������������������������������������������ Jurnal
Indonesia Sosial Teknologi: p�ISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
ANALISA KEGAGALAN PASCA WELDING REPAIR PADA CRANKSHAFT KOMPRESOR
Zendi Zakaria, D. N
Adnyana
Magister
Mechanical Engineering Department of Mechanical Engineering
Faculty of
Industrial Technology Institut Sains dan Teknologi Jakarta (ISTN)
Email: [email protected],
[email protected]
Abstract
The failure analysis performed on the
compressor crankshaft after welding repairs aims to determine the cause of
post-weld repair failure and the strength value of the crankshaft material.
This compressor is a single acting reciprocating type using 3 stages, this
compressor fails when the operation reaches 3298 hours with a maximum pressure
of 330 bar. A number of specimens were taken from the broken compressor
crankshaft after welding repair for inspection including visual inspection,
macrostructure, chemical analysis, microstructure and hardness inspection. From
the results of the analysis of the condition of the initial location of the
surface from an angle perpendicular to the shaft diameter of 30 mm, the results
of the analysis of the chemical composition of the nodular cast iron crankshaft
material SAE J434, the results of metallographic testing are ferrite, pearlite
and nodular graphite structures and the results of the hardness test are the
largest 682 HV and the lowest is 110 HV. The results of the failure analysis
showed that the crankshaft experienced brittle fracture caused by the welding
of the crankshaft connection using CuNi material, showing poor quality
considering the melting point of cast iron material with CuNi welding material
so that it could not blend properly and there was solidification cracking
during welding and other factors. which may be a
supporter of failure, namely periodic maintenance that is not carried out
properly and is also supported by a high-pressure compressor type so that the
load received by the compressor crankshaft is quite high.
Keyword: Failure analysis; Crankshaft; Welding;
brittle fracture; periodic maintenance, solidification cracking.
Abstrak
Analisa kegagalan yang dilakukan pada crankshaft kompresor pasca welding repair tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab kegagalan pasca welding repair dan nilai kekuatan pada material crankshaft. Kompresor ini termasuk jenis reciprocating single acting dengan menggunakan 3 Stage, kompresor ini terjadi kegagalan saat jam operasi mencapai 3298 jam dengan tekanan maksimum 330 bar. Sejumlah spesimen diambil crankshaft kompresor yang patah pasca welding repair untuk dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan visual, makrostuktur, analisa kimia, pemeriksaan struktumikro dan kekerasan. Dari hasil analisa makro kondisi lokasi awal permukaan berasal dari sudut tegak lurus terhadap poros diameter 30 mm, hasil analisa komposisi kimia material crankshaft besi cor nodular SAE J434, hasil pengujian metalografi terdapat struktur ferit, perlit dan grafit nodular dan hasil pengujian kekerasan yang terbesar 682 HV dan yang terendah 110 HV. Hasil analisa kegagalan menunjukkan bahwa crankshaft mengalami patah getas yang disebabkan oleh penyambungan crankshaft pengelasan menggunakan material CuNi menunujukkan mutu yang kurang bagus mengingat titik cair material besi cor dengan material las CuNi berbeda sehingga tidak dapat menyatu dengan baik serta terdapat solidification cracking pada saat proses pengelasan dan Faktor lain yang mungkin menjadi pendukung terjadi kegagalan yaitu perawatan berkala yang tidak terlaksana dengan baik dan juga didukung dengan jenis kompresor bertekanan tinggi sehingga beban yang diterima oleh crankshaft kompresor cukup tinggi.
Kata
kunci: Analisa
kegagalan; Crankshaft; Welding; patah getas; perawatan berkala, solidification
cracking.
Pendahuluan
Penelitian ini membahas tentang analisa kegagalan pasca welding repair pada crankshaft kompresor reciprocating. Kompresor adalah alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan fluida yang mampu memampatkan gas atau udara. Dalam kaitannya jenis kompresor yang digunakan haruslah sesuai dengan keperluan dan penempatannya dalam suatu proses (Adnyana, n.d., 2021). Salah satu alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompresor reciprocating single acting. Dalam kompresor ada beberapa komponen salah satunya Poros penghubung (crankshaft) yang mengalami kegagalan pasca welding repair komponen ini tidak luput juga dari kerusakan selama pemakaiannya. Penyebab kegagalan mesin dalam bentuk yang paling sederhana, kegagalan dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan pada bagian mesin atau komponen yang menyebabkannya tidak dapat menjalankan fungsi yang diinginkan memuaskan. Tahapan umum sebelum kegagalan akhir adalah kegagalan yang baru jadi kerusakan yang baru terjadi kesusahan kerusakan dan kerusakan semuanya akhirnya membuat bagian atau komponen tersebut tidak dapat diandalkan atau tidak aman untuk digunakan secara berkelanjutan (Bloch, H. P, 2010). Oleh karena itu dilakukan repair welding untuk sebagai prosedur logis yang memastikan produksi komponen bisa digunakan (ASM Metal Handbook, 2006). Analisis kegagalan dapat memiliki tiga tujuan luas yaitu menentukan mode, penyebab, atau akar penyebab. Dalam ini kasus harus menentukan penyebab kegagalan untuk mencegah kejadian di masa depan, dan / atau meningkatkan kinerja perangkat, komponen atau struktur. Dimungkinkan untuk fatigue fracture sebagai akibat dari kegagalan berganda mekanisme atau root cause (Ferbrianti, 2016)
Analisis kegagalan dapat memberikan
informasi untuk mengidentifikasi root cause yang tepat dari kegagalan.
Makalah ini menyajikan analisis kegagalan setelah dilakukan repair welding terjadi kerusakan patah crankshaft oleh karena itu dilakukan
pengecekan melalui laboratorium untuk mengetahui penyebab kegagalan pasca welding repair.
Dengan jam operasi 3298 jam tekanan maksimum kompresor 330 bar dengan rata-rata running hours 6 jam/hari dengan tekanan rata-rata 250 bar suhu filter inlet �35⁰C terjadi kegagalan pertama patah pada crankshaft berbahan material besi cor nodular dengan banyaknya kebutuhan angin bertekanan untuk produksi sehingga memutuskan crankshaft dilakukan repair welding dengan dua metode pengelasan yaitu las listrik titik las berfungsi untuk mengunci posisi center sebelum dilakukan pengelasan utama yaitu oxyfuel gas welding dengan logam pengisi CuNi. Setelah selesai di proses repair welding dipasang kembali untuk di operasikan kompresornya kurang dari 1 menit, crankshaft patah kembali diperkirakan bahwa ada kesalahan pada saat dilakukan repair welding. Tujuan dari analisa kegagalan ini adalah untuk memverifikasi material yang digunakan crankshaft apakah sudah memenuhi spesifikasi untuk digunakan, dan untuk bertujuan menetapkan jenis, penyebab kegagalan sehingga dapat menentukan tindakan perawatan atau perbaikan untuk mencegah kegagalan yang serupa dimasa yang akan datang.
Metode
Penelitian
Dalam
analisis kegagalan patahnya crankshaft pasca
welding repair kompresor merupakan
kejadian abnormal dikarenakan dari riwayat mesin kompresor tersebut ini adalah
pertama kalinya yang terjadi. Pada gambar 1 terlihat ada beberapa komponen
kompresor pada penelitian ini berfokus kepada komponen kompresor yaitu crankshaft yang patah pasca welding repair.
Gambar 1. Block machine (Handbook manual
compressor, 2017)
Crankshaft yang patah ambil 2 bagian, bagian A
yang didaerah pengelasan yang mengalami patahan dan bagian B yang jauh dari
daerah patahan dan juga dari daerah pengelasan sebagai pembanding antara
patahan bagian A untuk itu maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Patahan pada bagian A menunjukan permukaan jenis patah getas dan
permukaanya halus pada sisi patahan. Untuk
pengujian analisis kimia dilakukan menggunakan optical spectrometer tujuan� pengujian analisis kimia adalah untuk
menentukan bahan yang digunakan crankshaft
apakah sudah sesuai spesifikasi.
Selain itu
dilakukan pemeriksaan metalografi pada sampel yang disiapkan menggunakan optical mikroskop pada berbagai
pembesaran. Metalografi sampe dipasang menggunakan resin lalu dipoles hingga
rata dan dietsa. Menggunakan 2 metode etsa yang pertama adalah asam nitrat dan
alkohol (Nital 2%) yang kedua adalah kalium dikromat (K2Cr2O7)
untuk material berbahan Cu (tembaga)[12]. Untuk
pengujian kekerasan dilakukan menggunakan sampel metalografi dengan metode Vickers
pada beban 5 kg. Pada pengujian fraktografi untuk melihat permukaan patahan
dengan menggunakan alat camera digital dengan
pembesaran 5 x.
Dari diagram alir
dibawah ini kita mulai untuk melakukan identifikasi permasalahannya, menyusun
rumusan masalah agar lebih terperinci, observasi lapangan dan pengumupulan data
pendukung.
Identifikasi permasalahan Failure Rumusan masalah Observasi
lapangan Pengumpulan data Pengambilan
sample Laboratorium Pengamatan Visual Pemotongan sample Dan Preparasi Hasil Analisa dan Pengujian Metalografi Hasil Analisa dan Pengujian Komposisi
kimia Hasil analisa
dan pengujian Fraktografi Hasil Analisa dan Pengujian Kekerasan Pengolahan data Kesimpulan Selesai Saran
Diagram 1.� Alur penelitianAnalisa
Kegagalan Pasca Welding Repair Crankshaft Pada Compressor.
Hasil dan Pembahasan
Riwayat perawatan
Riwayat perawatan berkala kompresor pada tanggal 20 maret 2017 dilakukan
commissioning untuk hasilnya ok tidak
ada masalah yang artinya bahwa kompresor ini sudah siap dioperasikan. Dengan
desain kompresor seperti ini memungkinkan untuk hidup lebih lama yang
berlangsung minimal 30.000 jam untuk perawatan juga simpel dan menghemat waktu
pemeliharaan. Untuk standar perawatan berkala yang mengacu manual book �500 jam, 1000
jam, 2000 dan 4000 jam untuk histori perawatan berkala lihat ditabel 1 (Bauer, 2017). Salah satu penyebab terjadi kegagalan
adalah tidak menjalakan dengan baik perawatan berkala menjadi salah satu faktor
pendukung kegagalan.
Tabel
1. Riwayat servis berkala
Tanggal |
Jam Actual |
Std. Perawatan satuan jam |
Jenis perawatan yang dilakukan |
Keterangan |
Standar manual book |
20-mar-2017 |
0 hours |
|
|
OK |
OK |
08-Jun-2017 |
510 hours |
500 hours |
Intake Filter |
Diganti |
Diganti |
03-Okt-17 |
1050 hours |
1000 hours |
Intake Filter |
Dibersihkan |
Diganti |
6 febuari 2018 |
1457 hours |
1500 Hours |
Intake Filter |
Diganti |
Diganti |
6 febuari 2018 |
1457 hours |
|
Penambahan oli |
Penambahan oli diatas |
Diatas standar minimum |
05-Jun-18 |
2023 hours |
2000 hours |
Intake Filter |
Diganti |
Diganti |
05-Jun-18 |
2023 hours |
2000 hours |
Pergantian oli |
Diganti |
Dikuras |
22-Jun-18 |
2079 hours |
- |
Pengecekan Libur panjang |
pengecekan |
OK |
10-Okt-18 |
2503 hours |
2500 hours |
Intake Filter |
Dibersihkan |
Diganti |
10-Okt-18 |
2503 hours |
4000 hours |
Penambahan oli |
Penambahan oli |
Standar diatas minimal |
23-Jan-18 |
2940 hours |
3000 hours |
Intake Filter |
Dibersihkan |
Dibersihkan |
23-Jan-19 |
2940 hours |
4000 hours |
Pergantian oli |
Tidak ada pengecekan |
Harusnya ditambahkan |
19-Mei-19 |
3298 hours |
|
|
Crankshaft patah |
|
1. Pengamatan visual dan makro
Dari hasil pengamatan
(lihat gambar 2a)� lokasi awal patah pada
crankshaft berasal dari sudut
tegaklurus terhadap poros �D 30 mm, selain itu patahan sangat jelas (lihat gambar 3c) alur patahan intial crack berawal dari bawah yang
menuju atas residual fracture, terlihat
juga welding repair CuNi �kurang
baik ada beberapa rongga terlihat dan juga patahan tidak rata terlihat
bergelombang, permukaan
patahan crankshaft mempunyai bentuk
patah getas yang� dimulai dari bagian
sudut (Gambar 2a), mengingat permukaan patahan telah
dilakukan penggrindaan dan pengelasan maka tidak terlihat jelas namun masih
terlihat dari alur atau radial mark yang dimulai dari permukaan halus menuju
permukaan kasar (Gambar 2c) penyambungan crankshaft
yang patah dengan
pengelasan menggunakan jenis las material CuNi atau kuningan menunjukkan mutu
yang kurang bagus mengingat tiik cair material besi cor kelabu dengan material
las kuningan berbeda sehingga tidak menyatu dengan baik. Dan dilihat dari permukaan poros tersebut banyak
ditemukan cacat guratan melingkar akibat gesekan dengan bearing sehingga
putaran crankshaft tidak normal (Gambar 2b), dengan adanya cacat permukaan pada poros tersebut diduga pelumasan tidak
normal atau kondisi pelumas kotor, sehingga putaran atau bekerjanya piston
terganggu.
32.5 90 67 122 71 50 265 22 25
Gambar 2 a. Dimensi dan posisi awal patah
�����������
Material las CuNi Rekondisi welding Residual fracture Initial crack
Gambar 2 b.Tampak depan diposisi patahan����������� Gambar
2 c.Tampak atas
Oleh sebab itu hasil dari pengamatan visual dan makro sementara
disimpulkan terjadi kegagalan crankshaft pasca welding repair. Metode
pengelasan kurang baik sehingga tidak mendapatkan kekuatan yang di inginkan,
serta terlihat guratan pada crankshaft akibat tidak terlaksana perawatan
berkala dengan baik. Sehingga faktor pendukung terjadinya kegagalan crankshaft
pasca welding repair.
Hasil
analisis Komposisi Kimia
Dalam penelitian ini Analisa kegagalan pasca welding repair pada crankshaft kompresor adalah jenis besi cor.
Dibandingkan dengan bahan standar disajikan pada tabel 2. Dapat dilihat
sebagian unsur material crankshaft
yang patah sudah terpenuhi (ASM, Metal Handbook, 2005).
Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia material crankshaft dibandingkan
dengan material standar ASM.
Dari hasil pengujian komposisi kimia terlihat
adanya perbedaan antara standard ASM dengan hasil aktual, ada beberapa faktor
penyebab perbedaan hasil yaitu pada saat pengecoran kandungan komposisi sudah
dibawah standard atau saat pengujian kompisisi kimia kurang akurat pembacaan
mesin optical emission spectroscopy hal
bisa dibuktikan melalui mikrostuktur. Karena elemen paduan seperti karbon (C), silicon (Si), Mangan (Mg), pospor
(P) dan sulfir (S) sangat penting untuk kandungan pada besi cor, jika elemen paduan
tidak sesuai standar maka sangat dipastikan hasil strukturmikro juga tidak
sesuai spesifikasi. Akan tetepi jika hasil pengujian strukturmikro sesuai
dengan spesifikasi standar kemungkinan terjadi kesalahan pembacaan pada mesin.
Hasil Analisa Mikrostruktur
Dari analisa kegagalan crankshaft untuk pengambilan sampel pengujian sama
seperti pemeriksaan makrostruktur. Untuk alat mengunakan microstructure test
performance
dilakukan dengan Metallurgical Microscope Olympus GX 41 dengan
pembesaran 350 kali sampai dengan 1050 kali pada objek.
Sampel A
Sampel B
Gambar 3. Pemotongan dan pengambilan sampel untuk pengujian strukturmikro
Sejumlah potongan sampel a dan b spesimen pada (Gambar 3). Mikrostruktur yang diperoleh dari sampel a pada (Gambar 4 b) posisi disebelah kanan awal patahan (intial crack) dan (Gambar 4 a) posisi sebelah kiri akhir patahan (residual frature), terlihat bahwa pada (Gambar 4 c dan d) parent metal atau logam induk didaerah mendekati lasan dengan (Gambar 6 c dan d) tidak ada perbedaan sehingga logam induk yang mendekati daerah pengelasan maupun jauh dari daerah lasan tidak ada perubahan strukturmikro terdapat fase ferit, perlit dan grafit nodular serta terlihat juga pada strukturmikro besi cor nodular sudah memenuhi spesifikasi menurut (ASM Metal Handbook, 2005) tidak ada cacat terhadap proses pengecoran sehingga kegagalan yang terjadi bukan karena material yang tidak sesuai spesifikasi.
Kegagalan yang terjadi
dari awal patahan (intial crack)
hingga akhir patahan (residual fracture)
sudah terlihat bahwa mutu pengelasan kurang baik terlihat jelas pada (Gambar 6)
terdapat dua metoda pengelasan, las baja dan las CuNi terlihat pada
strukturmikro keduanya terdapat crack terutama
pada metode pengelasan oxyfuel welding
dengan elektroda CuNi sangat terlihat jelas retak antar butir (intergranular cracking).
Sampel A
Intial crack Residual Fracture B A
D C Permukaan
Patahan Permukaan
Patahan
Perlit Ferit Nodular grafit
Gambar 4. Hasil
pengujian microstruktur sampel A
A B Las CuNi Las baja
Fotomakro sampel������������������ Strukturmikro pengelasan baja
D C
Strukturmikro pengelasan CuNi
Gambar 5. Strukturmikro daerah pengelasan baja dan CuNi
Penyebab terjadinya retak
antar butir (intergranular cracking)
adalah Hot cracking terbentuk pada saat temperatur
lasan yang tinggi dan biasanya berhubungan dengan solidfikasi. Hot cracking
yang muncul selama pendinginan dekat dengan temperatur solidus memiliki
karakterisitik intergranular cracking. Jenis dari hot cracking adalah
solidification cracking, liquation cracking, ductility dip cracking dan reheat
cracking. Crack biasanya timbul pada logam lasan atau HAZ base metal (Kemal Arthur
Uktolseja, 2017). Penyebab terjadinya hot cracking pemelihan logam pengisi atau elektroda kurang tepat
karena titik leleh besi cor nodular berbeda dengan CuNi serta tidak melakukan post weld heat treatment (PWHT) untuk
mencegah terjadinya hot cracking memilih
logam pengisi atau elektroda yang sesuai spesifikasi material dan melakukan
perlakuan panas (PWHT) dan preheat.
Gambar 6. Strukturmikro sampel B jauh dari daerah pengelasan dan patahan.
Hasil pengujian kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan lekukan permanen
atau deformasi ketika kontak dengan indentor di bawah beban. Umumnya tes
kekerasan terdiri dari menekan indentor geometri yang diketahui dan sifat mekanik
ke dalam bahan uji. Itu kekerasan material diukur dengan menggunakan salah satu
dari berbagai skala yang secara langsung atau tidak langsung menunjukkan tekanan
kontak yang terlibat dalam deformasi permukaan uji. Pengujian kekerasan
dilakukan menggunakan metode uji kekerasan Vickers.
Penetrator piramida intan dengan
.
ATAS BAWAH
Gambar 7. Titik pengujian kekerasan dilakukan pada sampel A
Tabel 2. Nilai kekerasan�
daerah pengelasan area patahan
Dari hasil pengujian kekerasan pada (tabel 2) nilai tertinggi pada titik b
dengan nilai 682,8 HV terlihat kekerasan tertinggi pada daerah pengelasan
dengan bahan baja karbon terlihat strukturmikronya fase yang terjadi adalah
martensit. Dan nilai terendah pada daerah pengelasan OFW dengan material
CuNi yaitu nilainya 115,7 HV, logam induk atau material crankshaft kompresor
nilai kekerasannya 161 HV. Material crankshaft kompresor dengan jenis
besi cor nodular menurut ASM metal handbook
dikatergorikan SAE J434 nilai kekerasannya 164 � 268 HV[5].
Kesimpulan
Setelah melakukan analisa dilapangan, wawancara dengan maker machine serta sudah dilakukan pengujian di laboratorium maka dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut:
1.
Berdasarkan hasil
pengamatan dilapangan kompresor telah terjadi kegagalan pertama 19 Mei 2019
dengan jam operasi 3298 jam jika digunakan perharinya � 5 jam. Dikarenakan dengan
adanya kebutuhan produksi urgent maka
dari itu dilakukan repair dengan dua
metode pengelasan Oxyfuel gas welding (OFW ) material CuNi dan las
listrik dengan material baja karbon, dikarenakan logam pengisi tidak homogen dengan material crankshaft �kompresor ketika
dipasang kembali dan di coba untuk beroperasi kurang dari 1 menit crankshaft kompresor patah kembali.
2.
Hasil
pengujian komposisi kimia untuk material crankshaft
kompresor yaitu besi cor nodular SAE J434
(ductile iron) mikrostruktur feritic dengan kandungan karbon (C) lebih dari 1,80 %, silikon (Si)
1,56 %, Mangan (Mn) 0,196 % pada besi cor SAE J434 memerlukan tindakan khusus
sebelum dilakukan pengelasan atau sesudah pengelasan dengan tujuan untuk
menghidari pembentukan sementit yang membuat daerah yang dilas menjadi rapuh
dan juga untuk mempertahankan bentuk grafit nodular (ASM Metal Handbook, 2005).
3.
Pengamatan visual dan
makro terhadap permukaan lokasi awal patah pada kompresor
crankshaft berasal dari bawah (intial
frature) sudut tegak lurus terhadap poros �D 30
mm dengan beban penyeimbang (Gambar
2 b)
dan dilihat dari permukaan poros tersebut banyak ditemukan cacat guratan
melingkar akibat gesekan dengan bearing sehingga putaran crankshaft tidak normal, dengan
adanya cacat permukaan pada poros tersebut diduga pelumasan tidak normal atau
kondisi pelumas kotor, sehingga putaran atau bekerjanya piston terganggu. Permukaan patahan crankshaft pasca welding
repair mempunyai bentuk patah getas karena terlihat pada (gambar 2c) terdapat cacat
pengelasan yang bergelombang, berongga penyebabnya saat pengelasan tidak
dibersihkan atau diratakan terlebih dahulu, kurangnya pengalaman operator las
sehingga hasilnya buruk serta berpengaruh logam pengisi CuNi karena tidak
homogen dengan material crankshaft
sehingga hal itu yang
menyebabkan patah getas.
4.
Patahnya crankshaft pasca welding
repair mengalami solidification
cracking (hot cracking) yang
disebabkan kesalahan pemilihan logam pengisi lasan, tidak melakukan PWHT dan preheat, serta faktor pendukung terlalu
banyak kandungan karbon.
5.
Pengujian
mikrohardness menunjukan daerah�
pengelasan memiliki angka kekerasan Vickers (682,8 HVN dan 671,1 HVN) karena struktur
yang dihasilkan adalah sementit pada daerah lasan logam pengisi baja karbon yang jauh lebih besar dibangingkan daerah
lainnya. Nilai terendah daerah lasan CuNi 115,7 HVN
penyebabnya spesifikasi kekerasan material CuNi lebih rendah di banding besi
cor nodular hanya 59,47 VHN (Yosep
Reza Budi Setiawan, 2018).
6.
Dari
hasil pengamatan visual dan data dilapangan bahwa crankshaft kompresor untuk jadwal perawatan berkala dari harian,
bulanan dan harian tidak terlaksana dengan baik sehingga menyebabkan kegagalan
pada crankshaft jika terjadi dalam
jangka waktu yang lama dan terus menerus dapat mengurangi umur pakai kompresor.
7.
Pengambilan
sampel pemeriksaan strukturmikro patahan crankshaft pasca welding
repair diambil pada potongan
memanjang shaft dan dibagian normal
sebagai perbandingan, menggunakan etsa Nital 2% dan K2Cr2O7.
Pada
(tabel 2) pengujian komposisi kimia terlihat adanya perbedaan antara standar
dengan aktual hal ini bisa dilihat dengan hasil strukturmikro material crankshaft berupa besi cor��
kelabu dan struktur mikro berupa ferit (putih) dan perlit (hitam) dengan
grafit bulat (Nodular graphyte) strukturmikro
besi cor nodular sudah sesuai dengan standar. Akan tetapi adanya
cacat pada proses pengelasan, pengelasan CuNi dan pengelasan las lisrtik baja
karbon terlihat adanya retak atau crack
intergranular yang menyebabkan kekuatan tidak maksimal, penyebab adanya crack intergranular pada saat proses
pengelasan terdapat solidification
cracking karena salahnya pemelihan logam pegisi dan tidak adanya PWHT
sehingga menyebabkan daerah lasan mengalami solidification
cracking terjadi dibeberapa titik sehingga kekuatan lasan lemah karena
banyak cacat.
Bibliography
ADNYANA, D. N. (n.d.). Data
Thesis 2020-2021.
ASM Metal Handbook Vol. 06 Welding, Brazing and Soldering,
1993
Asyari, D. (n.d.). Analisis
Kerusakan Pada Poros Penghubung Kompresor Torak. Jurnal Sains
& Teknologi Fakultas Teknik, 1(2), 39�45.
Bloch, H. P., & Geitner, F. K. (1999). Machinery
Failure Analysis and Troubleshooting, Vol. 2. Gulf
Publishing Co.
Febriyanti, E., & Suhadi, A. (2016). ANALISIS
KEGAGALAN FIRE RING PENYEBAB KERUSAKAN PISTON MESIN UNIT KENDARAAN BERMOTOR.
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri, 10(2), 99�106.
GmBH, B. K. (2010). Operating
Manual High pressure Compressor for Breathing Air.
Ibad, I. K., & Rochiem, R. (2014). Analisa
kegagalan baut piston VVCP gas kompresor gemini DS-504 EMP Malacca Strait SA.
Jurnal Teknik ITS, 3(2), F180�F184.
Jones, D. R. H. (2013). Failure
analysis case studies II. Elsevier.
Layer, J., Adler, T., & Ahmed, R. (2018). ASM
Handbook Volume 11 Failure Analysis and Prevention. ASM
International.
Murti, F. N., & Nurhasanah, N. (2019). Analisa
Risiko Kegagalan Kompresor K-3-02 B di Plant 3C PT. Pertamina (Persero) RU V
Balikpapan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree
Analysis (FTA).
Qosim, N. (2017). THE
ANALYSIS OF RECIPROCATING COMPRESSOR PK 60-150 FAILURE USING FAILURE MODE AND
EFFECT ANALYSIS METHOD. Jurnal Penelitian Saintek, 22(2),
80�89.
Steels, H.-S. L.-A. (2005).
ASM
handbook, volume 1, properties and selection: irons, steels, and high
performance alloys section: carbon and low-alloy steels.
Bauer Germany. (2017 ) Handbook manual compressor Hal. 20.
R.
Bagus Suryayasa Majanasastra, (2016) ANALISIS SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PROSES HYDROFORMING
PADA MATERIAL TEMBAGA (Cu) DAN ALUMUNIUM Al 6063.
�Kemal
Arthur Uktolseja, Margono Sugeng (2017) ANALISA KERUSAKAN SAMBUNGAN LASAN PADA SISTEM VENTING
PRE AIR COOLER DILINGKUNGAN EKSPLORASI DAN PRODUKSI GAS ALAM.