Hari Soeskandi, Setia Sekarwati.
1944 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 11, November 2021
tengah dialami, mulai dari krisis ekonomi berkepanjangan,sampai memengaruhi adanya
krisis politik, kepercayaan kepada pemerintah, sampai adanya krisis hukum, memicu
angka kejahatan mengalami peningkatan dengan tajam. Tidak hanya itu, tidak bisa
dipungkiri bila akibat dariglobalisasi sekarang ini ialah kemajuan ilmu pengetahuan,
modernisasi, dan industrialisasi pun sudah memberikan perkembangan atas tindak
kejahatan.
Akibat buruk dari globalisasi itu diakibatkan adanya pengabaian pada nilai norma,
modal, etika, hak asasi manusia, maupun agama (Lalo, 2018). Meski negara barat tolok
ukurnya berlainan dengan negara timur, termasuk Indonesia. Masyarakat harus kian
mengoptimalkan mutunya agar bisa bertahan hidup. Namun, tututan pengoptimalan mutu
hidup itu tanpa disertai oleh kapabilitas pemerintah menyediakan fasilitas guna
memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, ada banyak masyarakat yang berupaya
melakukan beragam tindakan guna mencukupi kebutuhan hidup mereka, termasuk
bertindak pidana.
Kehidupan masyarakat sekarang ini berkembang cukup signifikan, dan
memunculkan bermacam kasus tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Modus
tindakan pidana juga bermacam, seperti tindak pidana ringan: mencuri ayam hingga
tindak pidana berat, misalnya perampokan, penggelapan, korupsi, maupun pembunuhan.
Banyaknya tindak kejahatan, pasti mengakibatkan kondisi di dalam masyarakat tidak
kondusif. Dengan demikian, aparat harus memberi tindakan tegas bagi pihak yang
melanggar hukum berdasar pada aturan yang berlaku.
Pemberian sanksi itu memiliki maksud sebagai efek jera untuk pihak yang
bertindak pidana, sehingga tidak mengulangi tindakan itu.
Korupsi di Indonesia sudah kerap dilakukan sejak zaman kerajaan, seperti ada
keinginan raja yang harus terlaksanakan melalui penarikan upeti sesuka hati, dan
berlanjut ke masa penjajahan, terutama pada masa pemerintahan VOC.Bermula dari janji
manis guna menyejahterakan masyarakat, secara perlahan tindakan yang dilakukan VOC
mengarah ke kerja paksa. Sama seperti masa kerajaan, pada masa VOC tindakan korupsi
pun terkesan kontras melalui adanya penjarahan sumber daya alam yang sepatutnya
diberikan bagi masyarakat asli, pemberian pajak atas kesewenangan, merampas harta,
penyelewengan uang kas, dan lain-lain. Tindakan tersebut pun menjadi benih korupsi
modern di Indonesia.
Sebelum reformasi, ketika konstitusi sebagai instrumen guna mempermudah
kekuasaan bukan menjadi kontrol kekuasaan (Indrayana, 2011). Kebebasan pers pada
periode tersebut seolah-oleh terbatasi oleh dinding yang dikenal sebagai kekuasaan
otoriter, sehingga kekuasaan itu kian meluas tanpa ada pengontrolan melalui keterbukaan.
Tidak hanya itu, kondisi seperti itu menjadi kesempatan bagi bagi angkatan bersenjata
Indonesia guna mendominasi pemerintah, khususnya di bidang sosial-politik atau
Dwifungsi ABRI. Atas dasar itu, terbukalah ruang yang memberi kesempatan bagi politisi
elit guna mengekspoitasi negara, sehingga menciptakan sistem tata negara yang koruptif.
Pada masa itu, korupsi bisa disebut sebagai tindakan yang terorganisasi dan terstruktur,