������������������������������������������ Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: p�ISSN: 2723 - 6609

e-ISSN : 2745-5254

������������������������������ ����������� Vol. 2, No. 8 Agustus 2021

 

TINDAKAN PEMALSUAN SURAT KETERANGAN DOKTER

 

Hanna Wijaya1, Imam Haryanto2

Fakultas Hukum Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Indonesia merupakan negara hukum, maka perbuatan masyarakat Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Perkembangan zaman saat ini disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Tindakan pemalsuan surat keterangan dokter saat ini tidak hanya dilakukan secara tatap muka, tetapi juga tidak sedikit oknum yang menjual surat keterangan dokter di platform pembelanjaan online yang cukup terkemuka di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian yang meninjau yuriditve normative yang dilakukan telaah secara sintesis kesimpulan deduktif dari pernyataan yang ada di dalam sumber data seperti bahan pustaka meliputi jurnal, buku, dokumen, dan literature atau hukum sekunder seperti Undang-Undang, teori hukum, putusan pengadilan, pendapat ahli yang relevan dan berkaitan dengan pembahasan pada jurnal ini. Penelitian ini merupakan preskriptif analitis yang sintesis data, pembahasan dan kesimpulan secara kualitatif

 

Kata Kunci: surat keterangan dokter; kepentingan publik; hukum yang berlaku;

 

Abstract

Since Indonesia is a constitutional monarchy, the Indonesian people's acts must conform to the relevant legislation. At the moment, reckless individuals are abusing the growth of the times. Falsifying doctor's certificates is now not only performed in person, but also by a small number of individuals who market doctor's certificates on a fairly respectable online shopping site in Indonesia. This thesis employs a research approach that examines normative juridical studies undertaken by synthesizing deductive conclusions from comments in primary law sources such as library resources such as newspapers, books, papers, and literature, or secondary law sources such as statutes, legal philosophy, court rulings, and applicable expert opinion relevant to the journal's topic. This is an observational prescriptive analysis project that synthesizes evidence, analyzes it, and draws qualitative conclusions.

 

Keyword: human rights; public interest; law applicable;

 

Pendahuluan

Indonesia adalah negara hukum yang diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), oleh karena itu segala perbuatan dan peristiwa yang terjadi di Indonesia harus berpedoman pada asas hukum yang berlaku. Dunia sedang mengalami perubahan yang sangat pesat pada saat ini, termasuk di bidang kesehatan, dimana hukum yang ada terus berkembang mengikuti perkembangan saat ini. Hukum terus berkembang sebagai tanggapan atas peristiwa terkini. Ini, bagaimanapun, tidak memperhitungkan kejahatan yang terjadi. Tingkat kejahatan yang ada saat ini tetap tinggi, meskipun undang-undang yang ada berkembang sebagai respons terhadap perkembangan global. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kejahatan, seperti faktor lingkungan atau sosial, tetapi faktor ekonomi adalah yang paling signifikan (Arliman, 2018).

Banyak dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari zaman yang kita jalani, dimana perkembangan yang terjadi sejalan dengan kemajuan dan perubahan pesat yang terjadi dalam kehidupan saat ini. Berbagai penemuan terkini di bidang teknologi budaya dan lingkungan sosial menunjukkan bahwa perkembangan saat ini telah menghasilkan banyak perubahan dalam kehidupan kontemporer. Secara spesifik, penemuan dan kemajuan di bidang teknologi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah mengangkat teknologi menjadi kebutuhan kritis bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, kehidupan manusia menjadi semakin bertumpu pada teknologi yang ada, sampai-sampai keberadaannya tersebar di mana-mana di semua bidang kehidupan manusia. (Koloay, 2016)

Menurut Bab 1 Pasal 7 KODEKI, semua pernyataan dan pendapat yang dikeluarkan oleh dokter harus dibuat langsung oleh dokter tersebut. Oleh karena itu, setiap dokter yang ingin menerbitkan surat keterangan dokter harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan dokter, antara lain memiliki izin praktik, sebelum diberi kewenangan untuk menerbitkan surat keterangan dokter. Menurut KUHP, Pasal 263 ayat 1 menyatakan bahwa surat keterangan hanya boleh dikeluarkan oleh dokter, oleh karena itu siapa pun yang membuat surat palsu atau memalsukan surat itu melakukan tindak pidana. Sesuai dengan KUHP pasal 263 ayat 2, pengguna surat keterangan palsu juga dapat dituntut berdasarkan KUHP pasal 263 ayat 1. Jika dokter mengeluarkan surat keterangan palsu, hal itu merupakan pelanggaran hukum menurut KUHP pasal 267 ayat 1, dan dokter akan didakwa dengan tindak pidana dan akan menghadapi sanksi mulai dari etika hingga pidana hingga perdata.(Afandi, 2017)

Saat ini ada contoh pemalsuan di Indonesia. Pemalsuan surat keterangan dokter merupakan salah satu jenis pemalsuan yang sering terjadi. Ini adalah perbuatan yang merupakan tindak pidana dan merugikan kepentingan pribadi atau umum. Pemalsuan menjadi lebih umum setiap hari. Penggunaan akta palsu ini merupakan tindak pidana, dan sayangnya semakin banyak dilakukan oleh masyarakat umum. Kemajuan zaman dan kemajuan teknologi di era milenial mendukung kemampuan para penjahat untuk memalsukan ijazah dokter. Kemajuan teknologi dengan ditemukannya media sosial yang semakin mudah diakses oleh masyarakat umum sehingga memungkinkan individu-individu tersebut secara terbuka mempromosikannya, beberapa individu juga menjualnya melalui aplikasi toko online atau e-commerce yang memiliki nama yang cukup mapan di Indonesia.(Suharyo, 2020)

Pemalsuan surat keterangan dokter telah dilaporkan di sejumlah negara, tidak hanya di Indonesia. Ada banyak contoh, termasuk di Kenya, London, dan Malaysia. Di Kenya, ada kasus pemalsuan surat keterangan terkait kasus demam kuning. Pemalsuan surat keterangan kematian telah dibuat di London Utara. Karena izin palsu untuk tidak melapor sering digunakan di Malaysia, negara tersebut sekarang menggunakan kode QR untuk memverifikasi keaslian surat keterangan ini.

 

Metode Penelitian

Metodologi penelitian yang ada pada penelitian ini adalah penelitian yuriditif normatif. Kajian hukum normatif dilakukan melalui analisis dan sintesis kesimpulan deduktif yang diambil dari pernyataan yang ada dalam berbagai sumber literatur, antara lain dokumen, buku, jurnal, literatur, hukum, teori hukum, dan putusan peradilan, serta pendapat ahli. dianggap relevan dengan masalah yang dibahas dalam jurnal ini. Pendekatan hukum, konseptual, dan analitis semuanya digunakan dalam penulisan jurnal ini. Ini adalah studi analitik-preskriptif di mana analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis sintesis data, pembahasan, dan kesimpulan (Ibrahim, 2006).

 

Hasil dan Pembahasan

Pemalsuan Surat

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tidak terdapat suatu definisi yang menjelaskan definisi dari surat keterangan. Maka dari itu, jika mencermati KUHP Pasal 263 ayat 1, yang menyatakan bahwa (KUHP Buku Kesatu, 2021)

�Siapapun yang membuat atau memalsukan suatu surat, sehingga menyebabkan seseorang memperoleh suatu hak, perjanjian, ataupun pembebasan utang, yang seharusnya tidak dimilikinya, lalu dilakukan penggunaan atau menyuruh orang lain mempergunakan surat tersebut dengan maksud membuat surat itu terlihat sebagai suatu surat yang benar dan asli berdasarkan hukum, maka selama keberadaannya sudah memiliki kemungkinan menyebabkan suatu kerugian pada suatu pihak, dapat dituntut hukuman penjara dengan jangka waktu enam tahun�

Sehingga didapatkan suatu mengertian bahwa yang dimaksud sebagai suatu surat adalah sebagai berikut,(Libra & Arifalina, 2018)

a.       Surat yang dapat menyebabkan suatu orang memiliki suatu hak atas hal tertentu,

b.      Surat yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang mendapatkan pembebasan akan hutang-hutangnya

c.       Surat yang berisikan suatu perjanjian

d.      Surat yang memiliki kewenangan sebagai suatu bukti keterangan akan suatu perbuatan yang dilakukan olehnya

 

Pemalsuan surat dapat diartikan sebagai perbuatan yang disengaja yang dilakukan dengan maksudmeniru, atau untuk membuat suatu benda yang kehilangan nilai kebenarannya. Surat palsu bisa berupa sebagian dari isi surat atau keseluruhan surat, dan dalam beberapa kasus digunakan untuk memalsukan tanda tangan pembuat surat. Surat tersebut dipalsukan dengan maksud untuk dipergunakkan oleh pelaku atau selain pelaku supaya seolah-olah isinya benar atau tidak.(Sugianto, 2019)

Ada perbedaan antara memalsukan surat dan memalsukan surat yang sudah ada, bahwa memalsukan surat palsu adalah tindakan yang mengubah isi surat dari yang seharusnya, sedangkan memalsukan surat yang sudah ada adalah tindakan yang mengubah isi surat. surat dari apa yang seharusnya. Bahwa pemalsuan surat berarti mengubah isi surat sedemikian rupa sehingga memiliki arti yang berbeda dengan isi surat aslinya.

Berdasarkan ketentuan hukum pidana yang ada, terdapat beberapa bentuk yang dimasukkan ke dalam kelompok kejahatan pemalsuan, yaitu adalah : (KUHP Buku Kesatu, 2021)

1.      Sumpah yang palsu (Pasal 242 KUHP);

2.      Memalsukan uang yang menyebabkan seseorang memiliki hak untuk sejumlah uang yang bukan miliknya (Pasal 244 KUHP );

3.      Pemalsuan materai (Pasal 253 KUHP); hingga

4.      Pemalsuan surat (Pasal 263 sampai dengan Pasal 276)

Membuat surat palsu atau surat pemalsuan, baik yang ditulis tangan maupun dicetak di mesin ketik, untuk memberikan hak, persetujuan, atau pembebasan kepada seseorang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan hukum. Menurut KUHP pasal 263, maksud atau keinginan untuk menggunakan atau mengarahkan orang lain untuk menggunakan surat yang isinya tidak benar, untuk menimbulkan munculnya surat asli, adalah tindak pidana.

 

Tindakan Pidana dalam Penggunaan Suatu Surat Palsu

Berdasarkan KUHP pasal 263 ayat 2, merupakan suatu peraturan yang menuliskan mengenai penggunaan surat palsu, yaitu: (KUHP Buku Kesatu, 2021)

1)      Setiap orang yang menciptakan suatu surat keterangan palsu maupun melakukan perbuatan memalsukan surat yang dapat memberikan hak, perjanjian (kewajiban), atau sesuatu yang dikecualikan dari hutang, atau yang dapat digunakan sebagai informasi untuk suatu perbuatan, dengan maksud menggunakan atau memerintahkan orang lain untuk menggunakan dokumen tersebut, diperlakukan seolah-olah surat itu asli dan belum dipalsukan, dan jika digunakan mengakibatkan kerugian, dipidana dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

2)      Siapapun yang sengaja dan tanpa paksaan memakai suatu surat yang sejatinya palsu atau suatu surat yang telah dipalsukan itu sehingga tampaknya surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.

Bedasarkan KUHP pasal 263, ada 2 jenis kejahatan yang terdapat dalam penggunaan maupun penyediaan surat palsu, yang setiap bagian dijelaskan dan dirumuskan pada ayat 1 dan 2, di mana yang saat ini menjadi pokok bahasan penulis ialah pada KUHP pasal 263 ayat 2. Tindakan pidana dimaksudkan didalam Pasal 263 ayat 2 KUHP itu terdiri dari unsur � unsur : (KUHP Buku Kesatu, 2021)

1.      Siapapun pelakunya;

2.      Yang melakukan sesuatu dengan sengaja;

3.      Menggunakan surat yang telah dipalsukan isinya, maupun suatu surat palsu yang sebenarnya tidak ada;

4.      Sehingga penggunaannya dapat menyebabkan terjadinya sesuatu kerugian.

Menurut KUHP pasal 263 ayat 2, tidak ada keharusan menunggu sampai tujuan pelaku penggunaan surat palsu tercapai. Apabila pelaku menggunakan surat yang terbukti dipalsukan atau dibuat palsu dengan maksud untuk menipu orang lain, maka orang tersebut dapat dijerat pasal 263 ayat 2 KUHP. (KUHP Buku Kesatu, 2021)

Penggunaan surat palsu dengan sengaja merupakan kejahatan tersendiri, selain pemalsuan yang dilakukan terhadap surat tersebut. Jika seseorang menggunakan surat palsu dalam keadaan sadar dan bebas, orang tersebut dapat dinyatakan bersalah berdasarkan hukum; tidak perlu menunggu kerugian yang nyata akibat penggunaan surat palsu tersebut.

Pengunaan surat yang telah dipalsukan, ataupun surat palsu itu sendiri, harus dapat mendatangkan suatu kerugian. Tidak perlu menunggu hingga tampaknya sebuah kerugian yang betul-betul ada ataupun nyata, namun di saat adanya sebuah kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang disebabkan oleh penggunaan surat palsu tersebut, maka hal tersebut sudah cukup. Pemahaman kerugian ini tidak hanya berdasarkan kerugian yang terjadi secara materiil, namun juga kerugian yang terjadi di lapangan, yaitu yang melanggar normal kemasyarakatan, kesusilaan, maupun kehormatan seseorang.

Jadi, surat palsu termasuk surat yang diketik dengan tangan, mesin ketik, atau alat cetakan, serta surat yang merupakan salinan atau fotokopi dari surat aslinya. Dalam kasus surat palsu, dapat diartikan bahwa yang dipalsukan bukan hanya substansi surat, tetapi juga tanda tangan orang yang diminta untuk memberikan hak atau kewenangan surat tersebut. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan cap tanda tangan atau dengan memalsukan tanda tangan dengan menuliskannya dengan tangan. Demikian pula, dilarang melampirkan foto seseorang yang bukan pemilik sah surat. Akibatnya, beberapa komponen surat tidak dapat dihilangkan dari bentuknya, misalnya tambahan huruf, padahal komponen tersebut tidak termasuk materi surat.

 

Wewenang dalam Pemberian Surat Keterangan Sakit untuk Pasien

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dokter adalah "orang yang ahli dalam pengobatan penyakit". Dengan demikian dokter adalah seseorang yang memiliki kapabilitas dan kemauan untuk merawat dan merawat pasien sesuai dengan kebutuhan kompetensi dokter tersebut.(Kemendikbud, 2019)

Aturan yang mengatur surat keterangan sakit tidak eksplisit, namun terdapat suatu kalimat dari KODEKI pasal 7 di mana, "dokter dapat memberikan surat keterangan maupun sebuah pendapat setelah diperiksa keakuratannya". Surat keterangan sakit harus dikaitkan dengan kemajuan dalam pemulihan penyakit. Menurut Kamus Oxford Leaner, diagnosis adalah proses menentukan penyakit setelah diselidiki dan penyebab yang berbeda dipertimbangkan.(Julius, 2015)

Seorang dokter memiliki semua tanggung jawab dan tugas dalam mendukung operasinya. Sebelum seorang dokter dapat menerima hak istimewanya, dokter tersebut harus memenuhi tugas-tugas tertentu untuk memfasilitasi operasinya. Sebagian besar adalah bahwa seorang praktisi harus memiliki izin praktik, yang memberikan otoritas kepada dokter untuk memeriksa dan merawat pasien sesuai dengan keahlian yang dipelajari. Izin Praktik adalah bukti bahwa seorang dokter telah memenuhi persyaratan untuk praktik. (President Republic of Indonesia, 2004)

Setiap negara memiliki aturan yang mengatur siapa yang dianggap memenuhi syarat untuk melakukan praktik kedokteran, termasuk dokter di Indonesia yang harus mendaftar terlebih dahulu untuk mendapatkan surat tugas. Surat registrasi tersebut dikabarkan dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, berdasarkan perkembangan hukum terkini (KKI). Konsep registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 adalah pendaftaran sah dokter dan dokter gigi yang telah memperoleh surat keterangan kompetensi dan memiliki mandat tersebut agar diakui secara sah untuk menjalankan perbuatan profesinya.(Presiden Republik Indonesia, 2004)

 

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dokter untuk mendapatkan registrasi meliputi:

1.      Mempunyai ijazah dokter

2.      Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dokter

3.      Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental yang dikeluarkan oleh puskesmas atau rumah sakit

4.      Memiliki surat keterangan kompetensi berupa kursus ATLS, PTC atau lain-lain

5.      Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

 

Surat registrasi dokter ini berlaku selama lima tahun, dan harus diperbaharui ulang dengan memenuhi persyaratan yang sama.

 

Akibatnya, berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 yang mengatur tentang praktik kedokteran, ditetapkan bahwa setiap praktisi yang memiliki surat registrasi memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran. Praktik rumah sakit digambarkan sebagai suatu hubungan antara dokter dan dokter gigi kepada pasien dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Menurut Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, dokter atau dokter gigi pemegang akta registrasi memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran sesuai dengan kualifikasi dan keahliannya, serta kewenangan untuk melakukan,(Undang- Undang Republik Indonesia, 2004)

1)        Melakukan wawancara terhadap pasien

2)        Melakukan pemeriksaan fisik dan mental kepada pasien

3)        Menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan

4)        Melakukan tindakan sesuai dengan kaidah kedokteran atau kedokteran gigi

5)        Menentukan tatalaksana dan pengobatan pasien

6)        Menerbitkan suatu resep obat dan alat penunjang kesehatan

7)        Mengeluarkan suatu surat keterangan dokter atau dokter gigi

8)        Menyimpan sejumlah obat dengan jenis yang diijinkan

9)        Meracik, hingga menyerahkan obat kepada pasien, bagi dokter maupun dokter gigi yang berpraktik di daerah terpencil yang tidak memiliki apotek

 

Jika seorang dokter telah memiliki label registrasi, dia akan mengajukan ijin praktek kedokteran, yang akan diberikan oleh dinas kesehatan dimana dokter tersebut dapat berpraktik kedokteran. Izin praktik berlaku selama lima tahun dan dapat digunakan di tiga lokasi.

Berbasarkan UU No. 29 tahun 2004 pasal 50, setiap dokter yang telah mendapatkan ijin praktek mempunyai hak dan kewajiban, di mana dokter� dan dokter gigi dalam melaksanakan suatu praktik kedokteran memiliki hak untuk, (Presiden Republik Indonesia, 2004)

1.      Mendapatkan suatu perlindungan hukum sepanjang melakukan tugas sesuai dengan standar kompetensi profesi dan standar operasionalnya

2.      Memberikan suatu pelayanan medis yang sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

3.      Memperoleh suatu informasi yang lengkap dan jujur dari pasien, keluarga pasien, maupun pendamping pasien

4.      Menerima imbalan atas jasa yang telah dilakukannya

 

Standar profesi medis atau standar kompetensi dokter merupakan standar mutu yang menjamin bahwa setiap dokter harus memberikan pelayanan yang standar dan sesuai dengan kompetensinya. Definisi dari standar profesi mendis, berdasarkan Leenen, merupakan suatu standar profesi dengan norma-norma yang timbul dari standar profesi medis dan menyesuaikan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Namun berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 pasal 50, menjelaskan bahwa standar profesi adalah suatu batasan kemampuan, yang di dalamnya termasuk keilmuan, standar pemeriksaan, hingga sikap dan perilaku yang mencerminkan profesionalitas sehingga seorang dokter dapat melakukan praktik.(Presiden Republik Indonesia, 2004)

Kewajiban dokter menurut UU No.29 Th 2004 tidak menyebutkan secara jelas tentang pemberian surat-surat keterangan, tetapi hanya menyebutkan:(Presiden Republik Indonesia, 2004)

1)        Memberikan pelayanan medis sesuai standar

2)        Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui mengenai pasien

3)        Merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik

4)        Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

5)        Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan

Hal ini diimbangi dengan aturan yang terdapat didalam Kode Etik kedokteran Indonesia, kewajiban dokter meliputi:

                                1.     Kewajiban umum (Pasal 1-9)

                                2.     Kewajiban dokter dalam rangka pelayanan kepada pasien (10-13)

                                3.     Kewajiban dokter dengan sesama sejawatnya (14-15)

                                4.     Kewajiban dokter kepada dirinya sendiri (16-17)

Maka dari itu, berdasarkan kewajiban umum, terdapat kewajiban seorang dokter yang tertulis pada pasal 7, yaitu surat keterangan yang diberikan oleh dokter hanya diberikan surat keterangan mengenai pasien yang telah dipastikan sendiri kebenarannya. Dam yang dimaksud di sini meliputi tentang pemberian bermacam-macam surat keterangan, antara lain,

1.      Cuti sakit

2.      Penyakit menular

3.      Kelahiran maupun kematian

4.      Visum et Repertum

5.      Cacat

6.      Keterangan kesehatan dalam rangka memenuhi persyaratan dari asuransi jiwa, persyaratan kerja, untuk menikah

7.      Lain-lain

Maka dari itu, hanya seorang dokter memiliki hak dan wewenang mengeluarkan surat keterangan sakit, bukan bidan maupun perawat. Jika perawat atau bidan mengeluarkan surat izin istirahat, maka hal tersebut tidak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Sanksi hukum bagi dokter yang terbukti mengeluarkan surat keterangan palsu.

1.      Ditinjau dari Segi Kode Etik Kedokteran

Kode etik profesi medis atau medical ethics, menurut Tarmizi Taher MD dalam buku medical ethics menyebutkan bahwa medical ethics ialah:(Fika, Afandi, & Masdar, 2017; Julius, 2015; Putri, Herman, & Yulistini, 2015; Rozaliyani, Meilia, & Libritany, 2018; Setiabudy & Sundoro, 2019; Sukma, Afandi, & Tegar Indrayana, 2017)

a.       Studi tentang nilai-nilai, moral, dana akhlak perilaku dokter

b.      Sesuai dengan prinsip dan pokok prilaku profesi seorang dokter

c.       Code of Behavior, yaitu tata perilaku kelompok professional para pelaku dibidang medis (para dokter)

 

Dapat dikatakan bahwa suatu Kode Etik Medis merupakan dasar-dasar akhlak, rambu-rambu dan prinsip-prinsip moral yang harus ditetapkan oleh seorang dokter, dalam hubungannya dengan teman sejawat dokter, perawat, dan kepada pasien. (Fika et al., 2017; Julius, 2015; Putri et al., 2015; Rozaliyani et al., 2018; Setiabudy & Sundoro, 2019; Sukma et al., 2017)

Surat sakit yang dikeluarkan atau dibuat oleh seorang dokter harus melalui suatu prosedur pemeriksaan yang lege artis dan diberikan kepada pasien yang benar-benar membutuhkan istirahat untuk memulihkan kondisi kesehatannya. Apabila seorang dokter terbukti, dengan sengaja dan tanpa paksaan apapun, memberikan suatu surat keterangan sakit kepada pasien tanpa melalui proses yang sejatinya harus dilakukan dokter sebut, dengan maksud menerima suatu imbalan material, maka dokter tersebut dengan jelas secara moral telah melanggar aturan pada Kode Etik Profesi Medis. (Julius, 2015)

Menurut Betens, yang dimaksud sebagai Kode Etik Profesi adalah suatu normal yang telah ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang memberikan atau menyerahkan suatu pedoman kepada anggotanya, mengenai bagaimana seharusnya melakukan sesuatu sekaligus dalam rangka menjamin mutu moral profesi tersebut di mata masyarakat. Apabila seorang anggota di dalam kelompok profesi tersebut melakukan suatu penyimpangan dari kode etiknya, maka kelompok profesi harus menyelesaikan permasalahan tersebut dengan kewenangannya sendiri. (Fika et al., 2017)

Pada UU No. 29 tahun 2004 memang tidak terdapat suatu penjelasan rinci mengenai penilaian apabila seorang dokter dianggap tidak jujur dalam membuat surat sehat. Namun berdasarkan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) pada BAB VIII pasal 55, yang bertugas dalam menegakkan disiplin bagi dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran, kemudia menerima pengaduan. MKDKI berkewajiban memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter, serta menyusun suatu pedoman dan tata cara dalam menangani suatu kasus pelanggaran disiplin bagi dokter. (Undang- Undang Republik Indonesia, 2004)

MKDKI harus menerima pengaduan berupa laporan tertulis dari pihak yang merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan praktiknya dalam rangka menjalankan tugasnya. Surat keluhan harus mencantumkan nama dan alamat pelapor, serta nama dan alamat dokter atau dokter gigi yang melakukan prosedur pada saat itu. MKDKI kemudian akan meninjau surat tersebut dan membuat keputusan. Jika terjadi pelanggaran etika, MKDKI akan meneruskan pengaduan tersebut ke organisasi profesi terkait, yang memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi disiplin, yang dapat berupa surat peringatan tertulis, skrosing, atau pencabutan izin praktik. Hal ini juga menunjukkan bahwa seorang dokter dituntut untuk melanjutkan pendidikan atau pelatihannya dalam pendidikan kedokteran selama sisa karirnya, sesuai dengan kemajuan kedokteran dan penanganan penyakit yang berkembang. (Aprilianto, 2015; Julius, 2015; Kasuma, Bahar, & Tegnan, 2018)

Berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 pasal 66 ayat 3 menyatakan bahwa, setiap orang memiliki hal untuk melaporkan dan membuat suatu pengaduan dugaan adanya tindak pidana ke pihak yang berwenang atau menggugat kerugian kepengadulan perdata.(Undang- Undang Republik Indonesia, 2004)

 

2.      Segi Hukum Pidana.

Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia, tindakan seorang dokter yang dengan sengaja dan sengaja memberikan surat keterangan sakit kepada pasiennya, tanpa melakukan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan, dan pasien tersebut sebenarnya dalam keadaan sehat, maka tindakan dokter tersebut adalah pelanggaran disiplin dan merupakan tindak pidana. Tindak pidana itu sendiri merupakan perbuatan manusia yang masuk dalam ruang lingkup perumusan delik, bertentangan dengan hukum, dan dapat dicela. Perbuatan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan melanggar hukum merupakan tindak pidana, dan merupakan perbuatan manusia yang telah memenuhi rumusan delik tertulis(Eddy, 2015; KUHP Buku Kesatu, 2021)

Dalam rumusan pasal 267 KUHP menyebutkan: (Eddy, 2015; KUHP Buku Kesatu, 2021)

1)        Seorang dokter yang dengan sengaja dan tanpa paksaan, memberikan suatu surat keterangan palsu tentang ada tidaknya penyakit, kelehaman, atau cacat, akan diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

2)        Jika keterangan yang diberikan, dilakukan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit gila atau menahannya di situ, maka hukuman pidana yang dijatuhkan meningkat menjadi delapan tahun enam bulan

3)        Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

 

Berdasarkan apa yang tertulis dalam pasal tersebut, maka jika seorang dokter terbukti dengan sadar dan tanpa paksaan apapun memberikan suatu keterangan sakit kepada pasiennya dan ternyata pasien tidak dalam keadaan sakit. Di mana pasien tersebut mendapatkan suatu surat keterangan sakit untuk mengelabui pihak lain dan si pasien menggunakan surat sakit tersebut, maka baik dokter yang telah menuliskan surat keterangan sakit dan pasien yang menggunakan surat keterangan sakit tersebut akan terjerat hukum berdasarkan KUHP pasal 267. (Eddy, 2015; KUHP Buku Kesatu, 2021)

Namun jika seorang dokter memberikan surat keterangan palsu dengan cara dipaksa, ataupun di bawah suatu tekanan, misalkan dilakukan ancaman menggunakan pistol atau senjata tajam yang bertujuan untuk mengancam jiwanya, dan paksaan tersebut menekan batin dokter sehingga sang dokter mengikuti saja keinginan pasiennya. Walaupun dokter mengetahui dengan sadar bahwa perbuatannya tersebut diancam suatu hukuman, maka dalam kasus tersebut, perbuatan dokter dalam mengeluarkan surat keterangan telah ada, namun tidak dijerat secara pidana karena adanya alasan-alasan yang menghapuskannya kesalahan dari terdakwa karena adanya paksaan kepada terdakwa, hal ini tertulis berdasarkan KUHP pasal 48. (Eddy, 2015; KUHP Buku Kesatu, 2021)

 

3.      Segi Hukum Perdata

Jika seseorang merasa haknya dilanggar oleh orang lain, maka pada dasarnya orang tersebut dapat melakukan suatu gugatan untuk mengembalikan haknya yang telah dilanggar, dengan mengajukan gugatan perdata tersebut ke Pengadilan Negeri.

Apabila dokter memberikan surat keterangan sakit kepada pasiennya, sengaja melewati bagian pemeriksaan dengan teliti sesuai standar yang telah ditentukan, dengan kondisi sebenarnya pasien dalam keadaan sehat dan tidak dalam keadaan sakit maka surat keterangan tersebut kemudian digunakan oleh pasien tersebut. mendapatkan hak yang dapat merugikan pihak lain. Dengan mengeluarkan surat sakit oleh dokter tanpa mengikuti prosedur yang ditentukan dan dengan sengaja mengesampingkan keadaan sebenarnya, dokter tersebut sebenarnya telah melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran, dengan ketentuan hukum pidana dikenakan tuntutan pidana sesuai Pasal 267, dan jika tindakan tersebut mengakibatkan pihak yang dirugikan, maka gugatan perdata dapat diajukan atas dasar tindakan melawan hukum. (Fika et al., 2017; Julius, 2015; Rozaliyani et al., 2018; Setiabudy & Sundoro, 2019; Sukma et al., 2017)

Berdasarkan KUHP, hal ini diatur dalam Pasal 1364, yang menyatakan bahwa �setiap perbuatan melanggar hukum yang merugikan orang lain, mewajibkan orang yang karena perbuatan salahnya mengeluarkan kerugian, mengganti kerugiannya�. (Eddy, 2015; KUHP Buku Kesatu, 2021)

Pihak yang merasa dirugikan dapat berupa perorangan ataupun suatu badan perusahaan yang menjadi penggugat dalam mengajukan suatu gugatan kepada Pengadilan Negeri di lokasi sekitar tempat tinggal dokter sebagai tergugat I, dan karyawan ataupun pihak lain yang menggunakan surat keterangan palsu tersebut sebagai tergugat II, sebagai mana yang tertulis berdasarkan asas hukum Actor Squitur Forum Rei, ex pasal 118 HIR.

Hal ini juga berlaku bilamana seorang pasien merasa dirugikan dengan suatu surat keterangan sakit, yang dengan jelas menyebutkan suatu diagnosa atas penyakitnya yang menyebabkan orang tersebut dikeluarkan dari pekerjaannya. Maka pasien tersebut dapat menuntut dokter secara perdata karena merasa dirugikan secara materiil, dengan penyebab kelihangan pekerjaannya disebabkan oleh surat keterangan sakit yang diterimanya.

 

Tanggungjawab Etika maupun Hukum dari Seorang Dokter yang Memalsukan Surat Keterangan Dokter

Dalam praktik kedokteran, terkadang ada beberapa orang yang menuliskan surat keterangan dokter, yang sejatinya bukan berprofesi sebagai dokter. Orang yang bukan berprofesi sebagai dokter tersebut misalkan adalah perawat, juru rawat, mantri, yang bertugas dalam membantu dokter sehari-harinya. Terkadang terdapat lokasi praktik dokter ataupun rumah sakit yang menyediakan atau telah mempersiapkan blanko-blanko dalam bentuk tertentu yang pengisiannya telah diserahtugaskan kepada perawat. Pemalsuan tersebut merupakan suatu tindakan pidana, sehingga pelanggarannya harus sesegera mungkin ditindak, sehingga adanya perlindungan hukuk terhadap kepercayaan masyarakat umum kepada surat itu sendiri. Penyampaian secara verbal suatu surat palsu, ataupun suatu surat yang telah dipalsukan juga merupakan suatu tindakan pemalsuan yang dapat dijerat secara hukum.� (Pasaribu, Daeli, Situmeang, & Batubara, 2020; Riana & Kusumah, 2019; Suharyo, 2020)

Pemalsuan dapat dikenai pidana penjara dengan lama penjara 8 tahun, dengan beberapa ketentuan yaitu,(Santosa, 2016; Yusianadewi et al., 2020)

a.       Akta autentik

b.      Tanda bukti yang dikeluarkan sebagai penganti surat-surat tersebut

c.       Surat hutang atau surat keterangan hutang dari suatu negara atau bagian dari suatu lembaga

d.      Surat kredit yang diedarkan

 

Hal ini terancam dengan pidana yang mengikat siapapun yang dengan sengaja memakai surat tersebut berdasarkan ayat yang pertama. Dalam suatu rumusan pemalsuan surat yang tertulis pada ayat 1, maka terdapat dua jenis perbuatan yang dikatakan sebagai suatu tindakan melanggar hokum.

Sumber utama tindak pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bukunya terdiri dari 3 buku. Buku pertama merupakan buku yang mengatur tentang aturan umum. Buku kedua membahas tentang kejahatan, buku ketiga mengatur tentang kejahatan yang dilakukan. Tindak pidana pemalsuan terdiri dari dua perbuatan yang berbeda, yaitu perbuatan membuat surat palsu dan perbuatan pemalsuan. Membuat surat palsu adalah perbuatan membuat surat yang isinya tidak benar. Perbuatan atau perbuatan pemalsuan dapat dihukum jika pelaku memiliki keinginan untuk menggunakan surat dengan tujuan menerima hak yang bukan haknya, dengan membuat atau mengklaim bahwa surat tersebut asli atau nyata, dan memberdayakan pihak yang dirugikan.

Adanya unsur maksud / tujuan dalam penggunaan surat tersebut merupakan tindak pidana melawan hukum. Tidak ada alasan untuk menunggu sampai penggunaannya menyebabkan seseorang mendapatkan atau merugikan pihak lain, atau sampai penggunaannya merupakan tindakan curang atau curang dari orang lain. Namun demikian, apabila timbul ancaman atau bahaya umum pada saat pembuatan surat palsu ini, terutama melalui pemalsuan tulisan atau surat itu sendiri, hal tersebut sudah merupakan tindak pidana yang dapat dituntut berdasarkan hukum pidana. (Pasaribu et al., 2020; Riana & Kusumah, 2019; Suharyo, 2020)

Dokter sendiri adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kesehatan, dan dalam kedudukannya dokter dianggap ahli di bidang kedokteran, mempunyai kewenangan dan izin untuk memberikan pelayanan kesehatan, terutama dalam pemeriksaan dan pengobatan. Mengobati penyakit dilakukan sesuai dengan hukum pelayanan. Kesehatan. Kode etik profesi merupakan asas moral dalam suatu profesi yang telah diatur secara sistematis yang merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh anggota profesi dalam melaksanakan kewajiban dan pelayanannya kepada pasien atau masyarakat. Kode etik profesi disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan. .� (Pasaribu et al., 2020; Riana & Kusumah, 2019; Suharyo, 2020)

Kewajiban dalam anggota profesi dokter adalah,(Aribowo, Nurhayati, & Dahlan, 2018; �KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBUAT REKAM MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NO 29 TAHUN 2004,� 2019; Mayasari, 2017; Rimbawan, 2020; Suryadi, 2009)

a)      Kewajiban yang ada terhadap khalayak umum

b)      Kewajiban yang ada terhadap klien atau pasien

c)      Kewajiban yang ada terhadap sesama dokter atau teman sejawat

d)     Kewajiban yang ada terhadap diri sendiri, mencangkup tanggungjawab mejaga kesehatan dan mendapatkan hak sesuai dengan kompetensinya

Oleh karena itu, pemalsuan surat keterangan dokter yang sebelumnya ditulis berdasarkan KUHP pasal 267 dan 268 menyatakan bahwa surat keterangan dokter adalah surat atau tulisan di atas kertas yang dibuat oleh dokter yang menjelaskan kondisi atau kondisi pasien. kesehatan atau penyakit. , sehingga pasien berhak mendapatkan santunan untuk mendukung proses penyembuhannya. Apabila subjek dalam surat keterangan dokter harus memenuhi beberapa hal agar surat yang ada memiliki kewenangan yang benar dan sesuai dengan tujuan disusunnya. Yang dimaksud adalah seseorang yang telah definitif dinyatakan sebagai dokter. (KUHP Buku Kesatu, 2021)

a.       Adanya pasien, yaitu seseorang yang dimaksud sebagai orang yang kondisinya atau keadaan kesehatannya dinyatakan tidak baik oleh dokter

b.      Harus terdapat surat yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai kondisi atau keadaan kesehatan seorang pasien, yang di dalamnya harus ditanda tangani oleh pembuat surat yang memiliki hak dan kewenangan dalam membuat pernyataan tersebut. Dengan contoh tandatangan tersebut adalah tanda tangan langsung dokter, maupun stempel dokter

Di Indonesia saat ini, kasus pemalsuan dan penggunaan surat keterangan palsu palsu marak terjadi. Tidak hanya penjualan offline, tetapi juga penjualan online di beberapa platform toko online di Indonesia. Surat keterangan dokter yang kita kenal ini sangat sederhana bentuknya, dan sangat mudah dibuat. Seorang dokter atau siapapun dapat dengan mudah mengisi surat tersebut sesuai dengan keinginannya, sesuai keinginan dan minatnya sendiri. (Pasaribu et al., 2020; Riana & Kusumah, 2019; Suharyo, 2020)

Seringkali ditemukan dalam beberapa kasus, yaitu adanya beberapa pihak lawan yang tidak hadir dalam persidangan karena sakit dan melampirkan surat keterangan dokter yang secara jelas menyatakan bahwa orang tersebut sakit. Kondisi sakit dari pihak lawan menyebabkan seseorang berhak untuk tidak menghadiri persidangannya, dan hal ini akan diizinkan oleh hakim untuk dijadwal ulang. Maka dari penjadwalan persidangan ini, pihak-pihak tertentu kerap disalahgunakan, misalnya dengan membawa barang yang menjadi objek gugatan dan melanggar hukum. Surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa seorang lawan dalam kasus tersebut sakit, namun pada hari itu juga ada beberapa orang yang merusak objek perkara tersebut.

Seseorang yang menggunakan surat "absen waras" ketika diadili, maka orang tersebut berhak untuk tidak diadili karena orang tersebut telah dinyatakan oleh dokter, bahwa orang tersebut sakit jiwa atau sudah gila, atau sakit jiwa , atau otak lumpuh. Dan kemudian orang itu akan dibebaskan dari semua tuntutan hukum. Mengingat surat keterangan dokter merupakan akta otentik, dan selama tidak ada yang dapat membatalkan surat tersebut, maka surat tersebut selalu dianggap benar dan otentik.

Apabila terdapat oknum yang dengan sengaja membuat suatu surat keterangan palsu yang solah-olah dibuat oleh seorang dokter, padahal dirinya sendiri bukanlah seorang dokter, maka tindakan tersebut merupakan tindakan yang melawan hukum berdasarkan pasal 267 ayat 2. Maka dari itu, seorang dokter memiliki hak yang terikat dengan kewajiban dalam membuat suatu surat, dengan pertanggungjawaban secara hukum maupun etika yang mengikuti dalam pembuatan surat itu sendiri, dan jika sewaktu-waktu dipanggil untuk memastikan kebenaran dari surat itu sendiri di hadapan hukum, maka dokter tersebut harus siap dan dapat memastikan bahwa apa yang ditulis olehnya di dalam surat tersebut adalah benar dan sesuai dengan standar keilmuan yang dimiliki olehnya.

 

Kasus Pemalsuan Surat Keterangan Dokter di Luar Negeri

Kasus pemalsuan surat keterangan dokter di Kenya terjadi karena warga Kenya dapat melakukan perjalanan ke negara lain jika memiliki surat keterangan demam kuning. Hal ini mendorong individu untuk menjual surat demam kuning palsu untuk perjalanan internasional di Afrika Timur. Surat kterangan ini dijual di toko buku dan perusahaan tur. Hal ini menyebabkan orang bepergian ke luar negeri tanpa vaksinasi sesuai dengan ketentuan. Surat keterangan ini merupakan persyaratan untuk mendapatkan visa di negara tempat penyakit itu menyebar. Bagi wisatawan yang akan berwisata ke daerah endemis vaksinasi wajib dilakukan untuk menghindari resiko penyebaran penyakit. Kenya merupakan daerah endemis, dikhawatirkan wisatawan asal Kenya bisa menularkan penyakit tersebut. Orang yang terkena demam kuning menemukan bahwa surat keterangan mereka tidak valid dan diperoleh dari sumber yang tidak valid.Kasus Pemalsuan Surat Keterangan Dokter di London Utara pada abad ke-19 terjadi karena polisi menemukan asisten medis yang membuat surat keterangan penyebab kematian palsu. Tidak terdapat bukti medis yang menyatakan kematian tersebut. Dari pelanggaran tersebut, oknum yang bertanggung jawab mendapatkan hukuman berupa denda atau satu bulan penjara.

Kasus pemalsuan surat keterangan dokter di Malaysia terjadi di kalangan pelajar maupun karyawan. Ini dilakukan untuk siswa dan karyawan jika mereka tidak bersekolah / bekerja. Di Malaysia, saat ini sistem verifikasi surat keterangan dokter dengan menggunakan kode Quick Response (QR) mulai meningkatkan keamanan surat keterangan dokter. Cara ini dilakukan di berbagai belahan dunia. Memindai kode QR untuk tujuan memeriksa kebenaran informasi dari surat keterangan dokter itu sendiri. Dan tidak butuh waktu lama untuk mengecek kebenaran surat keterangan sakit karena guru atau majikan tidak perlu mengkonfirmasinya ke klinik atau rumah sakit untuk memastikan surat keterangan dokter itu asli.

 

Kesimpulan

Pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu sedang marak di Indonesia saat ini. Tidak hanya penjualan offline, tapi juga penjualan online melalui berbagai platform e-commerce Indonesia. Pemalsuan surat adalah perbuatan sengaja yang dilakukan dengan maksud meniru atau mengarang suatu barang yang tidak nyata / palsu, atau memalsukan suatu benda yang telah kehilangan keasliannya. Surat palsu mungkin sebagian atau lengkap, dan dalam beberapa kasus digunakan untuk memalsukan tanda tangan pembuat surat. Membuat surat palsu atau surat pemalsuan, baik yang ditulis tangan atau diketik, untuk memberikan kebebasan, izin, atau pembebasan kepada siapa pun merupakan pelanggaran perlindungan hukum.

 

 

 

 

 

Bibliografi

 

Afandi, Dedi. (2017). Nilai-Nilai Luhur dalam Profesi Kedokteran: Suatu Studi Kualitatif. Jurnal Kesehatan Melayu. https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.22.25-28

 

Aprilianto, Sapta. (2015). PERAN MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA (MKDKI) TERHADAP DUGAAN KELALAIAN MEDIS DOKTER. Yuridika.

 

Aribowo, Bonifasius Nadya, Nurhayati, B. Resti, & Dahlan, Sofyan. (2018). PERSEPSI PASIEN TENTANG ASPEK HUKUM PERIKATAN UPAYA (INSPANNING VERBINTENIS) DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DI RSUD KOTA SALATIGA. SOEPRA. https://doi.org/10.24167/shk.v3i1.696

 

Arliman, Laurensius. (2018). Peranan Metodologi Penelitian Hukum Di Dalam Perkembangan Ilmu Hukum Di Indonesia. Soumatera Law Review, 1(1), 112�132.

 

Cholil, Abdullah. (2017). ASPEK ETIK DAN HUKUM KEDOKTERAN. Jurnal Hukum & Pembangunan. https://doi.org/10.21143/jhp.vol14.no4.1045

 

Eddy, O. S. Hiariej. (2015). Pengantar Hukum Acara Pidana. In Buku Materi Pokok.

 

Fika, Rana Citra, Afandi, Dedi, & Masdar, Huriatul. (2017). PENERAPAN NILAI KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN PELALAWAN. JOM FK.

 

Ibrahim, Johnny. (2006). Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. In Teori Metodologi Penelitian a.

 

Julius, Pelafu. (2015). Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran. Lex Crimen.

 

Kasuma, Nila, Bahar, Armasastra, & Tegnan, Hilaire. (2018). Law and medical disciplinary sanctions: Enhancing medical practice and health quality in Indonesia. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues.

 

Kemendikbud. (2019). KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

 

KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBUAT REKAM MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NO 29 TAHUN 2004. (2019). LEX ET SOCIETATIS.

 

Koloay, Renny. (2016). Perkembangan Hukum Indonesia Berkenaan Dengan Teknologi Informasi Dan Komunikasi. Jurnal Hukum Unsrat.

 

KUHP Buku Kesatu. (2021). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Libra, Robert, & Arifalina, Wilda. (2018). Penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu Sebagai Syarat Penerima Bantuan Hukum di Riau. Jurnal Hukum Respublica. https://doi.org/10.31849/respublica.v16i2.1445

 

Mayasari, Dian Ety. (2017). TINJAUAN YURIDIS TENTANG INFORMED CONSENT SEBAGAI HAK PASIEN DAN KEWAJIBAN DOKTER. Varia Justicia. https://doi.org/10.31603/variajusticia.v13i2.1883

 

Pasaribu, Juli Shara, Daeli, Chistofe, Situmeang, Koko Valensio, & Batubara, Sonya Airini. (2020). Pertanggung Jawaban Hukum oleh Seorang Dokter yang Melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Surat Keterangan Dokter. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS). https://doi.org/10.34007/jehss.v3i2.334

 

Presiden Republik Indonesia. (2004). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedoteran. Undang Undang Praktik Kedokteran. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

 

President Republic of Indonesia. Law of Medical Practice. , National Regulation archieve � (2004).

 

Putri, Rieke Arya, Herman, Rahmatina B., & Yulistini, Yulistini. (2015). Gambaran Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia pada Dokter Umum di Puskesmas di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. https://doi.org/10.25077/jka.v4i2.274

 

Riana, Freza, & Kusumah, Fitrah Satrya Fajar. (2019). Pengembangan Sistem Pembuatan Surat Izin Praktek Dokter Hewan Jasa Medik Veteriner. KREA-TIF. https://doi.org/10.32832/kreatif.v7i1.2035

 

Rimbawan, Andhika Yuli. (2020). TERAPEUTIK DALAM PELAYANAN JASA KESEHATAN PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM. Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum. https://doi.org/10.24269/ls.v4i2.2951

 

Rozaliyani, Anna, Meilia, Putri Dianita Ika, & Libritany, Nurfanida. (2018). Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik Kedokteran. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia. https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.11

 

Santosa, Wayan. (2016). INTERPRETASI KERUGIAN DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal). https://doi.org/10.24843/jmhu.2016.v05.i01.p01

 

Setiabudy, Rianto, & Sundoro, Julitasari. (2019). Konflik Kepentingan dalam Profesi Dokter. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia. https://doi.org/10.26880/jeki.v3i1.28

 

Sugianto, Nanang. (2019). Problematik Yuridis Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Telaah Kasus atas Laporan Polisi Nomor : LP/263/X/2015/Polres Kediri Kota). MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum. https://doi.org/10.32503/mizan.v8i2.671

 

Suharyo, Suharyo. (2020). Aspek Hukum Surat Keterangan Dokter Dalam Sistem Peradilan Pidana (Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Era Covid-19). Jurnal Penelitian Hukum De Jure. https://doi.org/10.30641/dejure.2020.v20.363-378

 

Sukma, Olvhantiara, Afandi, Dedi, & Tegar Indrayana, M. (2017). Penerapan Nilai Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) Pada Era Jaminan Kesehatan Nasional Di Kabupaten Indragiri Hilir. Jom Fk.

 

Suryadi, Taufik. (2009). Prinsip-Prinsip Etika dan Hukum Dalam Profesi Kedokteran. Pertemuan Nasional V JBHKI.

 

Susanto, Eko Adi, & Gunarto, Gunarto. (2018). Pertanggungjawaban PidanaYang Memakai Surat Palsu DitinjauDari Pasal 263 Ayat ( 2) KUHP. Jurnal Daulat Hukum. https://doi.org/10.30659/jdh.v1i1.2558

 

Tuahuns, Irsyad Zamhier. (2021). Dampak Covid 19 Serta Kedudukan Surat Keterangan Dokter Sebagai Pengecualian Atas Ketidakhadiran Tersangka Dalam Persidangan Kasus Korupsi. Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum. https://doi.org/10.34304/jf.v10i1.31

 

Undang- Undang Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

 

Yusianadewi, I. G. .. Bela Indah Komala, Budiartha, I. Nyoman Putu, & Widiantara, Made Minggu. (2020). Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat pada Data Polis Asuransi. Jurnal Analogi Hukum. https://doi.org/10.22225/ah.2.3.2523.341-345

�����������