103
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi:pISSN: 2723 - 6609
e-ISSN :2745-5254
Vol. 3, No.1 Januari 2022
ANALISIS FRAMING MEDIA KOMPAS DAN NEW YORK TIMES TERHADAP
PEMBERITAAN KONFLIK KELOMPOK KRIMINAL BERSENJATA DI
PAPUA
Rully Rozano Zarwan1, Richie Petroza2, Sugi Mukti3, Muammar Rafsanjani4
Prodi S2 Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al
Banjari1234
Email: r_rozindonesia@yahoo.com1, paramudabertuah@yahoo.com2,
Abstrak
Penelitian ini mempermasalahkan Kompas dan New York Times dalam hal
pengkonstruksian realitas tentang Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kedua media berbeda dalam melakukannya. Kompas
lebih menekankan pada prestasi pemerintah dalam mengatasi konflik Kelompok
Kriminal Bersenjata di Papua. Sedangkan New York Time lebih menekankan pada
isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap penyelesaian konflik Kelompok
Kriminal Bersenjata di Papua. Penelitian ini menggunakan metode analisis framing
yang memfokuskan diri ada konstruksi realitas dalam Konflik kelompok Kriminal
Bersenjata di Papua. Wacana untuk menunjukkan bahwa isi media massa dipengaruhi
oleh pelbagai komponen yang terdapat dalam institusi media itu sendiri. Dari liputan
peristiwa-peristiwa Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua adalah realitas
atau peristiwa yang dimaknai secara berbeda oleh Kompas dan New York Times,
kedua media dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik masing-masing, begitu pula
dalam melakukan pengemasan dan pembingkaian berita terhadap realitas Konflik
Kriminal Bersenjata di Papua.
Kata kunci: Konflik Papua, Framing, Konstruksi Media, Kompas, New York Times.
Abstract
This research questions Kompas and the New York Times in terms of constructing the
reality of Armed Criminal Groups in Papua. The results showed that the two media
were different in doing so. Kompas places more emphasis on the government's
achievements in overcoming the armed criminal group conflict in Papua. Meanwhile,
New York Time put more emphasis on issues of human rights violations in resolving
the armed criminal group conflict in Papua. This study uses a framing analysis
method that focuses on the construction of reality in the armed criminal group conflict
in Papua. Discourse to show that the content of mass media is influenced by various
components contained in the media institution itself. From the coverage of the events
of the Armed Criminal Group Conflict in Papua, the reality or events are interpreted
differently by Kompas and the New York Times, both media are influenced by their
respective characteristics, as well as in the packaging and framing of news about the
reality of the Armed Criminal Conflict. in Papua.
Rully Rozano Zarwan, Richie Petroza, Sugi Mukti, Muammar Rafsanjani.
104 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022
Keywords: Papua conflict, Framing, Media Construction, Kompas, New York Times
Pendahuluan
Konflik di wilayah Papua yang melibatkan pemerintah Indonesia dengan
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) hingga saat ini masih belum tuntas. Menurut
beberapa pendapat, akar masalah yang melatar belakangi konflik tersebut antara lain
adalah diskriminasi, rasialisme, pembangunan yang tidak merata, pelanggaran HAM
hingga status politik. Bahkan konflik di Papua juga turut menjadi perhatian dunia.
Terutama yang berkaitan dengan isu-isu HAM.
Meskipun kontennya sama, nampaknya media lokal dengan media internasional
membingkai dan mengkonstruksi konflik di Papua dengan cara yang berbeda. Hal ini
dilatarbelakangi berbagai kepentingan ditengah konflik tersebut. Media memiliki fungsi
informasi (information) dan mempengaruhi (influence) dalam rangka pembentukan opini
publik. Menurut (McQuail, 1994) peranan media massa memiliki kemampuan sebagai
alat ideologi karena mampu menarik dan mengarahkan perhatian, membujuk pendapat
dan anggapan, mempengaruhi sikap, memberikan status dan mendefinisikan legitimasi
serta mendefinisikan realitas. Dalam hal ini sering kali media massa dijadikan sebagai
alat berbagai macam kepentingan dalam kehidupan masyarakat sehingga ia menjadi
perpanjangan tangan dari berbagai elemen masyarakat. Senada pula menurut McLuhan
sebagaimana dikutip oleh (Littlejohn & Foss, 2010), media merupakan perpanjangan dari
pikiran manusia dan beranggapan bahwa kecenderungan utama dalam periode sejarah
manapun adalah merupakan suatu pengaruh dari media yang berkuasa pada saat itu.
Dengan kata lain suatu fakta bisa menghasilkan suatu feed back berbeda tergantung dari
framming yang dilakukan oleh media. Kutipan ini sekali lagi merupakan emphasizing
betapa vitalnya peran media dalam membentuk suatu opini dalam sekala massive. Suatu
peristiwa dapat ditanggapi secara positif atau negatif kemudian diterjemahkan oleh
masyarakat sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya atau tidak sangat bergantung
bagaimana media memberitakan peristiwa tersebut, oleh karena itu media massa
merupakan alat dari berbagai macam elemen masyarakat dalam menggunakan
ideologinya untuk mendapatkan keinginannya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
agama dan budaya (Muslim, 2013).
Dalam pandangan konstruktivisme, menurut Bennet, sebagaimana dikutip oleh
(Hidayat, 1999), media massa bukan hanya sebagai saluran pesan, tetapi sebagai subyek
yang mengkonstruksi realitas, pandangan, bias dan pemihakannya. Di sini media massa
dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas, pandangan ini
menolak pendapat yang menyatakan bahwa media merupakan tempat saluran yang bebas.
Begitu pula berita yang di baca dan didengar dari media massa bukan hanya
menggambarkan realitas, dan menunjukkan sumber berita tetapi juga konstruksi dari
media itu sendiri. Melalui berbagai instrumen yang dimiliki, media ikut membentuk
realitas yang tersaji dalam pemberitaan di Indonesia dalam hal ini seperti Konflik di
Papua yang semakin memanas beberapa tahun ini. Hal itu bukan menunjukkan realitas
Analisis Framing Media Kompas dan New York Times Terhadap Pemberitaan Konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022 105
yang sebenarnya, tetapi menggambarkan bagaimana media ikut berperan dalam
mengkonstruksi realitas (Santosa, 2017).
Dalam kasus konflik di Papua setiap surat kabar menyajikan berita sesuai dengan
versinya masing-masing. Berita yang disajikan bukanlah realitas yang sesungguhnya
karena berita tersebut melalui proses seleksi (Dida, 2017). Apa yang dimunculkan media
melalui berita akan memperlihatkan penekanan terhadap satu aspek tertentu, dan juga
menyamarkan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh media. Hal ini dimungkinkan karena
para pemilik dan praktisi media yang berbeda latar belakang dan lingkungan sosial
politiknya menjadi salah satu partisipan wacana, bahkan posisinya bisa mewarnai atau
mempengaruh partisipasi yang lainnya. Kekuatan media dalam membentuk pesan atau
mengembangkan wacana dipengaruhi oleh karakteristik organisasi media dan kerja kaum
profesional yang terlibat didalamnya. Menurut Gallagher sebagaimana yang dikutip oleh
Gurevetch dalam (Rusadi, 2002) ada dua sumber keterbatasan organisasi media dalam
memproduksi berita yaitu dari sumber ekstern dan intern. Hambatan eksternal umumnya
bermula pada aspek kepetingan komersial atau politik. Sementara itu hambatan
internalnya mengenai rutinitas kinerja para praktisi media itu sendiri, seperti dalam
bidang keorganisasiannya atau mengenai komunikator media, yang mempengaruhi dalam
proses produksi media yaitu ideologi.
Wacana yang telah terbentuk dalam media massa mempunyai dampak yang
sangat penting dalam proses berkembangnya ideologi yang ada pada masyarakat,
sehingga hasil perkembangan ideologi akan mempengaruhi pada tingkatan aspek-aspek
kepentingan baik dari dalam media massa itu sendiri maupun dari luar. Untuk mengetahui
konstruksi media tentang konflik multidimensional di Papua kan diteliti media , yaitu
Kompas di Jakarta, dan New York Times di New York, USA. Menurut Hill dalam
(Rusadi, 2002), Kompas merupakan media dengan segmen kelas sosial ekonomi
menengah keatas dengan latar belakang pendirian berada dalam lingkungan Katolik. New
York Times, merupakan media terpopuler di USA dengan margin pasar sebesar 39%
diikuti Washington Post 31%. Menurut demografi pembaca New York Times 94%
pelanggan media ini adalah dari Partai Demokrat yang sangat kental pengaruh dari latar
belakang kristen liberal, katolik, dan sekuler. Hal yang menarik adalah terdapat 16%
pelanggan New York Time Berasal dari luar Amerika, seperti Kanada, Australia, dan
negara lain, sehingga common global issues seperti Hak Asasi Manusia dan Isu
lingkungan merupakan Hot Selling Property. Berdasarkan latar belakang dan asumsi
tersebut di atas maka pemberitaan mengenai konflik di Papua yang kerap bersinggungan
dengan isu pelanggaran Hak Asasi Manusia serta isu pemerataan pembangunan, menarik
untuk diteliti. Oleh karena itu dalam konteks penelitian ini permasalahan-permasalahan
tersebut dirumuskan sebagai berikut, diantaranya adalah: (1) Bagaimana Media Kompas
dan New York Times mengkonstruksi realitas atau peristiwa Konflik Kriminal Bersenjata
di Papua ? (2) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi Kompas dan New York
Times dalam mengkonstruksi realitas atau peristiwa Konflik Kelompok Kriminal
Bersenjata di Papua ? Tujuan penelitian ini adalah mengungkap konstruksi realitas
Konflik Kriminal Bersenjata dalam media Kompas dan New York Times. Penelitian ini
Rully Rozano Zarwan, Richie Petroza, Sugi Mukti, Muammar Rafsanjani.
106 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022
diharapkan dapat memberikan kontribusi “pemahaman baru” mengenai cara media massa
mengkonstruksi realitas atau mewacanakan Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di
Papua. Juga diharapkan mempunyai kegunaan bagi para praktisi memberikan “kesadaran
baru” tentang pewacanaan realitas mengenai isu-isu yang bergerak dalam bidang
komunikasi massa, media komunikasi massa, dan khususnya para jurnalis dalam
mengkonstruksi realitas di balik wacana Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di
Papua. Selain itu diharapkan mempunyai kegunaan bagi masyarakat dalam
“memberdayakan” pembaca dengan cara menseleksi berita disetiap media dalam
mengkonstruksi dan mengkritisi konstruksi realitas wacana tentang Konflik Kelompoj
Kriminal Bersenjata di Papua.
Penelitian ini akan mengungkap bagaimana konstruksi realitas media yang berada
dibalik wacana konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua oleh media. Menurut
pandangan konstruktivisme kebenaran dan pengetahuan obyektif sesungguhnya bukan
ditemukan, melainkan diciptakan oleh individu. Apa yang dilihat nyata tidak lain
merupakan konstruksi pikiran individu dan ia sebenarnya bersifat majemuk,
bertentangan, terkonstruksi dan bermakna. Kebenaran adalah persoalan banyaknya
informasi dan konstruksi secara mufakat dianggap terbaik atau tercanggih pada saat
tertentu.
-Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh,
dengan fokus penelitian pada ‘proses’ dan bukan pada ‘hasil’, dengan menggunakan
pendekatan Penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau tulisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati (Moleong, 2012). Adapun jenis Penelitian lebih bersifat deskriptif-
kualitatif, yaitu berusaha menggambarkan atau menjelaskan secermat mungkin mengenai
sesuatu hal atau fenomena, dalam hal ini ingin menggambarkan aspek-aspek apa saja
yang mempengaruhi media Kompas dan New York Times dalam mengkonstruksi realitas
atau peristiwa Konflik Kriminal Bersenjata di Papua.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis framing yang memfokuskan diri ada
konstruksi realitas dalam Konflik kelompok Kriminal Bersenjata di Papua. Wacana untuk
menunjukkan bahwa isi media massa dipengaruhi oleh pelbagai komponen yang terdapat
dalam institusi media itu sendiri. Analisis tekstual ini menggunakan framing model
Gamson dan Modigliani. Formula Gamson dan Mondigliani, sebagaimana yang dikutip
oleh (Sobur, 2001), menitik beratkan penelitian ini pada penggunaan bahasa yang dipakai
media secara mikro. Formula ini dalam meneliti bahasa melalui dua perangkat
diantaranya adalah: pertama, depiction visual images. Kedua perangkat penalaran yang
terdiri dari root, appeals to principle, concequences, bahasa sangat mempengaruhi
konsep framing, karena framing akan ada hal tertentu yang ditonjolkan dan ada juga yang
dikorbankan oleh media dalam bentuk realitas media.
Analisis Framing Media Kompas dan New York Times Terhadap Pemberitaan Konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022 107
Tabel 1
Model Framing Gamson dan Modigliani
Frame
Central Organizing idea for making sense of relevant events, suggesting what is at
issue
Framing Devices
(Perangkat framing)
Reasioning Devices
(Perangkat Penalaran)
Reasioning Devices
(Perangkat penalaran)
Roots
Analisis kausal atau
sebab akiba
Catchapharases
Frase yang menarik, kontras menonjol dalam suatu
wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan
Appeals to principles
Premis dasar,klaim-
klaim moral.
Exemplaars
Mengaitkan bingkai dengan contoh uraian (bisa teori,
perbandingan) yang memperjelas bingkai.
Concequences
Efek atau konsekwensi
yang didapat dari
bingkai.
Depictions
Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat
konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosa kata,
leksikon untuk melabeli sesuatu.
Visual Images
Gambar, grafik citra yang mendukung bingkai secara
keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik
untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin
disampaikan.
Sumber: Saleh, Rahmat, Potensi Media Sebagai Ruang Publik, Jakarta: Jurnal Penelitian
Ilmu Komunikasi, 2004.
Objek Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah berita-berita mengenai isu
Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua di dua media yaitu Kompas dan New
York Times. Dari hasil penelusuran ditemukan berita yang dijadikan objek atau bahan
penelitian adalah pemberitaan Kompas sebanyak 1 (satu) item. Berita New York Times
yang menjadi objek penelitian sebanyak 1 (satu) item. Metode Pengumpulan Data. Dalam
penelitian ini pengumpulan data berada pada level teks media. Langkah pertama yang
dilakukan oleh peneliti adalah melakukan observasi terhadap Media Kompas dan New
York Times. Kemudian menyeleksi teks berita yang memberitakan realitas atau peritiwa
Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua. Setelah menyeleksi, maka dipilihlah
item berita yang akan menjadi data Primer dan Sekunder dalam penelitian ini.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis Framing Formula Gamson dan
Mondigliani, yang memfokuskan penelitian ini pada penggunaan bahasa yang dipakai
media secara mikro.
Rully Rozano Zarwan, Richie Petroza, Sugi Mukti, Muammar Rafsanjani.
108 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022
Hasil dan Pembahasan
Perbedaan Konstruksi Tentang Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
antara Kompas dan New York Times.
Media Kompas dan New York Times memberitakan konflik kelompok kriminal
bersenjata di Papua pada tahun 2019 hingga tahun 2021. Kemasan yang tampak dalam
media menunjukkan adanya hubungan simbol-simbol tertentu yang berbeda didalam
mengkonstruksi realitas konflik kriminal bersenjata di Papua, didalam kemasan tersebut
didapati adanya beberapa kekuatan hegemoni yang mempengaruhi media Kompas dan
New York Times. Faktor-faktor tersebut diantaranya ada faktor internal dan faktor
eksternal media. Media Kompas ketika mengemas dan memberitakan wacana konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua terdapat adanya praktek hegemoni media, New
York Times cenderung membela hak asasi dan kebebasan berpendapat di Papua,
sementara Kompas lebih memihak Pemerintah Indonesia. Menurut Fairclough dalam
(Mulyana, 2002), salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana menciptakan cara
berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar, sementara wacana lain
dianggap salah. Ada suatu nilai atau konsensus yang dianggap memang benar, sehingga
ketika ada cara pandang atau wacana lain dianggap sebagai tidak benar. Media disini
secara tidak sengaja dapat menjadi alat bagaimana nilai-nilai atau wacana yang dipandang
dominan itu disebarkan dan meresap dalam benak khalayak sehingga menjadi konsensus
menyimpang. Pemberitaan Kompas dan New York Times mengenai konflik Kelompok
Kriminal Bersenjata di Papua, wacana yang dikembangkan sering sekali bahwa untuk
penyelesaian konflik di Papua Pemerintah melakukan pendekatan kesejahteraan dan
dialog, sebaliknya New York Times membingkai bahwa konflik bersenjata yang terjadi
adalah kristalisasi dari isu pelanggaran HAM, ketimpangan pembangunan, dan
diskriminasi etnis, hal ini dapat dilihat di bawah ini :
1. Frame Kompas
Kompas membuat berita tentang “Upaya pemerintah redam konflik di
Temabagapura” dengan frame sebagai berikut:
Tabel 2
Pemerintah Melakukan Metode Persuasif Untuk Meredakan Konflik di
Papua Judul: Upaya Pemerintah Redam Konflik di Tembagapura (Kompas, 11
Maret 2020)
Frame: Pemerintah Mengedepankan Jalur Dialog Untuk
Konflik Papua
Framing Device
Reasoning Device
Cathpharases:
Tito meminta
Pemerintah Daerah Mimika
Appeal to Principle:
Sebanyak 1.572
jiwa telah mengungsi ke
Analisis Framing Media Kompas dan New York Times Terhadap Pemberitaan Konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022 109
menjalin komunikasi dengan
tokoh setempat yang disegani
agar dapat berdialog dengan
KKB.
Depiction:
Pemerintah Pusat
melalui Menteri Dalam Negeri
meminta Pemerintah Daerah
Mimika untuk berkomunikasi
dengan tokoh-tokoh yang
disegani, baik tokoh agama
maupun tokoh adat, tokoh
pemuda, dan tokoh wanita
untuk berbicara kepada
kelompok bersenjata.
Visual Image:
Gambar warga
Tembagapura yang sedang
mengungsi di Kota Timika.
Timika untuk
menghindari aksi teror
Kelompok Kriminal
Bersenjata (KKB).
Pengungsi rela
meninggalkan tempat
tinggalnya karena takut.
Aksi kekerasan serupa
pernah terjadi beberapa
tahun lalu terutama oleh
kaum perempuan dan anak-
anak.
Consequences:
Masyarakat
Tembagapura minta
diamankan ke Timika.
Pemerintah Daerah Mimika
dibantu Polres dan Kodim
ikut memperkuat
keamanan.
Elemen inti berita (idea element), dalam pandangan Kompas, Pemerintah
diwacanakan lebih mengedepankan metode persuasif.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta Pemerintah
Daerah (Pemda) Mimika dapat memfasilitasi ratusan warga Distrik Tembagapura
yang ingin mengungsi ke Timika, Papua pasca-aksi teror Kelompok Kriminal
Bersenjata ( KKB).
Tito mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Bupati Mimika
Eltinus Omaleng guna membantu pengungsi menuju ke Timika.
Tak hanya itu, Tito meminta Pemerintah Daerah Mimika menjalin komunikasi
dengan tokoh setempat yang disegani agar dapat berdialog dengan KKB. "Dari pemda
(Mimika) kita minta untuk berkomunikasi dengan tokoh-tokoh yang disegani di sana,
baik tokoh agama maupun tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh wanita. Berbicara dengan
kelompok-kelompok bersenjata itu," katanya.
Menurut Tito, dialog dengan KKB cukup efektif guna meredam aksi teror
mereka. Hal itu juga yang pernah dilakukannya saat Tito menjabat Kapolda Papua
pada 2012-2014. "Pengalaman saya selaku Kapolda Papua dua tahun, beberapa kali
saya bisa melakukan komunikasi-komunikasi dengan mereka, sehingga mereka tidak
melakukan aksi kekerasan," ungkap dia.
Perangkat Pembingkai (Framing Devices), dengan menggambarkan
Pemerintah mengedepankan proses penyelesaian konflik di papua dengan cara dialog,
Rully Rozano Zarwan, Richie Petroza, Sugi Mukti, Muammar Rafsanjani.
110 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022
Kompas membingkai bahwa pemerintah lebih menempuh cara persuasif daripada
kekerasan untuk penyelesaian konflik. Kompas menggunakan elemen Cathpharases:
Tito meminta Pemerintah Daerah Mimika menjalin komunikasi dengan tokoh
setempat yang disegani agar dapat berdialog dengan KKB. Fakta ini diperkuat lagi
dengan elemen Depiction yang terdapat sebagai berikut:
Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri meminta Pemerintah Daerah
Mimika untuk berkomunikasi dengan tokoh-tokoh yang disegani, baik tokoh agama
maupun tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh wanita untuk berbicara kepada
kelompok bersenjata.
Penggunaan kalimat Pemerintah Pusat meminta Pemerintah Daerah untuk
melibatkan tokoh-tokoh masyarakat untuk berbicara kepada kelompok bersenjata ini
dimaksudkan untuk mencitrakan positif pemerintah yang menempuh jalur persuasif
daripada kekerasan untuk menyelesaikan konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di
Papua. Perangkat Penalaran (Reasoning Devices), juga dipakai dalam
mengkontraskan upaya pemerintah dalam menempuh jalur persuasif, hal ini
dilakukan lewat kemasan Consequence dalam kutipan: Masyarakat Tembagapura
minta diamankan ke Timika. Pemerintah Daerah Mimika dibantu Polres dan Kodim
ikut memperkuat keamanan. Dan di perkuat lagi dengan Menggunakan elemen
Appeal to Principle:
Sebanyak 1.572 jiwa telah mengungsi ke Timika untuk menghindari aksi teror
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pengungsi rela meninggalkan tempat
tinggalnya karena takut. Aksi kekerasan serupa pernah terjadi beberapa tahun lalu
terutama oleh kaum perempuan dan anak-anak.
Penggambaran Kompas dalam frase atau istilah kata Sebanyak 1.572 jiwa
telah mengungsi ke Timika untuk menghindari aksi teror Kelompok Kriminal
Bersenjata (KKB) memberikan makna negatif dimana Kelompok Kriminal Bersenjata
dianggap sebagai kelompok kriminal yang hanya melakukan kekerasan tanpa subtansi
tujuan yang jelas. Dalam domain ini, KKB bisa subtitusikan maknanya menjadi pihak
pelaku kekerasan. Dari penjelasan diatas dapat di indikasikan bahwa Kompas dalam
menyusun dan membingkai berita, adanya aspek kepentingan yang telah dilakukan
oleh media massa dan hal ini sesuai dengan teori pendekatan konstruksi
realitas (Berger & Luckmann, n.d.). Peran media massa ternyata cukup besar
mengkonstruksi realitas dalam teks berita berdasarkan pemahaman yang tidak pernah
vakum dari kepentingan, keberpihakan dan nilai-nilai. Khalayak pembaca dan
pendengar dengan setia memahami tanpa reserve, seolah sebagai realitas yang nyata
mereka digiring kedalam frame atau bingkai yang dipasang oleh media.
Dalam konteks penjelasan ini, dengan menggunakan teori “Hirarcy Of
Influence’” (Shoemaker & Reese, 1996), bahwa media dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu diantaranya dipengaruhi oleh faktor eksternal media. Kompas membingkai
dan mengemas penyelesaian konflik di Papua, pembingkaian Kompas dipengaruhi
Analisis Framing Media Kompas dan New York Times Terhadap Pemberitaan Konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022 111
oleh ideologi politik. Ideologi politik Kompas turut dipengaruhi oleh ideologi media
Kompas itu sendiri. Sebagaimana diketahui sejarah berdiri awalnya media Kompas
adalah media cetak yang didirikan oleh Partai Katholik berdasarkan masukan dari
Jenderal Ahmad Yani untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan
independen untuk menandingi wacana-wacana yang disebarkan oleh Partai Komunis
Indonesia saat itu. Dengan izin dari Presien Soekarno maka media kompas yang
awalnya bernama “Bentara Rakyat” akhirnya berubah menjadi “Kompas”, nama yang
langsung diberikan oleh presiden sebagai simbol “penunjuk arah” dan sebagai corong
Partai Katholik.
Dalam konstektual politik media kompas sempat mengalami pembredelan
atau larangan terbit : 1. Tanggal 1 oktober 1965 terkait dengan kasus G30S/PKI. 2.
Tanggal 21 Januari 1978 terkait pemberitaan pencalonan Soeharto sebagai presiden
untuk ketiga kalinya dan demo menentang korupsi yang marak. Dalam perjalanannya
bisa di asumsikan proses lahirnya media Kompas sendiri mendapat banyak bantuan
dan kemudahan ketika masih ada dalam lingkaran Orde Lama dimana Kompas
merupakan salah satu proxy yang sengaja diberikan nyawa untuk membendung
Hegemoni paham komunisme yang sedang mendapat tempat di hati masyarakat
Indonesia kala itu. Berbanding terbalik ketika berada pada rezim pemerintahan
berikutnya, order baru. Kompas dianggap sebagai media yang berani mengangkat
wacana-wacana yang saat itu dianggap tabu, sebutlah pencalonan Soeharto sebagai
presiden untuk kali ketiga yang secara aklamasi selalu memenangkan pemilihan
presiden tanpa adanya lawan politik, atau isu-isu korupsi yang sangat rentan diangkat
oleh sebuah media cetak saat itu.
Pemerintahan Indonesa saat ini merupakan refleksi dari pemerintahan zaman
orde lama dalam artian harfiah saat ini partai penguasa dipimpin oleh anak dari
Soekarno yaitu Megawati, yang banyak memiliki jasa lahirnya kompas sebagai
sebuah media massa yang bisa bertahan beberapa dekade. Dalam perspektif ini
kenetralan Kompas dalam menyoroti berbagai isu terkini terkait dengan kebijakan
dan kinerja pemerintah bisa dianggap bias. Salah satu isu yang sampai sekarang
menjadi Pekerjaan Rumah setiap rezim adalah konflik di Papua yang notabene
memang sudah ada bahkan sejak Kompas itu sendiri lahir.
Wacana konflik papua belum tergambarkan sebagai suatu objek masalah yang
bersifat urgent karena pembahasan Kompas untuk solusi konflik bersenjata di Papua
hanya sebatas himbauan untuk mediasi, persuasi, dan pendekatan yang masih terasa
“tradisional” untuk lingkup masalah yang sangat luas dan kompleks. Sebaliknya
dalam framing yang digunakan Kompas untuk memberikan citra positif pada upaya
pemerintah yang menggunakan metode persuasif dalam penyelesaian konflik dan
membingkai KKB sebagai “aktor” antagonis yang penuh kekerasan terkesan hanya
“Make Up” untuk menutupi bahwa memang pemerintah belum mempunyai solusi
konkrit untuk konflik di Papua atau ada hidden agenda yang memang sengaja
dipelihara untuk kepentingan kelompok tertentu mengingat begitu besarnya potensi
alam di Papua. Sebagai contoh Wacana untuk privatisasi PT. Freeport yang sudah
Rully Rozano Zarwan, Richie Petroza, Sugi Mukti, Muammar Rafsanjani.
112 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022
puluhan tahun beroperasi di tanah Papua namun dianggap minim kontribusi terhadap
pembangunan baik dari segi infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di tanah Papua
itu sendiri.
2. Frame New York Times
New York times memuat berita yang berisi tentang isu pelanggaran Hak Asasi
Manusia di Papua.
Tabel 3
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Konflik di Papua
Judul: ’Free Papua Movement’ Intensifies Amid Escalating Violence (New
York Times, 12 Desember 2020)
Frame: Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Konflik di Papua
Reasoning Device
Roots:
Two years after Papuans declared
independence in 1961, Indonesia sent
troops to occupy the former Dutch
territory, and has maintained a
military presence ever since. In 1969,
in a vote regarded by many Papuans as
rigged, Indonesia rounded up a
thousand tribal leaders and held
them until they agreed to join
Indonesia.
Consequences:
Faced with such conditions, Ms.
Koman, the activist, said desperate
young people have joined rebel
groups in the jungle. “This vicious
cycle of violence needs to be stopped to
save the young generation of Papuans,”
she said. “They will end up in jail or
fighting and sacrificing their lives.”
Element inti berita (Idea Element), dalam pandangan New York Times, konflik
di Papua yang syarat akan kekerasan dewasa ini adalah kristalisasi dari pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang selama telah dirasakan oleh penduduk asli Papua. Sejak menyatakan
Analisis Framing Media Kompas dan New York Times Terhadap Pemberitaan Konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022 113
kemerdekaannya pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia melakukan operasi militer di
Papua. Pada tahun 1969 ketika terjadi referendum ribuan kepala suku dari berbagai suku
dikumpulkan dan ditahan sampai mereka mau bergabung dengan Indonesia.
Hasil referendum itu disebut “The Act of Free Choice”, dan setelah mendapat
ratifikasi dari PBB maka sejak saat itu Papua Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia.
Kendati demikian, masih banyak warga Papua yang merasa daerah mereka diduduki
secara paksa oleh Indonesia. Walaupun desakan untuk melakukan referendum ulang
sempat meningkat namun Pemerintah Indonesia dengan tegas menolak karena keputusan
hasil referendum pertama yang telah disahkan oleh PBB adalah final.
Sebagai pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland (denmark) Papua Barat
memiliki sumber daya alam yang melimpah namun kekayaan tersebut tidak dirasakan
oleh penduduk asli Papua. Papua Barat masih dinyatakan sebagai daerah paling terisolir
dan undeveloved. Penduduk Papua memiliki angka harapan hidup terendah, serta angka
kematian bayi tertinggi di Indonesia. Penduduk asli Papua sering mendapatkan perlakuan
rasis dan diskriminasi dikarenakan penampilan mereka yang memiliki kulit gelap dan
rambut keriting berbeda dengan penduduk Indonesia kebanyakan.
Perangkat pembingkaian (Framing Device) dalam struktur teks ini
dipergunakan depiction dalam kutipan sebagai berikut:
Commerce in cities and towns is dominated by non-Papuans while many
Indigenous Papuans eke out a subsistence living in the region’s highlands, where many
villages are accessible only on foot. The Indigenous people have among the country’s
lowest life expectancies and infant mortality is high. (New York Times, 12 Desember
2020). Penggunaan kata Commerce in cities and towns is dominated by non-Papuans
mencoba mengangkat perbandingan kesejahteraan penduduk pendatang dan penduduk
asli Papua sebagai penekanan bahwa penyebab utama dari adanya gerakan pembebasan
Papua dan kelompok kriminal bersenjata yang melakukan teror adalah karena adanya
ketimpangan secara sosial.
Perangkat Penalaran (Reasoning Device), yang digunakan New York Times
menggunakan strategi roots dalam kutipan berikut ini:
Two years after Papuans declared independence in 1961, Indonesia sent troops to
occupy the former Dutch territory, and has maintained a military presence ever since. In
1969, in a vote regarded by many Papuans as rigged, Indonesia rounded up a thousand
tribal leaders and held them until they agreed to join Indonesia. (New York Times, 12
Desember 2020).
New York Times memuat fakta akar permasalahan dari konflik di Papua sejak
awal terjadinya referendum untuk memberikan parameter isu ke dalam isu Pelanggaran
Hak Asasi Manusia agar tidak sampai masuk ke arah isu Nasionalisme. Ini menunjukkan
adanya aspek kepentingan yang telah dilakukan oleh media massa dan hal ini sesuai
dengan teori pendekatan konstruksi realitas (Berger & Luckmann, n.d.) Peran media
massa ternyata cukup besar, mengkonstruksi realitas dalam teks berita berdasarkan
pemahaman yang tidak pernah vakum dari kepentingan, keberpihakan dan nilai-nilai.
Rully Rozano Zarwan, Richie Petroza, Sugi Mukti, Muammar Rafsanjani.
114 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022
Khalayak pembaca dan pendengar dengan setia memahami tanpa reserve, seolah sebagai
realitas yang nyata mereka digiring kedalam frame atau bingkai yang dipasang oleh
media. New York Times membingkai dengan aspek kepentingan tulisan sesuai kaidah
Jurnalistik, karena dengan memberitakan Konflik di Papua, masyarakat internasional
ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di Papua di simbolkan dengan penduduk asli
Papua yang terbelakang secara pengembangan sumber daya manusia serta Papua sebagai
daerah kaya sumber daya alam yang undeveloved.
Kesimpulan
Dari liputan peristiwa-peristiwa Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
adalah realitas atau peristiwa yang dimaknai secara berbeda oleh Kompas dan New York
Times, kedua media dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik masing-masing, begitu
pula dalam melakukan pengemasan dan pembingkaian berita terhadap realitas Konflik
Kriminal Bersenjata di Papua. Menggunakan analis Framing Gamson dan Modigliani
bahwa realitas yang terjadi dalam perangkat framing divice dan reasoning divice. Kompas
mengemas bahwa konflik Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua dapat diselesaikan
melalui jalan persuasif yaitu dialog yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di Papua
dengan Kelompok Kriminal Bersenjata, sementara New York Times mengemas dalam
pandangan yang berbeda, konflik Papua adalah kristalisasi adanya pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang sudah lama terjadi kepada penduduk asli Papua. Dari segi nara sumber atau
objek yang dijadikan berita juga berbeda, New York Times lebih cenderung mengambil
dari nara sumber yang berada dalam pihak yang pro dalam pembebasan Papua Barat
sementara Kompas, cenderung menggunakan narasumber yang berasal dari Pemerintah
Indonesia. Fakta dan data ini yang menunjukkan bagaimana kepentingan sebuah realitas
atau peristiwa Konflik Kelompok Bersenjata di Papua dimaknai secara berbeda oleh dua
Media.
Analisis Framing Media Kompas dan New York Times Terhadap Pemberitaan Konflik
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 3, No. 1, Januari 2022 115
Bibliografi
Berger, Peter L., & Luckmann, Thomas. (n.d.). Tafsir Sosial Atas Kenyataan. 1990.
Jakarta: LP3ES.
Dida, Fernanda Raka Kusuma. (2017). Strategi Integrated Marketing Communication
Endank Soekamti (Studi Deskriptif Kualitatif Terhadap Strategi Promosi Endank
Soekamti Sebagai Band Indie). Universitas Brawijaya.
Hidayat, Dedy N. (1999). Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi. Jurnal
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 3(4), 2426.
Littlejohn, Stephen W., & Foss, Karen A. (2010). Theories of human communication.
Waveland press.
McQuail, Dennis. (1994). Teori komunikasi Massa: PT. Gelora Aksara Pratama.
Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung. Pariwisata
Pedesaan Sebagai Alternatif Pembangunan Berkelanjutan (Laporan Penelitian
Hibah Bersaing Perguruan Tinggi) Yogyakarta.
Mulyana, D. R. Deddy. (2002). ANALISIS FRAMING Konstruksi, Ideologi, dan Politik
Media. LKIS PELANGI AKSARA.
Muslim, Muslim. (2013). KONSTRUKSI MEDIA TENTANG SERANGAN ISRAEL
TERHADAP LIBANON (Analisis Framing terhadap Berita tentang Peperangan
antara Israel dan Libanon dalam Surat Kabar Kompas dan Republika). Jurnal Studi
Komunikasi Dan Media, 17(1), 7592.
http://dx.doi.org/10.31445/jskm.2013.170104
Rusadi, Udi. (2002). Diskursus Kerusuhan Sosial Dalam Media Massa. Disertasi Dalam
Bidang Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia.
Santosa, Bend Abidin. (2017). Peran media massa dalam mencegah konflik. Jurnal
Aspikom, 3(2), 199214.
Shoemaker, Pamela J., & Reese, Stephen D. (1996). Mediating the message. White
Plains, NY: Longman.
Sobur, Alex. (2001). Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, Analisis Framing.