315
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi:p–ISSN: 2723 - 6609
e-ISSN :2745-5254
Vol. 3, No., 2 Februari 2022
KAJIAN IMPLEMENTASI PRINSIP RESPONSIBILITY TO PROTECT(R
TO P) DALAM PRAKTIK INTERNASIONAL KASUS GENOSIDA DI
RWANDA
Ferdinand Pusriansyah
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Yohan Wibisono
3
, Irwan
4
dan
Sri Kelana
5
Politeknik Transportasi SDP Palembang, Indonesia
1,3,4 dan 5
dan Universitas
Diponegoro, Semarang, Indonesia
2
1
2
3
,
4
5
Abstrak
Persyaratan para founding fathers dalam konstitusi bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah negara hukum dan bukan negara yang berdasarkan kekuasaan, tentunya
menyiratkan bahwa baik lembaga maupun orangnya tidak kebal terhadap hukum. ketentuan
peraturan perundang-undangan nasional dan internasional yang berlaku, dalam hal melakukan
tindak pidana pada umumnya termasuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat dalam kategori
kejahatan terhadap kemanusiaan. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat dalam kategori
kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk dalam jenis hak yang tidak dapat diganggu gugat, yaitu
hak yang pelaksanaannya bersifat mutlak dan tidak dapat dikurangi walaupun dalam keadaan
darurat. Negara-negara yang melanggar undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat ini akan
dikutuk sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran HAM berat. Krisis kemanusiaan di
abad 21 merupakan masalah yang menjadi tantangan besar di dunia global saat ini. Meluasnya
kekerasan dan sikap apatis di suatu negara menjadi topik perbincangan terkini di era demokrasi
yang membela nilai-nilai hak asasi manusia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif melalui sebuah kajian pustaka. Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah
yang digunakan untuk mendapatkan data untuk tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
pengertiannya, penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang pada umumnya
berupa informasi. Prinsip R to P dapat diterapkan dalam penyelesaian kasus genosida di Rwanda.
Argumennya adalah bahwa pemerintah Rwanda yang berkuasa tidak dapat menjalankan
fungsinya melindungi keselamatan dan kehidupan warganya serta memastikan kesejahteraan
mereka. Oleh karena itu, adalah tepat bagi masyarakat internasional untuk campur tangan di
Rwanda atas nama kemanusiaan dalam bentuk komitmen politik dan moral yang disepakati oleh
Negara-negara di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kata kunci: Implementasi Prinsip; Responsibility to Protect; Praktik Internasional; Genosida
Abstract
The requirements of the founding fathers in the constitution that the Unitary State of the Republic
of Indonesia (NKRI) is a state based on law and not a state based on power, of course implies
that neither institutions nor individuals are immune to the law. provisions of applicable national
and international laws and regulations, in terms of committing criminal acts in general, including
serious violations of human rights in the category of crimes against humanity. Serious violations
of human rights in the category of crimes against humanity are included in the type of rights that
cannot be contested, namely rights whose implementation is absolute and cannot be reduced even
in an emergency. Countries that violate this inviolable law will be condemned as countries that
Kajian Implementasi Prinsip ‘Responsibility to Protect’ (R To P) dalam Praktik
Internasional Kasus Genosida di Rwanda
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022 316
have committed gross human rights violations. The humanitarian crisis in the 21st century is a
problem that is a big challenge in today's globalized world. The widespread violence and apathy
in a country are the current topics of conversation in the era of democracy that defends human
rights values. This study uses qualitative research methods through a literature review. Basically
the research method is a scientific method used to obtain data for certain purposes and uses.
Based on its understanding, qualitative research is a research method which is generally in the
form of information. The R to P principle can be applied in solving the genocide case in Rwanda.
The argument is that the ruling Rwandan government cannot perform its function of protecting
the safety and lives of its citizens and ensuring their well-being. Therefore, it is appropriate for
the international community to intervene in Rwanda on behalf of humanity in the form of political
and moral commitments agreed upon by States under the auspices of the United Nations..
Keywords: Implementation of the Principles; Responsibility to Protect; International Practice;
Genocide
Pendahuluan
Berdasarkan 7 April 1994, pasukan bersenjata Rwanda membunuh 10 petugas penjaga
perdamaian Belgia. Pembunuhan ini bertujuan untuk mencegah intervensi internasional dalam
aksi genosida yang terjadi di negara tersebut (Retnowatik & Pasan, 2021a). Berdasarkan tiga
bulan, kelompok ekstremis Hutu yang mengendalikan Rwanda (Putra & SIP, 2021), secara brutal
membunuh sekitar 500 ribu hingga 1 juta penduduk sipil Tutsi dan Hutu moderat. Insiden ini
merupakan genosida etnis terburuk sejak Perang Dunia II (Nanda & Purnomo, 2021).
Akar genosida ini berasal dari awal 1990-an, ketika Presiden Rwanda Juvenal
Habyarimana, seorang penduduk Hutu, mulai menggunakan retorika anti-Tutsi untuk
mengkonsolidasikan kekuatannya di antara suku Hutu. Mulai bulan Oktober 1990, ada beberapa
insiden pembantaian ratusan penduduk Tutsi. Meskipun kedua kelompok etnis ini sangat mirip,
bahkan berbagi bahasa dan budaya yang sama selama berabad-abad (Supriyadi, 2021), undang-
undang mengharuskan adanya pendaftaran berdasarkan etnis. Pemerintah dan tentara Rwanda
mulai mengumpulkan Interahamwe (yang artinya mereka yang menyerang bersama-sama”)
(Fani, 2021) dan bersiap untuk menyingkirkan para Tutsi dengan mempersenjatai penduduk Hutu.
Dilansir di History, pada Januari 1994, pasukan PBB di Rwanda memperingatkan bahwa
pembantaian besar sudah semakin dekat. Pada 6 April 1994, Presiden Habyarimana terbunuh
ketika pesawatnya ditembak jatuh. Tidak diketahui apakah serangan itu dilakukan oleh Rwandan
Patriotic Front (RPF), organisasi militer Tutsi yang ditempatkan di luar negeri pada saat itu, atau
oleh ekstremis Hutu yang mencoba menghasut pembunuhan massal.
Setelah itu, ekstremis Hutu di militer, yang dipimpin oleh Kolonel Theoneste Bagosora,
segera beraksi dengan membunuh suku Tutsi dan Hutu moderat dalam beberapa jam setelah
kecelakaan Habyarimana. Pasukan penjaga perdamaian Belgia tewas pada hari berikutnya, dan
insiden ini menjadi alasan penarikan pasukan AS dari Rwanda. Segera setelah itu, stasiun radio
di Rwanda menyiarkan permohonan kepada mayoritas penduduk Hutu untuk membunuh semua
penduduk Tutsi di negara tersebut. Tentara dan polisi nasional melakukan pembantaian dan
mengancam warga Hutu lain yang enggan ikut serta.
Ribuan orang yang tidak bersalah dijatuhi hukuman mati dengan parang oleh etnis tetangga
mereka. Terlepas dari kejahatan yang mengerikan ini, komunitas internasional, termasuk AS,
ragu-ragu untuk mengambil tindakan apapun (Thohari & Harjo, 2021). Mereka salah
menganggap genosida ini sebagai kekacauan di tengah perang antar-suku (Yusuf Delfina, 2021).
Presiden AS Bill Clinton kemudian mengakui kegagalan Amerika untuk menghentikan genosida
itu dan menyatakan penyesalan terbesar dari pemerintahannya. Kekacauan ini kemudian
diserahkan kepada RPF yang dipimpin oleh Paul Kagame, untuk memulai kampanye militer yang
pada akhirnya berhasil mengendalikan Rwanda. Pada musim panas, RPF berhasil mengalahkan
pasukan Hutu dan mengusir mereka keluar dari negara dan masuk ke beberapa negara tetangga.
Ferdinand Pusriansyah
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Yohan Wibisono
3
, Irwan
4
dan Sri
Kelana
5
317 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022
Namun, pada saat itu, diperkirakan 75 persen penduduk Tutsi yang tinggal di Rwanda telah
dibunuh.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif melalui tinjauan pustaka. Pada
dasarnya metode penelitian adalah metode ilmiah yang digunakan untuk memperoleh data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian kualitatif, sebagaimana dipahami, adalah metode
penelitian yang umumnya berupa kategori-kategori informasi substantif yang sulit untuk
dijumlahkan. Secara garis besar, data dalam penelitian kualitatif terbagi menjadi 3 kategori: 1)
data yang diperoleh dari wawancara, 2) data yang diperoleh dari observasi, dan 3) data yang
diperoleh dari dokumen atau teks yang kemudian dinarasikan.
Hasil dan Pembahasan
Prinsip 'Responsibility to Protect' (R to P) adalah norma atau prinsip yang didasarkan pada
pemahaman tentang kedaulatan sebagai tanggung jawab (Kuhe & Kaluku, 2021). Konsep 'R to P'
didasarkan pada 3 (tiga) pilar utama (Hutabarat & Pratiwi, 2022), yaitu tanggung jawab negara
untuk melindungi rakyatnya dari pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (Widagdo & Kurniaty, 2021); tanggung jawab masyarakat
internasional untuk membantu negara-negara dalam menjalankan tanggung jawabnya tersebut
(Sanjivani & Hapsari, 2021); serta tanggung jawab setiap negara anggota PBB untuk merespon
secara kolektif, tepat waktu (Retnowatik & Pasan, 2021b) dan tegas ketika suatu negara gagal
memberikan perlindungan yang dimaksud, baik dengan cara damai maupun kekerasan di bawah
pengawasan Dewan Keamanan (DK) PBB (Sugara, 2021). Intervensi militer hanya bisa dilakukan
bila memenuhi kriteria bahwa tindakan tersebut memiliki dasar pembenaran yang adil, tujuan
yang benar, sebagai langkah terakhir sesuai dengan kewenangan yang sah dari DK PBB,
dilakukan secara proporsional (Adhazar, Suhaidi, Sutiarnoto, & Leviza, 2022) dan yakin bahwa
cara tersebut akan berhasil menghentikan kekejaman dan penderitaan masal.
Secara umum dapat dipahami bahwa 'R to P' adalah suatu norma atau prinsip yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kedaulatan bukanlah suatu hak (privilage) tapi merupakan
suatu tanggung jawab (responsibility) (Jose & Putri, 2021) atau dengan kata lain sovereignty as
responsibility. Hal ini berarti bahwa 'R to P' lebih mengutamakan kewajiban negara, baik secara
nasional maupun sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam melindungi setiap individu
yang berada di bawah kekuasaannya (Cristiana, 2021). Dengan demikian maka suatu pemerintah
nasional yang berkedaulatan setidaknya mengemban 3 (tiga) tanggung jawab utama, yaitu:
1. Bertanggungjawab melaksanakan fungsi perlindungan terhadap keselamatan dan kehidupan
warga negaranya, serta menjamin kesejahteraan mereka
2. Bertanggung jawab terhadap warga negaranya dan masyarakat internasional melalui
keanggotaannya di PBB
3. Pelaksana pemerintahan bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakan yang diambilnya.
Berdasarkan hakikatnya 'R to P' merupakan komitmen politik dan moral yang disepakati
oleh negara-negara berkaitan dengan tanggung jawab dan kewajiban setiap negara serta
masyarakat internasional untuk memberikan perlindungan kepada setiap individu dari tindak
kekejaman massal (mass atrocity) yang meliputi kejahatan genosida (genocide), kejahatan perang
(war crimes), pembersihan etnis (ethnic cleansing) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against humanity).
Menurut prinsip ini setiap Negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi
(responsibility to protect) rakyatnya dari empat jenis kejahatan tersebut. Selain itu, masyarakat
internasional juga mempunyai tanggungjawab untuk membantu negara-negara dalam memenuhi
kewajibannya tersebut. Bila karena sesuatu hal negara tidak mampu (unable) atau tidak memiliki
kemauan (unwilling) untuk melindungi rakyatnya, maka masyarakat internasional memiliki
tanggung jawab untuk menyelamatkan masyarakat untuk dari pemusnahan massal dan juga dari
kejahatan kemanusiaan lainnya.
Kajian Implementasi Prinsip ‘Responsibility to Protect’ (R To P) dalam Praktik
Internasional Kasus Genosida di Rwanda
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022 318
Berdasarkan uraian di atas maka prinsip R to P dapat diterapkan dalam penyelesaian kasus
Genosida di Rwanda meskipun pola dan bentuk penyelesaianya tidak seperti yang terjadi di
Libya yang menggunakan intervensi militer di bawah mandat PBB. Dalam perspektif prinsip R
to P apa yang terjadi di Rwanda teleh memenuhi kriteria bahwa pemerintahan yang berkuasa di
Rwanda tidak dapat melaksanakan fungsi perlindungan terhadap keselamatan dan kehidupan
warga negaranya, serta menjamin kesejahteraan mereka. Dalam tiga bulan, kelompok ekstremis
Hutu yang mengendalikan Rwanda, secara brutal membunuh sekitar 500 ribu hingga 1 juta
penduduk sipil Tutsi dan Hutu moderat. Insiden ini merupakan genosida etnis terburuk sejak
Perang Dunia II.
Kesimpulan
Prinsip R to P dapat diimplementasikan dalam penyelesaian kasus Genosida di Rwanda.
Parameternya adalah bahwa pemerintahan yang berkuasa di Rwanda tidak dapat melaksanakan
fungsi perlindungan terhadap keselamatan dan kehidupan warga negaranya, serta menjamin
kesejahteraan mereka. Oleh karena itu maka sudah semestinya apabila masyarakat internasional
dengan modalitas komitmen politik dan moral yang disepakati oleh negara-negara di bawah
naungan PBB melakukan intervensi atas nama kemanusiaan di Rwanda.
Bibliografi
Adhazar, Virajati, Suhaidi, Suhaidi, Sutiarnoto, Sutiarnoto, & Leviza, Jelly. (2022). Tanggung
Jawab Negara Atas Digunakannya Senjata Space-Based Missile Interceptor Sebagai Bentuk
Upaya Self-Defense dari Negara Penyerang Terhadap Negara Pihak Ketiga Ditinjau dari
Hukum Internasional. Res Nullius Law Journal, 4(1), 100–126.
Cristiana, Edelweisia. (2021). Perlindungan Terhadap Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia
Pada Masa Pandemi Covid-19. Satya Dharma: Jurnal Ilmu Hukum, 4(1), 3048.
Fani, Ryan. (2021). Fungsi Penyidik dan Mekanisme Penyidikan dalam Kejahatan Berat HAM
Berdasarkan Hukum Pidana Internasional dan Hukum Pidana Indonesia. Wacana
Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum, 20(2), 6981.
Hutabarat, Leonard Felix, & Pratiwi, Nuning Indah. (2022). Pengembangan Pariwisata Natuna
Menuju UNESCO Global Geopark. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 6(1), 119.
Jose, Hino Samuel, & Putri, Indah Pratiwi Eri. (2021). Tatanan Global Pada Pembangunan dan
Ekonomi Politik Internasional Selama dan Pasca Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah
Penalaran Dan Penelitian Mahasiswa, 5.
Kuhe, Grace Christinery, & Kaluku, Abas. (2021). Diskursus Penegakan Hak Asasi Manusia Di
Asean Dan Africa Union Sebagai Organisasi Regional. JURNAL LEGALITAS, 14(01), 53
76.
Nanda, Ni Putu Rianti Sukma, & Purnomo, Joko. (2021). Revisionisme Sejarah Jepang terhadap
Peristiwa Pembantaian Nanjing. Transformasi Global, 7(1), 4366.
Putra, Bama Andika, & SIP, M. I. R. (2021). Buku Ajar Studi Konflik Dan Perdamaian
Internasional. Deepublish.
Retnowatik, Frentika Wahyu, & Pasan, Etha. (2021a). Pelaksanaan Prinsip Responsibility To
Protect PBB Dalam Penanganan Krisis Kemanusiaan Di Afrika (Republik Afrika Tengah,
Sudan & Nigeria). Jurnal Sosial-Politika, 2(1), 1730.
Retnowatik, Frentika Wahyu, & Pasan, Etha. (2021b). Pelaksanaan Prinsip Responsibility To
Protect PBB Dalam Penanganan Krisis Kemanusiaan Di Afrika (Republik Afrika Tengah,
Sudan & Nigeria). Jurnal Sosial-Politika, 2(1), 1730.
Sanjivani, Sukma Bella, & Hapsari, Renitha Dwi. (2021). Hambatan PBB dalam Merespon Mass
Atrocity di Suriah pada Tahun 2011-2013. PROCEEDING INTERNATIONAL RELATIONS
ON INDONESIAN FOREIGN POLICY CONFERENCE, 1(1), 203222.
Ferdinand Pusriansyah
1
, Fadjrin Wira Perdana
2
, Yohan Wibisono
3
, Irwan
4
dan Sri
Kelana
5
319 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 2, Februari 2022
Sugara, Robi. (2021). Upaya dan Kontribusi Indonesia dalam Proses Perdamaian di Afghanistan
Melalui Bina-Damai. MUKADIMAH: Jurnal Pendidikan, Sejarah, Dan Ilmu-Ilmu Sosial,
5(1), 2738.
Supriyadi, Agus. (2021). Perubahan, Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa. Cakrawala Bahasa,
9(2), 3648.
Thohari, Slamet, & Harjo, Indhar Wahyu Wira. (2021). Teori Sosial: Antara Individu dan
Masyarakat. Universitas Brawijaya Press.
Widagdo, Setyo, & Kurniaty, Rika. (2021). Prinsip Responsibility to Protect (R2P) dalam Konflik
Israel-Palestina: Bagaimana Sikap Indonesia? Arena Hukum, 14(2), 314327.
Yusuf Delfina. (2021). Kekerasan Kultural Terhadap Etnis Uyghur Tiongkok Pada Tahun 2014-
2021. Universitas Islam Indonesia.