Eksistensi Tradisi Serak Gulo di Kota Padang
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 7, Juli 2021 1225
following impacts: a) preserving thetradition serak gulo, b) establishing
friendships, pexternal factors are: a) increased interaction between communities,
b) strengthened sense of solidarity and tolerance between ethnicities, c)
amalgamation occurs. Apart from the participation of the community in this
activity, the husky gulo is also able to reduce the differences that exist between
ethnic groups in the city of Padang.
Keywords: serak gulo; muhammadan community; social integration
Pendahuluan
Kota Padang merupakan salah satu kota dengan penduduk yang mempunyai
keberagaman etnis, agama, ras, suku, dan lain sebagainya. Terjadinya keberagaman ini
dikarenakan banyak faktor, diantaranya faktor geografis. Tercatat dalam sejarah Kota
Padang menjadi salah satu tempat pemberhentian bagi penjajah maupun para pedagang
melalui jalur laut dalam waktu yang tidak sebentar. Sehingga tidak dapat dihindari
muncul faktor yang kedua yaitu terjadinya amalgamasi dan asimilasi. Ketiga, perbedaan
mata pencaharian, perbedaan bentuk geografis atau wilayah menjadikan para pendatang
membentuk sistem mata pencaharian yang berbeda dengan masyarakat asli agar
kebutuhan hidupnya terpenuhi (Abidin, 2016).
Faktor pertama menjadi alasan masuknya masyarakat pendatang seperti etnis
Cina, etnis India, Etnis Arab, Suku Jawa, dan Suku Nias ke Kota Padang (Safwan,
Taher, & Asnan, 1987). Masyarakat pendatang biasanya tinggal secara berkelompok
pada sebuah wilayah sesuai dengan etnisnya masing-masing. Sampai sekarang sebagian
besar masyarakat pendatang masih hidup berkelompok di Kecamatan Padang Selatan.
Lokasi ini biasanya disebut daerah Pondok, berasal dari kata pondokan yang berarti
tempat istirahat atau tempat tinggal. Kawasan ini dipilih karena terletak di tepi sungai
yang menjadi tempat pemberhentian kapal-kapal para pedagang. Etnis yang bermukim
di daerah pondok adalah di etnis India Muslim dengan sebutan kampung Keling, Cina
dengan sebutan kampung Cina, Nias dengan sebutan kampung Nias, dan Jawa disebut
kampung Jawa. Sehingga tidak heran jika wilayah Padang Selatan dapat berkembang
dengan pesat karena menjadi pusat perdagangan dan objek wisata.
Perbedaan latar belakang sosial dan budaya tetap bisa menjadikan mereka hidup
berdampingan dan hampir tidak ada konflik sama sekali (Juditha, 2015). Bahkan jika
ada pergelaran tradisi dari salah satu etnis, etnis lain datang untuk memeriahkan tradisi
itu. Seperti selaju sampan yang merupakan tradisi dari etnis Minangkabau juga
diramaikan dan dinikmati acaranya oleh masyarakat dari etnis lain. Begitu juga
perayaan serak gulo pada tradisi etnis India muslim dan tradisi cap go meh oleh etnis
Tionghoa. Tiga etnis ini saling melengkapi satu sama lain. Masing-masing etnis hampir
tidak memiliki stereotip negatif kepada etnis lain, karena suasana yang diciptakan dalam
bermasyarakat adalah suasana yang positif.
Serak gulo menjadi salah satu kegiatan tahunan yang terus dilakukan pada akhir
Jumadil Akhir pada kalender Hijriah oleh para masyarakat Muhammadan di depan
masjid Muhammadan Pasar Gadang. Etnis India muslim menamai kelompoknya