Jurnal Indonesia Sosial Teknologi: p–ISSN: 2723 - 6609
e-ISSN : 2545-5254
Vol. 2, No. 3 Maret 2021
MENINGKATKAN KARAKTER BANGUNAN BERSEJARAH & KENYAMANAN VISUAL DENGAN PENCAHAYAAN BUATAN STUDI KASUS: GEDUNG LONDON SUMATRA INDONESIA DI KOTA MEDAN
Harry Wibowo
Fakultas Teknik Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan Universitas Negeri Medan
Email: [email protected]
Abstract
Medan City is famous for many historical buildings scattered all over the city. The building has a magnificent colonial architectural design. With the character of the building and its unique architectural details, this building is different from the others. But it is unfortunate that these buildings cannot be enjoyed at night. Due to the lack of artificial lighting received by the building. This study aims to obtain an overview of the visual comfort of the community, especially at night. The method used is a qualitative method to be able to understand the phenomena experienced by research subjects such as perception and by means of descriptions in the form of words and language, in a special natural context. Perceptions of the quality of building lighting are very much determined by the impression that comes out of a person at the time of seeing him, either directly or indirectly (using image media or computer screens). To facilitate the visual description of building lighting at night, modeling was carried out using Enscape software. The results of this study indicate that the visual quality of the building at night with the concept of good artificial planning (computer simulation) can improve the characteristics of the building, compared to using improvised lighting. With a good visual quality of the building, it will increase the various activities of the surrounding community and in the end it will make the historic building a regional spot at night.
Keywords: historical building; visual comvort; artificial lighting.
Abstrak
Kota Medan terkenal dengan banyaknya bangunan bersejarah yang tersebar di seluruh penjuru kota. Bangunan itu memiliki desain arsitektur kolonial yang megah. Karakter bangunan dan detail arsitektural yang unik menjadikan bangunan ini berbeda dari yang lain. Tapi sangat disayangkan bangunan-bangunan tersebut tidak dapat dinikmati keindahannya pada saat malam hari. Kurangnya pencahayaan buatan yang diterima oleh bangunan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kenyamanan visual masyarakat khususnya pada saat malam hari. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif untuk dapat memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian seperti persepsi dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah. Persepsi mengenai kualitas pencahayaan bangunan sangat ditentukan oleh kesan yang keluar pada diri seseorang pada saat melihatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung (menggunakan media gambar atau layar komputer). Memudahkan deskripsi visual pencahayaan bangunan pada malam hari, maka dilakukan pemodelan dengan software Enscape. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa kualitas visual bangunan pada malam hari dengan konsep perencanaan buatan yang baik (simulasi komputer) mampu meningkatkan karakteristik bangunan tersebut, dibandingkan dengan menggunakan pencahayaan seadanya. Kualitas visual bangunan yang baik maka akan meningkatkan berbagai aktifitas masyarakat disekitarnya dan pada akhirnya akan menjadikan bangunan bersejarah tersebut menjadi spot kawasan pada malam hari.
Kata kunci: bangunan bersejarah; kenyamanan visual; pencahayaan buatan.
Pendahuluan
Bangunan bersejarah yang tersebar hampir di seluruh kota yang ada di negara Indonesia, tidak lepas dari adanya pengaruh kolonialisme yang terjadi pada masa lalu (Rachman, 2017). Bangunan bersejarah ini dibangun pada masa penjajahan kolonial dengan fungsi yang berbeda, yaitu fungsi perumahan, perkantoran, rumah sakit, stasiun dan lain sebagainya (Keling, 2016). Setelah kemerdekaan, bangunan tersebut diambil alih oleh negara Indonesia dan difungsinya sesuai kebutuhannya. Sekarang bangunan – bangunan bersejarah ini menjadi sebuah warisan kebudayaan yang sudah diatur dalam (Undang-Undang RI No.11, 2010) tentang Cagar Budaya bahwa bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata.
Walaupun di dalam konstitusi telah mengatur tentang bangunan bersejarah, akan tetapi masih banyak dijumpai bangunan sejarah ini tidak diperhatikan dan tidak jarang yang dihancurkan dengan mengganti bangunan baru yang lebih modern. Hal ini terjadi akibat dari pesatnya perkembangan kota dengan ragam bangunan baru yang hadir dengan berbagai macam gaya arsitektur tanpa memperhatikan konteksnya (Sari, Harani, & Werdiningsih, 2017).
Padahal dengan adanya bangunan- bangunan bersejarah dengan arsitektur kolonial yang memiliki karateristik yang khas dan unik dapat memberikan citra visual yang menarik pada sebuah kawasan. Lebih lanjut apabila bangunan bersejarah ini dikonservasi dengan baik maka akan menjadi salah satu destinasi wisata (edukasi historis) yang akan menambah pendapatan kota tersebut (Putra, 2019).
Kota Medan sebagai kota terbesar ke-3 di Indonesia memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda. Hal ini tidak lepas dari sejarah panjang kota Medan sebagai pengasil tembakau yang dikenal komoditas ekspor terbaik di dunia yaitu Tembakau Deli. Beberapa bangunan bersejarah kolonial yang masih terawat dan dapat dinikmati visualnya dengan baik salah satunya gedung London Sumatera Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan nama “Gedung Lonsum” yaitu akronim dari London Sumatera (Hidayat, Ganie, & Harefa, 2019).
Gedung Lonsum terletak di jalan Jendral Ahmad Yani No.2 Medan Kesawan, berdekatan dengan kawasan lapangan Merdeka Medan, yang termasuk juga ke dalam situs kawasan bersejarah dimana di sekitar kawasan ini terdapat beberapa bangunan bersejarah lainnya yaitu stasiun kereta api medan, rumah Tjong afi, Bank Indonesia, kantor pos utama Medan. Keberadaan bangunan-bangunan bersejarah pada kawasan ini pada akhirnya akan memperkuat karakter kawasan lapangan Merdeka sebagai pusat bangunan bersejarah yang ada di kota medan (Hidayat et al., 2019).
Kekhasan karakteristik yang dimiliki bangunan-bangunan bersejarah akan membentuk suatu image yang tidak dimiliki oleh bangunan atau kawasan lainnya.
Gambar 1. Gedung London Sumatera dibangun pada tahun 1906 dan dijadikan sebagai kantor perkebunan Harrison & Crossf
Keindahan visual serta karateristik desain yang melekat pada bangunan bersejarah hanya bisa kita nikmati pada siang hari (pagi-sore) ketika sinar matahari masih bersinar. Elemen - elemen arsitektur serta detail ornamen pada setiap kolom yang menghiasinya masih dapat dilihat dan dinikmati bersama secara utuh. Sedangkan pada malam hari, ketika sinar matahari sudah tidak ada maka penerangan buatan menjadi satu-satunya alternatif untuk memberikan visual bangunan bagi orang yang ingin melihatnya. Tanpa ada penerangan yang baik maka bangunan bersejarah menjadi lebih suram dan menyeramkan dari bangunan modren lainnya (Manurung, 2015).
Konsep pencahayaan buatan yang baik maka ketika malam hari karakter bangunan berupa warna, tekstur, detail serta fasade bangunnan dapat dipertegas dan ditingkatkan. Sebaliknya jika tanpa pencahayaan buatan yang baik maka semua keindahan visual tersebut akan tenggelam dalam gelapnya malam.
Adanya pencahayaan buatan maka tidak hanya cahaya yang akan dihasilkan tetapi juga terdapat bayangan yang memiliki peran dalam menggambarkan nilai estetika bangunan melalui desain pencahayaan dan seni cahaya (Zakaria & Bahauddin, 2015). Perpaduan antara pencahayaan terhadap bangunan dan bayangan yang dihasilkan dari pencahaan tersebut akan membentuk visual yang dramatis pada bangunan bersejarah.
A
B
Gambar 2. Visual gedung bersejarah pada malam hari dengan menggunakan pencahayaan buatan yang baik. (A) Gedung Rookery di chicago,US (B) Gedung Opera Nasional De Bordeaux, prancis.
Fungsi pencahayaan buatan bukan hanya sebagai penerangan semata lebih dari itu juga dapat menciptakan bentuk kawasan khususnya kawasan bangunan historis. Dengan adanya komposisi pencahayaan buatan yang tepat pada bangunan bersejarah maka membentuk keindahan visual dan kesan yang menyenangkan bagi para pengunjung atau masyarakat sekitar (Mandala & Sheila, 2018). Keindahan visual dan kesan terhadap bangunan bersejarah ini akan semakin meningkat khususnya pada malam hari. Selain meningkatkan estetika bangunan pada malam hari penggunaan pencahayaan buatan juga meingkatkan nilai keamanan setempat, serta mendorong masyarakat sekitarnya untuk melakukan berbagai aktifitas di sekitarnya seperti berfoto dengan menggunakan objek bangunan bersejarah sebagai layarnya.
Permainan pencahayaan dengan menggunakan beberapa jenis lampu yang berbeda akan menghasilkan bentukan penyinaran yang berbeda pula. Beberapa jenis lampu yang umumnya di gunakan untuk mempertegas karakter dan detail sebuah bangunan yaitu jenis lampu jenis LED strip & Luminer lampu dengan efek wall grazing (Latifah, 2015).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif untuk dapat memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian seperti persepsi dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah. Persepsi mengenai kualitas pencahayaan bangunan sangat ditentukan oleh kesan yang keluar pada diri seseorang pada saat melihatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung (menggunakan media gambar atau layar komputer).
Ada 4 faktor yang akan mempengaruhi dari persepsi pengguna terhadap pencahayaan, diantaranya adalah intensitas pencahayaan, jenis pencahayaan, lama waktu pekerjaan dan perbedaan kontras antara detail pekerjaan dengan tempat pekerjaan itu dilakukan.
Pencahayaan memainkan peran yang sangat penting dalam menghasilkan respon secara psikologis dan fisiologis terhadap lingkungan. Distribusi pencahayaan pada sebuah ruang akan memengaruhi persepsi terhadap fungsi, kenyamanan, dan tampilan secara spasial. Dalam proses perancangan pencahayaan bangunan yang baik, maka perencana harus memahami kejelasan prinsip dan proses persepsi visual.
Persepsi visual pada suatu proses perancangan lebih bersifat kualitatif dari pada kuantitatif. Penilaian kita terhadap ruang tergantung bagaimana ruang tersebut dapat memenuhi harapan- harapan kita. Kita mendasarkan penilaian kita, apakah sebuah ruang terang atau gelap bukan secara aktual karena tingkat pencahayaan ruangan, tetapi keadaan apakah pencahayaan lingkungan dapat memenuhi harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan informasi visual atau tidak.
Sebagai bahan perbandingan objek penelitian hasil pencahayaan buatan pada malam hari, maka simulasi pencahaan buatan yang digunakan menggunakan perangkat lunak komputer yaitu Enscape sebagai sarana untuk memperoleh visual bangunan menggunakan pencahayaan buatan pada malam hari.
Tabel 1 Penggunakan Kata yang Digunakan Dalam Penelitian Ini |
|
Kata yang digunakan |
|
Tidak Aman |
Aman |
Gelap |
Terang |
Dingin |
Hangat |
Tidak Jelas |
Jelas |
Membosankan |
Tidak Membosankan |
Tidak Berkharakter |
Berkharakter |
Tidak Mengesankan |
Mengesankan |
Suram |
Ceria |
Jelek |
Indah |
Biasa |
Megah |
|
|
Penulis melakukan survey pengukuran persepsi kualitas pencahayaan pada bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda yang terdapat di Medan yaitu bangunan Gedung London Sumatera (Lonsum). Pengukuran ini dilakukan menggunakan pendekatan persepsi visual dengan metoda semantic differential. Skala diferensial adalah sebuah skala untuk mengukur sikap berupa satu garis kontinum, untuk jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya (van Eymeren, 2014).
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Pemilihan kata-kata untuk menunjukan persepsi harus bisa mewakili kesan respodon terhadap bangunan bersejarah ini pada saat mereka melihatnya. Kata-kata ini diperoleh dari telaah pustaka dan adanya penambahan dari penelitian sebelumnya yang sesaui dengan tujuan penelitian.
Untuk mendapatkan perbandingan terhadap kualitas bangunan pada saat siang hari di mana seluruh elemen bangunan dapat terlihat dengan jelas, maka pengamatan dilakukan pada siang dan malam hari.
Objek Penelitan
Bangunan yang menjadi objek penelitian yaitu Bangunan London Sumatera Indonesia (Lonsum). Bangunan ini dipilih oleh peneliti karena merupakan bangunan bersejarah warisan kolonial Belanda yang masih terjaga bentuk bangunannya sejak awal dibangun pada tahun 1906 sampai saat sekarang. Data penelitian diambil pada siang hari pukul 13.00 WIB dan pada malam hari pukul 21.00 WIB untuk memperoleh perbandingan visual antara pencahayaan alami dan buatan. Pengamatan dilakukan dengan mewawancarai 20 orang responden yang biasa berada atau melalui objek amatan,dengan memperlihatkan secara langsung objek penelitian pada siang dan malam hari serta memperlihatkan hasil simulasi dengan komputer melalui gambar dikertas.
Gambar 3. (A) Visual gedung Lonsum Medan pada siang hari (B) Visual gedung Lonsum pada malam hari.
Simulasi Pencahayaan Bangunan
Untuk mendapatkan kualitas visual yang baik pada malam hari, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya, variasi Teknik pencahayaan, tingkat luminasi cahaya, dan pemilihan warna cahaya (Mandala & Sheila, 2018).
Untuk hasil pencahayaan buatan pada malah hari secara maksimal maka dilakukan pemodelan pencahayaan melalaui simulasi komputer menggunakan software Enscape. Software ini mampu untuk memvisualkan kondisi pencahayaan pada malam hari pada sebuah bangunan dengan nyata, sehingga dapat menjadi acuan bagi responden untuk menilai visualisasi bangunan tersbut pada malam harinya setelah dilakukan implentasi pencahayaan buatan dengan baik. Adapun material pencahyaan buatan dalam simulasi ini yang digunakan (Latifah, 2015) adalah :
1. Lampu jenis lampu sorot waterproof uplight 5w, warm white 3000k
2. Lampu jenis Deco flood light 10w, warm white 5000k
Langkah awal dalam proses pembuatan simulasi pencahayaan yaitu membuat model bangunan yang sama dengan objek penelitian, setelah melakukan survey eksisting dilanjutkan dengan membuat model 3d dengan menggunakan software Sketch Up 2019, Langkah selanjutnya yaitu memberikan penerangan untuk malam hari dengan menggunakan plugin Enscape, yaitu menggunakan 2 jenis lampu uplight dan flood light. Setelah selesai maka akan keluar hasil simulasi seperti yang ditampilkan pada gambar 4 dan gambar 5.
Gambar 4. Visual Depan gedung Lonsum Medan yang telah ditambah pencahayaan buatan melalui simulasi komputer Enscape.
Gambar 5. Visual Atas gedung Lonsum Medan yang telah ditambah pencahayaan buatan melalui simulasi komputer Enscape
Setelah diperoleh hasil visual pencahayaan buatan Gedung Lonsum Medan pada malam hari, lalu ketiga data dibandingkan melalui persepsi visual responden. Media penyebaran Quesioner menggunakan aplikasi google form untuk mendapatkan output / hasil respon dari masyarakat. Adapun sample yang digunakan adalah 30 orang yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan masyarakat lainnya yang berdomisi di Medan dan pernah melihat secara langsung banguna Lonsum baik siang maupun malam hari.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengolahan data responden yang dilaksanakan pada hari Minggu, 29 November 2020 diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan pada pada Grafik 1.
Skala
Kepuasan
Grafik 1. hasil persepsi visual terhadap kualitas pencahayaan pada gedung Lonsum Medan
Dari hasil respondensi yang dilakukan diperoleh hasil menyatakan 80-100% berpersepsi bangunan Lonsum jika dilihat pada siang hari tersebut dirasakan “ lebih aman, terang, hangat, jelas, tidak membosankan, indah, hangat, cukup berkarakter, aman, dan megah”, dengan skala kepuasan antara 3,5-5 dari rentang 0-5.
Sedangkan pada malam hari tanpa ada penerangan yang baik, maka hasil diperoleh 80-100% berpersepsi bangunan Lonsum dirasakan “lebih tidak aman, gelap, dingin, tidak jelas, membosankan, tidak berkarakter, tidak mengesankan, suram, jelek, dan biasa” , dengan skala kepuasan 1-2 dari rentang 0-5.
Sebagai bahan perbandingan terakhir yaitu menggunakan simulasi komputer menggunakan software Enscape. Dari hasil respondensi yang dilakukan diperoleh hasil menyatakan 80-100% berpersepsi bangunan Lonsum jika dilakukan pencahayaan buatan seperti model tersebut dirasakan “ lebih aman, terang, hangat, jelas, tidak membosankan, indah, hangat, cukup berkarakter, aman, dan megah”, dengan skala kepuasan antara 4-5 dari rentang 0-5.
Kesimpulan
Setelah Peneliti melaksanakan respondesi persepsi visual masyarakat terhadap bangunan London Sumatera, maka diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat dan pengguna kawasan tidak bisa menikmati keindahan bangunan bersejarah ini apabila malam hari, disebabkan tidak maksimalnya pencahayaan buatan yang ada. Dengan dilakukannya simulasi pencahayaan buatan pada objek penelitian tersebut maka kualitas visual bangunan pada malam hari menjadi lebih baik, dan dengan kualitas visual bangunan yang baik maka akan meningkatkan berbagai aktifitas masyarakat disekitarnya dan pada akhirnya akan menjadikan bangunan bersejarah tersebut menjadi spot kawasan pada malam hari.
Bibliografi
Hidayat, Wahyu, Ganie, Tunggul H., & Harefa, Jurnalisman. (2019). Kajian Bangunan Bersejarah Dinilai Dari Historis Dan Estetika Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Saintek ITM, 31(2).
Keling, Gendro. (2016). Tipologi Bangunan Kolonial Belanda di Singaraja. Forum Arkeologi, 29(2), 65–80.
Latifah, Nur Laela. (2015). Fisika Bangunan 1. Griya Kreasi.
Mandala, Ariani, & Sheila, Vania. (2018). Kontribusi Pencahayaan Buatan terhadap Kualitas Visual Bangunan pada Malam Hari: Objek Studi: Bangunan-bangunan Bersejarah di Kawasan Simpang Lima, Semarang.
Manurung, Parmonangan. (2015). Pendekatan Desain Pencahayaan Fasade Bangunan Bersejarah.
Putra, Trisna. (2019). Daya Tarik Kota Lama Sebagai Objek Wisata Edukasi di Kota Padang.
Rachman, Arditya. (2017). Konstruksi Sosial Siswa Kelas VIII Terhadap Peninggalan Kolonial Kota Lama Semarang Dalam Pembelajaran IPS Materi Sejarah Indonesia Masa Kolonial Belanda di SMP 38 Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Sari, Suzanna Ratih, Harani, Arnis Rochman, & Werdiningsih, Hermin. (2017). Pelestarian dan pengembangan Kawasan Kota Lama sebagai landasan budaya Kota Semarang. Modul, 17(1), 49–55.
Undang-Undang RI No.11. (2010). Undang-Undang tentang Cagar Budaya.
van Eymeren, Margaretha Margawati. (2014). Memahami Persepsi Visual: Sumbangan Psikologi Kognitif Dalam Seni Dan Desain. Ultimart: Jurnal Komunikasi Visual, 7(2), 47–63.
Zakaria, Safial Aqbar, & Bahauddin, Azizi. (2015). Light Art for Historical Buildings: A Case Study of the Heritage Buildings in George Town, Penang Island. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 184, 345–350.