1769
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: pISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
Vol. 2, No. 10 Oktober 2021
STUDI ANALISIS HUKUM KEWENANGAN DAN TUGAS KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA
KORUPSI BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19
TAHUN 2019
Dony Endrassanto
Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Jakarta,
Indonesia
Abstrak
Korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary
crimes) memerlukan upaya pemberantasan dengan cara-cara yang luar biasa (extra
ordinary measure). KPK mempunyai tugas, wewenang, dan kewajiban dalam hal
penanganan tindak pidana korupsitelah diatur sedemikian rupa dalam UU KPK, ini
artinya bahwa dalam penegakan hukum pidana khususnya tindak pidana korupsi,
KPK dapat diartikan sebagai lembaga penegak hukum khusus sehingga upaya-
upaya yang hendak dicapai dalam hal pemberantasan (baik dalam pencegahan
maupun penindakan) tindak pidana korupsi di Indonesia dapat lebih maksimal.
Rumusan masalah yang penulis bahas dalam tesis ini adalah : 1) Bagaimana
Analisis Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi menjalankan tugas dalam
mencegah terjadinya tindak pidana korupsi?, 2) Bagaimana strategi Hukum Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi?.
Metode penelitian yang penulis lakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan
metode yuridis normatif, yaitu memberikan gambaran tentang kinerja Komisi
Pemberantasan Korupsi menjalankan tugas dan fungsinya untuk menceglisis
Hukum Strategi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mecegah terjadinya tindak
pidana korupsi, berdasarkan peraturan perundang-undangan. Data yang diperoleh
melalui studi kepustakaan atau data sekunder, terdiri dari bahan hukum primer
berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dengan penelitian tesis,
utamanya yang mengatur tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi
menjalankan tugas dan fungsinya untuk mencegah tindak pidana korupsi, dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Akhirnya penulis berkesimpulan wewenang KPK yang lebih menonjol di bidang
penindakan dibanding pencegahan. Hal itu juga diakui oleh pihak KPK, salah
satunya karena yang mencuat ke media lebih banyak upaya-upaya KPK di bidang
penindakan. KPK dalam mencegah korupsi berdasarkan analisa hukum dialkukan
melalui beberapa strategi yaitu Strategi Pendekatan politik hukum, penegakkan
hukum dan budaya hukum serta bekerja sama dengan Kemendikbud, oleh karena
itu setidaknya melalui pendidikan anti korupsi mutlak harus masuk dalam
kurikulum pendidikan di tiap-tiap strata yang pengembangannya melalui modul-
modul untuk pendidik dan tenaga kependidikan agar menjadikan sekolah /
perguruan tinggi sebagai tempat menumbuhkan karakter integritas
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1770 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
Kata kunci: Analisis; Korupsi; Tindak Pidana.
Abstract
Corruption which is categorized as an extraordinary crime (extraordinary crimes)
requires eradication efforts in extraordinary ways (extraordinary measure). The
KPK has duties, authorities, and obligations in terms of handling corruption crimes
which have been regulated in such a way in the KPK Law, this means that in the
enforcement of criminal law, especially corruption, the KPK can be interpreted as
a special law enforcement agency so that the efforts to be achieved in terms of
eradication (both in prevention and prosecution) of corruption in Indonesia can be
maximized. The formulation of the problem that the author discusses in this thesis
are: 1) How does the Legal Analysis of the Corruption Eradication Commission
carry out its duties in preventing corruption?, 2) What is the legal strategy of the
Corruption Eradication Commission in preventing corruption? The research
method that the author does is descriptive using a normative juridical method,
which provides an overview of the performance of the Corruption Eradication
Commission in carrying out its duties and functions to check the Legal Strategy of
the Corruption Eradication Commission in preventing the occurrence of criminal
acts of corruption, based on statutory regulations. Data obtained through literature
study or secondary data, consisting of primary legal materials in the form of laws
and regulations relevant to the thesis research, especially those that regulate the
performance of the Corruption Eradication Commission in carrying out its duties
and functions to prevent corruption, and other laws and regulations. related to the
problem. Finally, the author concludes that the authority of the KPK is more
prominent in the field of prosecution than prevention. This was also acknowledged
by the KPK, one of which was because what was sticking out to the media was
more of the KPK's efforts in the field of prosecution. The KPK in preventing
corruption based on legal analysis is carried out through several strategies, namely
the Legal Politics Approach Strategy, law enforcement and legal culture as well as
cooperating with the Ministry of Education and Culture, therefore at least through
anti-corruption education it is absolutely necessary to include it in the education
curriculum in each strata whose development is through modules for educators and
education staff to make schools/colleges a place to grow the character of integrity
Keywords: Analysis; Corruption; Criminal act.
Pendahuluan
Menurut bahasa, "korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus, dan
bahasa latin yang lebih tua dipakai istilah corrumpere. Dari bahasa latin itulah turun ke
berbagai bahasa bangsa-bangsa di Eropa. Seperti Inggris : corruption, corrupt,; Prancis:
corruption; dan Belanda : corruptive atau korruptie, yang kemudian turun ke dalam
bahasa Indonesia menjadi korupsi". Arti kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Hamzah,
1991).
Pengertian lain dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah :
1) Penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dsb) untuk
kepentingan pribadi atau orang lain.
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1771
2) Menyelewengkan, menggelapkan (uang dsb).
Akan tetapi menurut Pasal 435 KUHP, korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan
dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang buruk. Perbuatan
korupsi dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam White Collar Crime.
Berdasarkan pengertian- pengertian tersebut, definisi korupsi dapat dipandang dari
berbagai aspek, bergantung pada disiplin ilmu yang dipergunakan (Suyatno, 2005).
Di dalam penegakan hukum yang dilakukan secara konvensional untuk
memberantas tindak pidana korupsi terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu
diperlukan metode penegakan hukum yang luar biasa melalui pembentukan suatu badan
khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan
manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaanya
dilakukan dalam upaya tindak pidana korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan secara
optimal, intensif, efektif profesional, serta berkesinambungan. Perkembangan tindak
pidana korupsi baik dilihat dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas dewasa iní dapat
dikatakan bahwa korupsi di Indonesia tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary
crimes), akan tetapi sudah merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) (Jaya
& Serikat, 2008).
Mengingat kompleksitas serta efek negatifnya, maka korupsi yang dikategorikan
sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crimes) memerlukan upaya
pemberantasan dengan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary measure). Disamping
tindak pidana korupsi sering disebut extra ordinary crime, sering kali tindak pidana
korupsi ini diidentikkan dengan white collar crime yaitu suatu perbuatan (tidak berbuat)
dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana
yang dilakukan oleh pihak professional, baik oleh individu, organisasi, atau sindikat
kejahatan, ataupun dilakukan oleh badan hukum. Menurut Dony Kleden Rohaniwan,
kejahatan kerah putih (white collar crime) adalah istilah temuan Hazel Croal untuk
menyebut berbagai tindak kejahatan di lembaga pemerintahan yang terjadi, baik secara
struktural yang melibatkan sekelompok orang maupun secara individu. Hazel Croal
mendifinisikan kejahatan kerah putih sebagai penyalahgunaan jabatan yang
sebagaimana ditetapkan oleh hukum. Umumnya, skandal kejahatan kerah putih sulit
dilacak karena dilakukan pejabat yang punya kuasa untuk memproduksi hukum dan
membuat berbagai keputusan vital.
Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor),
bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut KPK) dibentuk dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun semenjak Undang-Undang tersebut
mulai berlaku, yang kemudian diwujudkan dengan Undang-Undang No. 30 Tahun
2002.
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU
KPK) dan dipertegas dalam pasal 2 yang berbunyi : “Dengan Undang-Undang ini
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1772 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang untuk selanjutnya disebut
Komisi Pemberantasan Korupsi." Hal ini sesuai dengan ketentuan TAP MPR No.
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme, artinya Undang-Undang tersebut menjadi dasar hukum yang menjamin
sahnya lembaga tersebut dan memuat tugas serta tanggung jawab dari KPK. KPK
merupakan lembaga baru dalam konstitusional Indonesia yang eksistensinya masih
bersifat relatif dikalangan warga masyarakat maupun Lembaga Negara yang sudah ada
sebelumnya. Walaupun KPK bukan merupakan sebuah lembaga penegak hukum inti
dalam Sisitem Peradilan Pidana Terpadu di Indonesia, tetapi tugas dan wewenang yang
dimiliki dan tanggung jawab yang harus diemban adalah merupakan bagian dari
penegakan hukum di Indonesia, khususnya pencegahan dan penindakan tindak pidana
korupsi. KPK mempunyai tugas, kewenangan, dan kewajiban dalam hal penanganan
tindak pidana korupsi telah diatur sedemikian rupa dalam UU KPK, ini artinya bahwa
dalam penegakan hukum pidana khususnya tindak pidana korupsi, KPK dapat diartikan
sebagai lembaga penegak hukum khusus sehingga upaya-upaya yang hendak dicapai
dalam hal pemberantasan (baik dengan pencegahan maupun penindakan) tindak pidana
korupsi di Indonesia dapat lebih maksimal. Selain itu dibentuknya KPK juga
dilatarbelakangi alasan karena lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana
korupsi belum berfungsi secara efisien dan efektif dalam memberantas tindak pidana
korupsi (Lilik, 2007).
KPK merupakan suatu komisi organik, yaitu komisi yang lahir dari Undang-
Undang yakni selanjutnya disebut UU KPK. Pengertian KPK yang tertuang dalam Pasal
3 UU KPK berbunyi : "Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun." Dilihat dari pembentukan dan kewenangannya, KPK
mempunyai tugas-tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU KPK (Djaja, 2009).
Kewenangan KPK yang tertuang dalam Pasal 6 UU KPK, bertugas untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Dalam
ketentuan KUHAP, yaitu dalam Pasal 1 angka (2) menyebutkan yang dimaksud dengan:
"Penyidikan adalah serangkain tindakan dalam penyidikan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Banyak dari kalangan masyarakat ataupun kelompok masyarakat yang masih
belum memahami dan mengetahui tentang tugas dan serta kewajiban dan independensi
KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi, sehingga masih banyak yang
beranggapan bahwa dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi masih
bersikap tebang pilih. Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang No.31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019, badan khusus tersebut selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi,
memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1773
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sedangkan mengenai pembentukan, susunan
organisasi, tata kerja dan pertanggungjawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaan
diatur dalam Undang-Undang.
Adapun Tugas dan wewenang KPK terdapat dalam Bab II UU No. 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah diubah ke dalam UU No. 19
Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mencakup wilayah yang sangat luas. Menurut
ketentuan Pasal 6 UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
tersebut, KPK mempunyai tugas-tugas untuk melakukan :
a. Tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;
b. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan
publik;
c. Monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
d. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
e. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi;
dan
f. Tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 6 UU No. 19 Tahun 2019 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi)
Dalam penulisan tesis ini lebih mengkhususkan mengenai kewenangan KPK
dalam pencegahan tindak pidana korupsi, yang selama ini penanganan tindak
korupsi yang dilakukan oleh Polri banyak menemui hambatan dengan alasan :
1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak dilanjuti;
2. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-
tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak
pidana korupsi yang sesungguhnya;
4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
5. Hambatan penangan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari
eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,
penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Untuk mengetahui dan menganalisa mengenai Analisis Hukum Komisi
Pemberantasan Korupsi menjalankan tugas dalam mencegah terjadinya tindak
pidana korupsi. Untuk mengetahui dan menganalisa strategi Hukum Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Metode Penelitian
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1774 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
Jenis peneitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode yuridis normatif, yaitu
memberikan gambaran tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi menjalankan
tugas dan fugsinya untuk mencegah terjadinya tindak korupsi dan pola dan strategi
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,
berdasarkan peraturan perundang-undangan
Sumber Data
Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atau data sekunder, terdiri :
a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
penilitian tesis, utamanya yang mengatur tentang kinerja Komisi Pemberantasan
Korupsi menjalankan tugas dan fugsinya untuk mencegah terjadinya tindak
korupsi dan pola dan strategi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mencegah
terjadinya tindak pidana korupsi, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berkaitan dengan masalah.
b. Bahan hukum sekunder ialah literatur-literatur ilmu hukum serta karya ilmiah
lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.
c. Bahan hukum tertier adalah kamus hukum, kamus bahasa, dan naskah tertulis
lainnya yang dapat memperjelas, melengkapi, dan menopang, bahan hukum
primer dan sekunder.
Pengumpulan Data
Dalam perolehan data menggunakan studi kepustakaan dengan cara menginventarisasi,
menelusuri, mempelajari dan mencatat peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi menjalankan tugas dan fugsinya untuk
mencegah terjadinya tindak korupsi dan pola dan strategi Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Analisis Data
Metode Analisis data dilakukan dengan pola berpikir deskriptif yuridis normatif. Dalam
penelitian ini hasil data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif
(Soekanto, 1986).
Hasil dan Pembahasan
Strategi Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Mencegah Terjadinya Korupsi
melalui pendekatan Politik hukum, Penegakkan Hukum dan Budaya Hukum
Pendekatan Politik Hukum
Strategi pendekatan politik hukum dalam upaya pencegahan tindak pidana
korupsi menurut (Hamzah, 2017) pengertian formal politik hukum hanya mencakup
satu tahap saja yaitu menuangkan kebijaksanaan pemerintah dalam bentuk produk
hukum atau disebut legislative drafting”, sedangkan dalam pengertian materiil politik
hukum mencakup legislative drafting, legal executing, dan legal review.
Dalam upaya pemberantasan korupsi produk hukum yang dibuat untuk
mencegah dan memberantas korupsi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi Kolusi dan
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1775
Nepotisme (KKN) dan UU No. 31 Tahun 1999 (diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001)
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan demikian, prinsip negara hukum berarti menjunjung tinggi supremasi,
persamaan kedudukan di hadapan hukum, serta menjadikan hukum sebagai landasan
operasional dalam menjalankan sistem penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan bahwa:
“Perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam suatu Prolegnas".
Penjelasan Pasal tersebut antara lain agar dalam pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana, maka pembentukan
peraturan perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Prolegnas. Prolegnas hanya
memuat program penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat pusat. Dalam
penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta
kaitannya dengan peraturan perundangundangan lainnya. Oleh karena itu, prolegnas
disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, yang sebelumnya mengacu terlebih dulu pada
RPJMN.
Lahirnya berbagai undang-undang yang mengatur pemberantasan terhadap
tindak pidana korupsi dipengaruhi oleh kondisi politik saat masing-masing undang-
undang itu lahir. Sebagaimana yang telah diugkapkan bahwa politik sangat
mempengaruhi lahirnya produk hukum.
Fungsi dan peran hukum sangat dipengaruhi dan kerapkali diintervensi oleh
kekuatan politik. Sementara itu, untuk membangun tertib tata hukum dan
meminimalisasikan pengaruh politik judicial reviewsebenarnya dapat dijadikan alat
kontrol yang baik. Otonomi hukum di Indonesia cenderung lemah terutama jika
berhadapan dengan subsistem politik, maka salah satu upaya strategi pencegahan
pemberantasan korupsi di Indonesia faktanya sulit dilakukan.
Oleh karenanya dalam menempatkan posisi politik hukum untuk strategi
pencegahan dan pemberantasan korupsi berarti melihat perilaku korupsi kejahatan yang
luar biasa karena dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan sudah membahayakan
kehidupan negara. Seperti kita ketahui Sistem politik yang dijalankan juga dapat
mempengaruhi untuk dilakukannya pemberantasan korupsi.
Pencegahan dan Pemberantasan korupsi dari penataan sistem politik yang
berkaitan dengan politik hukum, seperti kasus korupsi yang terjadi hingga saat ini masih
ada beberapa kasus korupsi skala besar yang masih ditutupi maupun dilindungi agar
tidak terkena hukuman hal ini karena dipengaruhi oleh politik dari penguasa yang
sedang saat itu berkuasa. Korupsi merupakan kejahatan yang bersifat lintas negara,
sehingga korupsi tidak hanya berdampak bagi masyarakat suatu negara namun juga bagi
masyarakat global. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama lintas negara agar
pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal.
Hal inilah yang kemudian mendorong dikeluarkannya United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC). UNCAC pada dasarnya merupakan
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1776 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
kesepakatan yang dibuat di antara negara-negara yang menjadi anggota PBB di dalam
memberantas korupsi. Di Indonesia, UNCAC telah diratifikasi dalam Undang-Undang
No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption,
2003
Penegakkan Hukum
Usaha untuk memberantas korupsi sudah menjadi masalah global bukan lagi nasional
atau regional. Ada usaha terutama desakan rakyat agar korupsi diberantas habis
sehingga jika perlu digunakan hukum darurat, seperti pidana yang berat, sistem
pembalikan beban pembuktian, pembebasan, penanganan korupsi dari instansi
pemerintah kepada suatu badan independen yang terjamin kredibilitasnya dan
integritasnya. Upaya untuk dapat melaksanakan pemberantasan korupsi secara efektif
dan efisien salah satunya adalah melalui penerapan Sistem Pembalikan Beban
Pembuktian dan pembentukan suatu badan atau lembaga khusus yang independen dalam
rangka pemberantasan tindak pidana korupsi yang disebut Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) (Ulang Mangun Sosiawan, Peran Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi, Jurnal Penelitian Hukum DE
JURE, Vol. 19 No. 4, Desember 2019, hlm 517-538).
Di Indonesia lembaga Khusus pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah
dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK), yang menyatakan :
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) adalah lembaga Negara
yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, KPK berasaskan pada, kepastian hukum, keterbukaan akuntabilitas,
kepentingan umum, dan proporsionalitas.
Pencegahan dan penghalangan korupsi adalah konsep yang saling berhubungan.
Jika pencegahan korupsi yang efektif telah ada, bekerja, dan diketahui dengan baik
(well-kown) oleh pelakupelaku korupsi yang petensial, pencegahan korupsi tersebut
dapat berfungsi sebagai penghambat yang kuat terhadap orang-orang yang berupaya
untuk melaksanakan korupsi. Ketakutan untuk ditangkap merupakan instrument
penghalang yang kuat.
Ada banyak strategi pencegahan yang lazim diterapkan dalam
perusahaan/organisasi/lembaga-lembaga publik. Masing-masing strategi mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Salah satu strategi pencegahan yang dilakukan KPK adalah
strategi penegakkan hukum, diantara:
a. Melakukan penyadapan dan mereka pembicaraan.
b. Memerintahkan seseorang pergi keluar negeri
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1777
c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
d. Memerintahkan kepada bank atau lemabaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik terdakwa atau tersangka atau pihak
lain yang terkait.
e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya.
f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada yang
terkait.
g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan
bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang
sedang diperiksa.
h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain
untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar
negeri.
Meminta bantuan Kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana
korupsi yang sedang ditangani.
Di Indonesia, penegakkan hukum terkait korupsi telah menjadi prioritas utama
dari pemerintah. Oleh karena itu, terkait dengan upaya tersebut KPK sangat dibutuhkan
terhadap upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Para pelaku yang
terbukti bersalah harus dihukum berat sehingga menimbulkan efek jera, bukan
sebaliknya diberikan hukuman yang ringan/minimal bahkan dibebaskan.
Putusan ringan/minimal dalam kasus korupsi masih ditemukan dalam putusan
hakim. Misalnya pada satu kasus korupsi hukuman yang dijatuhkan berupa pidana
penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- subsider 3 bulan
kurungan adalah pidana minimal karena maksimalnya adalah 20 tahun, bahkan bisa
seumur hidup apalagi pemidanaan tersebut disertai perintah agar terdakwa ditahan.
Padahal, tuntutan jaksa adalah penjara selama 5 tahun dengan perintah supaya terdakwa
ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,-subsider 6 bulan kurungan. Logikanya
pemidanaannya harus berat. Hal ini membuktikan bahwa hakim kurang peka terhadap
upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi karena pidana yang dijatuhkan
tidak akan memberikan efek jera.
Pada analisis yang lain, putusan-putusan hakim yang melemahkan upaya-upaya
pencegahan maupun pemberantasan korupsi, secara tidak langsung juga tidak kondusif
bagi upaya-upaya untuk meningkatkan penghormatan dan pemenuhan hak asasi
manusia, khususnya di Indonesia.
Sedangkan menyangkut strategi penegakkan hukum tindak pidana korupsi dapat
digunakan beberapa cara sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. UndangUndang Nomor 20 Tahun
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1778 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
2001, Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Konvensi Anti
Korupsi Tahun 2003. Ke-3 (tiga) undang-undang tersebut dapat digunakan, dimana
salah satu undang-undang menyatakan bahwa seorang koruptor dapat diterapkan hukum
mati.
Menurut Wakil Ketua KPK, menyatakan bahwa KPK akan menjadikan tuntutan
tambahan, yaitu hukuman (pencabutan hak politik) sebagai standard untuk mencegah
agar jangan sampai mantan pejabat publik, baik dari kalangan eksekutif, legislatif dan
yudikatif, yang melakukan korupsi tidak dapat mengulangi penyalahgunaan jabatan
barunya.
Berkaitan hal tersebut penulis berpendapat terkait strategi penegakkan hukum
dalam upaya pencegahan korupsi bahwa pemerintah Indonesia sebaiknya
memperbanyak perjanjian MLA dan ekstradisi guna mengefektifkan upaya
pengembalian aset hasil tindak pidana. Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang
berlangsung di Tiongkok tidak saja menyepakati hal-hal yang bersifat ekonomi, tetapi
juga bersepakat membentuk wadah jejaring kerjasama antara lembaga otoritas anti
korupsi dan lembaga penegakan hukum di kawasan yang dinamakan APEC Network of
Anti Corruption Authorities And Law Enforcement Agencies (ACT- NET),untuk
memberikan bantuan timbal balik, ekstradisi, kerjasama investigasi, dan kemudahan
bagi setiap negara korban untuk dapat mengembalikan pelaku tindak pidana korupsi dan
aset yang dilarikan di antara negara anggota APEC.
Secara hipotetis-teoretis, munculnya distansi persepsi-yaitu persepsi hukum dan
persepsi publik terhadap Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dapat terjadi baik karena
adanya anomali hukum baik hukum pidana formil maupun materiil yang menjadi
landasan bekerjanya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun karena kurangnya
profesionalitas hakim yang dapat mewujud dalam ragam kualitas hakim seperti
kurangnya kompetensi hakim maupun kurangnya integritas hakim (Sosiawan &
Indonesia, 2019).
Berkaitan dengan pemikiran di atas, menarik untuk dikemukakan pemikiran
seorang tokoh reformis China yang hidup sekitar abad 11 yang mengemukakan (Jamin
Ginting, APEC dan Antikorupsi, Kompas 19 November 2014, diakses pada tanggal 1 Juni
2021) :
ada dua unsur yang selalu muncul dalam pembicaraan masalah korupsi, yaitu
hukum yang lemah dan manusia yang tidak benar.
Selanjutnya beliau mengatakan:
Tidak mungkin menciptakan aparat yang bersih hanya semata-mata mendasarkan
rule of law sebagai kekuatan pengontrol (social control).
Selain itu beliau berkesimpulan :
Dalam memberantas korupsi penguasa yang punya moral tinggi dan hukum yang
rasional serta efisien.
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1779
Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, maka untuk merespon ekspektasi publik
terhadap pencegahan tindak pidana korupsi, di satu sisi dan dalam upaya membangun
KPK sebagai penegak hukum Tindak Pidana Korupsi yang berwibawa, di sisi lainnya,
dibutuhkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja KPK itu sendiri.
Budaya Hukum
Aspek budaya hukum inilah yang mempunyai peranan yang sangat penting
dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Menurut Lawrence M. Friedman
menjelaskan mengenai konsep budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukumkepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya (Dikutip dalam
bukunya (Ali, 2002).
Dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan,
tanpa adanya budaya/kultur hukum maka sistem hukum sendiri tak berdaya. Unsur
budaya hukum ini mencakup opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara
bertindak baik kepemimpinaan dalam hal ini presiden, pejabat penyelenggara Negara,
pejabat aparatur Negara, maupun dari aparat penegak hukum harus memberi tauladan
untuk tidak melanggar aturan hukum seperti melakukan tindak pidana korupsi, maka
budaya hukum akan dapat membantu mengurangi tindak pidana korupsi. Hal ini
dikarenakan budaya masyarakat Indonesia suka mengikuti atau meniru apa yang
dilakukan pimpinannya. Tanpa budaya hukum maka sistem hukum akan kehilangan
kekuatannya seperti yang di katakan Lawrence M. Friedman: "without legal culture, the
legal system is meet-as dead fish lying in a basket, not a living fish swimming in its sea".
Gambaran mengenai budaya hukum dalam unsur-unsur sistem hukum adalah
struktur hukum diibaratkan sebagai mesin yang menghasilkan sesuatu, substansi hukum
diibaratkan produk yang di hasilkan oleh mesin, dan budaya hukum merupakan apa saja
atau siapa saja yang memutuskan untuk menjalankan mesin serta membatasi
penggunaan mesin.
Menurut Satjipto Rahardjo (Rahardjo, 2008) bahwa:
Dalam usaha untuk membenahi hukum di Indonesia kita perlu menaruh perhatian
yang seksama terhadap masalah perilaku bangsa, kehidupan hukum tidak hanya
menyangkut urusan hukum teknis, seperti pendidikan hukum tetapi menyangkut
soal pendidikan dan pembinaan perilaku individu dan sosial yang luas.
Menurut (Warassih, Medan, & Mahmutarom, 2005) bahwa:
Aspek perilaku (budaya hukum) aparat penegak hukum perlu dilakukan penataan
ulang dari perilaku budaya hukum yang selama ini dilakukan oleh aparat penegak
hukum sebelumnya karena seseorang menggunakan hukum atau tidak
menggunakan hukum sangat tergantung pada kultur (budaya) hukumnya.
Telah terbukti bahwa akibat perilaku hukum aparat penegak hukum yang tidak
baik, tidak resisten terhadap suap, konspirasi, dan KKN, menyebabkan banyak perkara
tindak pidana korupsi yang tidak dapat dijerat oleh hukum. Korupsi sebagai kejahatan
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1780 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
terjadi, apabila dalam diri seseorang terdapat adanya niat, kemampuan, adanya peluang
dan target yang sesuai dengan yang diinginkan. Kelemahan bangsa kita adalah
mengenai mental /moral, budaya latah sering ikut-ikutan , kurang adanya kontrol
terhadap diri sendiri, tidak mempunyai kesadaran terhadap hukum mana yang baik
mana yang tidak baik misalnya dengan menyogok aparat penegak hukum.
Seperti dikemukakan (Rahardjo, 2008) bahwa :
Budaya hukum erat hubungannya dengan kesadaran hukum. Jika budaya hukum
merujuk pada penilaian tentang hukum yag baik atau tidak baik (sehingga
menentukan pilihan untuk digunakan atau tidak digunakan) oleh individu dan
masyarakat, maka kesadaran hukum lebih merujuk pada kesadaran atau nilai-
nilai yang diharapkan ada.
Menurut (Hartono, 1976) bahwa:
Kesadaran hukum merupakan abstarksi yang lebih rasional daripada perasaan
hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Apabila pelaku tindak pidana korupsi ternyata tidak juga diadili berarti ada
dukungan dari aparat penegak hukum itu sendiri dengan menutup-nutupi kasus para
koruptor dengan negosiasi materi atau juga karena ada kepentingan politis untuk suatu
kekuasaan.
Untuk itu Aparat penegak hukum yang benar dalam menunaikan tugasnya dapat
berperan dalam membangun dan menata kembali budaya hukum dalam penegakan
hukum pidana di Indonesia sesuai sila ke 5 Pancasila yaitu Keadilan seluruh Rakyat
Indonesia, tidak memandang kaya atau miskin, pejabat atau bukan. Hal ini tentunya
harus dimulai dari pimpinannya itu sendiri yaitu Presiden dan para penegak hukum
seperti Kapolri, Jaksa Agung, maupun dari Ketua KPK, mereka dituntut untuk
mengambil peran melalui budaya kerja yang tidak melanggar aturan hukum dan
mempunyai sikap mental yang baik dan jujur, tidak dipengaruhi oleh kepentingan
pribadi untuk memperkaya diri sendiri sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan asas persamaan di bidang dapat
terwujud dengan benar.
Dalam rangka menciptakan peran budaya hukum dari sisi aparat hukum maka
perilaku pimpinan dan para aparat penegak hukum mencakup polisi, jaksa, hakim agar
dapat mengembalikan kepercayaannya kepada masyarakat dan menjalankan tugasnya
dengan profesional maka hukum harus dikembalikan kepada akar moralitas, kultural
dan religius, dan mengembalikan rasa keadilan rakyat tanpa diskriminasi.
Meskipun saat ini banyak para pemimpin yang memiliki kekuasaan tertinggi
pada penyelenggara negara bahkan pemimpin partai yang sebelumnya
mendengungdengungkan anti korupsi, setelah menjabat di pemerintahan ternyata
banyak yang melakukan tindak pidana korupsi bahkan dilakukan oleh para pejabat
tinggi yang tidak diragukan ilmu pengetahuan agamanya, yang seharusnya mereka tahu
mana yang benar mana yang salah malah sepertinya melakukan korupsi sudah dianggap
biasa tanpa ada rasa malu dan tanpa merasa bersalah. Padahal kemajuan dan kesuksesan
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1781
sebuah bangsa amat ditentukan seberapa kuat budaya malu memengaruhi perilaku
masyarakatnya. Semakin maju dan beradab sebuah bangsa semakin kuat dan kokoh
budaya malunya yang menjadi pijakan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya malu
tersebut secara jelas ditunjukkan negara-negara maju.
Strategi Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Mencegah Terjadinya Korupsi
Melalui Kerjasama
Manusia adalah faktor terpenting dari tindakan korupsi. Selain sebagai makhluk
individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Sebagai individu, manusia
menampilkan diri pribadi yang memiliki cipta, rasa dan karsa. Sebagai makhluk sosial,
manusia mempertahankan eksistensinya melalui proses interaksi dengan manusia
lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak akan pernah ada manusia yang benar-
benar bisa hidup tanpa bantuan, tanpa berhubungan dengan manusia lain. Interkasi yang
dimaksud adalah dengan menjalin kerjasama dengan para pihak melalui sosialisasi
korupsi untuk tidak korupsi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka Strategi Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam mencegah Terjadinya Korupsi adalah sebagai berikut:
Kerjasama Dengan Lembaga Lain (Luar Negeri)
Di dalam perkembangan pemberantasan korupsi KPK meyakini bahwa tugas
pemberantasan korupsi harus dijalankan melalui sinergi dengan berbagai pihak, baik di
tingkat eksekutif, legislatif, maupun masyarakat di dalam dan luar negeri. Yang tidak
boleh luput, lembaga antikorupsi dari negara lain juga harus dilibatkan dalam
meningkatkan kerja sama dalam upaya pemberantasan korupsi. Upaya ini dilakukan
mengingat bahwa korupsi tergolong kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang
bisa terjadi melintasi batas-batas suatu negara. Karenanya, penanganannya juga harus
dilakukan secara luar biasa dan melibatkan banyak lembaga antikorupsi di berbagai
negara. Darí praktek terbaik negara lain, kita belajar untuk memperbaiki diri. Begitu
juga dengan lembaga lain yang melihat kinerja KPK cukup progresif dalam
pemberantasan korupsi di Tanah Air karena mampu menangani kasus-kasus besar. Dari
berbagai praktek terbaik itu, sejumlah negara tercatat pernah belajar dan meniru strategi
KPK dalam upaya di bidang pencegahan maupun penindakan tindak pidana korupsi.
Misalnya pada 2014, lembaga antkorupsi asal Timor Leste Comissao Anti-Corrupçao
(CAC), secara khusus datang dan belajar di KPK selama beberapa pecan.
KPK juga menjalin kerja sama dengan Anti-Corruption Commission (ACC)
Bangladesh. Dalam waktu dekat, kerja sama ini akan dipererat melalui penandatanganan
nota kesepahaman bersama (MoU) yang meliputi pertukaran informasi dalam bidang
pencegahan korupsi, berbagi informasi praktek terbaik dalam bidang pemberantasan
korupsi, kerja sama dalam hal penyelenggaraan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan
penelitian, serta bertukar kepakaran dalam hal keorganisasian dan penegakan hukum
untuk peningkatan kapasitas. Kemudian, kedua lembaga sepakat untuk meningkatkan
hubungan kerja sama agar pemberantasan korupsi di kedua negara berjalan lebih efektif.
Kerjasama Dengan BPK dan BPKP
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1782 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan kerja sama di bidang
pencegahan korupsi dengan dua instansi, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan BPKP, KPK
melanjutkan kerjasama di bidang Kordinasi dan Supervisi Pencegahan (Kor-supgah)
korupsi.
Harapannya, upaya ini dapat mendorong terciptanya kualitas pelayanan publik
yang lebih baik penganggaran yang berpihak pada kesejahteraan rakyat, pengadaan
barang dan jasa yang efektif, efisien, dan transparan, adil, dan akuntabel, termasuk
pengelolaan di bidang pendapatan.
Upaya pencegahan tindak pidana korupsi tidak hanya berdampak pada
berkurangnya potensi kerugian negara, tetapi juga menjaga reputasi pemerintah
Indonesia di mata dunia. Hal ini sangat penting karena terkait dengan reputational risk.
Dasar dari kepercayaan masyarakat adalah tata kelola pemerintahan yang bersih.
Kerjasama Dengan Kemendikbud
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali menegaskan
komitmen dalam pemberantasan praktik korupsi melalui pembaruan kerja sama dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diharapkan dengan kerja sama ini dapat
meningkatkan kemampuan Kemendikbud untuk memenuhi tanggung jawabnya, baik
kepada Tuhan maupun kepada publik.
Kerja sama yang diprakarsai KPK ini meliputi pendidikan anti korupsi,
pertukaran data dan/atau informasi, sistem pencegahan korupsi, serta pelayanan
pengaduan masyarakat dan penertiban barang milik negara.
Kemendikbud telah memasukkan nilai-nilai karakter yang kuat dengan semangat
anti korupsi ke dalam muatan mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan. Menurut
Mendikbud, pendidikan anti korupsi diperkenalkan kepada peserta didik sedini mungkin
agar tertanam ke dalam jiwa peserta didik untuk membentuk karakter integritas yang
kokoh.
Terkait sistem pencegahan korupsi, Kemendikbud dan KPK mendorong
penguatan dalam mekanisme laporan harta kekayaan negara (LHKPN), dan penerapan
wilayah bebas dari korupsi (WBK) serta wilayah birokrasi bersih dan melayani
(WBBM). Tak hanya itu, pengendalian gratifikasi juga menjadi salah satu pokok
penguatan dalam kerja sama Kemendikbud dengan lembaga antirasuah tersebut.
Upaya pengendalian gratifikasi ditempuh dengan mendirikan Unit Pengendalian
Gratifikasi (UPG) yang memfasilitasi pelaporan penerimaan gratifikasi, melayani
konsultasi terkait gratifikasi, dan berkoordinasi dengan KPK terkait penetapan status
gratifikasi. Saat ini sistem pelaporan penyimpangan (whistle blowing system) di
Kemendikbud dapat dilakukan di kanal Posko Pengaduan Inspektorat Jenderal.
Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi
Peran lembaga pendidikan atau dunia universitas sangat strategis dalam upaya
percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi. Beberapa Fakultas Hukum di
Indonesia telah melakukan kajian terkait tindak pidana korupsi maupun
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1783
eksaminasi/bedah kasus terhadap putusan peradilan dan secara mandiri membangun
Pusat Studi yang mengusung isu fokus anti Korupsi.
Selain itu, kerjasama KPK-Perguruan Tinggi dalam bidang pencegahan korupsi
antara lain melalui pendidikan anti-korupsi/kurikulum anti-korupsi, penelitian,
sosialisasi dan partner kampanye antikorupsi. Sedangkan dalam bidang penindakan,
kerjasama dengan perguruan tinggi dalam hal pemberian keterangan ahli di persidangan
dan narasumber dalam hal pelatihan Penyelidik/Penyidik/Penuntut Umum.
Berbagai kegiatan pencegahan korupsi juga secara aktif dilakukan oleh Perguruan
Tinggi, misalnya kampanye, sosialisasi, pendidikan anti korupsi dan kegiatan lainnnya
yang terus menerus menginisiasi, mendorong, meningkatkan gerakan anti korupsi yang
lebih masif.
Perguruan Tinggi sebagai mitra strategis dalam pemberantasan korupsi juga
melaksanakan kegiatan mengkonsolidasikan berbagai pihak yang memiliki kepedulian
yang sama untuk bersama memerangi korupsi.
Berbagai fakta menunjukkan betapa signifikan kontribusi yang diberikan kampus
dalam mengawal amanat reformasi selama ini. Dan dengan sumber daya manusia yang
dimiliki, diyakini kampus tidak hanya mampu merumuskan problem korupsi yang
menjadi masalah bangsa selama ini, namun juga mampu memberkan altematf solusi
guna percepatan permberantasan beserta strategi intervensinya.
Kerjasama Dengan PPATK
KPK bersama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK)
menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Ketua PPATK mengatakan, penandatanganan ini dilakukan untuk meningkatkan
kerjasama dengan KPK. Terlebih, KPK sudah termasuk lembaga yang mempunyai
wewenang untuk menyelidiki dan menyidik kasus tindak pidana pencucian uang (money
laundering).
Ketua KPK menjelaskan, bahwa dalam MoU ditetapkan bahwa money laundering
tak hanya dilakukan pihaknya dengan KPK saja. Ke depan akan dilakukan juga bersama
Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Otomatis,
kerjasama mengenai tindak pidana pencucian uang meluas ke enam lembaga negara.
Sebelum UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang diubah, hanya ada dua
institusi yang berhak menindaklanjuti temuan PPATK terkait tindak pidana pencucian
uang, yaitu kepolisian dan Kejaksaan. Tapi, setelah UU diamandemen menjadi UU No.
8 Tahun 2010, salah satu mandatnya adalah memperluas lembaga negara yang bisa
menindaklanjuti temuan PPATK.
Kerjasama Dengan Otoritasi Jasa Keuangan
Untuk memberantas korupsi dan memajukan negara Indonesia, para lembaga-
lembaga negara bekerja sama membuat perencanaan usaha-usaha dan melaksanakan
tindakan dari perencanaan tersebut secara bersama-sama. Lembaga-lembaga negara
yang telah bekerja sama adalah OJK dan KPK dalam memberantas korupsi. Diharapkan
dengan kerja sama antara OJK dan KPK semakin efektif dalam upaya mencegah dan
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1784 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
memberantas korupsi dalam bidang sektor jasa keuangan di Indonesia ini yang semakin
berkembang dalam tindakan korupsi. Kerja sama antara OJK dan KPK tidak hanya pada
pemerintahan saja tetapi juga untuk sektor lainnya.
OJK dan KPK adalah wujud dari antara kerja sama pelaksanaan tindakan
pemerintah dalam Good Governance. OJK untuk industri jasa keuangan yang sudah
menjadi salah satu lembaga keuangan di Indonesia. Dalam penerapan Good Governance
di bidang industri jasa keuangan, OJK masih selalu terus dituntut untuk selalu
meningkatkan kinerja dan kualitas dalam penerapan Good Governance menangani
industri jasa keuangan. Karena jika keputusan-keputusan yang diambil kurang efektif
bisa menimbulkan krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008.
Upaya yang dilakukan OJK dan KPK dalam kerja sama ini, yaitu :
a. Tetap melaksanaan tugas dan wewenangnya masing-masing
b. Pertukaran informasi dan data
c. Kerja sama dalam menetapkan program untuk pencegahan tindak pidana korupsi
d. Sebagai narasumber dalam pelaksanaan tugas masing masing
e. OJK dikhususkan ahli dalam menangani perkara kasus tindak pidana korupsi di
sektor jasa keuangan
OJK juga khusus menangani lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan
sehingga peluang untuk korupsi di negara Indonesia dapat ditangani dengan cepat.
Kerjasama Dengan Ormas Islam
Salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdatul Ulama (NU) mampu
menempatkan diri dengan baik, tidak berpolitik praktis tapi paham keinginan rakyat dan
peduli dengan rakyat Indonesia.
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), ini tidak hanya menjadi benteng
terdepan melawan radikalisme dan intoleransi, tapi juga terdepan melawan korupsi.
Luar biasa NU, inilah yang selama ini diharapkan oleh rakyat Indonesia yang 85%
lebih adalah muslim. Menjadikan Islam sebagai yang terdepan dalam memberantas
korupsi, mencerdaskan umat bukan memperalat umat untuk kepentingan politik praktis.
PBNU mengingatkan kepada seluruh pengurusnya untuk tidak menyalatkan
jenazah koruptor. Hal ini sesuai hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama di Cirebon
pada 2013.
Pengurus NU dilarang menyalatkan jenazah koruptor. Ini bukti bahwa NU tidak
hanya bergerak secara moral tapi sekaligus memberkan dukungan kepada KPK. Sekali
lagi, ini bukan muncul tiba-tiba.
Selain keputusan dalam Munas Alim Ulama agar jenazah koruptor tak disalatkan,
karena menilai korupsi memiliki daya rusak yang cukup besar. PBNU pun mendukung
jika koruptor dihukum mati.
PBNU mampu mengindentifikasi dengan baik musuh utama negara ini. Selama
ini NU telah berjuang mempertahankan NKRI, menangkal radikalisasi dan kini mereka
turut akitf dalam pemberantasan korupsi. NU menilai bahwa negara sulit maju, rakyat
tidak sejahtera karena korupsi.
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1785
Kalau korupsi memiliki daya rusak sedemikian rupa, termasuk juga memiliki
implikasi yang luas atas penderitaan rakyat, maka pelakunya layak dihukum mati.
NU sudah tegas melawan korupsi. Sementara itu, Ketua KPK mendukung seruan
PBNU soal pelarangan mensalatkan jenazah koruptor. Dia menilai dalam menguatkan
karakter bangsa, pendidikan agama sangat penting untuk ditanamkan sejak dini.
Menurutnya, larangan yang dikeluarkan PBNU dalam mensalatkan jenazah
koruptor bisa memberikan dampak luas dalam upaya pemberantasan korupsi di
masyarakat.
Seperti diketahui, jajaran pengurus PBNU yang didampingi KH. Said Aqil Siradj
bertemu dengan pimpinan KPK. Kedatangan mereka untuk memberikan dukungan pada
KPK, di tengah upaya pelemahan lembaga antirasuah tersebut.
Untuk memperlihatkan keseriusan PBNU mendukung KPK, Ketua Umum PBNU
saat mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meperlihatkan dukungan
kepada lembaga anti rasuah tersebut menegaskan, meski banyak pihak yang menyerang
dan menganggap KPK tak dibutuhkan lagi, pihaknya menilai pemerintah masih
membutuhkan KPK.
NU di belakang KPK. NU jihad melawan korupsi. NU akan selalu berpihak pada
kebenaran untuk menegakan undang-undang dan hukum yang seadil-adilnya. Yang
dinantikan oleh warga NU adalah jihad melawan korupsi, dan menjadikan Islam sebagai
ujung tombak melawan korupsi.
Kesimpulan
1. Tidak dapat dipungkiri, bahwa anggapan bahwa wewenang KPK yang lebih
menonjol di bidang penindakan dibanding pencegahan. Hal itu juga diakui oleh
pihak KPK, salah satunya karena yang mencuat ke media lebih banyak upaya-upaya
KPK di bidang penindakan. Media dan masyarakat lebih tertarik dengan kasus-kasus,
apalagi kasus yang diawali operasi tangkap tangan. Namun, sebenarnya hal itu terjadi
di periode awal, kedua, dan ketiga. Sebenarnya pencegahan sudah mulai dilakukan di
sektor haji, minerba, bansos, hibah, dan pertanian. Di periode berikutnya, dipertegas
kembali dengan mengembangkan konsep penindakan dan pencegahan yang berbasis
pendekatan integratif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi tidak hanya
berdampak pada berkurangnya potensi kerugian negara, tetapi juga menjaga reputasi
pemerintah Indonesia di mata dunia. Hal ini sangat penting karena terkait dengan
reputational risk. Dasar dari kepercayaan masyarakat adalah tata kelola
pemerintahan yang bersih;
2. KPK dalam mencegah korupsi berdasarkan analisa hukum dialkukan melalui
beberapa strategi yaitu Strategi Pendekatan politik hukum, penegakkan hukum dan
budaya hukum serta bekerja sama dengan Kemendikbud. Kerja sama yang
diprakarsai KPK ini meliputi pendidikan anti korupsi, pertukaran data dan/atau
informasi sistem pencegahan korupsi, serta pelayanan pengaduan masyarakat dan
penertiban barang milik negara. Kemendikbud telah memasukkan nilai-nilai karakter
Arief Rahman, Warto Utomo, Bangbang Panca Kusuma, Muhammad Thariq
Almuqtadir
1786 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021
yang kuat dengan semangat anti korupsi ke dalam muatan mata pelajaran dalam
kurikulum pendidikan. Menurut Kemendikbud, pendidikan anti korupsi
diperkenalkan kepada peserta didik sedini mungkin agar tertanam ke dalam jiwa
peserta didik untuk membentuk karakter integritas yang kokoh. KPK juga menjalin
kerja sama dengan Anti-Corruption Commission (ACC) Bangladesh. Dalam waktu
dekat, kerja sama ini akan dipererat melalui penandatangan nota kesepahaman
bersama (MoU) yang meliputi pertukaran informasi dalam bidang pencegahan
korupsi; berbagi informasi praktik terbaik dalam bidang pemberantasan korupsi,
kerja sama dalam hal penyelenggaraan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan
penelitian, serta bertukar kepakaran dalam hal keorganisasian dan penegakan hukum
untuk peningkatan kapasitas.
Studi Analisis Hukum Kewenangan dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Mencegah Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 10, Oktober 2021 1787
Bibliografi
Ali, Achmad. (2002). Keterpurukan hukum di Indonesia: penyebab dan solusinya.
Ghalia Indonesia.
Djaja, Ermansjah. (2009). Memberantas Korupsi Bersama KPK Kajian Yuridis
Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU
Nomor 30 Tahun 2002. Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah, Andi. (1991). Korupsi di Indonesia: masalah dan pemecahannya.
Hamzah, Andi. (2017). Hukum Pidana Indonesia. Sinar Grafika.
Hartono, C. F. G. (1976). Peranan kesadaran hukum masyarakat dalam pembaharuan
hukum. Binacipta.
Jaya, Nyoman Serikat Putra, & Serikat, Nyoman. (2008). Bahan Kuliah Sistem
Peradilan Pidana (Criminal Justice System). Magister Ilmu Hukum, Semarang,
Indonesia.
Lilik, Mulyadi. (2007). Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan
Permasalahannya. Bandung: PT Alumni.
Rahardjo, Satjipto. (2008). Membedah Hukum progresif, Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.
Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia. The
Legal Protection of Consumer Rights in Sale-Purchase through E-Commerce.
Sosiawan, Ulang Mangun, & Indonesia, HAMR. (2019). Peran Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Jurnal Penelitian
Hukum De Jure, 19(4), 517538.
Suyatno, Korupsi. (2005). Kolusi dan Nepotisme. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Warassih, Esmi, Medan, Karolus Kopong, & Mahmutarom. (2005). Pranata Hukum:
sebuah telaah sosiologis. Suryandaru Utama.