1535
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: pISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
Vol. 2, No. 9 September 2021
EVALUASI PROGRAM GENERASI BERENCANA DI DKI JAKARTA
Dewi Kartika Sari
1
, Khaerul Umam Noer
2
Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Universitas Muhammadiyah Jakarta
1,2
1
2
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi program Generasi Berencana (GenRe
Ceria), khususnya pada akses kesehatan reproduksi, yang dilaksanakan oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi DKI Jakarta yang
menyasar pada anak perempuan sebagai subjek kebijakan dengan menggunakan
CIPP Evaluation Model. Data BKKBN menyebut 57.688.472 jiwa yang berada
dalam rentang usia remaja, artinya satu dari setiap 4 orang penduduk Indonesia
adalah remaja. Jumlah yang sangat besar tersebut adalah potensi yang memerlukan
pengelolaan yang terencana, sistematis dan terstruktur agar dapat bermanfaat bagi
modal pembangunan bangsa ke depan. Genre Ceria dimulai pada 2015 dan berakhir
pada 2020, dengan pendekatan kepada remaja melalui wadah pengembangan Pusat
Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) di sekolah. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan wawancara delapan belas
informan dan observasi di di enam sekolah di DKI Jakarta Barat yang menjadi
ujung tombak dalam upaya memberikan akses layanan dan informasi kesehatan
reproduksi bagi remaja perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program
Genre Ceria yang digagas oleh BKKBN DKI Jakarta berjalan optimal meski
cenderung terfokus pada remaja yang masih bersekolah, mengabaikan remaja yang
putus sekolah dan ketidakmampuan memahami situasi kultural masyarakat.
Kata kunci: kesehatan reproduksi; CIPP Evaluation Model; remaja perempuan;
HIV/AIDS; perkawinan anak
Abstract
This paper aims to evaluate the Generation Planning (Generasi Berencana/GenRe
Ceria) program, particularly in access to reproductive health, implemented by the
National Population and Family Planning Agency (BKKBN) of DKI Jakarta
Province which targets girls as policy subjects using the CIPP Evaluation Model.
BKKBN data mentions 57,688,472 people who are in the adolescent age range,
meaning that one out of every 4 people in Indonesia is a teenager. This very large
amount is a potential that requires a planned, systematic and structured
management so that it can be beneficial for the nation's development capital in the
future. The Genre Ceria program began in 2015 and ended in 2020, with an
approach to youth through the development of the Youth/Student Information and
Counseling Center (PIK R/M) in schools. This study uses qualitative research
methods, with interviews with eighteen informants and observations in six schools
in DKI Jakarta Barat who are spearheading efforts to provide access to
reproductive health services and information for adolescent girls. The results show
Dewi Kartika Sari, Khaerul Umam Noer, Endang Rudiatin
1536 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021
that the Genre Ceria program runs optimally although it tends to focus on
teenagers who are still in school, ignoring teenagers who drop out of school and
the inability to understand the cultural situation of the community.
Keyword: reproduction health; CIPP Evaluation Model; teenage girls; HIV/AIDS;
child marriage
Pendahuluan
Penelitian ini berfokus pada evaluasi program Generasi Berencana (selanjutnya
disingkat GenRe), khususnya pada pelayanan akses dan informasi kesehatan reproduksi,
yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Provinsi DKI Jakarta yang menyasar pada anak perempuan sebagai subjek kebijakan.
UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
mengamanatkan bahwa kebijakan pembangunan keluarga dilakukan melalui pembinaan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga, antara lain dengan cara meningkatkan kualitas
hidup remaja melalui perluasan akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan
tentang kehidupan berkeluarga. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah 87/2014
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana dan Sistem Informasi Keluarga yang menyatakan bahwa pengembangan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilakukan dengan cara membentuk dan
mengembangkan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja
(Yulianti, 2017). Secara umum, BKKBN menyebut sejumlah masalah yang muncul di
kelompok penduduk usia remaja, antara lain kesehatan reproduksi, HIV/AIDS,
perkawinan anak, serta penyalahgunaan narkotika. Persoalan reproduksi menjadi
penting, sebab berkaitan dengan rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi dan median usia kawin pertama perempuan relatif masih rendah.
Pada tahun 2015, BKKBN membuat dan melaksanakan beberapa program yang
dirangkum dalam Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga (KKBPK). Salah satu Program yang dilakukan dalam Program KKBPK
tersebut adalah Program Generasi Berencana (GenRe Ceria) yaitu suatu program yang
dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi, yaitu pendekatan kepada remaja itu
sendiri dan pendekatan kepada keluarga yang memiliki anak usia remaja. Pendekatan
kepada remaja melalui wadah pengembangan Pusat Informasi dan Konseling
Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) di sekolah, sedangkan pendekatan kepada keluarga
dilakukan melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja.
Salah satu masalah krusialnya adalah, bahwa berbagai kajian mengenai program
Generasi Berencana yang dilakukan oleh BKKBN umumnya hanya dilihat sebagai
strategi pemerintah untuk mengatasi masalah pembangunan manusia khususnya remaja,
di mana program ini berfokus pada pembinaan remaja Indonesia menjadi remaja
visioner yang terhindar dari resiko Triad KRR, yakni seksualitas, HIV/AIDS dan Napza
(Liana, 2018; Pyas & Satlita, 2017; Devi Dwi Yana Utami, 2015; Yulianti, 2017).
Meski ada pula yang berfokus pada jaringan kerja komunikasi dan kampanye yang
dilakukan oleh BKKBN dalam mensosialisasikan program generasi berencana
Evaluasi Model CIPP Program Generasi Berencana di DKI Jakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021 1537
(Fitriyanti & Iswari, 2020; Putri & Larasati, 2015; Ridwan, Juhaepa, & Sarmadan,
2019; Susanti, 2015). Kajian yang paling banyak dilakukan berfokus pada aspek
sosialisasi pembinaan karakter yang merupakan salah satu aspek penting bagi remaja
dalam menemukan dan mengembangkan jati diri supaya tidak terburu-buru untuk
melakukan pernikahan dini (Citrawathi, Adnyana, Putu, & Ratna, 2019; Daud &
Dasmidar, 2017; Oktavia, Achdiani, & Rinekasari, 2016; Sari & Indrawadi, 2019).
Berbagai yang ada memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama, dengan fokus
hanya pada persoalan kampanye dan sosialisasi, berbagai penelitian yang ada lebih
fokus pada konten disebarluaskan di level bawah. Hal ini mengabaikan gejala mendasar
bagaimana konteks dan proses dari kebijakan itu sendiri (Noer, 2019; Noer &
Madewanti, 2020). Kedua, berbagai penelitian mengabaikan subjek terpenting dari
kebijakan: remaja perempuan. Berbagai penelitian lebih fokus pada bagaimana
kebijakan dilaksanakan oleh BKKBN dan mengabaikan remaja perempuan sebagai
objek sekaligus subjek kebijakan. Padahal ketika bicara mengenai program GenRe
Ceria, terlebih dikaitkan dengan risiko Triad KKR, remaja perempuan adalah basis
sebagai tujuan dari kebijakan, sehingga mengabaikan respon dari remaja perempuan
sebagai penerima kebijakan adalah pengabaian atas kebutuhan dan pengalaman remaja
perempuan.
Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi program Generasi Berencana di DKI
Jakarta dengan menggunakan CIPP Evaluation Model pada PIK R/M di enam sekolah
di DKI Jakarta Barat yang menjadi ujung tombak dalam upaya memberikan akses
layanan dan informasi kesehatan reproduksi bagi remaja perempuan. Evaluasi ini
menjadi sangat krusial, sebab sejak digulirkan pada 2015, PIK R/M belum pernah
dievaluasi secara serius, terutama dalam empat level: context, input, process, dan
product. Penelitian program GenRe Ceria, diharapkan dapat memberikan gambaran
bagaimana pelaksanaan, pemetaan kendala, sekaligus rekomendasi untuk perbaikan
program yang akan datang.
Metode Penelitian
Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kualitatif, dengan melakukan
wawancara kepada delapan belas orang informan yang terdiri atas pemangku kebijakan,
dalam hal ini BKKBN DKI Jakarta, PIK R/M di enam sekolah, siswa sekolah yang
mengakses layanan PIK R/M dan remaja di sekitar sekolah tersebut. Selain itu,
penelitian ini juga menggunakan observasi partisipasi dalam mengikuti seluruh kegiatan
PIK R/M di enam sekolah di DKI Jakarta
Hasil dan Pembahasan
A. Mengapa program ini penting?
Genre adalah suatu program dari singkatan Generasi Yang Punya Rencana, yang
diluncurkan oleh pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional. Program ini merupakan salah satu program unggulan yang merupakan bagian
dari Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
Dewi Kartika Sari, Khaerul Umam Noer, Endang Rudiatin
1538 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021
(KKBPK) yang cetuskan oleh BKKBN. Program GenRe Ceria menyasar kepada usia
remaja antara 10-24 tahun dan belum menikah. Program ini merupakan suatu program
yang dikembangkan dan dilaksanakan untuk mempersiapkan kehidupan berkeluarga
bagi remaja. Secara khusus, program ini bertujuan untuk membentuk remaja yang
memahami hak-hak reproduksi, berperilaku hidup sehat, dan terhindar dari risiko
kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan usia anak dan penyalahgunaan narkotika.
Sasaran pelaksanaan program GenRe meliputi dua hal, diantaranya adalah melalui
pendekatan kepada remaja langsung yang melalui kegiatan PIK dan pendekatan kepada
keluarga yang mempunyai anak berusia remaja melalui wadah Bina Keluarga Remaja
(BKR)
Program ini melibatkan anak sebaya sebagai duta dengan pembekalan-
pembekalan serta modul-modul yang sesuai dengan usianya diharapkan mampu
mendekatkan program ini pada sasarannya yaitu remaja Indonesia. Selain duta GenRe,
ada juga konselor sebaya yang memiliki fungsi untuk menangani segala permasalahan
remaja, dimana remaja yang memiliki masalah dan ingin berkonsultasi dapat langsung
menemui konselor yang terdapat pada setiap kelompok PIK-R/M, sehingga remaja
dapat mendapatkan solusi dari segala permasalahannya tanpa harus mencari pelarian ke
jalur yang salah. Konselor GenRe sendiri adalah remaja yang sudah diberikan/memiliki
bekal ilmu sehingga bisa memberikan solusi terbaik dari setiap permasalahan yang
dialami oleh remaja.
Salah satu dari pelaksanaan program GenRe ini adalah dengan terbentuknya
Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) yang sistem
pengelolaannya dari, oleh, dan untuk remaja. Secara umum kegiatan dalam PIK R/M
diantaranya adalah pemberian informasi dan konseling tentang Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP), Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang meliputi informasi
seksualitas dan kesehatan reproduksi, HIV/AIDS, narkotika dan psikotropika, serta
keterampilan hidup yang meliputi keterampilan advokasi dan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi).
Selain kelompok PIK-R, ada pula kelompok BKR (Bina Keluarga Remaja)
sebagai strategi pendekatan terhadap orang tua dari program GenRe yang dilakukan
oleh sekelompok keluarga/ orangtua untuk meningkatkan bimbingan dan pembinaan
tumbuh kembang remaja secara baik dan terarah dalam rangka membangun keluarga
yang berkualitas juga harus terus mendapat perhatian dari semua pihak terutama orang
tua dan tokoh masyarakat. Pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR)
dapat membantu orangtua dalam memahami remaja, permasalahan remaja dan cara
berkomunikasi dengan remaja. Melalui kelompok BKR setiap keluarga yang memiliki
remaja dapat saling bertukar informasi dan berdiskusi bersama tentang hal-hal yang
berkaitan dengan remaja. Permasalahan di DKI Jakarta yang berkaitan erat atau menjadi
latar belakang terciptanya Program Kependudukan, Keluarga Berenacana dan
Pembangunan Keluarga (PKKBPK) oleh BKKBN yang menjadi landasan terciptanya
Program GenRe antara lain adalah masalah masalah kepadatan penduduk, penggunaan
Evaluasi Model CIPP Program Generasi Berencana di DKI Jakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021 1539
narkotika dan psikotropika dan perkawinan anak. Secara kuantitas, jumlah penduduk
DKI Jakarta mengalami peningkatan.
Pada tahun 2010 angka populasi penduduk di DKI Jakarta sebanyak 9.607.787
jiwa dan meningkat menjadi 10.645.498 jiwa pada tahun 2020 (BPS 2020). Artinya
dalam kurun waktu satu dekade, penduduk Jakarta bertambah lebih dari satu juta jiwa.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penduduk usia remaja yang juga
meningkat setiap tahunnya. Setiap tahunnya, peningkatan jumlah remaja di DKI Jakarta
mencapai 6% setiap tahunnya, dari 1.453.056 orang di tahun 2017 menjadi 1.541.400
orang di tahun 2020. Jumlah penduduk usia remaja yang meningkat setiap tahun
mendorong program GenRe Ceria yang dilakukan oleh BKKBN DKI Jakarta menjadi
sangat krusial untuk dilakukan. BKKBN menyebutkan bahwa masalah yang menonjol
dikalangan remaja yaitu permasalahan seputar tiga hal yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi remaja, yakni tingginya angka prevalensi HIV/AIDS, penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif dan median usia kawin pertama perempuan
relatif masih rendah (MoWECP, 2019, 2020).
Khusus untuk median usia kawin pertama bagi perempuan, data BKKBN
sesungguhnya menggambarkan bahkan Jakarta yang dianggap sebagai pusat urbanisme
dan pendidikan, perkawinan anak masih sangat banyak dilakukan. Data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) untuk wilayah DKI Jakarta menyebut,
bahwa pada tahun 2017, jumlah perempuan yang menikah sebelum berusia 16 tahun
sebesar 8,12% dan usia antara 17-20 tahun mencapai 32,63%; sedangkan kehamilan
pertama perempuan di bawah usia 16 tahun sebesar 2,73% dan usia antara 17-20 tahun
sebesar 26,12%. Secara sederhana, 1 dari perempuan di DKI Jakarta menikah sebelum
usia 20 tahun dan 1 dari empat perempuan telah memiliki anak pertama sebelum berusia
20 tahun (MoWECP & CBS, 2017).
Berdasarkan kondisi yang ada, tidak mengherankan jika BKKBN gencar
mensosialisasikan melalui Program GenRe kepada para remaja bahwasannya usia
menikah ideal bagi perempuan 21 tahun dan pria 25 tahun, meski hal ini tidak sesuai
dengan UU 1/74 yang menyatakan batas minimal usia menikah bagi perempuan 16
tahun dan pria 19 tahun. Meski berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait
peningkatan usia menikah telah direvisi menjadi usia menikah perempuan berumur 19
tahun. Berdasarkan ilmu kesehatan, umur ideal yang matang secara biologis dan
psikologis adalah 20-25 tahun bagi wanita dan umur 25-30 tahun bagi pria. Usia
tersebut dianggap masa yang paling baik untuk berumah tangga, karena sudah matang,
emosi sudah stabil dan bisa berpikir dewasa secara rata-rata. Rekomendasi ini ditujukan
demi untuk kebaikan masyarakat, agar pasangan yang baru menikah memiliki kesiapan
matang seperti kedewasaan berpikir dan bertindak pada setiap guncangan yang muncul,
baik guncangan akibat ekonomi, masalah internal maupun eksternal dalam mengarungi
rumah tangga, sehingga dalam keluarga juga tercipta hubungan yang harmonis dan
berkualitas.
Permasalahan lain yang dihadapi remaja adalah godaan penggunaan dan
peredaran narkotika, psikotropika dan zat adiktif). Menurut World Drugs Reports 2018
Dewi Kartika Sari, Khaerul Umam Noer, Endang Rudiatin
1540 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021
yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), menyebutkan
sebanyak 275 juta penduduk di dunia atau 5,6 % dari penduduk dunia (usia 15-64 tahun)
pernah mengonsumsi narkoba. Sementara di Indonesia, BNN selaku focal point di
bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN) mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115
orang pada rentang usia 10-59 tahun. Bahkan laporan UNODC menyebut pada tahun
2015, jumlah perempuan pengguna narkotika adalah setengah dari pengguna laki-laki.
Sedangkan angka penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar di tahun 2018
(dari 13 ibukota provinsi di Indonesia) mencapai angka 2,29 juta orang. Salah satu
kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka
yang berada pada rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial. Usia rentan atau labil
pada remaja inilah yang sering dijadikan pemicu awal dalam keinginan untuk mencoba-
coba banyak hal termasuk narkoba (Purwatiningsih, 2001; Suyatna, 2018).
Data angka penyalahgunaan dan peredaran narkotika di kota-kota di Indonesia
yang tertinggi pada tahun 2018 menurut tingkat pendidikan. DKI Jakarta mendapatkan
urutan ke empat tertinggi setelah Surabaya, Samarinda dan Bandung. Hal ini masih
menjadi pekerjaan yang berat untuk Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, oleh
karena itu Perwakilan BKKBN di Provinsi DKI Jakarta atau Dinas Pemberdayaan
Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI Jakarta masih harus
bekerja keras dalam mensosialisasikan program GenRe agar para remaja memahami
dampak buruk dari penggunaan narkotika.
B. Analisis evaluasi CIPP
Kerangka evaluasi CIPP dikembangkan sebagai sarana untuk menghubungkan
evaluasi dengan pengambilan keputusan program. Hal ini bertujuan untuk memberikan
dasar analitik dan rasional untuk pengambilan keputusan program, berdasarkan siklus
perencanaan, penataan, pelaksanaan dan peninjauan dan revisi keputusan, masing-
masing diperiksa melalui aspek evaluasi yang berbeda, baik evaluasi konteks, masukan,
proses dan produk.
Model ini merupakan upaya untuk membuat evaluasi relevan secara langsung
dengan kebutuhan pengambil keputusan selama fase dan kegiatan suatu program. Model
evaluasi konteks, masukan, proses dan produk direkomendasikan sebagai kerangka
kerja untuk memandu secara sistematis konsepsi, desain, implementasi dan penilaian
proyek pembelajaran layanan, sekaligus memberikan umpan balik dan penilaian
efektivitas untuk perbaikan berkelanjutan.
Model CIPP ini sangat unik, pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat
pengambil keputusan yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program.
Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif dan
menyeluruh pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses dan
produk. Model CIPP ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program
pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti karakteristik peserta didik dan
lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme
Evaluasi Model CIPP Program Generasi Berencana di DKI Jakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021 1541
pelaksanaan program itu sendiri. Dalam hal ini Stufflebeam melihat tujuan evaluasi
sebagai: (a) Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai
keputusan alternatif, (b) Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan
manfaat program pendidikan atau obyek, dan (c) Membantu pengembangan kebijakan
dan program.
Dalam konteks program GenRe Ceria, model CIPP digunakan untuk
mengevaluasi program dari dua indikator utama, yakni pemahaman remaja perempuan
terkait kesehatan reproduksi dan mitigasi risiko penyalahgunaan narkotika dan zat
adiktif lainnya.
Context Evaluation (evaluasi konteks) yang utama adalah untuk mengetahui
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, sehingga apabila terdapat kelebihan
maka harus dipertahankan sedangkan apabila terlihat kelemahan maka dapat diberikan
alasan untuk dilakukan perbaikan yang dibutuhkan terutama terkait dengan tujuan,
prioritas dan sasaran awal pada saat dibuatnya suatu program.
Berdasarkan konteks dapat diketahui bahwa tujuan, prioritas dan sasaran
masyarakat yang ada dalam program ini sudah cukup baik secara keseluruhan, di mana
program ini mencoba menyelaraskan kebutuhan jasmani dan rohani bagi para remaja.
Adanya ide melakukan kursus atau pelatihan pra nikah yang bersertifikat jadi mereka
benar-benar sudah memahami hak dan kewajiban suami istri sesuai dengan aturan yang
ada dan kesiapan mental dan spiritual mereka.
Kekurangannya adalah di koordinasi dan kerjasama antara para pembina PIK
R/M dan forum GenRe yang masih perlu ditingkatkan lagi, selain itu jangkauan
programnya juga masih kurang luas karena mereka hanya menyasar yang berbasis
pendidikan melalui sekolah. Pada sisi lain, PIK R/M yang berbasis masyarakat masih
minim, sedangkan masyarakat atau remaja di lokasi penelitian diketahui memiliki
tingkat pendidikan yang rendah bahkan banyak dari mereka yang putus sekolah,
sehingga mereka sama sekali tidak merasa pernah melihat, belum tahu, bahkan belum
pernah mendengar adanya program ini diselenggarakan di tempat mereka. Di sisi lain,
program ini dapat pula masuk dalam bagian dari progam Sekolah Ramah Anak (SRA),
sebab ada beberapa bagian dari program yang sejalan dan beririsan dengan kebijakan
SRA, salah satunya adalah hak anak atas perlindungan dari kekerasan dan akses layanan
kesehatan (Na’imah, Widyasari, & Herdian, 2020; Tresiana, Duadji, Fahmi, & Putri,
2018; Ratnasari Diah Utami, Kurniasih, & Kartikasari, 2017; Wuryandani,
Faturrohman, Senen, & Haryani, 2018)
Input Evaluation (evaluasi masukan) yang utama adalah mengevaluasi apakah
sumberdaya (anggaran, sumber daya manusia, sarana dan prasarana) yang disediakan
sudah sesuai atau belum dalam mendukung suksesnya pelaksanaan suatu program demi
tercapainya tujuan atau target awal dibuatnya suatu program.
Berdasarkan evaluasi Input (evaluasi masukan), maka dapat diketahui bahwa
anggaran yang diberikan untuk pelaksanaan program ini juga sudah cukup baik, namun
dirasa masih sangat kurang apabila kita benar-benar berniat untuk mencetak generasi
yang berkualitas baik, maka anggaran yang dikeluarkan juga harus besar, karena untuk
Dewi Kartika Sari, Khaerul Umam Noer, Endang Rudiatin
1542 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021
mencetak Sumber Daya Manusia dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sepertinya perlu
anggaran guna bekerjasama dengan kementrian agama, untuk calon pengantin diadakan
pelatihan khusus, minimal selama satu pekan dan akhirnya mendapatkan sertifikat siap
nikah. Hal ini sangat perlu, terlepas dari yang memberikan sertifikat itu dari BKKBN
ataupun Kementerian Agama, namun materi yang diberikan kepada para peserta
sosialisasi program GenRe ini cukup baik dan dapat merubah cara pandang mereka
terhadap masa depan menjadi lebih terencana,
Sedangkan untuk struktur pelaksanaan program yaitu wadah PIK-R juga sangat
terstruktur dan cukup mumpuni dalam sumber daya manusia, sarana prasarana dalam
pelaksanaan program sudah cukup baik, kendalanya adalah petugas lapangan sebagai
Pembina PIK-R ini jumlahnya semakin sedikit dan usianya sudah cukup lanjut sehingga
sudah tidak terlalu layak untuk mengurusi anak remaja ini.
Bagi banyak remaja khususnya di wilayah penelitian, masih agak sulit dan berat
untuk dilakukan program ini karena kendala kultur masyarakatnya cenderung
berlawanan dengan TRIAD KRR (No NAPZA, No Free Sex, No Pernikahan dini) yang
dibawa sebagai semboyan di program GenRe ini, sehingga jika dilakukan pelaksanaan
program GenRe, maka salah satu catatan yang harus diambil adalah bahwa program
tersebut harus melibatkan tentara atau polisi dan ikut berpartisipasi dalam pelaksaan
program serta pejabat setempat, membuat acara hiburan dan membawa uang saku atau
bingkisan sembako sebagai alat penarik masa.
Evaluasi proses dengan model CIPP utamanya adalah untuk mengetahui
seberapa berhasilnya kegiatan program GenRe ini dilaksanakan, apakah program
terlaksana seperti rencana awal atau tidak. Selain itu evaluasi proses juga digunakan
untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi
selama tahap implementasi terkait kelebihan, kelemahan, hambatan dan dukungan staf,
menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai arsip prosedur yang telah
dilaksanakan.
Berdasarkan evaluasi proses, maka dapat diketahui bahwa memiliki kelebihan
yaitu program GenRe ini rata-rata dapat mengubah cara berfikir para pesertanya
terhadap Triad KKR dan lebih mau merencanakan masa depannya dengan lebih baik
dan berkualitas lagi. Selain itu dengan adanya acara sosialisasi ini juga lebih mudah
untuk diserap dan dipahami ilmunya dibandingkan hanya membaca di sebuah laman
daring, sehingga bagi orang tua yang memiliki anak remaja merasa diajak diskusi oleh
BKKBN cara mendidik anak dengan melalui program sosialisai GenRe ini.
Kekurangannya adalah anggarannya ditingkatkan lagi agar kegiatan program
yang digarap bisa lebih banyak lagi, sumber daya manusianya sebagai pembina dan
pengawas lapangannya kurang sekali, bahkan 1 orang bisa memegang 2-3 kelurahan
dimana idealnya 1 kepala per kelurahan. Selain itu, koordinasi dan kerjasama antara
Guru BK dan Ketua PIK atau Pengurus PIK-R Sekolah/Kampus juga harus ditingkatkan
dan rajin ikut pelatihan agar bekal ilmu mereka dapat bisa dijadikan modal untuk
meregenerasi pendidik sebaya dan konselor sebaya dengan kualitas dan keberlanjutan.
Evaluasi Model CIPP Program Generasi Berencana di DKI Jakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021 1543
Evaluasi produk dengan model CIPP utamanya adalah hasil yang diharapkan
apakah sudah tercapai baik dari segi dampak, efektivitas, penyampaian dan
keberlanjutan. yang pada akhirnya dapat membantu pimpinan atau pemegang keputusan
terkait program yang sedang terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir
atau dilanjutkan dengan beberapa catatan.
Berdasarkan evaluasi produk, maka dapat diketahui dari segi metode, efektivitas
dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya program GenRe ini sudah bagus apabila
dilihat dari nilai angka SFR yang dihasilkan sekarang ini menurut hasil survei SDKI
angkanya 20 berarti artinya kita sudah mencapai target bahkan di atas target RPJMD
diangka 21 dan setara dengan angka target RPJMN 2017 diangka 20, selain itu rata-rata
peserta yang mengikuti program ini bisa langsung terpengaruhi untuk menubah cara
pandang mereka terhadap masa depan dan cara pandang ini bisa bertahan lama bahkan
bisa diturunkan ke generasi berikutnya.
Hal yang harus di perbaiki adalah ruang lingkup dan sasaran program GenRe ini
harus lebih diperluas lagi, Program ini dilakukan secara lebih masif lagi, keseimbangan
anggaran harus lebih diperhatikan demi keberlanjutan program, koordinasi antara dinas-
dinas terkait, lintas sektoral dan sumber daya manusia masih harus ditingkatkan, jumlah
PKB atau pelaksana lapangannya yang terbatas harus bisa dicarikan solusi terhadap
permasalahan tersebut, Kegiatan program ini harus mengikuti perkembangan zaman
supaya lebih mudah diterima oleh remaja.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah respon masyarakat. Pada masyarakat di
wilayah penelitian, hasil yang bisa diperoleh adalah sebagian remaja menginginkan
perubahan setelah mengikuti program ini. Hal ini ditandai dengan pemahaman mereka
atas bahaya seks bebas, risiko kehamilan yang tidak diinginkan, penyalahgunaan
narkotika dan lain sebagainya. Di sisi lain, respon ini sangat bergantung pada konteks
kultural masyarakat. Tantangan utamanya adalah mengubah cara berpikir
masyarakatnya dan pola hidup mereka agar lebih maju, tentram dan damai, meski akan
terasa sangat berat untuk pelaksanaan program GenRe untuk dapat sukses atau berhasil
merubah kultur masyarakat. Solusi agar bisa mengubah sudut pandang remaja adalah
setelah diberikan penyuluhan/sosialisasi ini warga tersebut diberikan jalur atau
difasilitasi untuk keluar dari wilayah tersebut atau secara berkala dipantau ketika
mereka menjalankan anjuran dari program Genre tersebut, karena apabila masih tinggal
disitu maka akan tertarik kembali ke kehidupan kelam mereka sebelumnya.
Kesimpulan
Berdasarkam hasil dan pembahasan penelitian terkait evaluasi program Generasi
Berencana (GenRe) yang dianalisis menggunakan metode CIPP yang terdiri dari empat
indikator, yaitu Context, Input, Process, Product maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Program Generasi Berencana secara umum sudah berjalan dengan baik di DKI Jakarta,
hanya perlu perbaikan di beberapa indikator, seperti penambahan anggaran,
penambahan sumber daya manusia di lapangan, serta perbaikan dan peningkatan
Dewi Kartika Sari, Khaerul Umam Noer, Endang Rudiatin
1544 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021
koordinasi serta kerjasama lintas sektor terkait program ini antara lain BKKBN, Dinas
Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kantor Urusan Agama.
Namun, program ini masih belum berjalan optimal dikarenakan jangkauan
sasarannya yang belum terlalu luas. Hal ini karena program GenRe yang selama ini
berjalan lebih fokus ke jalur pendidikan dan masih sangat minim untuk jalur
masyarakat. Sedangkan menurut hasil penelitian di atas diterangkan bahwa di banyak
penduduk Kecamatan Tamansari yang tidak bersekolah dan putus sekolah dikarenakan
faktor kemiskinan. Selain itu, yang menjadi penghambat untuk dilaksanakannya
Program GenRe secara masif disana antara lain karakter masyarakat yang cenderung
tidak mudah menerima nasihat, dan kondisi lingkungan sosial masyarakat sehari-hari
bertentangan dengan tujuan program GenRe yaitu untuk melaksanakan Triad KKR
berupa tidak melakukan pergaulan bebas, tidak menggunakan narkotika dan tidak
melakukan pernikahan dini.
Evaluasi Model CIPP Program Generasi Berencana di DKI Jakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021 1545
Bibliografi
Citrawathi, Desak Made, Adnyana, Putu Budi, Putu, Ni, & Ratna, Sri. (2019).
Kelompok Siswa Peduli Aids Dan Narkoba. 10841092.
Daud, Mohd Kalam, & Dasmidar, Dasmidar. (2017). Program Generasi Berencana
BKKBN Provinsi Aceh dan korelasinya dengan Adat Beguru dalam Masyarakat
(Studi Kasus di Kecamatan Kutapanjang Kabupaten Gayo Lues). SAMARAH:
Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam, 1(1), 148.
https://doi.org/10.22373/sjhk.v1i1.1574
Fitriyanti, D., & Iswari, R. (2020). Sosialisasi Pembinaan Karakter dalam Program
Generasi Berencana (GenRe) Melalui Pusat Informasi Konseling Mahasiswa (PIK-
MA) Sahabat Kota Pekalongan. Journal of Education, Society and Culture, 9(2),
10141025. Retrieved from h
Liana, Intan. (2018). Efektivitas Program Generasi Berencana Pusat Informasi
Konseling (Pik) Remaja Bagi Siswa Sma Negeri Di Kota Banda Aceh.
AVERROUS: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 15.
https://doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1034
MoWECP. (2019). Ministry of Women Empowerment and Child Protection: Gender
Equality Outlook 2018. Jakarta.
MoWECP. (2020). Ministry of Women Empowerment and Child Protection: Gender
Equality Outlook 2019. Jakarta.
MoWECP, & CBS. (2017). Ministry of Women Empowerment and Child Protection on
Thematic Gender Statistics: End Violence against Women and Children in
Indonesia. Jakarta.
Na’imah, Tri, Widyasari, Yuki, & Herdian, Herdian. (2020). Implementasi Sekolah
Ramah Anak untuk Membangun Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini. Jurnal
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 747.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v4i2.283
Noer, Khaerul Umam. (2019). Mencegah Tindak Kekerasan pada Anak di Lembaga
Pendidikan. Sawwa: Jurnal Studi Gender, 14(1), 47.
https://doi.org/10.21580/sa.v14i1.2998
Noer, Khaerul Umam, & Madewanti, Ni Loh Gusti. (2020). Too many Stages , Too
Little Time : Bureaucratization and Impasse in the Social Safety Net Program in
Indonesia. Jurnal Studi Pemerintahan, 11(3), 370400.
Oktavia, Devie, Achdiani, Yani, & Rinekasari, Nenden Reni. (2016). Analisis
Penguasaan Pengetahuan Hasil Penyuluhan Pendewasaan Usia Perkawinan Dalam
Program Generasi Berencana Pada Remaja Di SMP Negeri 39 Bandung.
FamilyEdu: Jurnal Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, 2(2), 7080.
Dewi Kartika Sari, Khaerul Umam Noer, Endang Rudiatin
1546 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021
Purwatiningsih, Sri. (2001). Penyalahgunaan Narkoba. Populasi, 12(1), 3754.
Putri, Rike Septiyana Dwi, & Larasati, Maulina. (2015). Kampanye Program Badan
Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)(Survey Deskriptif:
Rendahnya Partisipasi Kampanye Program Generasi Berencana (GenRe) Terkait
Pendewasaan Usia PerkawinanPadaPendekatan Pusat Informasi Konseling (PIK)
Remaja SMAN . Communicology: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), 42
55. https://doi.org/10.21009/communicology.021.04
Pyas, Dwi Wiliantining, & Satlita, Lena. (2017). Efektivitas Pelaksanaan Program
Generasi Berencana Dalam Meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Kota
Yogyakarta. Natapraja, 5(1), 97106. https://doi.org/10.21831/jnp.v5i1.18756
Ridwan, Harnina, Juhaepa, & Sarmadan. (2019). Analisis Jaringan Kerja Komunikasi
BKKBN Dalam Sosialiasi Program Generasi Berencana ( Genre ) di Sulawesi
Tenggara. J u r n a l K o m u n i k a s i , M a s y a r a k a t d a n K e a m a n a n ( K
OMA S K AM ), 1(1), 6274.
Sari, Vitri Intan, & Indrawadi, Junaidi. (2019). Pembentukan Karakter Remaja Kota
Padang Melalui Program Generasi Berencana untuk Menghadapi Bonus Demografi
2030. Journal of Civic Education, 2(4), 283294.
https://doi.org/10.24036/jce.v2i4.254
Susanti, Herdiana Ayu. (2015). Strategi Komunikasi Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Jurnal ASPIKOM, 2(4), 243.
https://doi.org/10.24329/aspikom.v2i4.75
Suyatna, Uyat. (2018). Evaluasi Kebijakan Narkotika di Indonesia. Sosiohumaniora,
20(2), 168176. https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v20i2.16054
Tresiana, Novita, Duadji, Noverman, Fahmi, Teuku, & Putri, Rahmah Dianti. (2018).
Pelatihan Mendesain Kebijakan dan Strategi Sekolah Ramah Anak pada Satuan
Pendidikan. Sakai Sambayan Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 41.
https://doi.org/10.23960/jss.v2i1.48
Utami, Devi Dwi Yana. (2015). Penyuluhan Program BKKBN Mengenai Generasi
Berencana ( GenRe ) dan Sikap Remaja. Jurnal Simbolika, 1(2), 199210.
Utami, Ratnasari Diah, Kurniasih, Mulat, & Kartikasari, Farida Nur. (2017).
Implementasi Penerapan sekolah Ramah Anak pada Penyellenggaraan Pendidikan
Sekolah Dasar. The 5th Urecol Proceeding, 18(February), 170176.
Wuryandani, Wuri, Faturrohman, Faturrohman, Senen, Anwar, & Haryani, Haryani.
(2018). Implementasi pemenuhan hak anak melalui sekolah ramah anak. Jurnal
Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 15(1), 8694.
https://doi.org/10.21831/jc.v15i1.19789
Evaluasi Model CIPP Program Generasi Berencana di DKI Jakarta
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 9, September 2021 1547
Yulianti, Devi. (2017). Program Generasi Berencana (GenRe) Dalam Rangka
Pembangunan Manusia Menuju Pembangunan Nasional Berkualitas. Jurnal
Analisis Sosial Politik, 1(2), 93108.