351
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi:p–ISSN: 2723 - 6609
e-ISSN :2745-5254
Vol. 3, No., 2 Februari 2022
URGENSI CONSTITUSIONAL QUESTION DAN CONSTITUSIONAL
COMPLAINT, ARTI PENTING PEMBERIAN KEWENANGAN TERSEBUT
OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI
Paulina M. Latuheru
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Irwan
3
, Bambang Setiawan
4
dan
Driasko Budi Sidartha
5
Politeknik Transportasi SDP Palembang, Indonesia
1,3,4 dan 5
dan Universitas Diponegoro,
Semarang, Indonesia
2
1
2
,
3
, bambangsetiawan@poltektranssdp-
palembang.ac.id
4
5
Abstrak
Sekitar dua dekade lalu, Indonesia memulai reformasi konstitusi. Era reformasi menawarkan
harapan besar bagi penyelenggaraan negara yang lebih demokratis. Perubahan tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara pada masa reformasi ditandai dengan revisi UUD 1945. Revisi UUD
tentunya untuk menyesuaikan dengan dinamika kehidupan ketatanegaraan, untuk meningkatkan
kebutuhan praktik kenegaraan dan untuk memenuhi kebutuhan dan motivasi negara dan
kehidupannya. Dengan demikian, prinsip keadilan dan ketertiban serta terwujudnya nilai-nilai
ideal seperti kemerdekaan, kemerdekaan dan kesejahteraan dapat terwujud. Penelitian ini
bertujuan untuk urgensi kewenangan MK dalam hal constitutional question dan constitutional
complaint. Penelitian ini mengadopsi pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian masalah
dilakukan dengan mempelajari norma-norma hukum yang terkandung dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Fokus penelitian ini adalah pada bahan yang digunakan dalam
penelitian. Konsep constitutional question sebagai bentuk perlindungan hak konstitusional warga
negara Baik secara konsepsional maupun yuridis konstitusional, mekanisme constitutional
question dapat dilembagakan atau dikonstruksikan sebagai bagian dari kewenangan Mahkamah
Konstitusi dalam menguji UU terhadap UUD sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24C ayat (1)
1945. Urgensi pelembagaan constitutional question di Indonesia constitutional question di MK
RI menjadi penting dan urgen karena memang terdapat kebutuhan yang nyata untuk itu, baik
ditinjau dari segi teoretis maupun empiris (praktis).
Kata kunci: Constitutional Questioni; Constitutional Complaint; Kewenangan
Abstract
About two decades ago, Indonesia initiated constitutional reform. The reform era offers great
hope for a more democratic state administration. Changes in the life order of the nation and state
during the reformation period were marked by the revision of the 1945 Constitution. The revision
of the Constitution was of course to adapt to the dynamics of constitutional life, to increase the
need for state practice, and to meet the needs and motivations of the state and its life. 2 Thus, the
principles of justice and order and the realization of ideal values such as independence,
independence and prosperity can be realized. This study aims to determine the urgency of the
Constitutional Court's authority in terms of constitutional questions and constitutional
complaints. This research adopts a normative juridical approach, namely problem research is
carried out by studying the legal norms contained in the applicable laws and regulations. The
focus of this research is on the materials used in the research. The concept of the constitutional
question as a form of protection of the constitutional rights of citizens. Both conceptually and
Urgensi Constitusional Question dan Constitusional Complaint, Arti Penting Pemberian
Kewenangan Tersebut Oleh Mahkamah Konstitusi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022 352
constitutionally juridically, the mechanism for the constitutional question can be institutionalized
or constructed as part of the authority of the Constitutional Court in reviewing laws against the
Constitution as referred to in Article 24C paragraph (1) 1945. The urgency of institutionalizing
the constitutional question In Indonesia, the constitutional question in the Constitutional Court
of the Republic of Indonesia is important and urgent because there is a real need for it, both from
a theoretical and empirical (practical) perspective..
Keywords: Constitutional Questioni; Constitutional Complaints; Authority
Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara yang sah yang melaksanakan kedaulatan rakyat
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Zikri &
Zuhri, 2018), yang artinya Negara Republik Indonesia menempatkan hukum di atas dan
merupakan asas yang mengatur penyelenggaraan kehidupan negara (Febriansyah, 2017).
Perpanjangan kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya sebatas memperluas
kewenangan yang telah dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Pasal
24C(1) UUD 1945, tidak menambah kewenangan lain yang telah dimiliki. Diberikan oleh
Bagian 24C(1). Dalam hal ini, perluasan kewenangan MK untuk memasukkan pengujian
norma-norma tertentu atau persoalan konstitusional adalah kewenangan MK untuk
menguji undang-undang yang melanggar UUD.
Negara demokrasi harus menjamin bahwa pelaksanaannya didasarkan pada
undang-undang yang berlaku di negaranya (Zulkarnaen, 2016), sehingga perlu untuk
melindungi konstitusi atau hak-hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi (Asdhie
& Ista, 2019), baik jaminan tersebut tersurat maupun tersirat. Karena termuat dalam
Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang Dasar, maka menjadi bagian dari Undang-
Undang Dasar atau Undang-Undang Dasar, dan karenanya semua cabang kekuasaan
negara wajib menghormatinya (Munte & Sagala, 2021). Oleh karena itu, harus ada jalan
hukum sebagai mekanisme untuk mencapai perlindungan tersebut agar warga negara
dapat mempertahankan hak konstitusionalnya ketika dilanggar (Asrun, 2016).
Kemudian salah satu fungsi Mahkamah Konstitusi adalah melindungi hak asasi
manusia dan melindungi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Perlindungan hak-hak sipil dapat dicapai melalui banding konstitusional (Saifullah,
2014). Pengaduan konstitusional adalah aduan konstitusional, yang merupakan bentuk
upaya hukum yang dapat digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap hak
konstitusional warga negara (Soehalim, 2020). Pengaduan konstitusional merupakan
wadah bagi warga negara yang merasa hak konstitusionalnya (Setiawan, 2017) atau hak
konstitusionalnya telah dilanggar atau diabaikan oleh badan publik (Darwis, 2016).
Misalnya, seorang warga yang mengalami kejadian salah tangkap oleh polisi. Namun,
sebagai korban penangkapan yang tidak sah, ia tidak menerima perlakuan yang layak
diterimanya. Hal ini dapat menjadi subjek pengaduan konstitusional ke Mahkamah
Konstitusi jika pengadilan memberikan kesempatan untuk upaya hukum tersebut (Yanti,
2018).
Penelitian ini bertujuan untuk urgensi kewenangan MK dalam hal constitutional
question dan constitutional complaint. Penelitian ini untuk menganalisis dan membahas
pentingnya kewenangan yang dilimpahkan kepada Mahkamah Konstitusi dalam
kaitannya dengan masalah konstitusional dan banding konstitusional. Penerapan masalah
konstitusional dan mekanisme pengaduan konstitusional di Indonesia merupakan syarat
mutlak bagi pembangunan hukum yang progresif dan berkelanjutan. Ketua Mahkamah
Paulina M. Latuheru
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Irwan
3
, Bambang Setiawan
4
dan Driasko
Budi Sidartha
5
353 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022
Konstitusi Anwar Usman menjelaskan bahwa masalah konstitusional dan pengaduan
konstitusional adalah salah satu kekuatan yang dimiliki oleh pengadilan konstitusi di
seluruh dunia, dan peninjauannya diajukan oleh hakim atau pihak lain dalam kasus-kasus
tertentu. Mencontoh kebutuhan untuk melindungi hak-hak warga negara, peraturan
bersama (selanjutnya disebut PB) yang dikeluarkan oleh lembaga negara tidak dapat diuji
oleh Mahkamah Agung (selanjutnya disebut Mahkamah Agung atau Mahkamah
Konstitusi). dibentuk oleh lembaga negara tidak termasuk dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar tahun itu atau peraturan perundang-undangan yang dapat diuji
oleh Mahkamah Agung.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengadopsi pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian masalah
dilakukan dengan mempelajari norma-norma hukum yang terkandung dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Fokus penelitian ini adalah pada bahan yang
digunakan dalam penelitian. Bahan yang dipelajari dalam penelitian hukum normatif
adalah bahan pustaka atau bahan sekunder. Dibandingkan dengan bidang non hukum,
penelitian ini sebagai penelitian normatif lebih menitikberatkan pada penelitian
kepustakaan berdasarkan data sekunder, termasuk hasil penelitian berupa dokumen resmi,
buku, dan laporan.
Mengenai teknik dan metode yang digunakan penulis dalam artikel ini untuk
mengumpulkan bahan penelitian hukum, ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu
semacam inventarisasi hukum dan peraturan yang relevan. Mahkamah Konstitusi dan
Gugatan Konstitusi meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun tentang
Kekuasaan Kehakiman Tahun 2009 Nomor 48. Pendapat para ahli termasuk I Dewa Gede
Palguna, Mahfud MD, Maruarar Siahaan dari literatur yang digunakan oleh penulis dalam
menulis penelitian ini dirangkum. Langsung ke lapangan hanya untuk menarik file dari
berbagai perpustakaan. Pengolahan bahan hukum dilakukan dengan cara penyuntingan,
yaitu data diolah dengan cara menyusun kembali, meneliti dan menelaah bahan-bahan
hukum yang diperoleh agar tersusun secara sistematis. Analisis bahan hukum yang
digunakan adalah kualitatif karena bahan hukum yang diperoleh diuraikan dalam kalimat
dan kata-kata.
Hasil dan Pembahasan
Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
konstruksi lembaga ketatanegaraan Indonesia secara normatif menekankan bahwa
pemahaman konstitusional merupakan dasar penyelenggaraan negara . Pasal 1(2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat (Sukmariningsih, 2014) dan dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar. Sementara itu, dalam Pasal 1(3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum.
Rumusan dua alinea yang disepakati dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan tonggak penegasan demokrasi
konstitusional Indonesia.
Urgensi Constitusional Question dan Constitusional Complaint, Arti Penting Pemberian
Kewenangan Tersebut Oleh Mahkamah Konstitusi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022 354
Revisi UUD tersebut semakin memperkuat konsep negara hukum Indonesia, yang
didasarkan pada perbandingan hasil amandemen dengan standar negara hukum
berdasarkan doktrin Hans Kelsen, yang menganjurkan empat syarat rechstaat, yaitu
pernyataan (1) yang kehidupannya sesuai dengan Konstitusi dan undang-undang, dan
yang perumusannya dilakukan oleh Parlemen, (2) mekanisme akuntabilitas untuk
mengatur setiap kebijakan nasional dan tindakan elit nasional (Makarim, 2014), (3)
menjamin independensi peradilan (Wibowo, 2015), (4) perlindungan hak asasi manusia.
Hak konstitusional yang tercantum dalam konstitusi akan menjadi bagian dari
konstitusi dan oleh karena itu semua cabang kekuasaan negara wajib menghormatinya
(Faiz & Collins, 2018). Oleh karena itu, pengakuan dan penghormatan hak konstitusional
sebagai bagian dari konstitusi juga berarti pembatasan kekuasaan negara. Selanjutnya,
hak konstitusional tersebut harus dilindungi sebagai bagian dari konstitusi. Sehingga
diperlukan suatu mekanisme untuk mencapai perlindungan hak konstitusional tersebut.
Mekanisme atau sarana hukum perlindungan hak.
Salah satu ukuran objektif yang dapat digunakan untuk menilai apakah pengakuan
dan jaminan hak konstitusional dalam praktik adalah apakah terdapat mekanisme hukum
untuk melindungi hak konstitusional tersebut, baik berupa upaya hukum atau upaya
hukum yang dapat digunakan oleh warga negara untuk membela. hak konstitusional
tersebut. Upaya hukum dalam pembelaan hak konstitusional mengacu pada upaya hukum
atas pelanggaran hak konstitusional jika merupakan pelanggaran sementara, dan konteks
pelanggaran hak konstitusional selalu terkait dengan pelanggaran negara. Terjadi karena
tindakan negara.
Secara khusus, aduan konstitusional adalah suatu bentuk permohonan warga negara
kepada Mahkamah Konstitusi karena ditangani (policy or no policy) oleh negara (dalam
hal ini pemerintah); DPR, serta Mahkamah Agung, melanggar Konstitusi, yang merusak
hak-hak sipil. Pengaduan konstitusional hanya dapat diajukan setelah semua upaya
hukum telah (habis) melalui lembaga negara lainnya. Di banyak negara, kekuasaan ini
adalah salah satunya dari Mahkamah Konstitusi. Namun di Indonesia, UUD 1945 tidak
secara tegas memberikan hak naik banding atau warga negara untuk mengajukan
keberatan ke Mahkamah Konstitusi.
Pengaduan konstitusional atau Constitutional Complaint merupakan upaya terakhir
masyarakat untuk mencari keadilan setelah semua upaya hukum yang ada telah dilalui.
Hal ini sejalan dengan Dieter C. Umbach yang mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi
harus melindungi hak asasi manusia atau bertindak sebagai wasit atau arbiter, sehingga
memastikan bahwa semua pihak yang terlibat bermain sesuai aturan permainan politik.
Misalnya, "pengekangan yudisial pribadi" mungkin tidak cukup di mana pengadilan
dipaksa untuk memastikan hak parlementer atau minoritas atas cabang eksekutif. Hakim
harus menemukan kompromi yang tepat antara pengendalian yudisial dan aktivisme
yudisial, dan tidak boleh mengabaikan tujuan Mahkamah Konstitusi untuk melindungi
kebebasan, demokrasi, dan Konstitusi.
Berdasarkan rangka perlindungan hak konstitusional warga negara, Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia memandang bahwa pelaksanaan gugatan konstitusional
sangat diperlukan. Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional warga
negara adalah syarat mutlak yang tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun, bahkan
pihak berwenang. Hal ini merupakan wujud dari supremasi konstitusi atau konstitusi
sebagai hukum tertinggi suatu negara. Salah satu cara untuk memberikan perlindungan
Paulina M. Latuheru
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Irwan
3
, Bambang Setiawan
4
dan Driasko
Budi Sidartha
5
355 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022
terhadap hak konstitusional warga negara adalah dengan memberikan hak konstitusional
kasasi kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Urgensi penerapan mekanisme pengaduan konstitusional di Indonesia merupakan
bentuk perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara, dan terlebih lagi, sebagai
solusi untuk memperbaiki wajah penegakan hukum di Indonesia, selama ini belum
mencerminkan maksud dan tujuan dari undang-undang itu sendiri. . Pengaduan
konstitusional merupakan jaminan paling konkrit terhadap hak konstitusional warga
negara, karena banyak lembaga publik yang melanggar hak konstitusional warga negara.
Dengan MK yang menjadikan aduan konstitusional sebagai kewenangan MK, maka uji
materiil secara alami akan berkurang, dan banyak kasus uji materil yang saat ini
menyamar sebagai penyelesaian sengketa dengan aduan konstitusional. Penerapan
spesifikasi dipertanyakan, bahkan spesifikasi dipertanyakan karena tidak diberikan
wadah pengaduan. Gugatan konstitusional diajukan atas dasar pelanggaran hak
konstitusional warga negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 karena perbuatan atau kelalaian pejabat atau badan
publik.
Berdasarkan pemahaman para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa norma
hukum yang ditegakkan oleh MK melanggar upaya perlindungan hak konstitusional
warga negara. Pengaduan konstitusional berkaitan dengan kebijakan atau tindakan hukum
badan publik yang melanggar hak konstitusional warga negara. Hal ini sesuai dengan
konsep “kekuasaan mengarah pada korupsi, dan kekuasaan absolut mengarah pada
korupsi absolut” yang pernah diungkapkan oleh Lord Acton. Pemahaman sederhana
adalah bahwa kekuasaan cenderung menyimpang. Dalam hal ini, kekuasaan absolut harus
menyimpang dari lembaga publik sebagai kewenangan yang berbeda dengan instansi lain.
Berbeda dengan masalah konstitusional, masalah konstitusional adalah masalah
konstitusional. Sementara itu, aduan konstitusional dapat diartikan secara leksikal sebagai
aduan konstitusional. Mekanisme pertanyaan konstitusional terkait dengan mekanisme
pengujian konstitusionalitas suatu undang-undang, dimana hakim menilai keraguan
terhadap konstitusionalitas undang-undang yang berlaku saat mengadili suatu perkara,
sehingga hakim dapat mengajukan pertanyaan konstitusional ke Mahkamah Konstitusi.
Pada saat yang sama, mekanisme pengaduan konstitusional adalah hak individu atau
kelompok untuk menuntut kelalaian atau perilaku badan atau pejabat publik yang
mengakibatkan pelanggaran hak konstitusional individu.
Perbedaan antara aduan konstitusional dan pertanyaan konstitusional adalah, pada
tahap pengujian suatu perkara yang merupakan pertanyaan konstitusional, Mahkamah
Konstitusi tidak benar-benar memutuskan suatu perkara yang telah diselesaikan oleh
pengadilan biasa, sedangkan dalam aduan konstitusional, permohonan biasanya ditujukan
kepada putusan akhir dari pengadilan biasa.
Oleh karena itu, dalam gugatan konstitusional, putusan akhir dari pengadilan biasa
dapat diuji. Selanjutnya dalam gugatan konstitusional, pihak yang dapat mengajukan
permohonan adalah setiap warga negara yang hak konstitusionalnya dirasakan oleh
tindakan atau pembiaran suatu badan atau pejabat publik. Sementara itu, dalam masalah
konstitusional, hakim pengadilan biasalah yang dapat mengajukan, yang meragukan
apakah undang-undang yang menjadi dasar perkara itu konstitusional.
Ringkasnya, kewenangan-kewenangan di atas semuanya termasuk dalam upaya
hukum, yaitu upaya-upaya yang dilakukan oleh subjek hukum untuk melindungi hak-
haknya melalui mekanisme peradilan. Indonesia ingin hidup dalam negara demokrasi
sekaligus mewujudkan supremasi hukum.
Urgensi Constitusional Question dan Constitusional Complaint, Arti Penting Pemberian
Kewenangan Tersebut Oleh Mahkamah Konstitusi
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022 356
Indonesia telah mengadopsi tinjauan konstitusional sebagai mekanisme untuk
melindungi hak konstitusional. Harus diakui bahwa keberadaan mekanisme
konstitusional review membantu memperkuat dan merestrukturisasi sistem
ketatanegaraan dan hukum negara. Dalam praktiknya, sebagian besar kajian
konstitusional MK telah menunjukkan kesadaran berkonstitusi warga negara.
Masalah utama mekanisme uji konstitusional Indonesia adalah pembatasan status
hukum pemohon. Jika undang-undang tersebut merongrong hak konstitusional warga
negara, salah satu alasan yang menjadi dasar undang-undang tersebut dapat diuji di
Mahkamah Konstitusi. Pasal 51(1) UU MK pada dasarnya menyatakan bahwa orang yang
dapat mengajukan pengujian UUD 1945 adalah mereka yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Sebagaimana dikemukakan
di atas, pembatasan status hukum yang dapat diajukan gugatan tentu membuka
kemungkinan banyak undang-undang yang melanggar hak konstitusional warga negara
sebagai individu, baik hak sipil maupun politik yang berkaitan dengan kebebasan dan
demokratisasi. Oleh karena itu, ketika ada perkara konstitusional yang tidak diatur oleh
Mahkamah Konstitusi, menjadi sangat penting dan mendasar bagi mereka yang mencari
keadilan.
Kesimpulan
Konsep masalah ketatanegaraan merupakan bentuk perlindungan terhadap hak
konstitusional warga negara. Baik secara konseptual maupun konstitusional, mekanisme
persoalan konstitusional dapat dilembagakan atau dikonstruksi sebagai bagian dari
kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang yang inkonstitusional.
Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 24C(1) Tahun 1945. Urgensi Pelembagaan Isu
Konstitusional Di Indonesia, persoalan ketatanegaraan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia menjadi penting dan mendesak karena memang perlu, baik dari segi teoritis
maupun empiris (praktis). Pada saat yang sama, urgensi penerapan mekanisme pengaduan
konstitusional di Indonesia adalah perlindungan terhadap hak konstitusional warga
negara, dan terlebih lagi, sebagai solusi untuk memperbaiki wajah penegakan hukum di
Indonesia, maksud dan tujuan undang-undang tersebut belum lama ini terjadi. telah
tercermin. diri. Pengaduan konstitusional merupakan jaminan paling konkrit terhadap hak
konstitusional warga negara, karena banyak lembaga publik yang melanggar hak
konstitusional warga negara.
Paulina M. Latuheru
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Irwan
3
, Bambang Setiawan
4
dan Driasko
Budi Sidartha
5
357 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022
Bibliografi
Asdhie, Benito, & Ista, Eza. (2019). Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam
Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara Melalui Konstitusional Complaint.
DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum, 4(2), 160–174.
Asrun, Andi Muhammad. (2016). Hak Asasi Manusia Dalam Kerangka Negara Hukum:
Catatan Perjuangan di Mahkamah Konstitusi. Jurnal Cita Hukum, 4(1).
Darwis, Muh Salman. (2016). Implementasi Kewenangan DKPP Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PHPU. D-XI/2013. Jurnal Konstitusi, 12(1), 75–
93.
Faiz, Pan Mohamad, & Collins, Josua Satria. (2018). Penambahan Kewenangan
Constitutional Question di Mahkamah Konstitusi sebagai Upaya untuk Melindungi
Hak-Hak Konstitusional Warga Negara (Expanding the Authority of Constitutional
Question in the Constitutional Court as an Effort for Protecting Citizens’
Constitutional Rights). Jurnal Konstitusi, 15(4), 688–709.
Febriansyah, Ferry Irawan. (2017). Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar
Filosofis Dan Ideologis Bangsa. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 13(25), 1–27.
Makarim, Edmon. (2014). Kerangka kebijakan dan reformasi hukum untuk kelancaran
perdagangan secara elektronik (e-commerce) di Indonesia. Jurnal Hukum &
Pembangunan, 44(3), 314–337.
Munte, Herdi, & Sagala, Christo Sumurung Tua. (2021). Perlindungan Hak
Konstitusional Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8(2), 183–192.
Saifullah, Saifullah. (2014). Kajian Kritis Teori Hukum Progresif terhadap Status Anak
di Luar Nikah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010. Al-
Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam, 8(2).
Setiawan, Heru. (2017). Mempertimbangkan Constitutional Complaint Sebagai
Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Lex Jurnalica, 14(1), 146952.
Soehalim, Jose Andre. (2020). Pengembangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Dalam Penerapan Pengaduan Konstitusional di Indonesia. Lex Administratum, 8(1).
Sukmariningsih, Retno Mawarini. (2014). Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam
Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, 26(2), 194–204.
Wibowo, Ari. (2015). Independensi Kejaksaan Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
Istinbath: Jurnal Hukum, 12(1), 1–19.
Yanti, Herma. (2018). Gagasan constitutional Complaint Sebagai kewenangan Baru
Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan Hak Konstitusional. Wajah Hukum, 2(2),
185–198.
Zikri, Maulana Akmal, & Zuhri, M. (2018). Tinjauan Yuridis Tentang Hak Recall Oleh
Partai Politik Berdasarkan Konsep Kedaulatan Rakyat Dalam Lembaga Perwakilan
Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan, 2(2), 358–368.
Zulkarnaen, Ahmad Hunaeni. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam
Pelaksanaan Hubungan Industrial. Padjadjaran Journal of Law, 3(2), 407–427.