menurut tuntunan Rasulullah SAW?. Melalui tulisan ini
akan dikupas kenapa pentingnya salat khusyuk? Apa definisi khusyu’? Apa hukumnya
dan apa kiat-kiat untuk menggapainya?
Salat khusyuk terdiri dari dua suku kata salat dan khusyuk. Secara etimologi
salat berarti do’a. Secara terminologi/istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan
hakiki (Husain, Abdurrahman Misno, & Achmad Nursobah, 2021). Secara lahiriah salat berarti
beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam,
yang dengannya seorang beribadah kepada Allah menurut syarat syarat yang telah
ditentukan. Secara hakiki adalah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, yang
mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya
dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “menzahirkan hajat dan keperluan kita kepada
Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya”.
Dalam pengertian lain salat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba
dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang
tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram
dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan
syara’ (Mulyani, Kurniadi, & Musadad, 2021).
Sedangkan khusyuk adalah adalah patuh pada kebenaran (Dany, 2022). Ada
yang mengatakan bahwa khusyu adalah rasa takut yang terus menerus ada di dalam hati.
Lebih jelas lagi, Syeikh Ala’udin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi
mengatakan, khusyuk dalam salat adalah menyatukan konsentrasi dan berpaling dari
selain Allah serta merenungkan segala yang diucapkannya (Masduki, 2021), baik
berupa bacaan Al-Qur’an maupun dzikir. Jadi khusyuk merupakan kondisi di mana
seseorang melakukan salat dengan memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah salat ,
serta dilakukan dengan tenang, penuh konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga
Kajian Tafsir Maudlu’i Tentang Salat Khusyuk dalam Fiqih Ibadah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021 2271
semua dzikir yang dibaca dalam salat. Fokus kajian dalam tulisan ini adalah menggali
ayat-ayat al-Qur’an tentang salat khusyuk.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library reseach (penelitian pustaka) yakni
penelitian yang dilakukan dengan cara membaca berbagai literatur al-Qur’an dan Hadits
yang terkait dengan salat khusyuk dalam fiqih ibadah. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara mengumpulkan literatur tentang salat khusyuk, dalam pengumpulam
literatur ini penulis melakukannya dengan pencarian kata kunci, pencarian subyek,
pengumpulan buku dan artikel ilmiah terkini, pencarian kutipan dalam sumber-sumber
ilmiah dan pencarian melalui bibliografi. Analisis data yang digunakan adalah analisis
isi (content analisis). Content analysis is analyzing the message. (Auliyah et al., 2016) .
Yakni menglisis berdasarkan isi ayat-ayat al-Qur’an dan hadits.
Hasil dan Pembahasan
Pentingnya Salat Khusyuk
Salat yang kita lakukan setiap hari akan menjadi khusyu serta memberikan
implikasi yang positif pada kehidupan seorang hamba (Ahmad, 2022). Yakni mencegah
manusia dari perbuatan buruk dan kemungkaran. Allah SWT berfirman:
إ
ِ
ن
ا
ة
َ
َ
ْ
َ
َ
ِ
ا
ْ
َ
ْ
َ
ء
ِ
و
َ
ا
ْ
ُ
ْ
َ
ِ
)٤٥(
Sesungguhnya salat itu dapat mencegah dari perbuatan yang buruk dan mungkar. (Qs.
al-Ankabut: 45)
Melihat arti pentingnya khusyuk dalam salat, Syeikh Ali Ahmad aj-Jurjawi
berkata bahwa ketika seorang hamba telah mampu melaksanakan salat dengan khusyuk
berarti ia telah sampai pada tingkat keimanan yang sempurna. Sebagaimana disebutkan
dalam kitab karangan beliau, bahwa “sesungguhnya khusyuk dan menghadirkan hati
dalam salat, serta tenangnya anggota (melaksanakan sesuai syarat dan rukunnya)
merupakan iman yang sempurna.”
Karena itu orang yang melaksanakan salat, tapi hatinya tidak khusyuk, maka
seakan-akan ibadah yang dilakukannya sia-sia, karena tidak diterima di sisi Allah (Koto,
2021). Harus diakui bahwa khusyu ini merupakan perkara yang berat sekali. Apalagi
bagi orang yang masih awam. Sedikit sekali orang yang mampu khusyuk dalam
salatnya. Kalau kenyataannya seperti itu, maka minimal yang bisa kita lakukan adalah
bagaimana khusyuk itu bisa terwujud dalam salat kita walaupun hanya sesaat (Jaelani,
2021). Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali, tidak mungkin untuk mensyaratkan
manusia agar menghadirkan hati (khusyuk) dalam seluruh salatnya. Karena sedikit
sekali orang yang mampu melaksanakannya, dan tidak semua orang mampu
mengerjakannya. Karena itu, maka yang dapat dilakukan adalah bagaimana dalam salat
itu bisa khusyu walaupun hanya sesaat saja.
Dalil Anjuran Khusyu’ dalam Sholat:
1. Firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah: 45-46
و
َ
ا
ْ
َ
ِ
ﯿ
ُ
ا
ِ
ْ
ِ
و
َ
ا
ة
ِ
و
َ
إ
ِ
َ
َ
َ
ِ
ﯿ
َ
ة
ٌ
إ
ِ
َ
َ
ا
ْ
َ
ِ
ِ
ﯿ
َ
)
٤٥(ا
ِ
َ
َ
ُ
ن
َ
أ
َ
ُ
ْ
ُ
ُ
ر
َ
ِ
ّ
ِ
ْ
و
َ
أ
َ
ُ
ْ
إ
ِ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ر
َ
ا
ِ
ُ
ن
َ
)٤٦(
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46).
Sodikin
2272 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021
2. Firman Allah dalam Qs. Al-Mukminun: 1-2:
َ
ْ
أ
َ
ْ
َ
َ
ا
ْ
ُ
ْ
ِ
ُ
ن
َ
)
١(ا
ِ
َ
ھ
ُ
ْ
ِ
َ
ِ
ِ
ْ
َ
ِ
ُ
ن
َ
)
٢(
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang
khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Qs. Al-Mukminun: 1-2).
3. Firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah: 238:
َ
ِ
ُ
ا
َ
َ
ا
َ
َ
ات
ِ
و
َ
ا
ة
ِ
ا
ْ
ُ
ْ
َ
و
َ
ُ
ُ
ا ®
ِ
ِ
َ
ِ
ِ
ﯿ
َ
)
٢٣٨(
“Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wusthaa. Berdirilah untuk Allah
(dalam salatmu) dengan khusyu’.” (Qs. Al-Baqarah: 238).
4. Hadits Riwayat Dailami:
َ
ْ
أ
َ
ٍ
ر
َ
ﺿ
ِ
َ
ُ
َ
ْ
ُ
َ
ل
َ
َ
ل
َ
ر
َ
ُ
ْ
ل
ُ
ِ
َ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
َا
ْ
ذ
ُ
ُ
ِ
ا
ْ
َ
ْ
ت
َ
ِ
َ
َ
ِ
َ
َ
ِ
ن
ا
ُ
َ
إ
ِ
ذ
َ
ا ذ
َ
َ
َ
ا
ْ
َ
ْ
ت
َ
ِ
َ
َ
ِ
ِ
َ
َ
ِ
ي
أ
َ
ن
ْ
ُ
ْ
ِ
َ
َ
َ
َ
ُ
و
َ
َ
َ
َ
ة
َ
ر
َ
ُ
ٍ
َ
َ
ُ
أ
َ
ُ
ُ
َ
ِ
ّ
َ
َ
ة
ً
َ
ﯿ
ْ
َ
ھ
َ
و
َ
إ
ِ
ك
َ
و
َ
ُ
أ
َ
ْ
ٍ
ُ
ْ
َ
َ
ر
ُ
ِ
ْ
ُ
رواه ا ادوس و ا ا و ا
Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah akan kematian dalam salatmu
karena jika seseorang mengingat kematian dalam salatnya tentu lebih mungkin bisa
memperbagus salatnya dan salatlah sebagaimana salatnya seseorang yang mengira
bahwa tidak bisa salat selain salat itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membutmu
meminta ampunan darinya.” (Diriwayatkan Ad-Dailami di Musnad Firdaus, Al-Hafidz
Ibnu Hajar menilainya hasan lalu diikuti Albani.
5. Hadis riwayat Ahmad:
َ
ْ
أ
َ
ِ
أ
َ
ب
َ
ا
ْ
َ
ْ
َ
ر
ِ
ي
ّ
ِ
َ
ل
َ
َ
ء
َ
ر
َ
ُ
ٌ
إ
ِ
َ
ا
ِ
ّ
ِ
َ
È
ُ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
َ
َ
ل
َ
ِ
ْ
ِ
و
َ
أ
َ
و
ْ
ِ
ْ
َ
َ
ل
َ
إ
ِ
ذ
َ
ا
ُ
ْ
َ
ِ
َ
َ
ِ
َ
َ
َ
ّ
ِ
َ
َ
ة
َ
ُ
َ
د
ّ
ِ
ع
ٍ
و
َ
َ
َ
َ
ْ
ِ
َ
َ
م
ٍ
َ
ْ
َ
ِ
ر
ُ
ِ
ْ
ُ
َ
ً
ا و
َ
ا
ْ
َ
ْ
ا
ْ
ِ
َ
س
َ
ِ
ِ
َ
َ
ي
ْ
ا
س
ِ
رواه أ و ا
Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
“Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda, “Jika kamu hendak melaksanakan
salat, salatnya seperti salat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang
membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di
angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani).
6. Hadis Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
َ
ْ
ُ
َ
ّ
ِ
ف
ٍ
َ
ْ
أ
َ
ِ
ﯿ
ِ
َ
ل
َ
ر
َ
أ
َ
ْ
ُ
ر
َ
ُ
ل
َ
È
ِ
َ
È
ُ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
ُ
َ
ّ
ِ
و
َ
ِ
َ
ْ
ر
ِ
ه
ِ
أ
َ
ز
ِ
ٌ
َ
َ
ز
ِ
ِ
ا
َ
ِ
ْ
ا
ْ
ُ
َ
ء
ِ
َ
È
ُ
َ
َ
ﯿ
ْ
ِ
و
َ
َ
َ
رواه أ داود و اي
Dari Mutharif dari ayahnya berkata, “Aku melihat Rasulullah saw salat dan di
dadanya ada suara gemuruh bagai gemuruhnya penggilingan akibat
tangisan.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi).
7. Hadis Riwayat al-Hakim
َ
ْ
ُ
ْ
َ
َ
ْ
َ
َ
ِ
ٍ
ر
َ
ﺿ
ِ
َ
ُ
َ
ْ
ُ
َ
ِ
ا
ِ
ِ
ّ
َ
ل
َ
َ
ِ
ْ
ُ
ْ
ِ
ٍ
َ
َ
َ
ﺿ
َ
ﯿ
ُ
ْ
ِ
ُ
ا
ْ
ُ
ﺿ
ُ
ْ
ء
َ
ُ
َ
ُ
ْ
م
ُ
ِ
َ
َ
ِ
ِ
َ
ﯿ
َ
ْ
َ
ُ
َ
َ
ُ
ْ
ل
ُ
إ
ِ
ا
ْ
َ
َ
َ
و
َ
ھ
ُ
َ
َ
ﯿ
َ
ْ
م
ِ
و
َ
َ
َ
ْ
ُ
أ
ُ
ُ
رواه ا و ا
Utbah bin Amir meriyatkan dari Nabi yang bersabda, “Tidaklah seorang muslim
berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalua melaksakan salat dan mengetahuai
apa yang dibacanya (dalam salat) kecuali ia terbebas (dari dosa) seperti di hari ia
dilahirkan ibunya.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai shahih oleh Albani).
Hukum Khusyu’ dalam Salat
Menurut pendapat yang kuat, bahwa khusyu’ dalam salat hukumnya wajib.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah SWT:
و
َ
ا
ْ
َ
ِ
ﯿ
ُ
ا
ِ
ْ
ِ
و
َ
ا
ة
ِ
و
َ
إ
ِ
َ
َ
َ
ِ
ﯿ
َ
ة
ٌ
إ
ِ
َ
َ
ا
ْ
َ
ِ
ِ
ﯿ
َ
)
٤٥(
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu
lebih berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Qs. al-Baqarah: 45)
Kajian Tafsir Maudlu’i Tentang Salat Khusyuk dalam Fiqih Ibadah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021 2273
Ayat tersebut mengandung celaan atas orang-orang yang tidak khusyu’ dalam salat,
celaan tidak akan terjadi kecuali karena meninggalkan perkara-perkara penting atau
wajib, atau karena keharaman yang dilakukan. Bila kita lihat dalam Al-Quran,
Allah menjelaskan sifat-sifat calon penghuni surga firdaus:
َ
ْ
أ
َ
ْ
َ
َ
ا
ْ
ُ
ْ
ِ
ُ
ن
َ
)
١
(ا
ِ
َ
ھ
ُ
ْ
ِ
َ
ِ
ِ
ْ
َ
ِ
ُ
ن
َ
)٢(
Sungguh beruntunglah orang yang beriman, yaitu mereka yang khusyu’ dalam
salatnya.” (Qs. al-Mu’minuun: 1-2)
Pada ayat ke 11 Allah memberikan isyarat, (bagi orang yang khusyu’), dengan
mengatakan:
ا
ِ
َ
َ
ِ
ُ
ن
َ
ا
ْ
ِ
ْ
د
َ
و
ْ
س
َ
ھ
ُ
ْ
ِ
ﯿ
َ
َ
ِ
ُ
ون
َ
)١١(
“Mereka itulah, orang-orang yang mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di
dalamnya.” (Qs. al-Mu’minuun: 11)
Melalui ayat tersebut Allah mengabarkan bahwa mereka (orang yang khusyu’)
adalah calon pewaris Jannatul Firdaus. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa selain
mereka tidak layak mewarisinya. Meraih surga bagi seorang muslim hukumnya adalah
wajib, maka jalan atau wasilah untuk mencapai surga tersebut hukumnya juga wajib,
dan salat yang khusyu’ hukumnya ikut menjadi wajib karena merupakan salah satu
sarana untuk meraih surga firdaus.
Syarat-syarat Menggapai Khusyu
Syarat untuk berlaku khusyu’ dapat dipahami dari firman Allah dalam QS. Al-
Baqarah: 45-46:
و
َ
ا
ْ
َ
ِ
ﯿ
ُ
ا
ِ
ْ
ِ
و
َ
ا
ة
ِ
و
َ
إ
ِ
َ
َ
َ
ِ
ﯿ
َ
ة
ٌ
إ
ِ
َ
َ
ا
ْ
َ
ِ
ِ
ﯿ
َ
)٤٥
(ا
ِ
َ
َ
ُ
ن
َ
أ
َ
ُ
ْ
ُ
ُ
ر
َ
ِ
ّ
ِ
ْ
و
َ
أ
َ
ُ
ْ
إ
ِ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ر
َ
ا
ِ
ُ
ن
َ
)٤٦(
Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa syarat khusyu’ adalah adanya suatu
keyakinan akan menemui Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Adanya keyakinan
akan berjumpa dengan Tuhan untuk mempertanggung jawabkan seseorang untuk
berlaku khusyu’ karena yang terjalin di benaknya ialah adanya kekhawatiran ketika
menghadap Dzat Yang Mahakuasa ini. Dengan demikian segala aktifitasnya di dunia
selalu dilandasi atas keridhaan Tuhan dan dalam situasi yang seperti inilah berlaku
kekhusyukan baginya.
Sedangkan dalam Qs. Ali Imran 199, Allah berfirman:
و
َ
إ
ِ
ن
ِ
ْ
أ
َ
ھ
ْ
ِ
ا
ْ
ِ
َ
ب
ِ
َ
َ
ْ
ُ
ْ
ِ
ُ
ِ
®
ِ
و
َ
َ
أ
ُ
ْ
ِ
ل
َ
إ
ِ
َ
ﯿ
ْ
ُ
ْ
و
َ
َ
أ
ُ
ْ
ِ
ل
َ
إ
ِ
َ
ﯿ
ْ
ِ
ْ
َ
ِ
ِ
ﯿ
َ
®
ِ
ِ
َ
ْ
َ
ُ
ون
َ
ِ
َ
ت
ِ
È
ِ
َ
َ
ً
َ
ِ
ﯿ أ
ُ
و
َ
ِ
َ
َ
ُ
ْ
أ
َ
ْ
ُ
ھ
ُ
ْ
ِ
ْ
َ
ر
َ
ِ
ّ
ِ
ْ
إ
ِ
ن
È
َ
َ
ِ
ُ
ا
ْ
ِ
َ
ب
ِ
)
١٩٩(
Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang
mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah
dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya.
Sesungguhnya Allah Amat cepat perhitungan-Nya. (Qs. Ali Imran:199)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa syarat untuk menggapai tingkat khusyu’ ialah
tidak memperjualbelikan ayat-ayat Tuhan dengan harga yang murah. Maksudnya tidak
memanipulasi ayat-ayat Tuhan gara-gara ingin merebut kedudukan dan kegemerlapan
duniawi, karena dunia ini sedikitpun tidak ada harganya pada sisi Tuhan.
Penegasan ayat ini menunjukkan bahwa khusyu’ baru dapat digapai dengan syarat bila
ayat-ayat Tuhan tidak pernah dipelintir untuk kepentingan duniawi.
Selanjutnya syarat untuk menggapai predikat khusyu’ ialah bersegera mengerjakan
kebaikan sebagaimana diinformasikan melalui Qs. Al-Anbiya’ : 90:
َ
ْ
َ
َ
ْ
َ
َ
ُ
و
َ
و
َ
ھ
َ
ْ
َ
َ
ُ
َ
ْ
ﯿ
َ
و
َ
أ
َ
ْ
َ
ْ
َ
َ
ُ
ز
َ
و
ْ
َ
ُ
إ
ِ
ُ
ْ
َ
ُ
ا
ُ
َ
ر
ِ
ُ
ن
َ
ِ
ا
ْ
َ
ﯿ
ْ
َ
ات
ِ
و
َ
َ
ْ
ُ
َ
َ
ر
َ
َ
ً
و
َ
ر
َ
ھ
َ
ً
و
َ
َ
ُ
ا
َ
َ
َ
ِ
ِ
ﯿ
َ
)٩٠(
Sodikin
2274 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021
Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya
dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-
orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang
yang khusyu’ kepada kami.” (Qs. Al-Anbiya’: 90)
Artinya dalam hal kebaikan tidak pernah menunda-nunda waktu dan senantiasa
merasa terpanggil untuk melakukannya baik dalam keadaan senang maupun dalam
keadaan susah. Perlakuan dan sikap yang seperti ini dijadikan sebagai syarat untuk
mendaki puncak khusyu’ karena perbuatan baik adalah simbol dari sifat-sifat Tuhan.
Berdasarkan informasi ini dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan nilai khusyu’
maka seseorang harus memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana yang digambarkan oleh
ayat-ayat di atas. Oleh karena itu khusyu’ tidak akan datang dengan sendiri kecuali
setelah seseorang dapat memenuhi persyaratan dengan baik sebagaimana yang telah
diungkapkan dan sangat tipis harapan bila predikat khusyu’ akan didapat bila hanya
sekadar berbekal do’a.
Kiat Salat Khusyu’ menurut Rasulullah
Dalam meraih salat khusyuk Rasulullah telah memberikan kiat-kiat yang jelas,
bahkan para ulama telah membuat bab-bab dalam kitab-kitab mereka, seperti Imam
Ibnu Hajar al-Asqalani membuat bab Anjuran Khusyu’ dalam salat. Syaikh Muhammad
bin Sholeh al-Munajjid menjelaskan bahwa untuk mencapai khusyuk dalam salat ada
dua hal pokok yang perlu diperhatikan:
1. Memperhatikan hal-hal yang mendatangkan kekhusyukan dalam salat .
2. Menolak hal-hal yang menghilangkan kekhusyukan dan melemahkannya.
Untuk mencapai hal-hal yang akan mendatangkan kekhusyukan ada beberapa kiat
yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah, diantaranya:
1. Mempersiapkan diri sepenuhnya untuk salat
Adapun bentuk-bentuk persiapannya yaitu: ikut menjawab azan yang
dikumandangkan oleh muazin, kemudian diikuti dengan membaca do’a yang
disyariatkan, bersiwak, karena hal ini akan membersihkan mulut dan menyegarkannya,
kemudian memakai pakaian yang baik dan bersih, sebagaimana firman Allah:
َ
َ
ِ
آد
َ
م
َ
ُ
ُ
وا ز
ِ
َ
َ
ُ
ْ
ِ
ْ
َ
ُ
ِ
ّ
َ
ْ
ِ
ٍ
و
َ
ُ
ُ
ا و
َ
ا
ْ
َ
ُ
ا و
َ
ُ
ْ
ِ
ُ
ا إ
ِ
ُ
ُ
ِ
ا
ْ
ُ
ْ
ِ
ِ
ﯿ
َ
)٣١(
Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid,
makanlah dan minumlah. Jangan berlebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebihan.” (QS. al-A’raaf: 31)
Di antara bentuk persiapan lain adalah berjalan ke masjid dengan penuh ketenangan
dan tidak tergesa-gesa, lalu setelah sampai di depan masjid, maka masuk dengan
membaca do’a dan keluar darinya juga membaca do’a. Melaksanakan salat sunnat
Tahiyyatul masjid ketika telah berada di dalam masjid. Merapatkan dan meluruskan
shaf, karena syetan berupaya untuk mencari celah untuk ditempatinya dalam barisan
shaf salat.
2. Tuma’ninah
Rasulullah selalu tuma’ninah dalam salatnya, sehingga seluruh anggota badannya
menempati posisi semula, bahkan Rasulullah memerintahkan orang yang buruk salatnya
supaya melakukan tuma’ninah sebagaimana sabda beliau: “Tidak sempurna salat salah
seorang diantara kalian, kecuali dengannya (tuma’ninah).” Bahkan dalam hadits yang
lain Rasulullah menyamakan orang yang tidak tuma’ninah tersebut dengan orang yang
mencuri dalam salatnya:
Kajian Tafsir Maudlu’i Tentang Salat Khusyuk dalam Fiqih Ibadah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021 2275
أﺳأ ا س ا ى ق ا ﯿ ق ﺎل ر و ﻮدھ و
(
Bahwa Rasulullah bersabda: “Seburuk-buruk pencurian yang dilakukan manusia
adalah orang yang mencuri salatnya.” Para sahabat bertanya,”ya Rasulullah,
bagaimana orang yang mencuri sholatnya?Lalu beliau bersabda: “Ia tidak
menyempurnakan ruku’, sujudnya dan khusyu’nya.” (HR. Ahmad)
Orang yang tidak tuma’ninah dalam salatnya, tentu tidak akan merasakan kekhusyukan,
sebab menunaikan salat dengan cepat akan menghilangkan kekhusyukan, seperti salat
mematuk burung, maka hal itu akan menghilangkan pahala.
Oleh karena itulah karena pentingnya tuma’ninah, maka wajib bagi seorang muslim
untuk tuma’ninah dalam salatnya sehingga salatnya diterima oleh Allah.
3. Mengingat mati ketika salat
Hal ini berdasarkan wasiat Rasulullah: “Apabila engkau salat maka salatlah seperti
orang yang hendak berpisah (mati)”.
Jelaslah bahwasanya hal ini akan mendorong setiap orang untuk bersungguh-
sungguh dalam salatnya, karena orang yang akan berpisah tentu akan merasa kehilangan
dan tidak akan berjumpa kembali. Sehingga akan muncul upaya dari dalam dirinya
untuk bersungguh-sungguh, dan hal ini seolah-olah baginya merupakan kesempatan
terakhir untuk salat.
4. Menghayati makna bacaan salat
Al-Quran diturunkan agar direnungkan dan dihayati maknanya, sebagaimana
firman Allah:
ِ
َ
ب
ٌ
أ
َ
ْ
َ
ْ
َ
ه
ُ
إ
ِ
َ
ﯿ
ْ
َ
ُ
َ
ر
َ
ك
ٌ
ِ
ﯿ
َ
ُ
وا آ
َ
ِ
ِ
و
َ
ِ
ﯿ
َ
َ
َ
َ
أ
ُ
و
ُ
ا
ْ
َ
ب
ِ
)
٢٩(
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh berkah, supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran”. (Qs. Shaad: 29)
Sikap penghayatan tidak akan terwujud kecuali dengan memahami makna setiap yang
kita baca.
Dengan memahami maknanya, maka seseorang akan dapat menghayati dan berfikir
tentangnya, sehingga mengucurlah air matanya, karena pengaruh makna yang
mendalam sampai ke lubuk hatinya. Dalam hal ini Allah berfirman:
و
َ
ا
ِ
َ
إ
ِ
ذ
َ
ا ذ
ُ
ِ
ّ
ُ
وا
ِ
َ
ت
ِ
ر
َ
ِ
ّ
ِ
ْ
َ
ْ
َ
ِ
وا
َ
َ
ﯿ
ْ
َ
ُ
á
و
َ
ُ
ْ
ﯿ
َ
ً
)
٧٣(
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Robb mereka,
mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang yang tuli dan buta”. (Qs. al-Furqan: 73)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan betapa pentingnya memperhatikan
makna dari ayat yang dibaca. al-Imam Ibnu Jarir berkata: “Sesungguhnya saya sangat
heran kepada orang yang membaca al-Quran, sementara dia tidak mengetahui
maknanya. Bagaimana mungkin dia akan mendapatkan kelezatan ketika dia
membacanya?
5. Membaca surat sambil berhenti pada tiap ayat
Hal ini merupakan kebiasaan Nabi SAW, sebagaimana yang dikisahkan oleh
Ummu Salamah tentang bagaimana Rasulullah dalam membaca al-fatihah, yaitu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Basmalah, kemudian berhenti, kemudian
membaca ayat berikutnya lalu berhenti. Demikian seterusnya sampai selesai (HR. Abu
Daud, no. 4001)
6. Membaca al-Quran dengan tartil
Hal ini berdasarkan firman Allah:
Sodikin
2276 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021
و
َ
ر
َ
ِ
ّ
ِ
ا
ْ
ُ
ْ
آن
َ
َ
ْ
ِ
ﯿ )
٤(
“Dan bacalah al-Quran dengan perlahan-lahan”. (Qs. al-Muzammil: 4)
Dan diriwayatkan dengan shahih bahwa bacaan Rasulullah adalah perlahan-lahan
serta satu huruf-satu huruf.
Membaca dengan perlahan dan tartil lebih bisa membantu untuk merenungi ayat-ayat
yang dibaca dan mendatangkan kekhusyu’an. Adapun membaca dengan ketergesa-
gesaan akan menjauhkan hati dari kekhusyukan.
7. Meyakini bahwa Allah akan mengabulkan permintaannya ketika seorang hamba
sedang melaksanakan salat.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda dalam hadits Qudsi: “Allah berfirman: ‘Aku
membagi Salatku dengan hamba-Ku-menjadi dua bagian, dan bagi hambaku setiap apa
yang dia minta. Jika hamba-Ku mengucapkan Alhamdu lillahi Robbil’alamin, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Jika ia
mengucapkan Ma likiyaumiddin, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Hamba-Ku
telah memuliakan dan mengagungkan-Ku”. (Shahih Muslim, Kitabus Salat, Bab
Wajibnya Membaca al-Fatihah dalam Setiap Rakaat)
Hadits yang mulia ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang yang sedang
melaksanakan salat, yaitu ketika ia membaca al-Fatihah maka bacaan tersebut mendapat
balasan langsung dari Allah ‘Azza wa Jalla, maka ini akan menjadi pendorong kita
dalam mencapai kekhusyukan.
8. Meletakkan sutrah (tabir pembatas) dan mendekatkan diri kepadanya
Hal ini lebih bertujuan untuk memperpendek dan menjaga penglihatan orang yang
sedang melaksankan Salat, sekaligus menjaga dirinya dari syetan. Disamping itu juga
dapat menjauhkan diri dari lalu lalangnya orang yang lewat di sekitar kita, karena
lewatnya orang lain secara hilir mudik dapat mengganggu kekhusyukan salat.
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah
seorang diantara kalian melaksanakan Salat dengan menggunakan tabir, maka
hendaklah ia mendekat padanya, sehingga syetan tidak akan memotong Salatnya”.
Adapun jarak antara seseorang dengan tabir (sutrah) adalah tiga kali panjang
lengan, dan antara tabir dengan tempat sujudnya adalah, seluas tempat lewatnya seekor
kambing, sebagaimana yang banyak disebut dalam hadits-hadits shahih.
9. Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri di dada
Adalah Rasulullah jika sedang Salat,beliau meletakkan tangan kanan diatas
tangan kiri”. (HR. Muslim )
Imam Ibnu Hajar berkata: “Para ulama berkata: ‘Hikmah dari sikap tersebut
(meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri di dada)-pen merupakan bentuk sifat dari
seseorang yang meminta-minta dengan perasaan hina, sikap tersebut lebih mampu
menghindarkan sifat main-main, dan lebih dekat kepada kekhusyukan”.
10 Melihat kearah tempat sujud
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sedang salat, beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menundukkan kepala serta mengarahkan pandangannya ke tanah (tempat
sujud)”. (HR. al-Hakim 1/479)
Dari sini jelaslah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Salat
melihat ke arah tempat sujud dan tidak memejamkan matanya, maka orang yang
memejamkan matanya berarti amalannya bertentangan dengan sunnah.
11. Memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari godaan setan
Kajian Tafsir Maudlu’i Tentang Salat Khusyuk dalam Fiqih Ibadah
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021 2277
Godaan syetan akan selalu datang kepada siapa saja yang akan menghadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala (Nuramin, 2021), oleh karena itu seorang hamba hendaknya tegar
dalam beribadah kepada Allah Ta’ala, seraya tetap melakukan amalan-amalan zikir
ataupun salat,dan jangan sampai goyah, sebab dengan selalu menekuni hal-hal tersebut
godaan dan tipu daya syetan akan hilang dengan sendirinya. Allah berfirman:
إ
ِ
ن
َ
ﯿ
ْ
َ
ا
ﯿ
ْ
َ
ن
ِ
َ
ن
َ
ﺿ
َ
ِ
ﯿ
ً
)
٧٦(
Sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah.(Qs. an-Nisa’: 76)
Rasulullah bersabda: “Jika seorang diantara kalian berdiri salat, maka datanglah
syetan, kemudian ia mengacaukannya (mengacaukan salatnya dan memasukkan
padanya keraguan) sehingga tidak mengetahui berapa rakaat ia salat. Jika salah seorang
diantara kalian mendapati hal demikian, maka hendaklah ia bersujud dua kali ketika dia
sedang duduk”. (HR. Bukhari)
Kesimpulan
Khusyuk merupakan kondisi di mana seseorang melakukan salat dengan
memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah salat. Serta dilakukan dengan tenang, penuh
konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga semua dzikir yang dibaca dalam salat.
Dengan cara inilah salat yang kita lakukan setiap hari akan menjadi khusyuk serta
memberikan implikasi yang positif pada kehidupan kita. Yakni mencegah manusia dari
perbuatan buruk dan kemungkaran. Sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
إ
ِ
ن
ا
ة
َ
َ
ْ
َ
َ
ِ
ا
ْ
َ
ْ
َ
ء
ِ
و
َ
ا
ْ
ُ
ْ
َ
ِ
)٤٥(
Sesungguhnya salat itu dapat mencegah dari perbuatan yang buruk dan mungkar. (QS
Al-Ankabut: 45)
Melihat arti pentingnya khusu dalam salat, Syeikh Ali Ahmad aj-Jurjani berkata
bahwa ketika seorang hamba telah mampu melaksanakan salat dengan khusyu berarti ia
telah sampai pada tingkat keimanan yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam
kitab karangan beliau, bahwa “sesungguhnya khusyu dan menghadirkan hati dalam
salat, serta tenangnya anggota (melaksanakan sesuai syarat dan rukunnya) merupakan
iman yang sempurna.”
Karena itu orang yang melaksanakan salat, tapi hatinya tidak khusu, maka seakan-
akan ibadah yang dilakukan sia-sia, karena tidak diterima di sisi Allah.
Namun begitu, harus diakui bahwa khusyu ini merupakan perkara yang berat sekali.
Apalagi bagi orang-orang yang masih awam. Sedikit sekali orang yang mampu khusyu
dalam salatnya. Kalau kenyataannya seperti itu, maka minimal yang bisa dilakukan
adalah bagaimana khusyu itu bisa terwujud dalam salat kita walaupun hanya sesaat.
Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali:
Maka tidak mungkin untuk mensyaratkan manusia agar menghadirkan hati
(khusyu) dalam seluruh salatnya. Karena sedikit sekali orang yang mampu
melaksanakannya, dan tidak semua orang mampu mengerjakannya. Karena itu, maka
yang dapat dilakukan adalah bagaimana dalam salat itu bisa khusyu walaupun hanya
sesaat saja.”
Kesimpulannya adalah khusyu dalam salat merupakan satu kondisi dimana
seseorang melakukan salat dengan tenang dan penuh konsentrasi, menghayati dan
meresapi arti dan makna salat yang sedang dikerjakan. Dan itu merupakan perkara yang
sangat penting, agar ibadah yang dilaksanakan dapat dirasakan dalam kehidupan nyata,
tidak semata-mata formalitas untuk menggugurkan kewajiban.
Sodikin
2278 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 12, Desember 2021
Bibliography
Ahmad, Victor Imaduddin. (2022). ISLAMIC MINDFULNESS: Mengukur Kualitas
Salat, Meraih Ihsan dalam Kehidupan. Nawa Litera Publishing.
Dany, Mohamad Umar. (2022). Menggapai Shalat Khusyu. Kiblat Buku Utama.
Hadi, Syofyan. (2021). Kisah Isra’dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw. Penerbit A-
Empat.
Hayati, Umi. (2017). Nilai-Nilai Dakwah; Aktivitas Ibadah Dan Perilaku Sosial.
INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication), 2(2), 175–192.
Husain, H., Abdurrahman Misno, M. E. I., & Achmad Nursobah, S. H. I. (2021).
Pengantar Hukum Islam. Media Sains Indonesia.
Jaelani, K. H. Ahmad. (2021). Keajaiban Salat Tahajud, Duha, dan Puasa: Kisah-kisah
Keajaiban Beribadah Sunnah yang Inspiratif. Anak Hebat Indonesia.
Jamrah, Alfian. (2021). Surga Ada di Hati: Mengenal Sang Khalik melalui Pengenalan
Diri Sendiri, Masyarakat, Lingkungan, Amal Ibadah, dan Amal Shaleh.
Koto, Alaidin. (2021). Hikmah di Balik Perintah dan Larangan Allah-Rajawali Pers.
PT. RajaGrafindo Persada.
Masduki, Arif. (2021). Arba’in Nawawi: Kumpulan 40 Hadits Utama Imam An-Nawawi
Dengan Maknanya. Sinar Wawasan.
Muhammad Arif, S. T., & Sirlyana, M. P. (2021). Memotivasi Mahasiswa Sholat
Semakin Semangat. Deepublish.
Mulyani, Asri, Kurniadi, Dede, & Musadad, Mahendra Akbar. (2021). Rancang Bangun
Aplikasi Pengenalan Rukun Islam Sebagai Media Pembelajaran Menggunakan
Teknologi Augmented Reality. Jurnal Algoritma, 18(1), 50–61.
Nuramin, Nuramin. (2021). Analisis Terhadap Penafsiran Imam Al-Alusy tentang Jin,
Iblis, dan Setan. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, Vol 1, No 3, 2021, 334.
Purnamasari, Mita, & Thoriq, Arief Mulyawan. (2021). Peran Media dalam
Pengembangan Dakwah Islam. Muttaqien; Indonesian Journal of Multidiciplinary
Islamic Studies, 2(2), 87–99.
Rahayu, Sri, & Matondang, Ahmad Said. (2022). Praktek Tayamum dan Sholat Sebagai
Upaya Proses Penyembuhan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tugu Ibu,
Cimanggis Depok Tayamum and Prayer as an Effort for the Healing Process of
Inpatients at Tugu Ibu Hospital, Cimanggis Depok. J-ABDI: Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 1(9), 2133–2142.
Saihu, Saihu. (2020). Pendidikan sosial yang terkandung dalam Surat At-Taubah Ayat
71-72. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 9(01), 127–148.