1000
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: pISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
Vol. 2, No. 6 Juni 2021
PENGARUH VARIASI LARUTAN KOH TERHADAP KUALITAS SABUN
BERBAHAN MINYAK JELANTAH DAN EKSTRAK BUNGA CENGKEH
Nur Ariyani Agustina dan Tirta Arizona Tarigan
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agro Teknologi Universitas Prima Indonesia,
Medan
Email: nurariyaniagustina@unprimdn.ac.id, [email protected]
Abstract
Soap is a surfactant that is used with water for washing and cleaning. Utilization of
used palm cooking oil as a raw material for making liquid hand soap is an
alternative in an effort to manage waste palm oil used. The addition of clove flower
extract as an antiseptic adds to the value of its benefits. This study aims to
determine the effect of variations in KOH solution on the quality of hand soap
made from a mixture of purified palm cooking oil and clove flower extract
(Syzygium aromaticum L). This study used a factorial Completely Randomized
Design (CRD) with 30% KOH variation, namely 20 ml, 25 ml, 30 ml and 35 ml.
Based on the results of the study, it can be concluded that the results of observing
variations in KOH obtained test results; pH, foam height, foam stability, moisture
content, saponification number and organoleptic. The best results were found in the
30% KOH variation, namely 25 ml, with an average standard pH of 10.46, initial
foam height 8.5 cm, final foam height 8 cm, foam stability 90.83%, moisture
content 56.5%, number saponification 70,125, organoleptic like having a slightly
thick texture, and has a light brown color. Based on the results of the KOH
variation above, it has met the standard for liquid hand soap (Indonesian national
standard 06 3235-1994), namely the quality requirements for liquid hand soap.
Keyword : cooking oil; KOH; hand Soap
Abstrak
Sabun merupakan surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Pemanfataan minyak jelantah kelapa sawit sebagai bahan baku
pembuatan sabun cuci tangan cair merupakan alternatif dalam upaya pengelolaan
limbah minyak jelantah kelapa sawit. Penambahan ekstrak bunga cengkeh sebagai
antiseptik menambah nilai manfaatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variasi larutan KOH terhadap kualitas sabun cuci tangan berbahan baku
campuran minyak jelantah kelapa sawit yang di murnikan dan ekstrak bunga
cengkeh (Syzygium aromaticum L). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) satu faktorial dengan variasi KOH 30 % yaitu 20 ml, 25 ml, 30 ml
dan 35 ml. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hasil pengamatan variasi
KOH diperoleh hasil uji; pH, tinggi busa, stabilitas busa, kadar air, bilangan
penyabunan dan organoleptik. Hasil terbaik terdapat pada variasi KOH 30% yaitu
25 ml, dengan rata rata pH standar 10,46, tinggi busa awal 8,5 cm, tinggi busa akhir
8 cm, stabilitas busa 90,83 %, kadar air 56,5 %, bilangan penyabunan 70,125,
Pengaruh Variasi Larutan KOH Terhadap Kualitas Sabun Berbahan Minyak Jelantah
dan Ekstrak Bunga Cengkeh
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021 1001
organoleptik seperti memiliki tekstur yang sedikit kental, dan memiliki warna
cokelat muda. Berdasarkan hasil variasi KOH di atas bahwa telah memenuhi
standar untuk sabun cuci tangan cair (Standar nasional Indonesia 06 3235- 1994)
yaitu syarat mutu sabun cuci tangan cair.
Kata kunci: minyak jelantah; KOH; sabun cuci tangan
Pendahuluan
Menurut data Dapartemen Perindustrian Tahun 2005, produksi minyak goreng
Indonesia pada tahun 2005 meningkat hingga 11,6% atau sekitar 6,43 juta ton,
sedangkan konsumsi perkapita minyak goreng mencapai 16,5 kg/ tahun dengan
konsumsi perkapita khusus minyak goreng sawit sebesar 12,7 kg/ tahun.
Peningkatan jumlah limbah minyak kelapa sawit bekas pakai yang tidak
termanfaatkan dengan baik terjadi terus menerus. Minyak jelantah (waste cooking oil)
adalah minyak yang telah digunakan secara berulang-ulang hingga 3-4 kali
penggorengan (Naomi, Gaol, & Toha, 2013). Minyak jelantah apabila dikonsumsi terus
menerus dalam waktu yang lama akan membahayakan kesehatan karena mengandung
asam lemak jenuh yang sangat tinggi dan dapat memicu berbagai penyakit penyebab
kematian (Ardhany & Lamsiyah, 2018).
Minyak jelantah kelapa sawit diproses melalui saponifikasi, yaitu hidrolisis
lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuatan kondisi basa
yang digunakan yaitu Natrium Hidroksida (NaOH) dan Kalium Hidrokdsida (KOH).
Jika basa yang digunakan adalah NaOH maka produk reaksi yang digunakan adalah
sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan berupa KOH. Maka produk reaksi
merupakan sabun cair (Khuzaimah, 2018).
Sabun secara umum didefinisikan sebagai garam alkali dari asam lemak rantai
panjang. Lemak atau minyak disaponifikasi bersama garam natrium atau kalium
sehingga terjadi proses penyabunan. Sabun dihasilkan dari dua bahan utama, yaitu alkali
dan lemak atau minyak (Anggraini, Rahmides, & Malik, 2012).
Penggunaan larutan KOH sangat mempengaruhi kualitas sabun dikarenakan
konsentrasi KOH berpengaruh terhadap karakteristik sabun cair yang dihasilkan. Bunga
cengkeh berfungsi sebagai zat antifungi dan antibakteri. Pemeliharaan kulit
memburuhkan suatu perhatian khusus terhadap bakteri, karena kulit merupakan lapisan
terluar yang menutupi semua permukaan tubuh manusia (Andries, Gunawan, & Supit,
2014).
Tangan merupakan media utama dalam penyebaran bakteri. Oleh karena itu,
perlu adanya persediaan antiseptik tangan. Salah satu bentuk persediaan antiseptik yang
sering digunakan untuk tangan yaitu berbentuk gel atau sabun. Kemampuan bunga
cengkeh sebagai antibakteri karena bunga cengkeh memiliki minyak atsiri yang
mengandung eugenol, tannin, saponin, flavonoid, dan alkaloid. Maka dari itu, untuk
memperbaharui penelitian sebelumnya, pada penelitian ini ditambahkan ekstrak bunga
cengkeh sebagai campuran minyak jelantah dalam pembuatan sabun cair.
Nur Ariyani Agustina, Tirta Arizona Tarigan
1002 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi larutan KOH
terhadap kualitas sabun cuci tangan berbahan baku campuran minyak jelantah kelapa
sawit yang dimurnikan dan ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum L).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) satu Faktorial yaitu KOH 30%:
a) 20 ml = A1
b) 25 ml = A2
c) 30 ml = A3
d) 35 ml = A4
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Prima
Indonesia pada Februari 2021. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
gelas beaker, kertas saring, kertas pH universal, Hot Plate, stirrer, termometer, corong
kaca, buret, mixer, erlenmeyer, klem, statif buret dan alat-alat tulis. Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: minyak jelantah dari pedagang ayam kentaki,
Serbuk Bunga Cengkeh, pewarna makanan, pewangi, Karbon aktif (arang kayu),
akuades, KOH 30%, etanol 96% gliserin dan alkohol.
Penggunaan metode RAL semua plot diacak sekaligus sehingga dalam
perlakuan yang sama biankita bisa kita jumpai beberapa kali dalam satu ulangan.
Rumus mencari ulangan RAL adalah:
(𝑟 1) ≥ 15
4(r 1) ≥ 15
4r 4 ≥15
4r ≥ 15 + 4 r = 19
= 4,75 r = 5
t = banyaknya perlakuan
r = banyaknya pengulagan
Pengujian dilakukan dengan 5 ulangan dengan jumlah 20 plot percobaan.
Model rancangan acak lengkap (RAL) satu faktorial yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Yij = μ+ Ti + εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke i ulangan ke j
μ = nilai tengah umum
Ti = pengaruh ke i
εij = pengaruh acak (kesalahan percobaan) pada perlakuan ke i dan ulangan ke j
Data analisis dengan Analysis of Variance (ANOVA), Apabila hail perlakuan
pada penelitian ini berpengaruh nyata, maka dilakukan pengujian lebih lanjut dengan
Uji Perbandingan Jamak dengan Uji Tukey HSD menggunakan SPSS versi 22.0.
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan ialah sebagai berikut.
1. Pemurnian Minyak Jelantah
Pengaruh Variasi Larutan KOH Terhadap Kualitas Sabun Berbahan Minyak Jelantah
dan Ekstrak Bunga Cengkeh
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021 1003
Proses pemurnian minyak jelantah, sebagai berikut.
a. Proses penghilangan kotoran minyak jelantah dengan cara memasukkan 1000 ml
minyak jelantah yang akan dimurnikan kemudian memasukkannya ke dalam
beakerglass 1000 ml. Kemudian memisahkan minyak dari kotoran dengan
menyaringnya menggunakan kertas saring, setelah itu lakukan proses netralisasi.
Minyak jelantah sawit hasil penghilangan bumbu (despicing) dipanaskan pada
suhu ± 23 60°C, dimasukan larutan KOH 15% dengan komposisi; Minyak :
KOH = 100 ml minyak : 50 ml KOH kemudian Campuran diaduk menggunakan
Hot Plate selama 10 menit lalu disaring dengan kertas saring untuk memisahkan
kotorannya.
b. Proses pemucatan (bleaching). Memanaskan minyak goreng hasil netralisasi
sampai suhu 70 ºC. Mengambil minyak goreng sebanyak 100 ml dari hasil
penghilangan kotoran. Memasukkan karbon aktif (arang kayu) sebanyak 7,5%
berat dari 100 ml minyak goreng hasil penghilangan kotoran. Mengaduk larutan
dengan Hot plate selama 60 menit dan dipanaskan pada suhu 150 °C. Kemudian
menyaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan kotoran
minyak jelantah pemurnian siap digunakan.
2. Ekstrak Buah Cengkeh
Pembuatan ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum L) dilakukan secara
maserasi yaitu ditimbang Sebanyak 500 gram serbuk bunga cengkeh. Kemudian
dimasukan seruk simplisa kedalam bejana maserasi. Setelah itu tuang secara
perlahan pelarut etanol 96 % sebanyak 2000 ml kedalam bejana maserasi yang berisi
serbuk simplisia. Setelah itu dibiarkan selama 3 hari dengan pengadukan 2 kali
setiap 24 jam. Selama 1 hari disaring, kemudian filtrate diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 78,3°C. Hingga diperoleh ekstrak kental etanol.
3. Pembuatan Sabun Cair
Masukan minyak jelantah yang sudah jernih sebanyak 53 mL dalam. Masing -
masing beaker glass 250 mL, kemudian tambahkan larutan KOH 30% sebanyak 20
ml, 25 ml, 30 mL, 35 ml serta ekstrak bunga cengkeh 15 mL ke setiap gelas beaker
selanjutnya panaskan campuran sampel pada masing-masing suhu 70°C selama 80
menit menggunakan hot plate, selanjutnya tambahkan 10 mL gliserin dan 20 mL
alkohol 96% lalu mengaduknya selama 5 menit. Lalu tambahkan aquadest sebanyak
50 mL dan mengaduknya selama 5 menit. Dinginkan sabun cair yang sudah jadi
kemudian menambahkan pewarna 0,02% dari berat sabun cair dan pewangi 0,02%
dari berat sabun cair, dilanjutkan dengan pengadukan selama 5 menit.
Hasil dan Pembahasan
Sabun cair perlu dianalisis untuk mengetahui mutu dari sabun cair berdasarkan
SNI. Analisis sabun cair meliputi uji derajat keasaman (pH) sabun, uji tinggi busa, uji
stabilitas busa, uji kadar air (%), uji bilangan penyabunan, dan uji organoleptik.
Nur Ariyani Agustina, Tirta Arizona Tarigan
1004 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021
a. Uji Derajat Keasaman (pH)
Gambar 1. Grafik pengaruh variasi larutan KOH terhadap pH sabun cair
Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa rataan pH sabun terrendah yaitu
pada larutan KOH 25 ml dengan nilai rataan pH sebesar 10,46. Hasil ini menunjukkan
bahwa pada larutan KOH 25 ml memiliki pH sabun yang memenuhi standar pH sabun
yang disarankan yaitu berkisar 8 sampai 11 ( Badan standarisasi Nasional, 2009).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sabun cair pada percobaan dengan KOH 30% 25 ml
memenuhi standar SNI.
Tabel 1. Tabel sidik ragam pengamatan pH sabun cair
SK
df
JK
KT
Ftab
Perlakuan
3
14,02
4,67
3,16
Galat
16
0,24
0,02
Total
19
14,26
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai hitung F (311,6) > F tabel
(3,16) yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variasi larutan KOH
terhadap pH sabun cair berbahan baku minyak jelantah kelapa sawit.
Berdasarkan hasil pengujian Tukey HSD, perbandingan rata-rata pH sabun cair
pada larutan KOH 20 ml dengan larutan KOH 25 ml (sig. = 0,001) dan larutan KOH 30
ml (sig. = 0,019) memiliki nilai signifikan < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan rata-
rata pH sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan 25 ml dan 30 ml. Perbandingan
rata-rata pH sabun cair pada larutan 20 ml dengan larutan KOH 35 ml (sig. = 0,954)
memiliki nilai signifikan > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata pH
sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan larutan KOH 35 ml. Maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata pH sabun cair berbeda secara signifikan pada tiga variasi
larutan KOH.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Widiyati & Wahyuningtyas, 2020) yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh konsentrasi KOH terhadap pH sabun. pH semakin
basa seiring bertambahnya konsentrasi KOH pada sampel. Hal ini dikarenaan adanya
zat sisa reaksi yang bersifat basa dan tidak dapat terpisah dari sabun.
Pengaruh Variasi Larutan KOH Terhadap Kualitas Sabun Berbahan Minyak Jelantah
dan Ekstrak Bunga Cengkeh
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021 1005
b. Uji Tinggi Busa
Gambar 2. Grafik pengaruh variasi larutan KOH terhadap tinggi busa awal sabun
cair
Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa, pada perlakuan variasi larutan
KOH diperoleh hasil bahwa rataan tinggi busa sabun sebelum didiamkan selama 5
menit tertinggi yaitu pada larutan KOH 20 ml dengan nilai rataan tinggi busa sabun
ialah 10,9 cm.
Tabel 2. Tabel sidik ragam pengamatan tinggi busa awal sabun cair
SK
df
JK
KT
Ftab
Perlakuan
3
16,72
5,57
3,16
Galat
16
4,90
0,31
Total
19
21,62
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai hitung F (18,20) > F tabel
(3,16) yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variasi larutan KOH
terhadap tinggi busa awal sabun cair berbahan baku minyak jelantah kelapa sawit.
Berdasarkan hasil pengujian Tukey HSD, perbandingan rata-rata tinggi busa
awal sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan larutan KOH 25 ml (sig. = 0,001),
larutan KOH 30 ml (sig. = 0,001) dan larutan KOH 35 ml (sig. = 0,004) memiliki nilai
signifikan < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan rata-rata tinggi busa awal sabun cair
pada larutan KOH 20 ml dengan 25 ml, 30 ml dan 35 ml. Maka dapat disimpulkan
bahwa rata-rata tinggi busa awal sabun cair berbeda secara signifikan pada semua
variasi larutan KOH.
Nur Ariyani Agustina, Tirta Arizona Tarigan
1006 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021
Gambar 3. Grafik pengaruh variasi larutan KOH terhadap tinggi busa akhir
sabun cair
Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa, pada perlakuan variasi larutan
KOH diperoleh hasil bahwa rataan tinggi busa sabun setelah didiamkan selama 5 menit
tertinggi yaitu pada larutan KOH 20 ml dengan nilai rataan tinggi busa sabun ialah 9,5
cm.
Tabel 3. Tabel sidik ragam pengamatan tinggi busa akhir sabun cair
SK
df
JK
KT
Ftab
Perlakuan
3
5,24
1,75
3,16
Galat
16
3,00
0,19
Total
19
8,24
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai hitung F (9,31) > F tabel (3,16)
yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variasi larutan KOH terhadap
tinggi busa akhir sabun cair berbahan baku minyak jelantah kelapa sawit.
Berdasarkan hasil pengujian Tukey HSD, perbandingan rata-rata tinggi busa
akhir sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan larutan KOH 25 ml (sig. = 0,001), dan
larutan KOH 30 ml (sig. = 0,005) memiliki nilai signifikan < 0,05 yang berarti terdapat
perbedaan rata-rata tinggi busa akhir sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan 25 ml,
dan 30 ml. Perbandingan rata-rata tinggi busa akhir sabun cair pada larutan KOH 20 ml
dengan larutan KOH 35 ml (sig. = 0,298) memiliki nilai signifikan > 0,05 yang berarti
tidak terdapat perbedaan rata-rata tinggi busa akhir sabun cair pada larutan KOH 20 ml
dengan 35 ml. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata tinggi busa akhir sabun cair
berbeda secara signifikan pada tiga variasi larutan KOH.
Penelitian ini sejalan dengan (Silsia, Susanti, & Apriantonedi, 2017) terdapat
pengaruh konsentrasi KOH terhadap tinggi busa sabun. Umumnya konsumen menyukai
sabun dengan busa yang banyak. Semakin banyak air yang ditambahkan pada proses
pembuatan sabun cair makin tinggi busa sabun yang terbentuk.
Pengaruh Variasi Larutan KOH Terhadap Kualitas Sabun Berbahan Minyak Jelantah
dan Ekstrak Bunga Cengkeh
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021 1007
c. Uji Stabilitas Busa
Gambar 4. Grafik pengaruh variasi larutan KOH terhadap stabilitas busa sabun
cair
Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa, pada perlakuan variasi larutan
KOH diperoleh hasil bahwa rataan stabilitas sabun tertinggi yaitu pada larutan KOH 20
ml dengan nilai rataan stabilitas busa sabun sebesar 89,48%. Hasil ini menunjukkan
bahwa pada larutan KOH 20 ml memiliki stabilitas busa sabun yang paling stabil.
Tabel 4. Tabel sidik ragam pengamatan stabilitas busa sabun cair
SK
df
JK
KT
F
Ftab
Perlakuan
3
411,12
137,04
6,78
3,16
Galat
16
323,34
20,21
Total
19
734,46
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai hitung F (6,78) > F tabel (3,16)
yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variasi larutan KOH terhadap
stabilitas busa sabun cair berbahan baku minyak jelantah kelapa sawit.
Berdasarkan hasil pengujian Tukey HSD, perbandingan rata-rata stabilitas busa
sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan larutan KOH 25 ml (sig. = 0,120), dan
larutan KOH 30 ml (sig. = 0,633) memiliki nilai signifikan > 0,05 yang berarti tidak
terdapat perbedaan rata-rata stabilitas busa sabun cair pada larutan KOH 20 ml dengan
25 ml, dan 30 ml. Perbandingan rata-rata stabilitas busa sabun cair pada larutan KOH 20
ml dengan larutan KOH 35 ml (sig. = 0,003) memiliki nilai signifikan < 0,05 yang
berarti terdapat perbedaan rata-rata stabilitas busa sabun cair pada larutan KOH 20 ml
dengan 35 ml. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata stabilitas busa sabun cair
berbeda secara signifikan pada dua variasi larutan KOH.
Penelitian ini sejalan dengan (Bidilah, Rumape, & Mohamad, 2017) yang
menyatakan adanya pengaruh volume KOH dan lama pengadukan dalam pembuatan
sabun cair dengan stabilitas busa sabun cair. Stabilitas busa mempunyai kecenderungan
makin menurun dengan semakin lamanya pengadukan dan semakin banyaknya rasio air-
sabun.
Nur Ariyani Agustina, Tirta Arizona Tarigan
1008 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021
d. Uji Kadar Air (%)
Gambar 5. Grafik pengaruh variasi larutan KOH terhadap kadar air sabun cair
Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa, pada perlakuan variasi larutan
KOH diperoleh hasil bahwa rataan kadar air tertinggi yaitu pada larutan KOH 25 ml
dengan nilai rataan kadar air sabun sebesar 56,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
larutan KOH 25 ml memiliki kadar air paling tinggi.
Tabel 5. Tabel sidik ragam pengamatan kadar air sabun cair
SK
df
JK
KT
F
Ftab
Perlakuan
3
487,50
162,50
48,15
3,16
Galat
16
40,50
3,37
Total
19
528,00
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai hitung F (48,15) > F tabel
(3,16) yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variasi larutan KOH
terhadap kadar air sabun cair berbahan baku minyak jelantah kelapa sawit.
Berdasarkan hasil pengujian Tukey HSD, perbandingan rata-rata kadar air sabun
cair pada larutan KOH 20 ml dengan larutan KOH 25 ml (sig. = 0,001), larutan KOH 30
ml (sig. = 0,001) dan larutan KOH 35 ml (sig. = 0,001) memiliki nilai signifikan < 0,05
yang berarti terdapat perbedaan rata-rata kadar air sabun cair pada larutan KOH 20 ml
dengan 25 ml, 30 ml dan 35 ml. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar air
sabun cair berbeda secara signifikan pada semua variasi larutan KOH.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Susanti & Guterres, 2018) yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh formula KOH terhadap kadar air pada sabun. Kadar air dalam
sabun minimum sebesar 15%. Penelitian (Naomi et al., 2013) menyatakan bahwa kadar
air diatas 15% memberikan sifat sabun menjadi lunak.
e. Uji Bilangan Penyabunan
Tabel 6. Analisis hasil uji bilangan penyabunan
Perlakuan
Titrasi Sampel
Titrasi Blanko
Bilangan Penyabunan
A1 (20 ml)
5,4
22,8
97,614
Pengaruh Variasi Larutan KOH Terhadap Kualitas Sabun Berbahan Minyak Jelantah
dan Ekstrak Bunga Cengkeh
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021 1009
A2 (25 ml)
10,3
22,8
70,125
A3 (30 ml)
11,8
22,8
61,710
A4 (35 ml)
15,4
22,8
41,514
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pada perlakuan variasi KOH
diperoleh hasil bahwa bilangan penyabunan tertinggi yaitu pada larutan KOH 20 ml
dengan nilai bilangan penyabunan 97,614 dan bilangan penyabunan terendah yaitu pada
larutan KOH 35 ml dengan nilai bilangan penyabunan 41,514.
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk
menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau
lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alkohol maka KOH akan
bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul
minyak atau lemak. Untuk menetralkan satu molekul gliserol diperlukan tiga molekul
alkali (Purba, 2018). Pada hasil penelitian ini didapatkan bilangan penyabunan pada
KOH 20 ml sebesar 97,614, pada KOH 25 ml sebesar 70,125, pada KOH 30 ml sebesar
61,710 dan pada KOH 35 ml sebesar 41,514. Dari angka penyabunan ini menunjukkan
bahwa sabun yang berbentuk pada proses saponifikasi mengandung asam-asam lemak
rantai panjang dengan berat molekul yang besar (Rusmalina, 2019).
f. Uji Organoleptik
Tabel 7. Analisis hasil uji organoleptik
Perlakuan
Tekstur
Warna
Bau
A1 (20 ml)
Sedikit Kental
Cokelat Muda
Green tea
A2 (25 ml)
Sedikit Kental
Cokelat Muda
Green tea
A3 (30 ml)
Kental
Cokelat Tua
Green tea
A4 (35 ml)
Sangat Kental
Cokelat Tua
Green tea
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada perlakuan variasi larutan
KOH 20 ml dan 25 ml memiliki tekstur yang sedikit kental, warna cokelat muda. Pada
perlakuan variasi larutan KOH 30 ml memiliki tekstur yang kental dan warna cokelat
tua, serta pada perlakuan.
Menurut Standar Nasional Indonesia, sabun cair memenuhi syarat organoleptis
bila berbentuk cair, berwarna khas dan beraroma khas. Berdasarkan hasil penelitian ini,
sabun cair dengan KOH 20 ml dan 25 ml yang memenuhi syarat organoleptis. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian (Muthmainnah, 2020), yang mendapatkan bahwa
terdapat pengaruh penambahan formula KOH terhadap hasil uji organoleptis. Semakin
tinggi formula KOH yang diberikan maka hasil organoleptis menunjukkan sabun
memiliki warna yang kehitaman. Penambahan ekstrak bahan lainnya seperti lemon dan
aloevera juga dapat menambah bau yang ada pada sabun serta dapat menjadi sumber
antiseptik alami (Adriani, Rinaldi, Hardiana, Suci, & Mustafa, 2020).
Nur Ariyani Agustina, Tirta Arizona Tarigan
1010 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa, hasil
pengamatan variasi KOH diperoleh hasil uji: pH, tinggi busa, stabilitas busa, kadar air,
bilangan penyabunan dan organoleptik.
Hasil terbaik terdapat pada variasi KOH 30% yaitu 25 ml, dengan rata-rata pH
standar 10,46, tinggi busa awal 8,5 cm, tinggi busa akhir 8 cm, stabilitas busa 90,83%,
kadar air 56,5%, bilangan penyabunan 70,125, organoleptik seperti memiliki tekstur
yang sedikit kental dan warna cokelat muda. Berdasarkan hasil variasi KOH di atas
bahwa telah memenuhi standar untuk sabun cuci tangan cair (Standar Nasional
Indonesia 06 3235- 1994) yaitu syarat mutu sabun cuci tangan cair.
Pengaruh Variasi Larutan KOH Terhadap Kualitas Sabun Berbahan Minyak Jelantah
dan Ekstrak Bunga Cengkeh
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021 1011
Bibliography
Adriani, Azmalina, Rinaldi, Rinaldi, Hardiana, Hardiana, Suci, Suci, & Mustafa, Irfan.
(2020). Studi Formulasi Sabun Cuci dari Minyak Jelantah dengan Penambahan Air
Asam Sunti. Oceana Biomedicina Journal, 3(1), 5465.
Andries, Juvensius R., Gunawan, Paulina N., & Supit, Aurelia. (2014). uji efek anti
bakteri ekstrak bunga cengkeh terhadap bakteri Streptococcus mutans secara in
vitro. E-GiGi, 2(2).
Anggraini, Deni, Rahmides, Wiwik Sri, & Malik, Masril. (2012). Formulasi sabun cair
dari ekstrak batang nanas (Ananas comosus. l) untuk mengatasi jamur candida
albicans. Penelitian Farmasi Indonesia, 1(01), 3033.
Ardhany, Syahrida Dian, & Lamsiyah, Lamsiyah. (2018). Tingkat Pengetahuan
Pedagang Warung Tenda di Jalan Yos Sudarso Palangkaraya tentang Bahaya
Penggunaan Minyak Jelantah bagi Kesehatan. Jurnal Surya Medika (JSM), 3(2),
6268.
Bidilah, Siti Aulia, Rumape, Opir, & Mohamad, Erni. (2017). Optimasi Waktu
Pengadukan dan Volume KOH Sabun Cair Berbahan Dasar Minyak Jelantah.
Jambura Journal of Educational Chemistry, 12(1), 5560.
Khuzaimah, Siti. (2018). Pembuatan sabun padat dari minyak goreng bekas ditinjau dari
kinetika reaksi kimia. Ratih: Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau, 2(2), 11.
Muthmainnah, Ash habun Nufusil. (2020). Formulasi dan karakteristik sabun mandi
cair dengan ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana). Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Naomi, Phatalina, Gaol, Anna M. Lumban, & Toha, M. Yusuf. (2013). Pembuatan
sabun lunak dari minyak goreng bekas ditinjau dari kinetika reaksi kimia. Jurnal
Teknik Kimia, 19(2).
Nasional, Badan standarisasi. (2009). Standar Mutu Sabun Cair. SNI06-3532-1994
(Dewan Stan). Jakarta.
Purba, L. .. (2018). Pengaruh Penggorengan terhadap Komposisi Asam Lemak pada
Minyak Kelapa dan Minyak Jagung. Universitas Sumatera Utara, medan.
Rusmalina, Siska. (2019). Studi Peninjauan Kualitas Minyak Goreng Hasil Pemanasan
Berdasarkan Pada Bilangan Penyabunan. Pena Medika Jurnal Kesehatan, 9(2),
3847.
Silsia, Devi, Susanti, Laili, & Apriantonedi, Reko. (2017). Pengaruh Konsentrasi KOH
terhadap Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng
Nur Ariyani Agustina, Tirta Arizona Tarigan
1012 Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, Vol. 2, No. 6, Juni 2021
Bekas. Jurnal Agroindustri, 7(1).
Susanti, Maria Mita, & Guterres, Alicia Dinta Assuncao. (2018). Pengaruh Penambahan
Kalium Hidroksida (KOH) Terhadap Mutu Sabun Lunak Berbahan Dasar Minyak
Goreng Bekas. Jurnal Ilmiah Medsains, 4(1), 2533.
Widiyati, Dian Wahyu, & Wahyuningtyas, Dewi. (2020). OPTIMASI
PEMANFAATAN MINYAK SERAI (CYIMBOPOGANCITRATES DC)
SEBAGAI ZAT ANTISEPTIK PADA PEMBUATAN SABUN LUNAK
HERBAL. Jurnal Inovasi Proses, 5(1), 18.