2007
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: pISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
Vol. 2, No. 11 November 2021
JOKOWI DAN KOMUNIKASI : SEBUAH REFLEKSI KEPEMIMPINAN
PERIODE KEDUA SANG PRESIDEN
Osman Nur Chaidir
Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Abstrak
Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi kini sedang menjalani masa jabatan kedua
sebagai presiden Indonesia. Namun, perjalanan periode keduanya tidak berjalan
mulus. COVID-19 telah menyerbu Indonesia sejak Maret 2020. Berbagai pernyataan
Pemerintah terkait COVID-19 seolah menjadi bahan tertawaan yang menimbulkan
kontroversi. Selanjutnya, berbagai pernyataan pemerintah mengenai berbagai isu
publik, seperti Undang-Undang Cipta Kerja, menimbulkan gesekan yang berujung
pada konflik. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam memimpin. Dengan
komunikasi, pemimpin dapat mempengaruhi orang lain. Jika terjadi kegagalan
komunikasi, maka akan sulit untuk mencapai target. Artikel ini menggunakan metode
studi literatur dan observasi dengan analisis kualitatif terhadap data yang terkumpul
untuk menjelaskan mengapa komunikasi Jokowi menimbulkan permasalahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kerangka komunikasi Jokowi mengalami kegagalan
yang berujung pada inkonsistensi, ketidaksinkronan antara kerangka komunikasi
pemerintah dan masyarakat. Kemudahan kepuasan masyarakat, ketidakpercayaan
masyarakat, pergeseran kepemimpinan transformasional ke transaksional dan
kegagalan target merupakan dampak dari kegagalan komunikasi tersebut. Di sisa
masa jabatan keduanya, Jokowi harus memperbaiki kerangka komunikasinya untuk
dirinya sendiri, dan pejabat pemerintahannya untuk mengurangi kemungkinan
konflik di masa depan.
Kata Kunci : jokowi; kerangka komunikasi; kontroversi; kepemimpinan; konflik
Abstract
Joko Widodo or well-known as Jokowi is now in his second term of Indonesia
presidency. However, his second term journey doesn’t go smoothly. COVID-19 has
stormed Indonesia since March 2020. Various Government’s statements regarding
COVID-19 has seem as a chuckle that caused a controversy. Subsequently, various
government’s statements regarding on many public issues, such as Cipta Kerja Law,
has created any friction that led into a conflict. Communication is the important thing
in leading. With communication, leaders can influence other. If there is any
communication failure, it will be difficult to reach the target. This article use
qualitatives method with using literature study method and observation method to
analyse why Jokowi’s communication frequently lead into controversies. The result
shows that Jokowi’s communication framework come to failure that lead into an
inconsistency, unsynchronized between government and people communication
framework. The ease of people satisfication, people distrust, the shift of
Osman Nur Chaidir
2008 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
transformational to transactional leadership and target failure is the impact from
those failure of communication. In the remainder of his second term, Jokowi must
improves his communication framework for himself, and his government officials to
ease the future conflicts probability.
Keyword : Jokowi; Communication Framework; Controversy; Leadership; Conflict
Pendahuluan
Joko Widodo yang akrab disapa dengan Jokowi kini tengah mengarungi periode
kedua kepresidenannya setelah ia berhasil mengalahkan rivalnya, Prabowo Subianto pada
Pemilihan Presiden 2019 lalu. Periode keduanya diawali dengan kejutan, yaitu dengan
menjadikan Prabowo, rivalnya, sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia
Maju. Tidak berhenti sampai di situ, pada reshuffle kabinet pertama di masa periode
keduanya, Jokowi menunjuk Sandiaga Uno, mantan lawan cawapresnya, menjadi Menteri
Pariwisata menggantikan Wishnutama. Langkah-langkah Jokowi di periode kedua ini
sejatinya merupakan simbolisme dari sebuah manuver politik yang bertujuan untuk
meredam polarisasi masyarakat pasca Pemilihan Umum 2019 lalu (The Economist,
2019). Namun, manuver itu sendiri masih belum tampak hasilnya. Friksi-friksi
antarmasyarakat masih sering terjadi baik di dunia maya maupun di dunia nyata.
Perjalanan periode kedua Jokowi juga tidak mulus. Pandemi COVID-19 melanda
di tahun pertama periode keduanya. Virus corona yang pertama kali muncul di Wuhan itu
sendiri telah “memporak-porandakan” sistem ekonomi, sosial, dan budaya di seluruh
dunia, tak terkecuali Indonesia yang mengumumkan kasus konfirmasi positif pertama
pada 2 Maret 2020. Sejak pengumuman itu sendiri, terdapat berbagai upaya dari Jokowi
bersama dengan pemerintahannya untuk menangani dan menanggulangi kasus COVID-
19 di tanah air. Salah satunya adalah penunjukan juru bicara resmi Pemerintah untuk
kasus COVID-19, Achmad Yurianto yang pada bulan-bulan awal pandemi sering muncul
di layar televisi nasional untuk menyampaikan perkembangan terkini tentang pandemi
COVID-19. Sayangnya, terdapat berbagai permasalahan komunikasi yang terjadi dalam
praktik mitigasi pandemi COVID-19 ini. Ucapan “kebal corona karena makan nasi
kucing” dari Menhub Budi Karya (Hakim & Pratama, 2020), “corona sulit masuk karena
perizinan sulit” dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Garjito & Aditya, 2020),
dan ajakan agar masyarakat jangan panik dan enjoy saja dari Menkes Terawan Agus telah
mengesankan bahwa pemerintah meremehkan pandemi ini sejak awal (Satria, 2020).
Pada akhirnya, ucapan mereka seakan menjadi bumerang dan menimbulkan
kesalahpahaman pada masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 (Puspa, 2020).
Tidak hanya di situ, periode kedua Jokowi yang berhasil mengeluarkan produk
hukum UU Cipta Kerja Omnibus Law, juga menimbulkan konflik di masyarakat. Konflik
tersebut menunjukkan indikasi stabilitas sosial dan politik di Indonesia masih belum
tercapai. Demonstrasi besar di berbagai kota di Indonesia pascapengesahan 6 Oktober
2020 lalu, menunjukkan bahwa terjadi kegagalan komunikasi Pemerintahan Jokowi
dengan masyarakat, yang akhirnya berdampak domino seperti ketidakstabilan situasi
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2009
sosial, politik, ekonomi, hingga peningkatan kasus COVID-19 yang membuyarkan usaha
pemerintah dalam mitigasi pandemi COVID-19 ini (COVID-19, 2021).
Dampak dari permasalahan komunikasi itu sendiri tidak hanya berdampak kepada
terhambatnya upaya pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 saja, namun juga
berimbas kepada solidaritas dari kabinet Jokowi (Kabinet Kerja) sendiri. Dipaparkan
dalam (Sirait, 2021), Jokowi tampak kesulitan dalam menyelaraskan implementasi
kebijakan yang dikeluarkannya dengan para asistennya, dalam hal ini menteri-menteri
yang berada di dalam kabinet. Dalam penelitian tersebut pula, disebutkan kepentingan
politis partai yang berada di belakang para menteri yang ditunjuk, menjadi salah satu
faktor utama mengapa hal tersebut bisa terjadi. Terciptanya berbagai perspektif objektif
dari berbagai instansi, mendorong terjadinya inkonsistensi dalam penyampaian kebijakan
kepada publik. Disini kita dapat melihat bagaimana telah terjadi kesalahan dalam
pengelolaan kerangka komunikasi di kalangan internal pemerintahan Jokowi sendiri.
Terdapat beberapa lagi kontroversi dari Pemerintahan Jokowi yang akar
masalahnya adalah kegagalan komunikasi. Komunikasi sendiri merupakan unsur
terpenting dari kepemimpinan karena hal ini terkait dengan kemampuan memengaruhi
orang lain. Apabila terjadi kegagalan dalam kerangka komunikasi, maka tercapainya misi
akan sulit dicapai.
Penelitian-penelitian terkait sebelumnya lebih banyak membahas secara general
bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi dan juga dampak
permasalahan komunikasi terhadap solidaritas kabinet Jokowi. Artikel ini memberikan
perspektif berbeda karena artikel ini berusaha membahas mengapa komunikasi Jokowi
sering menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Dalam pembahasannya, artikel ini
menekankan kepada ilmu-ilmu komunikasi, manajemen, politik, dan sosiologi sebagai
pijakan akademisnya sehingga dapat memberikan perspektif yang lebih luas dalam
melihat fenomena komunikasi pemerintahan Jokowi di periode kedua ini. Selain itu,
penelitian serupa sebelumnya lebih banyak fokus kepada lingkup waktu pandemi saja,
namun artikel ini akan memiliki lingkup waktu pembahasan sepanjang periode kedua
pemerintahan Jokowi beserta penggunaan buzzer-influencer di dalamnya. Artikel ini
diharapkan dapat menjadi sebuah refleksi terhadap sistem komunikasi Jokowi dan
pemerintahannya sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para pemimpin dalam
membangun dan menjaga kerangka komunikasinya terhadap masyarakat.
Metode Peneliteian
Artikel ini menggunakan metode studi literatur dan observasi dari peneliti sebagai
sumber datanya. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari
buku-buku tentang manajemen dan kepemimpinan, jurnal nasional maupun internasional
dengan tema terkait, situs resmi pemerintah Republik Indonesia, dan media massa
tepercaya. Data-data tersebut akan dianalisis secara kualitatif dan menghasilkan sebuah
penjelasan deskriptif berlandaskan dua konsep atau variabel yang digunakan, yaitu
kerangka komunikasi dan kepemimpinan.
Osman Nur Chaidir
2010 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Hasil dan Pembahasan
Bagaimana Jokowi Berkomunikasi
Komunikasi adalah sebuah bentuk interaksi pertukaran informasi baik dalam
bentuk tertulis, lisan, maupun simbol yang bertujuan untuk menciptakan kesepahaman
akan informasi tersebut (Boddy, 2017). Komunikasi sendiri berperan vital dalam
kepemimpinan seseorang, utamanya untuk memengaruhiinfluence orang lain. Tanpa
adanya komunikasi yang baik, maka mustahil tercapainya target-target kinerja dalam
sebuah kepemimpinan.
Komunikasi juga mampu mempenetrasi inovasi, satu kata yang selalu digaungkan
Jokowi dalam pemerintahannya. Dengan terpenuhinya ketercukupan pengetahuan
tentang kondisi masyarakat melalui komunikasi, maka inovasi dapat terpenetrasi dengan
baik. Sejatinya, inovasi di jajaran pemerintahan Jokowi sendiri dapat terlihat secara nyata
bentuknya. Implementasi Online Single Submission (OSS) untuk kecepatan perizinan,
program Merdeka Belajar untuk percepatan pendidikan, serta inovasi-inovasi lainnya
membuktikan bahwa jajaran pemerintahan Jokowi tidak memiliki masalah dalam
menerapkan inovasi, dalam kaitannya komunikasi antarjajaran pemerintahan berjalan
dengan baik.
Secara populer, figur Jokowi telah terpusat dalam representasi pemerintahan
kepada masyarakat. Dalam hal ini, Jokowi telah berkomunikasi secara simbolik,
menegaskan bahwa dirinya adalah pemegang kekuasaan melalui gaya berpakaian serta
tindakan “blusukan”-nya dalam menjalankan pemerintahan. Jokowi mampu membangun
karisma “anti-hero”, yang membuat dirinya menjadi figur yang selalu menjadi perhatian,
baik oleh para pendukungnya maupun oposisi (Novianty & Salamah, 2018) . Bentuk
komunikasi tersebut juga didorong oleh media massa yang melakukan framing kinerja
Jokowi secara intensif (Firdaus, 2015). Hasilnya, citra positif kepemimpinan Jokowi pada
periode pertama mampu mengantarkannya meraih kemenangan meyakinkan di Pemilihan
Presiden 2019 lalu dan menjalani periode kepresidenan yang kedua.
Dalam mengarungi periode kedua ini, Jokowi tidak sendiri dalam berkomunikasi
dengan masyarakat. Ia memiliki dua gugus staf khusus kepresidenan yang berwenang
dalam mengurusi hal komunikasi pemerintahan. Gugus pertama bertugas sebagai juru
bicara kepresidenan yang terbagi dalam empat bidang, yaitu bidang politik dan
pemerintahan yang dijabat oleh Fadjroel Rachman, bidang hukum yang dijabat oleh Dini
Shanti Purwono, bidang ekonomi yang dijabat oleh Arif Budimanta, dan bidang sosial
yang dijabat oleh Angkie Yudistia. Keempat juru bicara yang berada di gugus pertama
ini memiliki tugas untuk menguatkan pernyataan presiden terkait dengan isu-isu di
bidangnya masing-masing. Sementara gugus kedua bertugas untuk menjalin komunikasi
antara pemerintah dengan kelompok-kelompok strategis. Gugus kedua ini diisi oleh
Sukardi Rinakit, Diaz Hendropriyono, Aminuddin Ma’ruf dan Anggit Nugroho (Humas
Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, 2020).
Secara teknis, Jokowi telah berhasil menempatkan kerangka komunikasi publik
dan politik yang baik dalam pemerintahannya. Jokowi berhasil mendistribusikan
komunikasi berdasarkan bidang-bidang tertentu, yang diharapkan mampu memperlancar
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2011
proses komunikasi pemerintah dengan publik. Di sini tipe kepemimpinan entrepreneur,
yang memperhatikan terhadap seluruh bidang kehidupan kebangsaan untuk mencapai
keuntungan bangsa dan organizing, yang mampu melakukan lobi dan menjadi figur
terpusat Jokowi tampak jelas (Sukma, 2020). Sayangnya, dalam perjalanan di periode
kedua ini, apa yang terjadi di lapangan berbeda dengan yang diharapkan. Di poin
pembahasan selanjutnya, akan dibahas mengenai kontroversi komunikasi Jokowi dan
mengapa kerangka komunikasi yang rapi ini belum mampu berfungsi secara maksimal.
Gambar 1.
Kerangka Komunikasi Strategis
Sumber : (Boddy, 2017)
Kontroversi Komunikasi Jokowi di Periode Kedua Kepresidenan
Seorang pemimpin sukses adalah seorang yang mampu menetapkan strategi
timnya, melakukan komunikasi yang baik terhadap timnya, dan memotivasi orang
banyak. Dapat dikatakan jika pemimpin mampu meraih apa yang menjadi targetnya di
perencanaan, maka ia memiliki keahlian manajemen yang baik (Boddy, 2017). Keahlian
manajemen itu sendiri salah satunya adalah kemampuan komunikasi yang baik. Di
periode pertamanya, Jokowi berhasil mencapai target-targetnya seperti percepatan
pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusiaIPM, dan
berbagai target lainnya. Keberhasilan manajemennya di periode pertama mampu
mengantarkannya kepada periode kedua kepresidenannya. Sayangnya, terdapat berbagai
permasalahan manajerial, utamanya komunikasi internal yang justru mengancam citra
Jokowi sendiri.
Kontroversi komunikasi dimulai dari internal pemerintahan Jokowi sendiri terkait
masa berlaku Surat Keterangan Terdafar (SKT) organisasi Front Pembela Islam (FPI)
notabenenya oposisi Jokowi. Terdapat perbedaan pernyataan antara Menko Polhukam
Mahfud MD dengan Menteri Agama saat itu, Fachrul Razi. Di satu kesempatan, Mahfud
menyatakan bahwa pemerintah masih mempelajari permohonan perpanjang SKT FPI.
Namun, Fachrul menyatakan siap memberi rekomendasi perpanjangan SKT FPI. Pada
akhirnya, FPI dinyatakan organisasi terlarang secara resmi oleh pemerintah pada 30
Desember 2020 lalu (“Pemerintah Tetapkan FPI Organisasi Terlarang,” 2020).
Osman Nur Chaidir
2012 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Permasalahan komunikasi pemerintahan Jokowi terus berlanjut dalam mitigasi
pandemi COVID-19. Komunikasi Jokowi beserta jajarannya dapat dinilai buruk karena
informasi yang disampaikan tidak transparan, tidak terdefinisikan secara jelas dan tidak
konsisten. Dalam penanganan pandemi ini, terdapat berbagai permasalahan komunikasi
dari Jokowi beserta jajaran pemerintahannya, antara lain
1. “Kita tidak mau masyarakat panik. Memang ada beberapa informasi yang
kami sembunyikan agar masyarakat tidak panik.” (Pangestika, 2020) Kutipan
perkataan Jokowi mengenai “penyembunyian” beberapa informasi terkait
dengan pandemi COVID-19 di Indonesia membuktikan bahwa terdapat
kesalahan komunikasi. Jokowi gagal menerapkan prinsip relevancy, sebuah
prinsip di mana informasi dari sebuah komunikasi harus relevan atau dapat
dikatakan transparan.
2. Penerapan istilah-istilah terkait penanganan pandemi COVID-19 seperti
PSSB, lockdown, karantina wilayah, mudik vs pulang kampung, dan beberapa
istilah lain yang pernah muncul dalam proses penanganan pandemi COVID-
19 di Indonesia (Fajar Junaedi, Taufiqur Rahman, Erwan Sudiwijaya,
Adhianty Nurjanah et al., 2020). Timbulnya beberapa istilah ini membuktikan
pemerintahan Jokowi gagal menerapkan prinsip simplicity, sebuah prinsip di
mana informasi harus memiliki struktur seringkas mungkin agar mudah
dipahami oleh masyarakat dan mencegah miskomunikasi.
3. Inkonsistensi informasi. Dapat dilihat berupa kebijakan pelarangan ekspor
masker ke luar negeri di awal pandemi di mana Menko Perekonomian
Airlangga menyatakan melarang ekspor masker ke luar negeri sebagai
langkah mencegah kelangkaan stok masker dalam negeri. Namun, tidak lama
berselang, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, meralat pernyataan
Menko Airlangga dengan menyatakan bahwa tidak ada pelarangan ekspor
masker ke luar negeri. Tidak berhenti di situ, yang terbaru, untuk lebaran
Idulfitri 2021 pemerintah melarang masyarakat untuk melakukan mudik. Tak
lama, aturan diperlonggar dengan membolehkan untuk mudik asalkan dalam
satu rayon. Pemerintah pun membolehkan tempat wisata dibuka, yang tentu
menunjukkan inkonsistensi pernyataan pemerintah untuk mencegah
kerumunan. Dari permasalahan ini, komunikasi pemerintah gagal menerapkan
prinsip organisation, sebuah prinsip di mana informasi harus memiliki pokok
yang jelas dan runtut.
4. Tidak adanya sinkronisasi antara pemerintah daerah dan pusat, yang
menunjukkan lemahnya komunikasi pemerintahanvertikal pemerintah.
Seperti contohnya pada pengumuman kasus positif 1 dan 2. Wali kota Depok
Muhammad Idris menyatakan bahwa dirinya telah menyampaikan bahwa
pasien 1 dan 2 telah terinfeksi COVID-19 sehari sebelum Jokowi
mengumumkan. Akan tetapi, dirinya diminta untuk diam. Tidak hanya itu,
perbedaan pendapat antara Pemprov DKI tentang kebijakan karantina wilayah
dan langkah preventif di bulan Januari-Februari 2020, diacuhkan oleh
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2013
pemerintah dengan menyatakan bahwa kebijakan karantina wilayah adalah
wewenang pusat (Yuliawati, 2020). Di satu sisi, Jokowi berusaha
mengomunikasikan bahwa dirinya adalah figur penguasa sentral. Ironisnya,
hal tersebut malah menunjukkan sedang terjadinya duel politik antarmuka
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah utamanya Pemprov DKI
pimpinan Gubernur Anies Baswedan yang merupakan oposisi pemerintah
pusat.
Kegagalan komunikasi juga tampak jelas dalam proses pengesahan UU Cipta
KerjaOmnibus Law pada Oktober 2020 lalu. Konflik yang timbul pascapenerapan
produk hukum tersebut merupakan bukti nyata gagalnya kerangka komunikasi yang telah
Jokowi rancang melalui penunjukan staf-staf khusus kepresidenan dan kementerian
terkait. Konflik berupa demonstrasi UU Ciptaker sendiri diawali dari kurangnya
komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, yang ironisnya diperparah dengan
pernyataan Jokowi agar jangan termakan hoaks dan Menteri Kominfo Jhonny G. Plate
yang menyatakan bahwa jika apa yang dikatakan pemerintah hoaks, ya berarti hoaks.
Konflik UU Ciptaker sejatinya patut dijadikan refleksi bagi Jokowi dan
pemerintahannya dalam melaksanakan komunikasi. Minimnya akses masyarakat
terhadap draft RUU, infografik yang kurang, plus kesan terburu-buru dari pemerintah
telah menimbulkan konflik UU Ciptaker hingga sekarang. Sejatinya, pemerintah wajib
melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008
tentang keterbukaan informasi. Undang-undang tersebut sendiri menjelaskan bahwa hak
memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik
merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Jokowi seakan-akan
mengabaikan informasi vital mengenai apa yang sebenarnya menjadi akar permasalahan
yang dapat disebabkan oleh hilangnya pengawasan (missing oversight) dalam alur
komunikasi internalnya. Apabila Jokowi terus menjalani model komunikasi seperti ini,
tentu saja permasalahan komunikasi pemerintahannya dengan masyarakat dapat terus
berlanjut hingga akhir masa jabatannya yang dapat berdampak kepada pencapaian
kinerjanya.
Jokowi sendiri telah menyadari mengenai komunikasi publik yang buruk dari
pemerintahannya selama ini. Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan
Moeldoko pada Oktober 2020 lalu yang menyatakan bahwa Jokowi telah menegur para
menterinya terkait komunikasi publik yang buruk pascakonflik penolakan UU Ciptaker
(Egeham, 2020). Tidak hanya itu, salah satu menteri dalam jajaran Kabinet Indonesia
Maju, Menko Marves Luhut Binsar, juga mengakui bahwa terjadinya kesalahan
komunikasi dalam proses penyusunan hingga pengesahan UU Ciptaker. Luhut menyadari
hal tersebut setelah ia mendapatkan kritik dari cucunya dan langsung mengadakan rapat
terbatas dengan empat menteri koordinator untuk membahas masalah tersebut (Asworo,
2020). Pada akhirnya, pemerintah meluncurkan laman informasi resmi UU Ciptaker
https://uu-ciptakerja.go.id/ dan intensitas konflik mulai berkurang karena masyarakat
mampu mengakses informasi lebih jelas dan tepercaya dari laman resmi tersebut.
Osman Nur Chaidir
2014 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Dampak Komunikasi Jokowi di Periode Kedua Kepresidenan
Timbulnya berbagai kontroversi komunikasi Jokowi dan jajaran pemerintahannya
pada periode kedua kepresidenannya telah menimbulkan beberapa dampak sebagai
berikut :
1. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi.
Dalam kekuasaan politik, legitimasi adalah hal terpenting. Tanpa ada legitimasi,
maka pemimpin politik akan disfungsi dan terlempar dari kekuasaan. Legitimasi
itu sendiri mampu terbangun dengan adanya kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan masyarakat sendiri, mampu dibangun dengan keahlian
memengaruhi yang disokong dengan keahlian komunikasi yang baik.
Gambar 2.
Tingkat Kepercayaan Politik terhadap Lembaga Negara
Sumber : (Bayu, 2021a)
Pada Januari 2021 lalu, hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini
Indonesia (KedaiKOPI) merilis bahwa lembaga TNI merupakan lembaga yang
lebih dipercaya masyarakat daripada Presiden dengan persentase 7,04% untuk
TNI dan 6,98 untuk Presiden. Tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan
tersendiri bagaimana sebuah lembaga di bawah kepemimpinankuasa Presiden
mampu lebih dipercaya masyarakat daripada sang pemimpin tertinggi.
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2015
Gambar 3.
Tingkat Kepercayaan Masyarakat Kepada Pemerintah 2021
Sumber : (Pusparisa, 2021)
Tidak hanya survei dari KedaiKOPI, survei dari lembaga publik Amerika
Edelman merilis laporan mengenai tingkat kepercayaan masyarakat dunia
terhadap pemerintahan negaranya. Posisi Indonesia berada di angka 70%, turun
1% dari survei lembaga yang sama pada tahun 2017 lalu. Turunnya angka
kepercayaan masyarakat perlu diwaspadai sekaligus dicermati oleh Jokowi dan
pemerintahannya. Tabel 1.
Hasil Analisis Deskriptif Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah
Dalam Menangani Pandemi COVID-19
Kluster
Rata-rata skor
Kriteria
Civil Society
2,71
Kurang Percaya
Partai Politik
3,41
Percaya
Pengusaha
dan/atau pengamat
ekonomi
2,61
Kurang Percaya
ASN
4,16
Percaya
Masyarakat
Umum
3,46
Percaya
Rata-rata
3,27
Kurang Percaya
Osman Nur Chaidir
2016 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Sumber: (Mufti, Gatara, Afrilia, & Mutiarawati, 2020)
Tabel 2.
Kriteria Penilaian yang Digunakan Dalam Analisis Tingkat Kepercayaan Masyarakat
Terhadap Pemerintah Dalam Menangani Pandemi COVID-19 oleh (Mufti et al., 2020)
Rentang Nilai
Kategori
1,00-1,79
Sangat Tidak Percaya
1,80-2,59
Tidak Percaya
2,60-3,39
Kurang Percaya
3,40-4,19
Percaya
4,20-5,00
Sangat Percaya
Sumber: (Mufti et al., 2020)
Angka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam penanganan pandemi
COVID-19 juga menunjukkan angka yang rendah. Sebagaimana data peneliteian
dari (Mufti et al., 2020), terlihat bahwa masyarakat umum Indonesia memiliki
tingkat kepercayaan rendah, hanya berada di angka 3,27 dari 5. Indikator tersebut
sejatinya mengkhawatirkan karena pemerintah memerlukan dukungan penuh dari
masyarakat dalam menjalankan kebijakan-kebijakan terkait dengan mitigasi
pandemi COVID-19 ini. Tak jarang kita jumpai juga masyarakat yang telah
bersikap “bodo amat” terhadap pandemi ini, yang biasa disebut dengan
COVIDiot”. Lahirnya kelompok resistance tersebut menunjukkan bahwa
terdapat suatu rasa ketidakpercayaan yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap
pemerintah, utamanya dalam hal penanganan pandemi COVID-19 ini yang
disebabkan oleh permasalahan komunikasi pemerintah selama pandemi melanda
Indonesia.
2. Munculnya ketidakpuasan atas kinerja Jokowi dan jajaran pemerintahannya.
Permasalahan komunikasi dalam kepemimpinan Jokowi di periode kedua ini pada
akhirnya menurunkan kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinannya.
Ketidakpuasan sendiri dapat mengancam kepemimpinan Jokowi karena
ketidakpuasan merupakah salah satu faktor pembentuk konflik sosial. Bukti
nyatanya adalah konflik penolakan UU Ciptaker yang terjadi akibat
ketidakpuasan masyarakat dan buruh terhadap proses perumusan hingga
pengesahannya.
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2017
Gambar 4.
Kepuasan Publik terhadap Kinerja Presiden
Sumber : (Bayu, 2021b)
Kepuasan publik terhadap Jokowi pada tahun 2021 sendiri makin menurun.
Bahkan, angka kepuasan bulan Februari 2021 lalu merupakan yang terendah sejak
April 2016. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia, terdapat peningkatan
sebesar 33% masyarakat yang kurang puas terhadap kinerja Jokowi. Tentu saja,
ini merupakan bahan evaluasi wajib bagi kepemimpinan Jokowi dan jajaran
pemerintahannya. Permasalahan komunikasi tak dapat dielakkan sebagai salah
satu faktor terbesar peningkatan angka ketidakpuasan tersebut. Plus, kegagalan
komunikasi juga telah menimbulkan sebuah konflik yaitu konflik UU Ciptaker
dan belum lagi konflik-konflik kegaduhan di dunia maya lainnya.
Kepuasan merupakan faktor penting dalam kepemimpinan, apalagi terkait dengan
kepemimpinan politik. Rasa kepuasan yang menurun menunjukkan bahwa Jokowi
gagal memotivasi dan menginspirasi baik kabinetnya maupun masyarakat dalam
mencapai tujuan bersama. Motivasi mustahil dilakukan tanpa adanya kecakapan
komunikasi. Tanpa ada rasa kepuasan, maka mustahil rasa kepercayaan dapat
terus ada pada masyarakat. Tanpa ada kepercayaan, maka mustahil legitimasi
kepemimpinan dapat terus bertahan.
3. Kepemimpinan transformasional yang selama ini berhasil Jokowi terapkan pada
akhirnya bergeser menjadi kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan
transformasional sendiri adalah sebuah model kepemimpinan di mana pemimpin
mampu memotivasi serta menginspirasi mereka yang dipimpin untuk
berkomitmen mencapai target kinerja yang lebih baik.
Osman Nur Chaidir
2018 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Kepemimpinan ini sendiri umumnya dimiliki oleh pemimpin kharismatik (Boddy,
2017). Di periode kedua ini, model kepemimpinan transformasional yang biasa
dicitrakan kepada figur Jokowi tampak runtuh akibat berbagai permasalahan
komunikasi internal dan publiknya. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana
masyarakat cenderung bersikap resistance terhadap segala kebijakan pemerintah
terkait pandemi COVID-19, yang dapat kita lihat secara nyata di lapangan.
Misalnya, larangan berkerumun diacuhkan oleh masyarakat untuk berdemonstrasi
menolak penerapan UU Ciptaker Oktober lalu. Tidak berhenti di situ, aturan 3M
yang digaung-gaungkan pemerintah, pada nyatanya sudah banyak yang tidak
menaatinya. Plus, kinerja petugas pemerintah di lapangan juga ala kadarnya. Pada
akhirnya, dalam meredam konflik UU Ciptaker misalnya, pemerintah berjanji
akan mengundang perwakilan buruh untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai UU
Ciptaker asalkan demonstrasi tidak dilanjutkan. Hal tersebut merupakan
pencerminan kepemimpinan transaksional.
Kepemimpinan transaksional sendiri juga tampak tidak efektif di masa pandemi
ini. Kebijakan bansos dan bantuan lain seperti Banpres UMKM, KIH, dsb. yang
awalnya ditujukan untuk meredam mobilitas masyarakat, tampak sia-sia. Salah
satunya adalah salah sasaran yang didorong oleh komunikasi yang buruk. Seperti
pada kasus Banpres UMKM di Kota Malang contohnya. Komunikasi vertikal
antar hierarki instansi pemerintah tidak ada yang kompak. Ketika pemerintah
melalui Kemenkopumkm mengumumkan bahwa pendaftaran Banpres UMKM
sudah dibuka pada 4 April 2021 melalui instagram resmi, Dinkop Kota Malang
menyatakan belum menerima surat apapun dari pusat yang membuat pelaku
UMKM Kota Malang kebingungan. Pada akhirnya, Dinkop Kota Malang baru
membuka pendaftaran pada 16 April 2021, hampir dua pekan setelah
pengumuman pemerintah. Otomatis, proses verifikasi bantuan yang panjang, akan
memperlambat waktu pencairan yang dapat berimbas negatif kepada UMKM
yang membutuhkan. Bahkan, bisa berpotensi menganggu ekonomi negara.
4. Kegagalan Pencapaian TargetJanji Kerja. Walaupun pada poin ini, pandemi
COVID-19 juga berkontribusi besar dalam mendorong kegagalan pencapaian
target kinerja. Kegagalan pencapaian target kinerja sendiri tecermin pada
merosotnya ekonomi dan laju penanganan pandemi yang tampak “diprasahkan”.
Di bidang ekonomi sendiri, Indonesia akhirnya masuk kepada jurang resesi
setelah pertumbuhan ekonomi negatif tiga kuartal berturut-turut. Bahkan, hingga
di tahun 2021, yang digadang-gadang Jokowi sebagai tahun kebangkitan,
Indonesia masih terjebak resesi dengan pertumbuhan ekonomi -0.74% di kuartal
1 2021 (Sembiring, 2021).
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2019
Dalam penanganan pandemi sendiri, laju COVID memuncak pascaliburan akhir
tahun 2020. Sebenarnya, pemerintah telah berusaha untuk meminimalkan
mobilitas masyarakat dengan pengurangan hari libur akhir tahun sebanyak tiga
hari (Kominfo, 2020). Akan tetapi, sikap masyarakat yang sudah berada di fase
resistance, membuat upaya pemerintah sia-sia belaka. Pada akhirnya, terjadi
pelonjakan kasus bahkan rekor mingguan hingga lebih dari 12.000 kasus positif
harian (Nuryanti, 2021).
Gambar 5.
Grafik kasus terkonfirmasi positif COVID-19 Indonesia Januari-Februari 2021
Sumber : (COVID-19, 2021)
Meningkatnya kasus konfirmasi positif, sikap acuh masyarakat terhadap
kebijakan penanganan pandemi COVID-19, ekonomi melambat merupakan
bentuk gagalnya sebuah kepemimpinan Jokowi di tahun pertama periode kedua
ini. Di sisi ini, kemampuan organizing Jokowi diuji. Jokowi dianggap gagal
mendistribusikan kepemimpinan melalui menteri sehingga banyak permasalahan
yang muncul di awal periode kedua ini (Rosana, 2021). Kegagapan pemerintah di
masa awal pandemi, telah menimbulkan efek domino di mana masyarakat sudah
berada di fase resistance, sebuah fase di mana komunikan menolak dan secara
aktif menentang dan mengajak komunikan lainnya terhadap informasi yang
disampaikan. Fase ini pada akhirnya menimbulkan kesulitan sendiri bagi Jokowi
dan jajaran pemerintahannya dalam menentukan perencanaan (planning)
kedepannya.
Osman Nur Chaidir
2020 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Fenomena BuzzerInfluencer Sebagai Perpanjangan Komunikasi Pemerintah
Fenomena ini sejatinya telah dimulai sejak Pilkada DKI 2012 lalu dengan Jasmev
yang mengklaim sebagai sukarelawan media sosial Jokowi-Ahok. Kontribusi Jasmev
sendiri dalam kemenangan Jokowi-Ahok tidak dapat dipandang sebelah mata. Mereka
dianggap sebagai “pasukan bawah tanah” Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012 (“Pasukan
Komando ‘Bawah Tanah’ Jokowi-Ahok,” 2012) yang aktif bergerak menyosialisasikan
visi misi cagub-cawagub itu melalui udaramedia sosial. Jasmev berlanjut hingga
Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden di tahun 2014. Lagi-lagi, Jasmev berperan
besar di media sosial dan sering menimbulkan friksi dengan PKSPiyungan, “Jasmev”-
nya pihak Prabowo-Hatta. Sejak itulah, fenomena buzzerinfluencer menjadi hal lumrah
dalam komunikasi pemimpin Indonesia.
Friksi-friksi di dunia maya tidak dapat dihindarkan. Hal ini pada akhirnya
mendorong penerapan politik populisme pada Pilpres 2019 lalu. Populisme sendiri
merupakan strategi politik yang menempatkan rakyat biasa untuk berhadapan secara
antagonistik dengan elite politik berkuasa dengan melabelisasi elite politik berkuasa
adalah penguasa yang buruk dan menindas mereka (Ardipandanto, 2020). Menyadari hal
tersebut dapat berbahaya bagi kesatuan bangsa, Jokowi langsung melakukan komunikasi
politik dengan rivalnya, Prabowo tidak lama setelah dirinya memenangkan periode kedua
kepresidenan. Pada akhirnya, capres-cawapres lawannya di Pilpres 2019 berhasil Jokowi
gaet menjadi menteri di kabinetnya, dengan harapan untuk meminimalkan friksi-friksi di
masyarakat dan menciptakan kestabilan sosial, politik, ekonomi Indonesia. Sayangnya,
harapan tersebut masih jauh dari harapan.
“Konflik” di media maya masih terus berlanjut antara buzzer-influencer yang
mengklaim pro-NKRI/pemerintah dengan buzzer-influencer oposisi. Termasuk dalam isu
pandemi COVID-19 ini. Di satu sisi, kegagapan pemerintah seringkali ditangani oleh
buzzer-influencer pro pemerintah dengan harapan tidak menimbulkan friksi di
masyarakat. Sayangnya, labelisasi dan stereotipe dilakukan oleh buzzer-influencer pro
pemerintah ini terhadap masyarakat yang tidak setuju dengan pendapat mereka. Mereka
tak segan untuk menyebut mereka dengan istilah “Kadrun” dan tak jarang melemparkan
kata-kata kasar. Friksi yang diharapkan mengecil di media maya, malah makin membesar
akibat komunikasi yang kurang sesuai dari para buzzer-influencer pro pemerintah.
Dampaknya dapat dilihat secara nyata. Mereka yang tidak terima dengan
labelisasi tersebut, akhirnya mampu menggalang massa di media sosial untuk melakukan
aksi massal di media maya (trending tagar) maupun turun ke jalan. Konflik UU Ciptaker
contohnya. Akun-akun buzzer-influencer oposisi seperti Gelora intens mengeluarkan
berita yang mengupas kekurangan, kontroversi UU Ciptaker. Proses retweet yang intens,
akhirnya secara tidak langsung memberi dorongan kepada masyarakat untuk turun
memprotes UU Ciptaker. Di satu sisi, buzzer-influencer pro pemerintah juga intens
menyebarkan citra baik UU Ciptaker. Namun, masyarakat yang sudah gerah dengan
teknik komunikasi pemerintah ini akhirnya membuat usaha mereka sia-sia.
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2021
Penggunaan buzzer-influencer sendiri sudah dianggap wajar oleh pemerintah. Hal
tersebut diakui oleh Staf Ahli Menteri Kominfo Henry Subiakto dengan pernyataan,
"Justru menjadi aneh jika pemerintah tidak menggunakan media sosial
untuk menjelaskan program-programnya. Ini kan agar masyarakat tidak
salah mengerti." (Esy, 2020)
Tidak hanya itu, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko juga mengakui praktik
penggunaan buzzer-influencer sebagai kanal komunikasi pemerintah, walaupun ia juga
menyatakan bahwa itu hanya inisiatif sukarelawan semata pasca Pilpres 2019 lalu.
Menanggapi situasi media maya yang dianggap makin tidak kondusif, Moeldoko berkata
kepada CNN Indonesia,
"Jadi memang buzzer-buzzer yang ada itu tidak dalam satu komando, tidak
dalam satu kendali. Jadi, masing-masing punya inisiatif. Akhirnya
masing-masing bereaksi [ketika idolanya diserang]. Ini memang persoalan
kita semua." (Hastanto, 2019)
Pernyataan kedua tokoh di atas mengamini penggunaan buzzer-influencer dalam
pemerintahan Jokowi. Sejatinya, penggunakan buzzer-influencer sendiri mampu menjadi
positif ketika mereka bisa memperlancar dan memperbaiki proses komunikasi pemerintah
yang bermasalah di periode kedua ini. Akan tetapi, justru buzzer-influencer malah bersifat
ofensif dan cenderung destruktif. Dampaknya, friksi di media maya membuat masyarakat
kebingungan dalam menerima informasi dari pemerintah. Kebingungan tersebut akhirnya
mendorong ke rasa ketidakpuasan masyarakat karena merasa tidak diperhatikan oleh
pemerintah. Rasa ketidakpuasan mendorong ke rasa ketidapercayaan yang menjadi
pangkal utama sebuah konflik.
Kesimpulan
Permasalahan komunikasi di awal periode kedua kepresidenan Jokowi telah
melahirkan berbagai kontroversi. Kerangka komunikasi pemerintahan yang telah
dirancang Jokowi di awal periode kedua gagal berfungsi sebagaimana mestinya.
Akibatnya, komunikasi Jokowi sering menimbulkan friksi yang berujung kepada konflik
seperti yang terjadi pada konflik UU Ciptaker. Konflik itu sendiri akhirnya menggerus
kepercayaan dan kepuasaan masyarakat, kepemimpinan transformasional yang telah
menjadi hal ikonik Jokowi bergeser menjadi kepemimpinan transaksional dan gagal
mencapai target kinerja di bidang ekonomi dan penanganan pandemi COVID-19.
Periode kedua Jokowi masih tersisa tiga tahun lagi. Untuk mencegah terjadinya
berbagai konflik di sisa masa jabatan sekaligus mempertahankan legitimasinya, Jokowi
harus memperbaiki kualitas kerangka (framework) komunikasinya dan jajaran
pemerintahannya. Dengan berpacu pada prinsip relevancy, simplicity, organisation,
repetition, dan focus dalam komunikasi di masa mendatang, maka kualitas komunikasi
Jokowi dan jajaran pemerintahannya akan meningkat dan citra kepemimpinan Jokowi
akan makin lebih baik lagi.
Osman Nur Chaidir
2022 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
Bibliografi
Ardipandanto, Aryojati. (2020). Dampak Politik Identitas Pada Pilpres 2019: Perspektif
Populisme [The Impact of Identity Politics On President Election 2019: Populism
Perspective]. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan
Hubungan Internasional, 11(1), 4363. https://doi.org/10.22212/jp.v11i1.1582.
Asworo, Hendri Tri Widi. (2020). Setelah Dikritik Cucunya, Luhut Sadar Ada
Kekurangan di Omnibus Law - Kabar24 Bisnis.com. Retrieved May 20, 2021, from
kabar24.bisnis.com website:
https://kabar24.bisnis.com/read/20201025/15/1309534/setelah-dikritik-cucunya-
luhut-sadar-ada-kekurangan-di-omnibus-law.
Bayu, Dimas Jarot. (2021a). Publik Lebih Percaya TNI daripada Presiden | Databoks.
Retrieved May 15, 2021, from databoks.katadata.co.id website:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/26/publik-lebih-percaya-tni-
daripada-presiden.
Bayu, Dimas Jarot. (2021b). Survei Indikator: Hanya 62,9% Publik yang Puas ke Jokowi
| Databoks. Retrieved May 15, 2021, from databoks.katadata.co.id website:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/09/survei-indikator-hanya-629-
publik-yang-puas-ke-jokowi.
Boddy, David. (2017). Management an Introduction Seventh Edition. In Pearson
Education Limited (Vol. 7).
Covid-19. (2021). Peta Sebaran Covid-19. Retrieved May 19, 2021, from Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19 website: https://covid19.go.id/peta-sebaran-
covid19
Egeham, Lizsa. (2020). HEADLINE: Jokowi Tegur Komunikasi Publik Buruk Para
Menteri, Apa Akar Masalahnya? - News Liputan6.com. Retrieved May 19, 2021,
from liputan6.com website:
https://www.liputan6.com/news/read/4389633/headline-jokowi-tegur-komunikasi-
publik-buruk-para-menteri-apa-akar-masalahnya
Esy. (2020). Justru Aneh jika Pemerintah Tak Gunakan Influencer Medsos - Nasional
JPNN.com. Retrieved May 20, 2021, from jpnn.com website:
https://www.jpnn.com/news/justru-aneh-jika-pemerintah-tak-gunakan-influencer-
medsos
Fajar Junaedi, Taufiqur Rahman, Erwan Sudiwijaya, Adhianty Nurjanah, Dyah Mutiarin,
Tri Hastuti Nur R., Muhammad Saiful Aziz, Sofia Hasna, Ade Putranto Prasetyo
Wijiharto Tunggali, Ansar Suherman, Aminah Swarnawati, Agus Hermanto,
Rohmah Nia Chandra Sari, Muria Endah Sokowati, Ayu Amalia, Benedictus A
Simangunsong, Ari Susanti, Abdul Fadli Kalaloi, Nisa Adzkiya, Rhafidilla
Vebrynda, Muhammad Fathi Djunaedy, Dany Tantowi Prastyo, Ida Ri’aeni, Amrin,
Reza Maulana, Rustono Farady Marta, Silvia Pristianita, Uun Machsunah, Nadia
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2023
Qurrantain, Muhammad Himawan Sutanto, Krisna Megantari, & Ayub Dwi
Anggoro, Dahlia Dahlan. (2020). Dinamika Komunikasi di Masa Pandemi Covid-
19. In Buku Litera.
Firdaus, Muhammad. (2015). KOMUNIKASI POLITIK PEMERINTAHAN JOKOWI-
JK DALAM PERSPEKTIF MEDIA. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 16,((2)), 159
169. https://doi.org/10.24252/jdt.v16i2.6117.
Garjito, Danny, & Aditya, Rifan. (2020). Kelakar Menteri Airlangga: Izinnya Berbelit-
belit, Virus Corona Tak Masuk. Suara. Com, 15.
Hakim, Lukmanul, & Pratama, Agus Ryandi. (2020). PENGEMBANGAN SISTEM
INFORMASI ADMINISTRASI PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT PADA
RSUD LATEMMAMALA BERBASIS OBJECT ORIENTED PROGRAMMING (
OOP ). 3, 7179.
Hastanto, Ikhwan. (2019). Pemerintah KSP Moeldoko Akui Praktik Pemakaian Buzzer,
Beri Sinyal Bisnis Kakak Pembina Itu “Perlu Ditertibkan.” Retrieved May 20, 2021,
from vice.com website: https://www.vice.com/id/article/7x5egd/moeldoko-
pemerintah-akui-praktik-pemakaian-buzzer-beri-sinyal-bisnis-itu-perlu-ditertibkan-
kakak-pembina
Humas Sekretaris Kabinet Republik Indonesia. (2020). Pembagian Kerja Stafsus
Presiden, Angkie: 4 Jubir dan 3 Gugus Tugas. Retrieved May 19, 2021, from
setkab.go.id website: https://setkab.go.id/pembagian-kerja-stafsus-presiden-angkie-
4-jubir-dan-3-gugus-tugas/
Kominfo. (2020). Pemerintah Tetapkan Libur Akhir Tahun 2020 Dikurangi Tiga Hari.
Retrieved May 20, 2021, from kominfo.go.id website:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/31161/pemerintah-tetapkan-libur-akhir-
tahun-2020-dikurangi-tiga-hari/0/berita
Mufti, M., Gatara, A. A. Sahid, Afrilia, A., & Mutiarawati, R. (2020). Analisis
pengukuran tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah: Kekuatan bagi
penanganan Covid-19 berbasis masyarakat. Lp2M, 113. Retrieved from
http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/31704
Novianty, Suci Marini, & Salamah, Ummi. (2018). Seeing Jokowi, The President of
Indonesia’s Leadership: Case Study of Goldhaber’s The Charisma Factor in
Leadership Theory. 41, 365369. https://doi.org/10.2991/bcm-17.2018.72.
Nuryanti. (2021). Grafik Kasus Corona di Indonesia: Pecah Rekor 3 Hari Berturut, 15
Januari Tambah 12.818 yang Positif - Tribunnews.com. Retrieved May 20, 2021,
from tribunnews.com website:
https://www.tribunnews.com/corona/2021/01/15/grafik-kasus-corona-di-indonesia-
pecah-rekor-4-hari-berturut-15-januari-tambah-12818-yang-positif.
Pangestika, Dyaning. (2020). “We don’t want people to panic”: Jokowi says on lack of
Osman Nur Chaidir
2024 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
transparency about COVID cases. Retrieved May 19, 2021, from The Jakarta Post
website: https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/13/we-dont-want-people-
to-panic-jokowi-says-on-lack-of-transparency-about-covid-cases.html.
Pasukan Komando “Bawah Tanah” Jokowi-Ahok. (2012). Retrieved May 20, 2021, from
viva.co.id website: https://www.viva.co.id/berita/metro/353179-pasukan-komando-
bawah-tanah-jokowi-ahok?page=all&utm_medium=all-page.
Pemerintah Tetapkan FPI Organisasi Terlarang. (2020). Retrieved May 19, 2021, from
cnnindonesia.com website:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201230123409-20-587792/pemerintah-
tetapkan-fpi-organisasi-terlarang.
Puspa, A. (2020). DPR Kritisi Komunikasi Publik Pemerintah Soal COVID-19.
Pusparisa, Yosepha. (2021). Negara Mana yang Paling Percaya kepada Pemerintahnya? |
Databoks. Retrieved May 20, 2021, from databoks.katadata.co.id website:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/20/negara-mana-yang-paling-
percaya-kepada-pemerintahnya.
Rosana, Fransisca Christy. (2021). 1 Tahun Jokowi di Periode Kedua, Ekonom: Gagal
Pilih Menteri - Bisnis Tempo.co. Retrieved May 20, 2021, from bisnis.tempo.com
website: https://bisnis.tempo.co/read/1396562/1-tahun-jokowi-di-periode-kedua-
ekonom-gagal-pilih-menteri.
Satria, J. N. (2020). Minta Masyarakat Tak Panik soal Penyebaran Virus Corona, Menkes:
Enjoy Saja. Retrieved December, 20, 2020.
Sembiring, Lidya Julita. (2021). Masih Resesi! Pertumbuhan Ekonomi RI Q1-2021
Negatif 0,74%. Retrieved May 20, 2021, from cnbcindonesia.com website:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210505090813-4-243257/masih-resesi-
pertumbuhan-ekonomi-ri-q1-2021-negatif-074.
Sirait, Ferdinand Eskol Tiar. (2021). Policy Communication and the Solidity of the
Jokowi’s Second Term Coalition in Handling Covid-19. Jurnal Bina Praja, 13(2),
257268. https://doi.org/10.21787/jbp.13.2021.257-268.
Sukma, Agus Hitopa. (2020). Vol. 1, No. 2, Oktober 2020 PENGELOLAAN KESAN
SIMBOLIK PRESIDEN JOKOWI. Komunikata57, 1(2), 94100.
The Economist. (2019). Governing Unopposed: Why Indonesia’s president has made his
arch-rival a minister. The Economist. Retrieved from
https://www.economist.com/asia/2019/10/24/why-indonesias-president-has-made-
his-arch-rival-a-
minister?utm_source=Daily+News+on+the+Southeast+Asian+Region+-
+25+Oct+2019&utm_campaign=Daily+News+Alert+20191025&utm_medium=e
mail.
Jokowi dan Komunikasi : Sebuah Refleksi Kepemimpinan Periode Kedua Sang
Presiden
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021 2025
Yuliawati. (2020). Masyarakat gerah tuntut transparansi pemerintah atasi wabah corona.
Retrieved May 15, 2021, from katadata.co.id website:
https://katadata.co.id/yuliawati/berita/5e9a4214df451/masyarakat-gerah-tuntut-
transparansi-pemerintah-atasi-wabah-corona.