��Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: p�ISSN: 2723 - 6609

��e-ISSN : 2745 � 5254

������������������������������ ����������� ��Vol. 1, No. 2 September 2020

 

PENERAPAN AUTONOMOUS MAINTENANCE DALAM MENGURANGI TECHNICAL STOPAGES DEPARTEMEN CAN MAKING DI PT. FRISIAN FLAG INDONESIA PLANT CIRACAS�

�����������

Dindin Hidayat dan Endang Suhendar

Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Dan Ilmu Komputer

Universitas Indraprasta Pgri Jakarta

Email : [email protected]

 

Abstrak

PT. �Frisian Flag Indonesia (Plant Ciracas) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia nutrisi berbasis susu dengan merk dagang Frisian Flag. Proses produksi di PT Frisian Flag tidak terlepas dari alat produksi ataupun mesin yang mempunyai ketersediaan waktu dan performa yang selalu siap untuk memenuhi order perusahaan,. pada PT Frisian Flag Indonesia terdapat divisi yang sangat berperan penting dalam proses produksi yaitu: divisi Can making yang menggunakan Semua mesin buatan eropa, komponen-komponen utama yang sering mengalami kerusakan yaitu di mesin Soudronic (Body Maker). Proses perawatan dan pemeliharaan mesin pada Divisi Can Making� dilakukan secara berkala pada saat kondisi mesin sedang tidak digunakan proses produksi. Hasil pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan di dapatkan hasil penurunan jumlah Technical Stopages sebelum dilakukan Improvement periode Juni-Oktober 2018 untuk mesin Parting sebanyak 178.16 jam dan Body maker sebanyak 184.93 jam. Setelah dilakukan analisa sumber masalah dan dilakukan perbaikan hasilnya menjadi 58.18 jam untuk mesin Parting dan 62.38 jam untuk mesin Soudronic. Maka dapat disimpulkan terjadi penurunan Technical Stopages sebanyak 67% untuk mesin Parting dan 66% untuk mesin Soudronic. Artinya Improvement yang dilakukan berjalan efektif.

 

Kata kunci: proses produksi, perawatan, pemeliharaan, perbaikan.

 

Pendahuluan

Dalam era globalisasi sekarang ini, dimana tidak ada pembatas antar bangsa dalam berbagai hal di seluruh dunia termasuk kompetisi dalam dunia bisnis. Dengan demikian kompetisi semakin ketat dan banyak perusahaan yang mulai mencari alternatif keunggulan kompetisi agar meningkatkan keuntungan perusahaan. Suatu perusahaan dalam kegiatan produksi yang setiap hari terus menerus dan intensitas yang tinggi mengakibatkan keausan dalam mesin produksi dalam perusahaan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut untuk menciptakan kelancaran dalam proses produksi agar perusahaan mencapai target produksi yang ditentukan dan menghasilkan kualitas yang bagus,� maka perusahaan dituntut untuk melakukan perbaikan.

Menurut (Rahman and Perdana 2018) menyatakan bahwa Perbaikan berkelanjutan merupakan suatu upaya untuk menciptakan proses perbaikan yang secara terus menerus sehingga perusahaan senantiasa dapat mengikuti perkembangan permintaan pasar yang senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Dengan perbaikan, perusahaan dapat bertahan dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah di tetapkan. Untuk mendukung sistem manufaktur, kinerja dari setiap peralatan-peralatan yang di gunakan harus diperhatikan sehingga dapat di gunakan seoptimal mungkin. Menurut Supriatna dkk. (2019: 40) Manajemen pemeliharaan mesin di perusahaan saat ini masih menggunakan konsep lama dengan tidak melibatkan operator dalam pembersihan mesin. maintenance adalah merupakan salah satu fungsi utama usaha, dimana fungsi-fungsi lainnya seperti pemasaran, produksi, keuangan dan sumber daya manusia. Fungsi perawatan perlu di jalankan secara baik, karena dengan dijalankannya fungsi tersebut fasilitas-fasilitas produksi akan terjaga dan memberikan pengaruh yang besar bagi kesinambungan operasi suatu industri.

Menurut (Mukhril 2014) perawatan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mempertahankan kondisi peralatan agar tetap dalam kondisi baik, dengan demikian diharapkan menghasilkan suatu output yang sesuai dengan standard yang di tetapkan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan mempunyai kaitan yang erat dengan tidakan pencegahan dan pembaharuan yang terjadi di dunia industri. fungsi perawatan adalah memperbaiki mesin atau peralatan yag rusak dan menjaga agar selalu dalam kondisi siap dioperasikan.� Menurut (Peng 2012) menyatakan Preventive Maintenance adalah� serangkaian jadwal atau tugas terencana yang memperpanjang umur aset atau sistem atau mendeteksi keausan kritis yang menyebabkan aset atau sistem hampir gagal. Dengan demikian, tujuan PM adalah untuk mengurangi perawatan peralatan yang tidak terjadwal atau tidak terencana dan membuat peralatan bertahan lebih lama. Menurut Silwia Werbinska (2019: 21) menyatakan Di antara berbagai jenis kebijakan pemeliharaan, Preventive Maintenance (PM) adalah banyak diterapkan dalam banyak sistem teknis seperti sistem produksi, transportasi sistem, sistem infrastruktur kritis, dll. Namun, pemeliharaan yang buruk mungkin meniadakan manfaat desain dan teknologi produksi yang unggul . Jadi, dalam Beberapa dekade terakhir, masalah perawatan dan penggantian telah meluasPelaksanaan pemeliharaan terdapat banyak jenis-jenis yaitu pemeliharaan terencana, pemeliharaan tidak terencana, pemeliharaan pencegahan, pemeliharaan setelah kerusakan, pemeliharaan berjalan, pemeliharaan berhenti. Dalam perusahaan yang diterapkan untuk perbaikan mesin dalam proses produksi adalah Total Produktive Maintenance. TPM digunakan oleh toyota untuk pertama kali dengan penerapannya pemeliharaan pencegahan secara luas. Menurut (Mukhril 2014) Total Produktive Maintenance (TPM) adalah suatu konsep program tentang pemeliharaan yang melibatkan seluruh pekerja melalui aktivitas grup kecil. Kelompok pemeliharaan melakukan modifikasi peralatan yang lama untuk meningkatkan kehandalan.

Autonomous maintenance adalah memberikan tanggung jawab perawatan rutin kepada operator seperti pembersihan mesin, pemberian minyak dan inspeksi mesin. Dengan demikian,� operator atau pekerja yang bersangkutan memiliki rasa kepemilikan yang tinggi, meningkatan pengetahuan pekerja terhadap peralatan yang digunakannya. Dengan Pilar Autonomous Maintenance, mesin atau peralatan produksi dapat dipastikan bersih dan terlubrikasi dengan baik serta dapat mengidentifikasikan potensi kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah. Dalam melakukan usulan penerapan Autonomous Maintenance terdapat tujuh langkah-langkah yang harus dilakukan agar dapat dicapai tujuan yang diinginkan, yaitu initial cleaning, countermeasure for the cause and effect of dirt, cleaning and lubrication standard, general inspection, autonomous maintenance inspection, workplace organization, and house keeping, penerapan program autonomous maintenance. Dari beberapa uraian dan definisi diatas, maka dapatlah dijelaskan bahwa pengertian dari manajemen perawatan adalah pengelolaan pekerjaan perawatan dengan melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian operasi perawatan untuk memberikan performasi mengenai fasilitas industri.

PT Frisian Flag Indonesia (Plant Ciracas) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia nutrisi berbasis susu dengan merk dagang Frisian Flag atau sering di kenal Susu Bendera. Proses produksi di PT Frisian Flag tidak terlepas dari alat produksi ataupun mesin yang mempunyai ketersediaan waktu dan performa yang selalu siap untuk memenuhi order perusahaan, pada PT Frisian Flag Indonesia terdapat divisi yang sangat berperan penting dalam proses produksi yaitu : divisi Can making yang menggunakan mesin, Sliter Cepax, Soudronic (Body Maker), Parting, Combainer (NFB) Neckin Flanging, Bedding, Seaming, Leak Tester, Case Paletizing. Semua mesin merupakan buatan eropa, komponen-komponen utama yang sering mengalami kerusakan yaitu di mesin Soudronic (Body Maker). Proses perawatan dan pemeliharaan mesin pada Divisi Can Making� dilakukan secara berkala pada saat kondisi mesin sedang tidak digunakan untuk proses produksi. Dalam proses produksi mesin pada divisi can making setiap hari harus memproduksi tanpa berhenti untuk memenuhi permintaan pesanan tepat pada waktunya. Dengan hal tersebut keefektifitasan mesin menjadi tolak ukur untuk menghasilkan output produk yang berkualitas baik. Divisi can making masih mempunyai permasalahan pada mesin sehingga dalam hal ini dilakukan perawatan secara berkala. Berikut ini adalah tabel data stopages devisi can making.�

Tabel 1.

�Data Breakdown Mesin Divisi Can Making Line 1 Bulan Juni-oktober 2018.

 

 

 

 

 

 

 

 


Berdasarkan tabel 1.1 nilai Engineering Stopages yang paling tinggi yaitu dimesin Body Maker (Soudronic) dengan total 184,93 jam. Kendala yang dialami di mesin Body Maker �adalah Breakdown di bagian Feeder/Magazine, sehingga efek tersebut berimbas pada Performance mesin itu sendiri. Dengan hal tersebut peneliti mealkukan penelitian dengan menerapkan Autonomus Maintenance dalam mengurangi Technical Stopages Departemen Can Making di PT Frisian Flag Indonesia.

Metode Penelitian

Data dan informasi pada saat penelitian diperoleh di bagian divisi can making di PT Frisian Flag Indonesia Plant ciracas. Metode yang dilakukan oleh peniliti adalah dengan cara metode wawancara, metode tersebut adalah metode yan dilakukan dengan cara diskusi dan tanya jawab dengan pihak-pihak terkait untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan akurat. Kemudian peneliti juga melakukan observasi secara langsung di divisi can marking.

Tahapan Autonomous maintenance yang dilakukan pada perusahaan dengan keluruhan 7 tahapan yaitu sebagai sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Text Box: Autonomous Maiintenance Inspection
1.	Evaluasi Kembali Standard Inspeksi Tentative
2.	Lakukan koreksi dan penyederhanaan
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Flow chart proses autonomous maintenance

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tahapan yang dilakukan maintenane yaitu sebagai berikut:

Hasil tahapan 1 melakukan pembersihan awal.

Operator melakukan inspeksi dan pembersihan terhadap bagian-bagian mesin Body Maker. Operator juga diberikan pelatihan awal tentang Auotonomous Maintenance dan cara kerja mesin oleh Continuous Improvement Agent. Selain itu, juga diberikan One Point Lesson yang berguna untuk menjadi acuan operator dalam menjaga kebersihan dan kerapihan mesin yang termasuk dalam metode 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke.

Hasil tahap 2 eliminasi sumber kotoran, Area yang Sulit Dibersihkan, Area yang Sulit di jangkau, Area yang Sulit di Inspeksi.

Area perawatan pada mesin Body Maker yang terbuka atau bagian luar mesin memungkinkan debu dan kotoran masuk dan bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan pada mesin sehingga operator dituntut untuk bisa selalu menjaga mesin dari sumber kotoran dan mengindentifikasi penyebab yang ditimbulkan oleh sumber kotorani tersebut. Dalam tahap ini dibuat list sumber kotoran, area sulit dibersihkan, area yang sulit di jangkau, area yang sulit di inspeksi agar mudah untuk menentukan skala prioritas untuk di hilangkan atau di kurangi.

Tahap 3 Mengembangkan Cleaning dan Standard Lubrikasi

Setelah melakukan pembersihan awal dan mengidentifikasi sumber-sumber masalah kerusakan mesin, pada tahap ini selanjutnya ditetapkan standar untuk pekerjaan pemiliharaan dasar yang efektif dan cepat untuk mencegah kerusakan yang lebih fatal, sebagai contoh adalah kesalahan pelumasan. Pada tahap 3 ini masih menggunakan Daily Check Sheet dalam pemeriksaannya, namun lebih dilengkapi dengan takaran lubrikasi yang seharusnya dan lebih detail dalam pembenahan gambar dan uraian pembersihan dalam Check Sheet..

Tahap 4 General Inspeksi

Dalam bekerja operator dituntut untuk menjaga komponen mesin dalam kondisi operasi yang baik. Tiga langkah pertama Autonomous Maintenance berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar, oleh karena itu upaya pada tahap awal mungkin tidak selalu menunjukkan hasil yang dramatis. Audit berguna untuk mengevaluasi program Autonomous Maintenance, yang nantinya menjadi acuan untuk revisi pada tahap berikutnya.� Selain itu pada tahap 4 adalah tahapan dimana di lakukan penetapan standard inspeksi pada mesin yang berguna untuk mengontrol bagian-bagian mesin sebagai langkah pencegahan dari terjadinya kerusakan yang dapat menyebabkan Breakdown mesin dan berakibat pada meningkatnya waktu Technichal Stopages Departemen.

Tahap 5 Autonomous Maintenance Inspection

pada tahap ini bagian yang berwenang diperusahaan yaitu departemen maintenance dan supervisor melakukan evaluasi kembali terhadap standar pemeliharaan, cleaning dan lubrikasi yang telah dibuat dengan membandingkan dengan standar pemeliharaan guna melakukan perbaikan penyederhanaan perawatan mesin serta menghilangkan tumpang tindih pada masing-masing kategori.

Tahap 6 Workplace Organization and House Keeping

operator dianjurkan untuk meningkatkan penyederhanaan pengaturan tempat kerja dengan mengacu pada 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke). Departemen Maintenance dibantu Departemen Produksi melakukan evaluasi peraturan operator dan klarifikasi tanggung jawab. Serta bagian logistik dan peralatan dapat menetapkan standar kategori tempat kerja operator. Pada tahap ini juga operator dilatih untuk mengidentifikasi Technical Stopages mesin jika sudah melebihi batas (Triger Point) yang ditentukan untuk selanjutnya dilakukan analisa bersama tim dari Engineering sebagai langkah Continuous Improvement agar mesin tetap pada kondisi terbaiknya.

Tahap 7 Penerapan Program Autonomous Maintenance

aktivitas ini operator mesin dapat mengembangkan kemampuannya dan mempertinggi moral untuk menjadi operator yang mandiri, terampil dan percaya diri, serta diharapkan untuk memonitor pekerjaan mereka kemudian melakukan perbaikan secara mandiri. Untuk menambah kemampuan dan pengetahuan operator mengenai mesin, dari tim engineering memberikan pelatihan dasar tentang gejala-gejala awal kerusakan mesin sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kerusakan fatal yang berakibat pada berhentinya proses produksi dan berpengaruh pada berkurangnya output mesin.

 

Kesimpulan

Berdasarkan usulan auotonomous maintenance, preventive maintenance, dan dilakukan monitoring secara berkala pada mesin soudronic Line 1 hasilnya jumlah technical stopages berkurang seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. Proyeksi Technical Stopages

 

 

 

 


Dari table 2. �terlihat penurunan jumlah Technical Stopages sebelum dilakukan Improvement periode Juni-Oktober 2018 untuk mesin Parting sebanyak 178.16 jam dan Body maker sebanyak 184.93 jam. Setelah dilakukan analisa sumber masalah dan dilakukan perbaikan hasilnya menjadi 58.18 jam untuk mesin Parting dan 62.38 jam untuk mesin Soudronic. Maka dapat disimpulkan terjadi penurunan Technical Stopages sebanyak 67% untuk mesin Parting dan 66% untuk mesin Soudronic. Artinya Improvement yang dilakukan berjalan efektif.

 

Bibliography

 

Mukhril, M. T. 2014. �Penerapan Pada Industri Total Productive Maintenance & Total Quality Management.�

 

Peng, Kern. 2012. Equipment Management in the Post-Maintenance Era: A New Alternative to Total Productive Maintenance (TPM). CRC Press.

 

Rahman, Arif, and Surya Perdana. 2018. �Perhitungan Produktivitas Mesin Perfect Binding (Yoshino) Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Pada PT. XYZ.� STRING (Satuan Tulisan Riset Dan Inovasi Teknologi) 3(1):16�25.

 

Supriatna, Erna Regina, Iveline Anne Marie, and Amal Witonohadi. 2017. �AUTONOMOUS MAINTENANCE PADA PLANT II PT. INGRESS MALINDO VENTURES.� JURNAL TEKNIK INDUSTRI 5(3).