Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: p–ISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2745-5254
Vol. 2, No. 5 Mei 2021
ANALISIS HEURMEUNITIKA GOOD GOVERNANCE DALAM LAYANAN PUBLIK TERHADAP PERKABAN ATR/BPN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDART PELAYANAN DAN PENGATURAN PERTANAHAN
Dinar Fatmawati
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
Abstract
Hukum administrasi negara adalah sarana hukum yang disediakan oleh negara untuk menjamin suatu hubungan yang baik antara pemerintahan dengan rakyat. Hukum administrasi meletakkan pemerintahan sebagai subjek hukum, yang memiliki kewenangan dan wewenang tersebut ditujukan untuk melayani rakyat. Dalam kenyataanya tidak menutup kemungkinan adanya kesewenang-wenangan pemerintah di dalam menjalankan wewenangnya tanpa disadari pada saat berhubungan dengan rakyat. Oleh sebab itu untuk menjamin bahwa pemerintah tidak sewenang-wenang di dalam menjalankan wewenang terhadap masyarakat maka diperlukan adanya suatu jaminan terhadap rakyat untuk mendapatkan kepastian hukum demi mewujudkan suatu keadilan. Layanan publik yang memiliki tugas untuk melayani segala kebutuhan masyarakat dalam bidang legalitas membutuhkan segala yang disebut dengan kepastian hukum, baik kepastian hukum dalam hal ketepatan waktu ataupun kepastian hukum dalam hal sebuah produk dari pemerintahan.
Keyword: authority, authority, state administrative law, government, people, legal certainty and justice.
Abstrak
Hukum administrasi negara adalah sarana hukum yang disediakan oleh negara untuk menjamin suatu hubungan yang baik antara pemerintahan dengan rakyat. Hukum administrasi meletakkan pemerintahan sebagai subjek hukum, yang memiliki kewenangan dan wewenang tersebut ditujukan untuk melayani rakyat. Dalam kenyataanya tidak menutup kemungkinan adanya kesewenang-wenangan pemerintah di dalam menjalankan wewenangnya tanpa disadari pada saat berhubungan dengan rakyat. Oleh sebab itu untuk menjamin bahwa pemerintah tidak sewenang-wenang di dalam menjalankan wewenang terhadap masyarakat maka diperlukan adanya suatu jaminan terhadap rakyat untuk mendapatkan kepastian hukum demi mewujudkan suatu keadilan. Layanan publik yang memiliki tugas untuk melayani segala kebutuhan masyarakat dalam bidang legalitas membutuhkan segala yang disebut dengan kepastian hukum, baik kepastian hukum dalam hal ketepatan waktu ataupun kepastian hukum dalam hal sebuah produk dari pemerintahan.
Kata kunci: kewenangan; wewenang; hukum administrasi negara; pemerintah; rakyat; kepastian hukum dan keadilan.
Pendahuluan
Dalam kondisi seperti saat ini yang terpenting adalah sebuah jaminan terhadap masyarakat di dalam memperoleh layanan dari pejabat pemerintah terbebas dari kesewenang-wenangan pemerintah di dalam menjalankan wewenang.
Berpendapat bahwa hukum administrasi negara sukar untuk didefinisikan dan kita tidak dapat mencoba mendefinisikannya dalam suatu cara yang “exact”. Menurut Groves dan Lee, untuk sarjana di australia cenderung menyampaikan bahwa hukum administrasi negara secara sederhana dapat diartikan sebagai bagian dari pada hukum publik yang tidak termasuk di dalam hukum tata negara (constitutional law), namun hukum tata negara dan segala bentuk konsekuensinya tidak pernah didapat secara keseluruhan dipisahkan dari hukum administrasi negara.
(Lee, 2017), “(for the most Australian scholar, administrative law might simply mean the part of publik law that do not include constitutional law-but many chapters of this book demonstrate that constitutional law and its consequences can never be entirely separated from administrative law)”.
Hukum administrasi negara adalah keseluruhan mengenai segala apa yang oleh pejabat-pejabat pemerintahan di lingkungan eksklusif (Menteri, kementerian, pejabat-pejabat, dan petugas-petugas, yang bekerja dalam badan-badan pemerintah), (administrative law is all about what the agencies of the executive) dapat dan tidak dapat melakukan. Hukum administrasi negara membuka peluang untuk mekanisme-mekanisme dan prinsip-prinsip bagi rakyat mempertanyakan atau bahkan melakukan perlawanan terhadap keputusan dari pejabat pemerintahan tersebut.
Menurut (Johan, 2018), hukum administrasi negara tidak dapat terlepas dari hukum tata negara. Hal tersebut disebabkan oleh komponen-komponen yang terkandung di dalam hukum tata negara yaitu: relasi hukum internasional, HAM, legislasi, system parlemen, organisasi kehakiman dan kekuasaannya, dan desentralisasi (Tjandra, 2021). Hukum administrasi merupakan hukum yang mengatur perihal hubungan pemerintah dengan rakyatnya.
Dalam hal ini kekuasaan untuk mempengaruhi kedudukan hukum dari rakyat, memberikan arahan, dan membentuk menjadi terorganisir, dalam membentuk hubungan antara pemerintah dan rakyat maka kekuasaan berada di tangan pemerintah.
“The coor of administrative, law is the relationship between The State and the citizen. The Administration has the power to affect the legal position of citizens and the direct and organize social relations in all manner of areas”.
Dari tulisan Sarden dan Stroink dapat disampaikan bahwa bahwa hukum adiministrasi adalah hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan rakyatnya, baik mengarahkan ataupun mengorganisir suatu relasi sosial.
Setiap perundang-undangan dalam sistem hukum Indonesia, disusun berdasarkan landasan umum penyusunan perundang-undangan, yaitu: (1) Landasan filosofis, Pancasila sebagai Filsafah Bangsa (filosofische grondslaag); (2) Landasan yuridis, dari mulai UUD 1945, Ketetapan MPR, dan Undang-Undang; (3) Landasan Politis, setiap Kebijaksanaan yang dianut Pemerintah di bidang Perundang-undangan.
Hal yang paling penting di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan adalah peran serta masyarakat selain dari pada adanya suatu kejelasan tujuan, adanya kapasitas dari Lembaga yang ditunjuk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, Adanya kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan, Peraturan perundang-undangan tersebut wajib untuk dapat dilaksanakan, Peraturan perundang-undangan tersebut wajib memuat daya guna dan hasil guna, Adanya suatu kejelasan rumusan dari diciptakannya suatu peraturan perundang-undangan. Adanya suatu penciptaan terhadap peraturan perundang-undang wajib memiliki karakter yang khas yaitu, peraturan perundang-undangan tersebut memiliki hasil guna (Doeltreffenheid) dan daya guna (Doelmatigheid). Bagaimana peran serta dari pemerintah dan masyarakat menciptakan good governance dalam instansi layanan publik di Indonesia? Hal tersebut terkait dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010, Tentang Standart Pelayanan Dan Pengaturan Pertanahan.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis hingga Menyusun laporan (Narbuko & Achmadi, 2003). Aktifitas penelitian dilakukan secara sitematis, memiliki arah, dan terdapat tujuan yang hendak dicapai sehingga data atau infromasi yang dikumpulkan di dalam melakukan suatu penelitian harus relevan dengan rumusan masalah, yang pada akhirnya nanti dapat dicapai sebuah kesimpulan dan saran yang memenuhi syarat validitas. yang dipergunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian Yuridis Normatif-Empiiris, yaitu, penggabungan antara pendekatan hukum normative dengan adanya penambahan beberapa unsur empiris. Metode penelitian yuridis normative-empiris mengenai ketentuan hukum normative (peraturan-perundang-undangan) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
Hasil dan Pembahasan
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sandaran dari asas legalitas, yang menyebutkan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, yang dimaksud dengan asas legalitas dalam hukum administrasi negara adalah semua mengenai keputusan Pejabat administrasi dan segala bentuk perbuatan dari pejabat administrasi harus didasarkan pada kewenangan yang di berikan oleh peraturan perundang-undangan (Syafira, 2019). Arti dari asas legalitas bahwa para penyelenggaran administrasi pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Jaminan dasar bagi kebebasan inndividu, serta perlindungan dari keputusan penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin individu dengan informasi yang diperbolehkan dan dilarang, bahwa setiap orang sebelumnya harus diberikan peringatan mengenai segala perbuatan yang termasuk illegal beserta sanksinya, tidak satupun suatu perbuatan dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara tegas dan jelas oleh suatu hukum pidana dan selama dapat dibuktikan bahwa perbuatan itu belum dilakukan. hal itulah yang disebut dengan asas legalitas.
Hukum administrasi negara adalah aturan-aturan yang terkait dengan sistem administrasi, yang subjek hukumnya adalah pemerintah dan warga negara, yang menyebabkan suatu negara itu memiliki fungsinya atau dapat menjalankan fungsinya. Dalam arti yaitu tanpa warga negara maka negara itu tidak akan hidup atau tidak akan berfungsi, Hukum administarsi negara adalah keseluruhan aturan yang mengatur bagaimana suatu negara itu sebagai penguasa di dalam menjalankan segala bentuk usaha-usaha yang menjadi tugasnya (Kusumadi Poedjosewojo), Hukum administarsi neagara adalah hubungan hukum yang menguji hubungan istimewa yang diadakan mengenai kemungkinan-kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang secara khusus (E.Utrecht).
Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), di negara Belanda di kenal dengan nama Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur (ABBB). Di negara Belanda tersebut asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai suatu norma hukum yang tidak tertulis, namun apparat pemerintah memiliki kewajiban untuk tetap mentaati ABBB tersebut. ABBB di negara Belanda di atur di dalam Wet AROB (Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen), yaitu, ketetapan pemerintah yang berada pada kekuasaan kehakiman tidak bertentangan dengan segala apa yang menjadi bagian daripada kesadaran hukum umum sebagai asas-asas yang berlaku (hidup), tentang pemerintahan yang baik. The Pricipal of Natural Justice (inggris), asas-asas umum pemerintahan yang baik ini dikenal dengan nama Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique (Perancis), Aglemene Rechtsbeginselen (Belgia), Verfassung Prinzipien (Jerman).
Tiga Belas (13) butir asas pemerintahan yang layak (principle of good administration), dalam acara penataran lanjutan Hukum tata Usaha Negara Tata Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Airlangga pada tahun 1978, oleh Crince Le Roy, yakni:
Asas kepastian Hukum (Principle of Legal security);
Yakni, penghormatan terhadap hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan putusan Tata Usaha Negara, meskipun dapat disadari di kemudian hari diketahui ternyata keputusan tersebut terdapat sesuatu kekekliruan. Sehingga Ketika terdapat klausule dibawah sebuah keputusan TUN yang berbunyi “ jika suatu hari terdapat kekeliruan di dalam keputusan ini, maka keputusan ini akan diperbaiki sebagaimana mestinya”, kalusule tersebut menjadi bertentangan dengan asas kepastian hukum.
Asas keseimbangan (Principle of proportionality);
Yakni, penjatuhan sanksi yang seimbang dengan besarnya pelanggaran/kesalahan, untuk dapat terpenuhinya asas keadilan. Contoh jika pelanggaran sempadan hanya sepanjang 40 cm maka sanksi yang dibebankan tidak perlu berkeharusan membongkar seluruh Gedung (Lotulung, 1994).
Asas Bertindak Cermat (Principle of carefulines);
Yakni, sebuah keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat. Contoh Ketika ada jalan berlubang maka pemerintah wajib segera mengambil keputusan untuk meletakkan tanda jalan “hati-hati”, jika pemerintah tidak segera mengerjakan, dan kemudian menimbulkan kecelakaan pada masyarakat, maka pemerintah dapat digugat oleh masyarakat.
Indroharto berpendapat, kecermatan ini dibagi dalam 2 bagian yakni, asas kecermatan formal dan asas kecermatan material, yang dimaksud dengan asas kecermatan formal adalah: sebuah instansi pada saat akan membuat suatu keputusan telah mendapatkan gambaran relevansi relevansi yang jelas (fairplay), dengan cara mempelajari dan meneliti tentang segala hal yang terkait dengan yang berkepentingan. Kecermatan material yakni, pada saat menetapkan kerugian kepada pihak yang berkepentingan tidak diperkenankan melampaui batas.
Asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintahan (Principle of motivation);
Dalam mengambil keputusan maka badan TUN diharapkan mempertimbangkan motivasi yang cukup, yang di dalam motivasi tersebut wajib mengandung unsur, benar, adil, dan jelas. Sehingga orang yang menerima keputusan dapat memahami, dan jika tidak menerima maka dapat melakukan banding.
Suatu keputusan harus didukung oleh alasan:
Penyusunan harus rasional;
Fakta yang teguh, bahwa fakta yang menjadi titik tolak ketetapan harus benar;
Alasan yang mendukung/meyakinkan (Hadjon, 1985)
Asas tidak mencampuradukkan kewenangan (Principles of none misuse of competence);
Di dalam mengambl suatu keputusan maka badan atau Pejabat TUN tersebut bersumber kepada hukum, tidak boleh menggunakan kewenangan untuk tujuan selain daripada tujuan yang telah ditetapkan di dalam kewenangannya. Yurisprudensi Conseil d”Etat di Perancis dan Belgia menyebut asas tidak mencampuadukkan kewenangan ini dengan nama detournement de pouvoir.
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (Principle of equality);
Badan TUN harus dapat mengambil keputusan yang sama dalam kasus yang sama.
Asas permainan yang layak (principles of fair play);
Asas ini memberikan penghargaan yang tinggi terhadap masyarakat untuk dapat menggunakan upaya-upaya hukum melalui administratief beroep, ataupun badan pengadilan. Asas fair play ini menurut indroharto instansi tidak boleh menghalangi terhadap pihak yang akan memperoleh keputusan tersebut akan dapat memperoleh keputusan yang menguntungkan. Pejabat TUN dalam hal ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh informasi yang benar dan adil , sehingga kesempatan untuk menuntut keadilan terbuka secara luas.
Asas keadilan atau kewajaran (principles of reasonableness of prohibition on arbitratiness);
Badan atau Pejabat TUN, di dalam mengambil keputusan tidak bertindak secara sewenang-wenang, (Larangan willekur atau kennelijk onredelijk)
Asas menanggapi penghargaan yang wajar (principle of meeting raised expectation);
Badan atau Pejabat TUN yang telah membuat janji janji kepada masyrakat agar dapat diwujudkan (ditepati).
Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the concequences of unnulled decision);
Apabila terjadi pembatalan oleh pengadilan terhadap keputusan yang dibuat oleh badan atau pejabat TUN, maka badana atau pejabat TUN tersebut memberikan rehabilitasi, yakni, mengganti rugi akibat keputusan yang pernah dibuat.
Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup), pribadi (principles of protecting the personal way of life);
Memberikan kebebasan kepada pegawai negeri untuk memilik pandangan falsafah hidup yang sesuai dengan bangsa falsafah hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila dan nilai-nilai moral yang diakui oleh bangsa Indonesia.
Asas kebijaksanaan (principles of sapiently);
Didalam pemerintah melaksanakan tugasnya maka diberikan kebebasan untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus setiap kali menunggu instruksi. Kebebasan yang dimaksud ini dalam hal tindakan aktif pemerintah untuk menyelenggarakan kepentingan umum. (publieke belang) di dalam lapangan hukum administrasi mengenal adanya asas prioritas, yakni, memberikan perlindungan dan mengedepankan kepentingan umum. Di dalam mengambil keputusan maka wajib mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorangan. Di dalam negara hukum modern maka tugas pemerintah adalah tidak hanya melaksanakan peraturan perundang-undangan (eksekutif), tetapi harus melaksanakan kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum sesuai dengan konsep peristilahan bestuur. Menurut hadjon, negara hukum di abad XX lebih mengedepankan penetapan tujuan (doelstelling) daripada penetapan norma (norm stelling), lebih mengedepankan perencanaan (plan) daripada instruksi (voorschrift), mengedepankan kebijakan (beleid) daripada pelaksanaan (uitvoering) atau penerapan (toepassing)
Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principles of publik service).
Agar di dalam menyelenggarakan tugasnya maka pemerintah mengutamakan kepentingan umum, yakni, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menuju pada terwujudnya alinia IV UUD 1945, pasal 33, pasal 34 UUD 1945. Asas penyelenggaraan kepentingan umum ini menjadi asas pemerintahan yang baik dengan sendirinya.
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut adalah berdasar kepada cita hukum Indonesia, asas yang terpenting adalah asas negara yang berdasar atas hukum dan asas pemerintahan yang berdasar pada konstitusi; dan asas lainnya (Soeprapto, 2007).
Setiap perundang-undangan dalam sistem hukum Indonesia, disusun berdasarkan landasan umum penyusunan perundang-undangan, yaitu:
Adanya kejelasan tujuan. Maksud dari kejelasan tujuan ini adalah adanya tujuan jelas yang hendak dicapai ketika dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan;
Adanya kapasitas dari Lembaga atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan, yang dapat diartikan bahwa, terhadap setiap jenis perraturan perundang-undangan yang hendak dibentuk oleh Lembaga negara atau pejabat yang berwenang. Oleh karena peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika Lembaga atau pejabat pembentuk suatu peraturan perundang-undangan tersebut tidak berwenang;
Adanya kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan, yang artinya adalah, pembentuk peraturan perundangan-undangan yaitu kapasitas Lembaga atau pejabat yang membuat tersebut wajib memperhatikan materi muatan dari peraturan perundang-undangan tersebut sesuai dengan jenis dan hirarki dari peraturan perundang-undangan;
Peraturan perundang-undangan tersebut wajib untuk dapat dilaksanakan, yang dimaksud dengan dapat dilaksanakan adalah harus dengan jelas dapat diperhitungkan efektifitas dari dibuatnya peraturan perundang-undangan tersebut pada masyarakat, yang dapat ditinjau dari aspek filosofis, aspek sosiologis, dan aspek yuridis;
Peraturan perundang-undangan tersebut wajib memuat daya guna dan hasil guna, yang artinya adalah, bahwa peraturan perundang-undangan tersebut dibuat oleh karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat dengan tujuan memiliki manfaat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
Adanya suatu kejelasan rumusan dari peraturan perundang-undangan, yang artinya adalah syarat teknis di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut wajib dipenuhi, baik dalam bentuk sistematika, pilihan kata atau istilah, serta Bahasa hukum yang digunakan adalah Bahasa yang mudah dan dapat dimengerti oleh masyarakat dengan tujuan dapat dihindarkan untuk memicu berbagai interpretasi di dalam pelaksanaannya;
Wajib dipenuhinya asas keterbukaan di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang artinya adalah bahwa di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dimulai dari awal yaitu, perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan memiliki sifat transparansi dan terbuka untuk umum. Sehingga dalam hal ini seluruh lapisan masyarakat memiliki kesempatan untuk dapat memberikan masukan di dalam rencana pembentukan peraturan perundang-undangan.
Kaidah hukum adalah sebuah peraturan yang oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara dipositifkan, demi berlakunya agar ddapat dipertahankan, dengan tujuan agar dapat mengikat setiap orang, dan dapat dipaksakan oleh apparat negara, dan termasuk aparat masyarakat. Dalam suatu kaidah hukum tidak menjadi penting persoalan batin dari seseorang apakah batinnya tersebut baik atau buruk, yang diperhatikan adalah sikap lahiriyah dari setiiap orang. Artinya karakteristik dari sebuah kaidah hukum adalah:
Sikap lahiriyah seseorang apakah bertentangan dengan hukum atau tidak; jika bertentangan apakah akan berlaku sanksi;
Sikap batin dari seseorang tidak menjadi perhatian dalam hal kaidah hukum.
Oleh sebab adanya suatu kaidah hukum, maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Yang dapat diperhatikan adalah bahwa hukum merupakan kaidah kaidah yang perlu diperhatikan, Batasan-batasan yang jelas yang telah ditentukan dan jika melanggar hukum maka sanksi akan diberikan.
Empat Pedoman perilaku yang merupakan wujud dari aturan hukum yang dibuat oleh para pemegang kewenangan hukum terkandung struktur dasar yang terdiri diantaranya adalah:
Subjek kaidah, yaitu, adanya sasaran penerapan kaidah;
Objek kaidah, menitik beratkan pada segala sesuatu mengenai peristiwa-peristiwa atau perilaku apa saja yang hendak diatur di dalam aturan hukum tersebut;
Operator kaidah, yaitu pengaturan mengenai objek kaidah, misalnya; menetapkan keharusan atau larangan atas sebuah perilaku tertentu;
Kondisi kaidah, yaitu sebuah aturan hukum agar dapat dilaksanakan, maka harus memperhatikan kondisi dan keadaan.
Beberapa jenis kaidah hukum, yaitu:
Kaidah perilaku, yang dimaksud dengan kaidah perilaku adalah, sebuah kaidah yang menerapkan aturan bagaimana kita harus atau boleh atau tidak boleh berperilaku. Kaidah perilaku ini memiliki tujuan untuk mengatur segala bentuk perilaku individu-individu di dalam kehidupan secara bermasyarakat.
Kaidah kewenangan, kaidah kewenangan adalah jenis kaidah hukum yang menerapkan aturan siapa saja yang berhak atau berwenang untuk dapat menciptakan kaidah perilaku tertentu. Kaidah kewenangan ini memiliki tujuan agar dapat ditentukan siapa yang berwenang untuk mengatur perilaku individu-individu di dalam berinteraksi bermasyarakat.
Kaidah sanksi, kaidah sanksi adalah jenis kaidah hukum yang menerapkan aturan yang memuat reaksi yuridis terhadap adanya pelanggaran atas kaidah perilaku atau kaidah kewenangan, secara umum kaidah sanksi memuat kewajiban untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kaidah tertentu;
Kaidah kualifikasi, kaidah kualifikasi adalah jenis kaidah hukum yang menerapkan aturan yang memuat suatu persyaratan-persyaratan tertentu bagi individu melaksanakan suatu perbuatan hukum tertentu, atau bahkan tidak melakukan suatu perbuatan hukum tertentu.
Kaidah peralihan, kaidah kualifikasi adalah jenis kaidah hukum yang menerapkan aturan yang digunakan sebagai sarana untuk mempertemukan aturan hukum tertentu sebagai akibat kehadiran peraturan perundang-undangan dengan suatu keadaan sebelum peraturan perundang-undangan itu berlaku. Kaidah peralihan tersebut memiliki tujuan untuk menghindarkan adanya suatu kekosongan hukum, demi menjamin adanya suatu kepastian hukum, dan memberikan suatu jaminan perlindungan hukum kepada subjek hukum tertentu (Afif, 2018).
Di dalam Undang-undang aparatur sipil negara yakni undang-undang Nomor 5 TAHUN 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara di dalam Pasal 2 menyampaikan bahwa:
Penyelenggara kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara berdasarkan pada asas:
Kepastian hukum;
Profesionalitas;
Proporsionalitas;
Keterpaduan;
Delegasi;
Netralisasi;
Akuntabilitas;
Efektif dan efisien;
Keterbukaan;
Non diskriminatif;
Persatuan dan kesatuan;
Keadilan dan kesetaraan;
Kesejahteraan.
Dan di dalam Pasal 4 huruf H disampaikan bahwa aparatur sipil negara bertanggung jawab atas tindakan dan kinerjanya terhadap publik, dan di dalam Pasal 4 huruf j, disampaikan bahwa dalam hal memberikan layanan terhadap masyarakat maka harus dilaksanakan secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna (Doelmatigheid), berhasil guna (doeltreffinheid), dan santun. Undang-undang aparatur sipil negara jika diperhatikan, dari bunyi pasal 2 Undang-undang Aparatur Sipil Negara maka memiliki karakteristik yang sama dengan yang terkandung di dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), Karakteristik dari pemerintahan yang baik (good governance) yakni;
Pelaksanaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance);
Transparansi yang baik dan efektif;
Dalam arti memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat. Dengan memberikan upaya yang seluas luasnya kepada masyarakat, maka memberikan ruang terhadap masyarakat untuk dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan publik. Masyarakat dapat dengan mudah menentukan akan memberikan dukungan kepada pemerintah, atau bahkan sebaliknya memberikan suatu protes terhadap pemerintah agar mendukung layanan publik. Oleh sebab hak untuk memperoleh informasi adalah hak asasi setiap warga negara agar dapat memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintah secara tepat (Muis et al., 2014). Transparansi adalah faktor yang mendukung terkait erat dengan akuntabilitas publik.
Akuntabilitas yang cukup baik.
Yang dimaksud dengan akuntabilitas publik adalah derajat yang dapat memberikan petunjuk terhadap tanggung jawab apparat atas kebijakan ataupun proses pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintahan. Untuk menciptakan good governance yang salah satu variabelnya adalah ditunjukkan melalui sistem pelayanan birokrasi pemerintahan yang akuntabel, maka tanggungjawab aparat pemerintahan di dalam melaksanakan fungsi sebagai layanan publik yang baik adalah hal yang paling penting untuk diperhatikan.
Sumber Daya Manusia
Kesadaran yang timbul dari pegawai pemerintahan mengenai pentingnya untuk merubah citra layanan publik sangat diperlukan. Oleh sebab itu di dalam implemantasinya maka setiap penyelenggara tugas-tugas pemerintahan harus dapat melaksanakan prinsip-prinsip good governance. Dalam hal ini pemerintah harus menunjukkkan orientasinta terhadap kepentingan masyarakat, oleh sebab pada prinsipnya, good governance adalah merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk pendekatan antara pemerintah dan masyarakat.
Pemerintahan dalam hal ini memiliki tugas-tugas pokok yakni, pada hakikatnya adalah melayani masyarakat, pemerintahan tersebut diadakan dengan tujuan untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan Bersama. Tuntutan ini sebagai akibat dari pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan dirasakan tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat, yang dimana tatanan masyarakat perlahan lahan sedikit demi sedikit mengalami suatu perubahan.
Efektifitas dan efisiensi aparat pemerintahan di dalam menyelenggarakan layanan publik menjadi tuntutan masyarakat. Kritikan masyarakat harus dipandang sebagai sebuah sistem yang konstruktif untuk apparat pemerintah menuju good governance, bukan sebaliknya tuntutan masyarakat menjadi sarana yang dianggap merusak tatanan pemerintahan.
Dari 14 prinsip-prinsip good governance, sebagaimana yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara, United Nations Development Program (UNDP) memberikan karakteristik, yakni:
Partisipasi Masyarakat (Participation);
Di dalam pembuatan keputusan, maka setiap warga negara memiliki hak suara, baik yang dilaksanakan secara langusng ataupun yang dilaksanakan secara intermediasi institusi legitimasi yang dapat mewakili kepentingannya. Berlandasakan pada dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi dalam tujuan yang sifatnya konstruktif.
Supremasi Hukum (Rule of Law);
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
Keterbukaan dan Transparancy (Openness and Transparancy);
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
Daya Tanggap (Responsiveness);
Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap “stakeholders”.
partisipasi berpendapat (Consensus Orientation);
Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
Keadilan (Equity);
Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency);
Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Tanggung gugat (Accountability);
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga “stakeholders”. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
Demokrasi (democracy);
Di dalam membuat kebijakan tidak hanya ditentukan oleh Lembaga eksekutif, baik perumusan kebijakan yang dilaksanakan untuk daerah ataupun pusat, melainkan ditentukan secara bersama sama consensus dengan masyarakat. Perumusan kebijakan tidak hanya ditentukan secara Bersama sama antara eksekutif dan legislative saja, melainkan didasarkan pada consensus.
Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency);
Adanya suatu profesionalisme dapat dilihat dari sumber daya manusia, yang dapat bekerja dengan penuh tanggung jawab dalam berinteraksi dengan masyarakat pada layanan public.
Desentralisasi (decentralization);
Adanya pendelegasian tugas dan wewenang dari pusat kepada seluruh tingkatan pemerintahan di bawahnya sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan ruang yang luas untuk mengelola layanan public dalam rangka mensukseskan pembangunan yang dilaksanakan baik di pusat ataupun di daerah.
Kemitraan dengan Dunia Usaha swasta dan masyarakat, (private sector and civil society partnership);
Pemerintahan yang memihak pada peningkatan kemitraan antara dunia usaha, swasta, da peran serta masyarakat, adanya hambatan birokrasi harus segera dapat diatasi dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat, serta dapat diatasi dengan adanya pelayanan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu.
Komitmen Pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment to reduce ineequality)
Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan, pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah maupun antar daerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat (Siti Maryam, 2017).
Wawasan ke depan (Strategic Vision);
Adanya suatu visi dan misi di awal dalam semua kegiatan pemerintahan, para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini (Widodo, 2001).
The United Development Programme (UNDP) mendefinisikan kepemerintahan (governance) sebagai Governance is the exercise of economic, political, and administrative authory to manage a country’s affairs at all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their population (Sedarmayanti & Dr, 2004). Lebih lanjut UNDP menegaskan bahwa “It is complex mechanisms, process, relationships, and institutions trough which citizens and groups articulate their interest, exercise their rights and obligations and mediate their differences” (Widodo, 2001).
Good governance dalam pandangan Lembaga Administrasi Negara (LAN) yakni, sebuah rangakaian proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Jika diperhatikan dari functional aspect, governance dapat ditinjau mengenai fungsi efektif dan efisiensi dari pemerintahan dalam upaya mewujudkan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya atau rencana tersebut mengalami kendala sehingga tidak dapat diwujudkan. Dalam pandangan LAN yang dimaksud dengan good dalam good governance memiliki 2 pengertian yakni, pertama bahwa good itu adalah menjunjung sebuah keinginan/kehendak/kemauan dari rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan daya kemampuan rakyat untuk mewujudkan tujuan secara nasional dalam bentuk kemandirian, pembangunan yang berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua yakni, terlaksananya variable efektif dan efisen dari pemerintahan di dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Good governance akan Nampak dari adanya penyelenggaraan negara dalam pemerintahannya yang solid, ddan memiliki rasa tanggungjawab, serta adanya efesiensi dan afektifitas dengan menjaga sinergitas adanya interaksi yang bersifat konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
UNDP dalam workshopnya menyimpulkan bahwa “that good governance system are participatory, implying that all members of governance institution have a voice in influencing decision-making”. Partisipasi adalah contoh dari sebuah sistem pemerintahan yang baik, yang menyatakan bahwa semua anggota institusi governance memiliki suara dalam mempengaruhi bagi pembuatan keputusan. Hal ini merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi. Prosedur dan metode pembuatan keputusan harus transparan (transparant) agar supaya memungkinkan terjadinya partisipasi efektif. Siapa saja yang dipilih untuk membuat keputusan dalam pemerintahan, organisasi bisnis dan organisasi masyarakat sipil (business and civil society organizations) harus bertanggung jawab kepada publik, serta kepada institusi stakeholders. Institusi governance harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan rakyat, memfasilitasi (fasilitative) dan memberi peluang (enabling) daripada sebuah peran mengkontrol (controling), melaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan (the rule of law).
Good governance diberikan batasan oleh bank dunia, adanya efisiensi dalam layanan public, sebuah sistem peradilan yang dapat diandalkan, dan adanya tanggung jawab pemerintahan kepada publik. Gerald Meier memberikan pengertian good governance, yaitu”prinsip mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggung jawab pada publik. Dan memperhatikan mengenai mekanisme pasar yang menjadi dasar utama di dalam adanya pembuatan keputusan mengenai alokasi dari sumber daya (Abdullah, 2002).
Melani D Selamat, mempersempit ke dalam 3 prinsip pokok utama yakin, partisipasi, transparansi, akuntabilitas.
Governance (pemerintahan atau kepemerintahan), adalah sebuah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam pelaksanaan penyediaan good Publik services. Dan ketika praktiknya tercapai maka disebut sebagai Good Governance. Hal-hal penting yang dapat dilakukan agar good governance tercapai adalah komitmen Bersama dari pemerintahan dan masyarakat, adanya koordinasi dan integritas yang baik, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi.
Sudah sejak lama antara pemerintahan, swasta, dan masyarakat berusaha mewujudkan konsep good governance. Hal yang terpenting adalah memahami terlebih dahulu konsep governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai tata pemerintahan. Tata pemerintahan yang dimaksud di dalam good governance bukan saja sebuah pengertian terhadap adanya suatu struktur dan manajemen Lembaga yang disebut sebagai eksekutif, pemerintah (government) yang dimaksud dalam hal ini hanyalah salah satu variable dari tiga variable lain yang membentuk lembaga yang disebut dengan governance. Dua variable lainnya yang terkait dengan mewujudkan good governance adalah private sector (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Memahami sebuah konsep governance, yakni memahami 3 variabel besar yang sangat berpengaruh dalam rangka mewujudkan good governance integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society (masyarakat) dalam suatu aturan main yang disepakati secara Bersama-sama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. kegiatan perekonomian adalah merupakan peran serta aktif dari sector swasta yang akan memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civils ociety (masyarakat) harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktivitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktivitas-aktivitas tersebut. Berdasarkan pemahaman atas pengertian governance tersebut, kata sifat good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik atau positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah dibuktikan dengan pengerahan sumber daya secara maksimal dari potensi yang dimiliki masing-masing dari 3 variabel tersebut atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin dicapai. Governance mengandung sifat sifat yang good, jika di dalam governance tersebut mengandung ciri-ciri atau indikator-indikator tertentu yang dapat digunakan untuk menentukan suatu pemerintahan itu adalah Good governance.
Konsep good governance, adalah tantangan tersendiri bagi penyelenggara kekuasaan negara. Terselenggaranya good governance merupakan persyaratan utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam kaitannya itu diperlukan pengembangan dan penerapan sebuah sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata (Nazsir, 2003). Hal berikutnya adalah menderegulasi akuntabilitas dari aparatur penyelenggara negara pada instansi pemerintahan, serta terbukanya secara luas akses informasi bagi masyarakat. Klasifikasi responsibility manajerial adalah konsep dasar dari akuntabilitas, responsibility manajerial tersebut wajib dapat dilaksanakan pada setiap tingkatan organisasi yang bertujuan untuk melaksanakan setiap kegiatan pada tiap bagian, sehingga setiap aparatur bertanggung jawab pada setiap kegiatan yang dilaksanakan, konsep ini bertujuan untuk membedakan antara kegiatan yang terkendali dan kegiatan yang tidak terkendali.
Akuntabilitas adalah suatu wujud nyata dari pertanggungjawaban dari setiap pelaksana kegiatan untuk diketahui tingkat keberhasilan atau tingkat kegagalan dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan, direncanakan, dan dinilai hasilnya oleh pihak yang berwenang dalam mencapai tujuan atau sasaran yang dapat dilaksanakan secara periodik.
Di dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standart Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Disampaikan bahwa tujuan daripada dibentuknya peraturan perundang-undangan tersebut adalah guna mewujudkan yang disebut dengan kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas layanan publik. Di dalam pasal 3 tersebut disampaikan tujuan yang ingin dicapai selain akuntabilitas adalah kepastian hukum dan keterbukaan publik, dapat kita ketahui bahwa kepastian hukum dan keterbukaan publik itu ditujukan untuk masyarakat. Oleh sebab dapat kita ketahui dari pembahasan diatas bahwa kepastian hukum dan keterbukaan publik itu adalah hak daripada masyarakat. Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk dapat mewujudkan yang disebut dengan good governance. Dan di dalam pasal 10 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standart Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Bahwa hasil pelaksanaan pelayanan pada setiap bulan di laporkan oleh kepala kantor pertanahan kepada kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional dan selanjutnya kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional melaporkan kegiatan pelaksanaan pelayanan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, segala yang termasuk di dalam pasal 11 perkaban 1/2010 inilah yang disebut dengan akuntabilitas, akan tetapi akuntabilitas tidak cukup untuk mewujudkan good governance tanpa adanya kepastian hukum dan keterbukaan publik yang menjadi hak dari masyarakat. Oleh sebab dengan membuka ruang yang luas terhadap keterbukaan informasi bagi masyarakat, maka masyarakat dapat menilai keberpihakan pemerintahan terhadap layanan publik. Sebuah akuntabilitas terjaga dengan baik, jika berdampingan dengan efektif dan efisiensi, transparansi, sehingga impac terhadap masyarakat menjadi penting, masyarakat dapat secara langsung merasakan adanya akuntabilitas dari pemerintahan, oleh sebab layanan publik ini terdiri dari pemerintahan dan masyarakat.
Adanya tanggungjawab akibat tindakan yang melawan hukum ( tortious liability), bertanggungjawab atas tindakan yang melawan hukum atau karena tidak melakukan sesuatu (omission) terhadap masyarakat (civil action) (Neil Hawke LLB (Hons), 2017). Sebuah tanggungjawab terpenting akibat perbuatan melawan hukum berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana pengganti (Vicarious Liability) majikan/Kantor atas tindak atau karena tidak melakukan sesuatu (omission) yang dilakukan oleh pegawai-pegawainya.
Terbukanya suatu pengaduan yang diletakkan di dalam salah satu pasal dalam Peraturan Perundang-undangan, adalah salah satu unsur dalam perwujudan good governance yaitu elemen responsibility. Pengaduan tersebut terbuka bagi orang yang terpengaruh secara langsung atau tidak puas karena tidak memperoleh pelayanan yang semestinya atau tindakan lainnya yang diambil oleh atau atas nama pelaksana layanan public yang dapat dikenai penyidikan, dan jika tidak sanggup membuat pengaduan maka ddapat menunjuk sebuah perwakilan. Dalam sebuah pengaduan tugas dari pengawas eksternal adalah membantu untuk mengantarkan kepada pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan terhadap ketidak adilan atau kesulitan akibat akibat kegagalan pelayanan public atau ketidak adilan atau kesulitan sebagai akibat maaladministrasi dalam hubungannya dengan tindakan lainnya.
Kesimpulan
Pelayanan pada dasarnya adalah serangkaian kegiatan sehingga proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan dan meliputi seluruh aspek kehidupan organisasi di dalam masyarakat.
Pelayanan public adalah segala bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang public maupun jasa public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi baik di pusat, di daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan.
Suatu pemerintahan yang baik wajib memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang jika penulis simpulkan maka dapat diambil garis besar dari seluruh asas-asas umum pemerintahan yang baik dan 11 principal dari United Nation Development Programme yakni, accountability, responsiveness, transparancy. Peran inspektorat sebagai Lembaga negara harus lebih proaktif dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas internal terhadap kegiatan layanan publik dalam suatu instansi yang berada dalam kewenangannya. Dengan menerima laporan pertanggungjawaban atas kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di suatu daerah dan wilayah, dalam hal ini disebut sebagai pengawasan secara internal. Dalam hal ini Kesadaran yang timbul dari pegawai pemerintahan mengenai pentingnya untuk merubah citra layanan publik sangat diperlukan. Oleh sebab itu di dalam implemantasinya maka setiap penyelenggara tugas-tugas pemerintahan harus dapat melaksanakan prinsip-prinsip good governance. Dalam hal ini pemerintah harus menunjukkkan orientasinta terhadap kepentingan masyarakat, oleh sebab pada prinsipnya, good governance adalah merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk pendekatan antara pemerintah dan masyarakat.
Untuk pengawasan secara eksternal maka keterlibatan masyarakat independent di suatu kantor instansi layanan publik adalah hal yang sangat penting dan wajib dilakukan demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik disebut dengan good governance. Fungsi masyarakat independent sebagai pihak pengawas ekternal dalam hal ini adalah untuk mewujudkan impac yang secara nyata dapat dirasakan oleh masyarakat. Dari pembahasan awal disampaikan bahwa sebuah konsep hukum administrasi negara adalah sebuah konsep hukum yang mengatur mengenai interaksi antara pemerintahan dan masyarakatnya melalui tindakan-tindakan hukum administrasi negara, tindakan hukum yang dimaksud adalah pemerintah sebagai penguasa (overheid), suatu negara tanpa masyarakat adalah bukan suatu negara, bahwa negara dapat menjalankan fungsinya dikarenakan adanya masyarakat, hakikat dari pada fungsi adanya sebuah pemerintahan adalah untuk melaksanakan fungsinya sebagai pemerintahan (studerende functie), tujuan daripada pelaksanaan fungsi pemerintahan tersebut adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara kesejahteraan (welfare state), Hukum administarsi negara memiliki fungsi menjaga interaksi secara holistic antara negara dan masyarakat, dan menjauhkan/mengupayakan/melakukan usaha-usaha, agar masyarakat dapat terhindar dari tindakan kesewenang-wenangan pemerintah dalam mendapatkan layanan publik. Kritikan/masukan dari masyarakat yang secara langsung merasakan sebagai subjek hukum yang terlibat langsung dalam layanan publik adalah sebuah control besar yang sangat memberikan pengaruh (influenze) terhadap pemerintahan untuk menuju good governance dalam layanan publik.
Bibliography
Abdullah, K. (2002). Penyelenggaraan Pemerintahan Dalam Konsep Good Governance. Jurnal Meritokrasi, 1(1), 64–75.
Afif, Z. (2018). Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Dialog, 7(1).
Hadjon, P. M. (1985). Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Tindak Pemerintahan (Bestuurshandeling). Djumali, Surabaya.
Johan, T. S. B. (2018). Hukum Tata Negara Dan Hukum Admnistrasi Negara Dalam Tataran Reformasi Ketatanegaraan Indonesia. Deepublish.
Lee, H. P. (2017). Constitutional conflicts in contemporary Malaysia. Oxford University Press.
Lotulung, P. E. (1994). Himpunan Makalah Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik.
Muis, M. A. H., Saleh, H. A., & Rusli, M. (2014). Analisis Implementasi Good Governance dalam Pelayanan Publik di Kecamatan Panakukkang Kota Makassar. GOVERNMENT: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 73–82.
Narbuko, C., & Achmadi, A. (2003). Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Nazsir, N. (2003). Good Governance. Mediator: Jurnal Komunikasi, 4(1), 135–150.
Neil Hawke LLB (Hons), P. . & N. P. (2017). Pengantar Hukum Administrasi, terjemahan dari Introduction to Administrative Law. Nusa Media.
Sedarmayanti, H., & Dr, M. P. (2004). Good Governance (kepemerintahan yang baik). CV. Mandar Maju. Bandung.
Siti Maryam, N. (2017). Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik. JIPSI-Jurnal Ilmu Politik Dan Komunikasi UNIKOM, 6.
Soeprapto, M. F. I. (2007). Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. PT Kanisius.
Syafira, H. (2019). Asas Legalitas Dalam Hukum Administrasi Negara. www.researchgate.net.
Tjandra, W. R. (2021). Hukum administrasi negara. Sinar Grafika.
Widodo, J. (2001). Good governance: telaah dari dimensi akuntabilitas dan kontrol birokrasi pada era desentralisasi dan otonomi daerah. Insan Cendekia surabaya.