Urgensi Constitusional Question dan Constitusional Complaint, Arti Penting Pemberian
Kewenangan Tersebut Oleh Mahkamah Konstitusi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022 354
Revisi UUD tersebut semakin memperkuat konsep negara hukum Indonesia, yang
didasarkan pada perbandingan hasil amandemen dengan standar negara hukum
berdasarkan doktrin Hans Kelsen, yang menganjurkan empat syarat rechstaat, yaitu
pernyataan (1) yang kehidupannya sesuai dengan Konstitusi dan undang-undang, dan
yang perumusannya dilakukan oleh Parlemen, (2) mekanisme akuntabilitas untuk
mengatur setiap kebijakan nasional dan tindakan elit nasional (Makarim, 2014), (3)
menjamin independensi peradilan (Wibowo, 2015), (4) perlindungan hak asasi manusia.
Hak konstitusional yang tercantum dalam konstitusi akan menjadi bagian dari
konstitusi dan oleh karena itu semua cabang kekuasaan negara wajib menghormatinya
(Faiz & Collins, 2018). Oleh karena itu, pengakuan dan penghormatan hak konstitusional
sebagai bagian dari konstitusi juga berarti pembatasan kekuasaan negara. Selanjutnya,
hak konstitusional tersebut harus dilindungi sebagai bagian dari konstitusi. Sehingga
diperlukan suatu mekanisme untuk mencapai perlindungan hak konstitusional tersebut.
Mekanisme atau sarana hukum perlindungan hak.
Salah satu ukuran objektif yang dapat digunakan untuk menilai apakah pengakuan
dan jaminan hak konstitusional dalam praktik adalah apakah terdapat mekanisme hukum
untuk melindungi hak konstitusional tersebut, baik berupa upaya hukum atau upaya
hukum yang dapat digunakan oleh warga negara untuk membela. hak konstitusional
tersebut. Upaya hukum dalam pembelaan hak konstitusional mengacu pada upaya hukum
atas pelanggaran hak konstitusional jika merupakan pelanggaran sementara, dan konteks
pelanggaran hak konstitusional selalu terkait dengan pelanggaran negara. Terjadi karena
tindakan negara.
Secara khusus, aduan konstitusional adalah suatu bentuk permohonan warga negara
kepada Mahkamah Konstitusi karena ditangani (policy or no policy) oleh negara (dalam
hal ini pemerintah); DPR, serta Mahkamah Agung, melanggar Konstitusi, yang merusak
hak-hak sipil. Pengaduan konstitusional hanya dapat diajukan setelah semua upaya
hukum telah (habis) melalui lembaga negara lainnya. Di banyak negara, kekuasaan ini
adalah salah satunya dari Mahkamah Konstitusi. Namun di Indonesia, UUD 1945 tidak
secara tegas memberikan hak naik banding atau warga negara untuk mengajukan
keberatan ke Mahkamah Konstitusi.
Pengaduan konstitusional atau Constitutional Complaint merupakan upaya terakhir
masyarakat untuk mencari keadilan setelah semua upaya hukum yang ada telah dilalui.
Hal ini sejalan dengan Dieter C. Umbach yang mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi
harus melindungi hak asasi manusia atau bertindak sebagai wasit atau arbiter, sehingga
memastikan bahwa semua pihak yang terlibat bermain sesuai aturan permainan politik.
Misalnya, "pengekangan yudisial pribadi" mungkin tidak cukup di mana pengadilan
dipaksa untuk memastikan hak parlementer atau minoritas atas cabang eksekutif. Hakim
harus menemukan kompromi yang tepat antara pengendalian yudisial dan aktivisme
yudisial, dan tidak boleh mengabaikan tujuan Mahkamah Konstitusi untuk melindungi
kebebasan, demokrasi, dan Konstitusi.
Berdasarkan rangka perlindungan hak konstitusional warga negara, Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia memandang bahwa pelaksanaan gugatan konstitusional
sangat diperlukan. Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional warga
negara adalah syarat mutlak yang tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun, bahkan
pihak berwenang. Hal ini merupakan wujud dari supremasi konstitusi atau konstitusi
sebagai hukum tertinggi suatu negara. Salah satu cara untuk memberikan perlindungan